Bab : 39Tragedi yang memilukan***"Tolong kamu urus kasus ini ke kantor polisi. Saya ingin dia dihukum dengan seberat-beratnya!" Titah Alan dalam telponnya. "Baik, Pak. Akan saya laksanakan sekarang juga!" ujar seseorang di seberang sana."Foto dan alamat rumahnya nanti saya kirimkan. Serta bukti-bukti juga saya lampirkan. Saya minta untuk secepatnya kamu mengurus laporannya!" Titah Alan lagi. "Siap, Pak."Tit.Alan mematikan telepon, lantas memasukkan kembali ponsel dalam saku celananya.Ya, saat ini Alan tengah berada di kamarnya sendiri. Setelah kepulangan Winda tadi sore, Alan beristirahat sejenak. Dan sekarang saatnya Alan melanjutkan rencananya untuk mempolisikan orang yang sudah menghancurkan hidup Andira."Ini kejutan untukmu, Rangga. Apakah kau akan terus menyalahkan Andira, atau justru akan menyesal?" geram Alan lirih. Mengingat ucapan Andira tentang keluarga Rangga tadi, sudah cukup membuktikan pada Alan jika selama ini mereka telah menyia-nyiakan Andira.Alan menghem
Bab : 40Hati yang dibakar cemburu"Kapan kamu kembali ke rumahmu, Andira? Suamimu pasti mencarimu saat ini!" Andira menegang mendengar ucapan Yulia. Yulia memang tak tahu persis tentang masalah yang Andira hadapi. Namun sikap sok tahunya tadi, sukses membuat rahang Alan mengeras."Jaga ucapanmu, Yulia. Kamu tak tahu apa yang terjadi dengan Andira. Lebih baik diam, jika pertanyaanmu menimbulkan luka bagi yang mendengarnya!" ujar Alan tegas.Yulia pun menciut ketika melihat Alan marah seperti itu. Yulia memang sudah terbiasa mendapat perlakuan dingin dari Alan. Tapi tidak untuk marahnya, karena semenjak Renata tiada Alan memang sangat irit berbicara. Hanya sikap dingin dan kaku yang ia perlihatkan pada orang lain. Namun bagi Yulia, itu adalah hal wajar karena Alan sudah kehilangan orang yang dicintainya. Nyatanya, Yulia masih sabar menanti move on dari Alan. Yulia menunduk, menyembunyikan luka yang Alan torehkan padanya. 'Demi wanita itu kamu memarahiku, Mas,' Yulia membatin perih.Pu
BAB : 41Kabar dari polisi.***Suara adzan mengalun merdu, membuat Andira mengerjap membuka matanya. Setelah meregangkan tangan dan badannya, ia bergegas menuju ke kamar Kania. Dan ternyata, anaknya masih tertidur pulas dengan ditemani oleh pengasuh Kania.Setelah selesai mandi, Andira melangkah ke dapur. Ia melihat sang Bibi sudah berkutat disana dengan beraneka macam bahan makanan di depannya."Eh, Ibu," Sang Bibi kaget dengan kehadiran Andira."Mau masak apa, Bi?" Andira mengamati bumbu dan bahan yang sedang dirajang oleh Bibi."Nasi goreng, Bu. Itu memang menu kesukaannya Pak Alan tiap pagi. Tapi campurannya harus lengkap!" Bibi menjelaskan."Kalau buat non Riana, maunya ditambah telur ceplok. Tapi kuningnya harus pas ditengah. Kalau berantakan dikit, siap-siap aja ngambek nanti!" ujar Bibi menambahkan.Andira terkekeh geli mendengar penuturan sang Bibi. Lantas mengamati setiap bahan yang menjadi campuran masakannya. "Banyak banget campurannya!" guman Andira lirih."Ini semua ba
Ketika Melahirkan Di Tempat MertuaBab : 42Proses penangkapan sang penjahatAlan memarkirkan mobilnya di dekat rumah Winda, namun juga tak terlalu jauh dari rumah Rangga. Mobil Alan tak akan kelihatan jika dilihat dari rumah Rangga, dan itu cukup membantu Alan saat ini. Rumah Rangga masih nampak sepi. Itu artinya polisi belum mendatangi rumahnya. Sebelum polisi datang menyerbu, Alan bergegas mengetuk rumah orang yang dikhawatirkannya saat ini.Tok tok!"Assalamualaikum," ujar Alan sambil mengetuk pintu rumah."Waalaikumsalam," terdengar jawaban dari dalam dan suaranya terdengar kian dekat."Ada apa ya, Pak?" tanya seseorang setelah membuka pintu rumahnya. Alan mengira bahwa seseorang itu adalah suami Winda."Bu Winda ada, Pak. Ehm, maksud saya, saya ingin menyampaikan sesuatu yang menyangkut Andira saat ini, Pak." "Ya Allah … Ada apalagi dengan Andira, Pak. Ibuk! Sini sebentar!" Dani, suami Winda terlihat panik setelah mendengar nama Andira yang disebut."Masuk aja dulu, Pak. Kit
Ketika Melahirkan Di Tempat MertuaBab : 43Penangkapan penjahat ulung"Tangkap dia!" Seseorang yang sering memalsukan identitas itu mencoba kabur dan segera berlari dari kepungan polisi.Doorr!Suara peluru pun menggelegar di segala penjuru ruangan. Membuat semua orang tercengang melihatnya. Ya, kaki Rudi ditembak oleh polisi ketika ia mencoba kabur. Nampak para tetangga berkerumun menyaksikan ketegangan yang terjadi di rumah Rangga. Para tetangga pun berteriak histeris melihat darah yang tercecer dari leher Rosa. Dan sekarang ditambah dengan kaki Rudi yang ditembak oleh polisi akibat ia mencoba kabur dari penangkapan.Namun sepertinya Rudi ini kebal dengan peluru pistol yang menancap dalam di kakinya. Rasa ketakutan hukuman yang akan menimpanya membuat ia tak memperdulikan rasa sakit di kakinya. Dalam keadaan seperti itu, ia masih bisa berlari. Dengan sambil menyeret kakinya yang penuh dengan darah, ia mencoba berlari untuk menghindari polisi. Kaki yang sudah mengeluarkan banyak d
Ketika melahirkan Di Tempat MertuaBab : 44Sanksi sosial dari wargaPOV RANGGA"Mas Rangga sendiri tahu gak dimana Mbak Andira sekarang? Jangan-jangan emang gak pernah nyari keberadaan istrinya ya? Duh, Mas, aku sih tipe gak peduli sama urusan orang ya, tapi ini sudah benar-benar kelewatan!" ujar salah satu tetangga yang masih berkerumun di depan rumah. Membuatku semakin malu setengah mati. Katanya tak mengurusi hidup orang, lah ini apa? Dasar tetangga aneh.Rasanya aku sudah tak punya muka lagi di depan para tetangga. Saat ini memang keluargaku tengah jadi tontonan. Entah empati karena luka Mbak Rosa, atau entah ingin memojokkan kami karena masalah Andira. Yang jelas, saat ini rasanya aku sendiri pun geram dengan Andira. Sudah tak ada dirumah pun, ia selalu jadi biang kerok dalam keluarga kami. "Dih, suaminya sendiri gak tahu dimana Mbak Andira ya!" "Kebayang sama Mbak Andira yang tinggal serumah sama penjahat, ya Bu. Udahlah habis melahirkan, tapi malah penjahatnya mau menodai M
Bab : 45Wanita yang mencari RanggaPOV RANGGA***Tok tok tok!Suara ketukan pintu mengagetkanku yang tengah bersiap ke kantor. Aku mematung sejenak, siapa gerangan yang menggangguku seperti ini? Tak tahukah jika aku sedang banyak masalah saat ini."Huh!" Aku mendesah pelan. Mengingat masalah yang tak kunjung selesai. Yang ada justru malah semakin rumit. Seperti sekarang ini, mau berangkat ke kantor saja harus menghadapi berbagai macam kejutan yang menegangkan. "Rangga … ada yang mencarimu!" Suara Ibu yang membuka pintu kamar menyita perhatianku. Kejutan apa lagi ini?"Siapa, Bu? Pak RT? Pak Lurah? Atau tukang kredit panci langganan Ibu?" tanyaku kesal. "Maaf, aku tak punya waktu lagi!" ucapku lagi dengan asal. Tak tahukah Ibu kalau aku harus segera berangkat kerja? Jam sudah menunjukkan angka 09.00, semakin membuatku was-was karena tak kunjung berangkat ke kantor. Aku belum memperbaiki laporan yang berantakan kemarin. "Ibu serius, ada seorang perempuan yang mencarimu!" Aku mel
BAB : 46Kehamilan Lisa semakin membuatku pusing.***"Mas, aku ingin memberitahukan hal ini?" ujar Lisa memberikan sebuah amplop padaku. "Apa ini?" tanyaku, menerima amplop dari Lisa. Namun aku terkejut ketika Ibu merebut amplop yang sudah berada di tanganku."Biar Ibu saja yang buka!" ujarnya, sembari membuka amplop yang sepertinya berlogo rumah sakit itu. Aku pun ikut tegang ketika Ibu membuka secarik kertas dan membacanya dengan seksama."Hah! Rangga!" Mata Ibu membulat, mulutnya nampak menganga. Seolah kaget dengan isi yang berada di dalam kertas itu. Aku yang penasaran pun merebut kertas yang dipegang oleh Ibu.Damn it!Kini, aku benar-benar lemas tak berdaya. Melihat lambang positif yang dibubuhkan oleh dokter dalam kertas yang Lisa berikan ini. Harus apa kalau sudah begini? "Ka-kamu, menghamilinya, Rangga?" Ibu bertanya padaku dengan tergagap.Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan Ibu. Mau mengelak, tapi kenyataannya kami sudah sering berhubungan. Tapi kenapa Lisa bisa hami
Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s
Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.
Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk
Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang
Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga
Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu
Bab : 102Hari yang dinanti pun tiba.Satu tahun kemudian.Hidup memang penuh dengan cobaan dan ujian. Begitu pun hidupku yang pernah mengalami keterpurukan hingga berada di titik terendah. Namun aku percaya bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Dan bersamaan dengan itu Allah hadirkan Mas Alan sebagai penyembuh lukaku, pelengkap hidupku, dan sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupku.Saat ini aku sedang mematut diri di depan cermin. Sedang menunggu detik-detik dimana sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri. Gamis mewah berwarna putih serta hijab yang berwarna senada pula, kubiarkan menjuntai lebar menutupi dada yang kukenakan saat ini. "Masya Allah … adik Mbak cantik banget!" ujar Mbak Winda yang menghampiriku di kamar.Mbak Winda rela datang kesini hanya untuk menyaksikan pernikahanku. Padahal jarak dari rumahnya ke kampungku tidaklah dekat. Terharu, itulah yang kurasa saat melihat Mbak Winda kesini."Iya, Mbak Andira aslinya u
BAB 101. Penyesalan Selalu Datang Belakangan.POV RANGGA"Mas, minta uang dong buat beli skin care! Tuh lipstik aku sudah habis!" Lisa datang menyodorkan lipstiknya yang sudah ia korek dengan jarinya. Apakah Lisa tak melihat aku yang baru saja pulang kerja? Belum apa-apa sudah disuguhi dengan permintaan yang menyebalkan."Sudahlah, Lis, tak usah beli lipstik segala. Kamu tahu buat makan aja sekarang kita susah!" Pekikku. Sungguh, pusing sekali rasanya memikirkan semua masalah yang terus menerpa. Setiap berada di rumah selalu berakhir dengan keributan. Tidak dengan Ibu, tidak dengan Lisa, dan kadang seringnya Ibu yang berdebat dengan Lisa. Membuat kepala ini semakin pusing."Ah, Mas jahat. Coba kalau Ibu yang minta, pasti dibeliin. Kenapa aku yang istrimu minta uang buat beli lipstik saja susah, Mas?"Selalu seperti ini. Mempermasalahkan uang yang tak sepatutnya di bahas. Lisa sibuk meminta uang buat lipstik, sedangkan baru kemarin Ibu mengeluhkan beras yang sudah mulai menipis."Aku
Bab : 100Menjaga Hati***Aku melotot di depannya dengan jarak yang dekat. Biar saja, biar Mas Alan tahu kalau aku juga bisa marah. Menjengkelkan sekali. Mentang-mentang sudah sampai sini malah seenaknya seperti itu. Namun pandangan ini dikacaukan oleh bulu-bulu halus yang berada di pipi, membuat orang yang berada di depanku ini terlihat, sempurna. Sejenak, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang amat sempurna."Kamu cantik banget kalau sedang marah. Apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu." Aku gelagapan dan segera membuang muka. "Siapa juga yang memperhatikan wajahmu. Nyebelin banget sih!" gerutuku. Padahal sebenarnya sedang menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Sedangkan Mas Alan hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Baru bertemu sehari dengannya, kenapa jadi se-menyebalkan ini?"Sebentar, Andira. Saya punya sesuatu untukmu." Mas Alan mengambil plastik yang berada di meja depan, lantas kembali mendekat ke arahku."Pakailah ponsel ini, Andira! Sudah saya simpan semua nomor sa