Bab : 45Wanita yang mencari RanggaPOV RANGGA***Tok tok tok!Suara ketukan pintu mengagetkanku yang tengah bersiap ke kantor. Aku mematung sejenak, siapa gerangan yang menggangguku seperti ini? Tak tahukah jika aku sedang banyak masalah saat ini."Huh!" Aku mendesah pelan. Mengingat masalah yang tak kunjung selesai. Yang ada justru malah semakin rumit. Seperti sekarang ini, mau berangkat ke kantor saja harus menghadapi berbagai macam kejutan yang menegangkan. "Rangga … ada yang mencarimu!" Suara Ibu yang membuka pintu kamar menyita perhatianku. Kejutan apa lagi ini?"Siapa, Bu? Pak RT? Pak Lurah? Atau tukang kredit panci langganan Ibu?" tanyaku kesal. "Maaf, aku tak punya waktu lagi!" ucapku lagi dengan asal. Tak tahukah Ibu kalau aku harus segera berangkat kerja? Jam sudah menunjukkan angka 09.00, semakin membuatku was-was karena tak kunjung berangkat ke kantor. Aku belum memperbaiki laporan yang berantakan kemarin. "Ibu serius, ada seorang perempuan yang mencarimu!" Aku mel
BAB : 46Kehamilan Lisa semakin membuatku pusing.***"Mas, aku ingin memberitahukan hal ini?" ujar Lisa memberikan sebuah amplop padaku. "Apa ini?" tanyaku, menerima amplop dari Lisa. Namun aku terkejut ketika Ibu merebut amplop yang sudah berada di tanganku."Biar Ibu saja yang buka!" ujarnya, sembari membuka amplop yang sepertinya berlogo rumah sakit itu. Aku pun ikut tegang ketika Ibu membuka secarik kertas dan membacanya dengan seksama."Hah! Rangga!" Mata Ibu membulat, mulutnya nampak menganga. Seolah kaget dengan isi yang berada di dalam kertas itu. Aku yang penasaran pun merebut kertas yang dipegang oleh Ibu.Damn it!Kini, aku benar-benar lemas tak berdaya. Melihat lambang positif yang dibubuhkan oleh dokter dalam kertas yang Lisa berikan ini. Harus apa kalau sudah begini? "Ka-kamu, menghamilinya, Rangga?" Ibu bertanya padaku dengan tergagap.Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan Ibu. Mau mengelak, tapi kenyataannya kami sudah sering berhubungan. Tapi kenapa Lisa bisa hami
BAB : 47Rencana membalas dendamPOV AUTHOR"Gak usah kebanyakan mikir, Rangga. Kamu ngelakuin begituan sama perempuan lain aja gak mikir, giliran disuruh tanggung jawab baru mikir!" Seru Ranti ketus.Rangga yang sudah pusing kini semakin pusing dengan masalah yang saat ini menerpanya. Lisa pulang setelah Rangga mengusirnya. Ya, Rangga mengusirnya karena lama-kelamaan ia muak dengan janji yang diutarakan Lisa demi meminta restu sang Ibu. Entah apa yang ada di benak Rangga saat ini, yang jelas rasa kalut menguasai hati dan pikirannya."Tapi aku seneng lo sama perempuan itu, Rangga. Kalau kamu nikah sama Lisa, kita akan jadi orang kaya!" Seru Ranti sumringah. Ranti senang karena Rangga dapat pengganti yang lebih baik dari Andira. Yang lebih menyenangkan hati Ranti ialah, Lisa yang ternyata anak orang kaya. Membuat angannya kini jauh melambung tinggi."Kalau ternyata Lisa bukan orang kaya, apa Ibu akan tetap suka sama Lisa?" tanya Rangga pada sang Ibu. Ternyata Rangga masih meragukan uca
Bab : 48Ketika Winda mendengar kabar mengejutkan.***"Satu lagi yang harus Mbak Winda tahu, calonnya Rangga saat ini sedang mengandung anaknya Rangga. Jadi, pernikahan akan digelar secepatnya, dengan atau tanpa persetujuan Andira. Jika Mbak Winda tahu dimana keberadaan Andira saat ini, silahkan mengirimkan kabar bahagia ini!" Ranti berucap dengan tenang dan ringan.Sedangkan Winda yang mendengar ucapan mertua adik angkatnya itu matanya membulat. Kali ini Winda benar-benar syok dengan berita yang dikabarkan oleh Ranti. 'Anaknya menghamili orang, kok malah bangga. Kenapa Bu Ranti tidak malu mengucapkan hal itu?' Batin Winda kini bertanya-tanya. Winda heran dengan pemikiran Bu Ranti. 'Padahal baru saja tadi pagi mendapat musibah, sekarang masih bisa menyombongkan dirinya di depanku. Aneh sekali keluarga ini!" Batin Winda bergejolak."Udah Mbak Win, gak usah melongo. Biasa aja menanggapinya. Kami ini memang keluarga terpandang luar biasa, dapat menantu pun juga luar biasa. Kaya, cantik,
BAB : 49Harapan demi harapan yang mulai tertanam.***Setelah kepergian Ibunya, Rangga kembali ke kamarnya. Ia sudah tak berminat masuk ke kantor karena sudah sangat telat. Hatinya sedang kacau, Rangga pikir besok saja ia akan menjelaskan pada bosnya bahwa saat ini masalah besar sedang menimpanya. 'Percuma juga masuk kantor hari ini, yang ada laporan malah semakin berantakan karena tak bisa fokus. Nanti pak bos malah semakin marah jika aku memaksa masuk kantor!' Batin Rangga mencari pembenaran atas asumsinya sendiri. Padahal sebenarnya Rangga sendiri takut menghadapi hari esok ketika masuk kantor. Tak ada yang dilakukan Rangga kali ini. Rangga hanya diam merenungi nasib yang menimpanya saat ini. Menikah dengan Lisa? Tak pernah terpikirkan dibenaknya sama sekali. Baginya, Lisa hanya pelarian saja untuk mengurangi kesepiannya. Namun kini?"Andira!" Entah sadar atau tidak, Rangga menyebut nama sang istri saat termenung di jendela kamarnya. Sekelebat bayangan Andira tengah mondar-mandi
Bab : 50Reaksi Andira tentang keluarga sang suami.***"Mbak Winda … Ya Allah, seneng banget rasanya melihat Mbak Winda ke sini." Andira memeluk Kakaknya yang baru sampai ke rumah. Begitu pun Winda, ia nampak senang melihat adiknya yang kini terlihat semakin cantik. Sudah banyak perkembangan rupanya."Ayo masuk dulu, Mbak," ajak Andira sumringah."Hei, Kakak ganteng. Makin ganteng aja sih ini keponakan Tante. Mau main sama dedek, nggak?" tanya Andira yang kini beralih menyapa Gilang."Mau banget, Tante," sambil berjingkrak, Gilang mengutarakan keinginannya. Senang sekali sepertinya."Mbak, tolong antarkan Gilang sama anak-anak ya!" titah Andira pada pengasuh anaknya. Lalu mengajak sang Kakak yang masih berdiri di depannya."Ayo, Mbak, aku kangen banget sama Mbak Win!" ujarnya, sambil menggandeng tangan Winda. Andira yang begitu senang lantas mengajak Winda masuk ke kamarnya. Diikuti oleh Winda yang juga senang melihat Andira begitu bersemangat.Mata Winda membelalak saat menyusuri ke
BAB : 51Kabar demi kabar yang didengar oleh Andira. Ada Alan?***Sungguh, kali ini Andira pun sangat terkejut dengan kabar yang didapat dari Winda. Nampak mulutnya ditutup dengan sebelah tangannya, karena reflek terkejut. "Minum dulu, An!" Winda yang melihat nafas Andira mulai memburu, mengambil gelas yang berada diatas nakas, lalu memberikan pada Andira.Dengan tangan sedikit gemetar, Andira menerima gelas dari Winda. Dan tak butuh waktu lama, gelas tersebut kosong karena di tenggak habis oleh Andira. Kini, nafasnya kembali tenang. Walaupun masih nampak seperti habis lari maraton, dan terlihat menghembuskan nafas berkali-kali, Andira kembali tenang seperti sedia kala. Hati dan pikirannya masih bisa dikendalikan dengan baik, sehingga Andira pun kini kembali seperti semula."Sumpah, Mbak. Aku sangat terkejut dengan kabar yang Mbak katakan padaku tadi!" Lirih, Andira berucap. Andira benar-benar tak menyangka bahwa mertua dan suaminya sendiri lebih memilih percaya pada seorang penj
Bab : 52Rasa kecewa diselimuti amarah di tengah kesibukan yang melanda.***Ruangan yang mewah dan nyaman rupanya tak membuat Alan terlena begitu saja. Saat ini ia sedang disibukkan oleh rencana meeting yang dijadwalkan siang ini. Dibantu oleh sekretarisnya, Alan begitu sibuk mempersiapkan bahan untuk presentasi bersama klien. Tok tok!Suara ketukan pintu membuyarkan Alan pada kesibukannya. Ia pun menghentikan aktivitasnya sejenak, untuk mengetahui siapa yang datang menemuinya."Masuk!"Lalu tak lama, nampak seorang wanita yang juga tengah sibuk itu menghampiri Alan."Maaf, Pak, untuk laporan yang akan digunakan sebagai bahan promosi, mengalami banyak kendala," Dengan rasa tak enak hati, perempuan yang sepertinya sekretaris Alan itu berucap.Alan menghembuskan nafas pelan. Mulai terlihat frustasi di wajahnya. "Kenapa?""Pak Rangga hari ini tidak masuk kantor, Pak!" Alan mendesah pelan. Bayangannya kembali memutar mengingat kejadian tadi pagi di rumah keluarga Rangga. Alan melihat j
Bab : 108Bersamamu, aku bahagia, Mas,"Biar saja, Pak, saya bisa mengatasinya." titahku, lantas penjaga itu membungkuk permisi.Hatiku perih melihat penampilan mantan Ibu mertua yang sekarang terlihat lebih kurus. Istri Mas Rangga yang sedang menggendong anaknya pun tak kalah kusut. Namun kemana Mas Rangga? Kenapa meninggalkan Ibu dan istrinya? Aku hampir lupa kalau Mas Rangga adalah karyawan Mas Alan. Tentu saja dia beserta keluarganya pun menghadiri acara ini."Andira, maaf jika dulu Ibu pernah jahat sama kamu. Ibu sangat menyesal. Coba dulu Ibu tak menyia-nyiakan kamu, mungkin sampai sekarang kamu masih menjadi istri Rangga.""Maksud Ibu apa?" Istri Mas Rangga seakan tak terima mendengar ucapan sang mertua."Diam kamu! Menikahi kamu adalah kesalahan terbesar Rangga!" sungut Ibu melotot tajam. Sepertinya perangai Ibu masih seperti dulu. Inikah yang katanya menyesal? Bahkan sama menantunya pun masih seperti itu. "Bu, Mbak, sudah, tak usah ribut, ini tempat umum. Ibu tenang saja, s
Bab : 107Kejutan yang membuatku terharuMas Alan menghela nafas, lalu menghembuskannya pelan. "Kita akan pergi ke pesta, sayang.""Pesta?""Iya, pesta. Pesta pernikahan kita." Entah kejutan apa lagi yang akan diberikan untukku kali ini. Rasanya sudah tak bisa berkata-kata lagi dihadapannya. Bagaimana dia menyiapkan semua ini, tanpa meminta persetujuanku?"Aku sengaja memberikan kejutan untukmu, sayang. Mas yakin, pasti kamu akan senang." Mas Alan menggenggam tanganku."Tapi, kenapa harus mengadakan pesta, Mas?" tanyaku lirih. "Sayang, dengar, Mas hanya ingin menunjukkan ke semua orang bahwa Mas sudah menikah dan mempunyai istri secantik kamu. Memangnya kamu mau, karyawan Mas di kantor menganggap Mas masih single?" ucapnya dengan menggenggam jari ini.Senyumku mengembang mendengar penuturannya. Tak ada alasan untuk tidak jatuh cinta padamu, Mas. Sungguh, hati ini selalu sejuk dengan segala tingkah manismu. Bahkan berkali-kali kamu selalu membuatku jatuh cinta."Makasih banyak, Mas.
Bab : 106Malam pertama yang indah."Terus gimana, Bunda? Apakah setelah itu sang pengembaranya ketakutan?" tanya Riana yang sudah menguap beberapa kali."Awalnya memang ketakutan, Sayang. Lalu tak lama ada seseorang yang datang menyelamatkannya. Tentu sang pengembara itu sangat senang mendapat bantuan. Hingga akhirnya sang pengembara menemukan temannya yang tengah tersesat. Pastilah teman sang pengembara senang, karena telah bertemu dengan teman seperjuangan." Aku menutup buku setelah membacakan dongeng pada anak gadisku. Dan ternyata Riana sudah pulas dengan memeluk guling kesayangannya.Setelah menaruh buku di meja, kukecup sejenak kening Riana yang baru saja memejamkan mata. 'Sungguh, Bunda menyayangimu, Sayang, walaupun kamu bukan terlahir dari rahim Bunda. Tapi Bunda akan berusaha menjadi Bunda yang baik untukmu." Batinku, sembari menata selimut agar nyaman dengan tidurnya.Aku mulai beranjak dari kamar Riana setelah memastikan ia tertidur dengan nyaman. Waktupun sudah menunjukk
Bab : 105Badai orang ketigaDreett … dreett ….Kami yang tengah bercengkrama berdua, terkejut mendengar ponsel Mas Alan berdering. Siapa yang menelpon? Bukannya Mas Alan sedang mengambil cuti? Penasaran, aku pun ingin beranjak mengambil ponsel yang masih tergeletak tersebut, namun Mas Alan menghalangiku."Biar Mas yang ngambil, Sayang. Ganggu aja, siapa sih yang nelpon?" gerutunya, sembari melangkah mengambil ponsel."Bu Puspita, Sayang," ucapnya ragu.Dahiku mengernyit, untuk apa Bu Puspita menelpon? "Angkat aja, Mas!" ujarku. Karena aku sendiri penasaran dengan maunya Bu Puspita kali ini. "Assalamualaikum, Bu," jawab Mas Alan setelah mengangkat telepon. Sejenak, Mas Alan terdiam dengan masih menggenggam ponselnya. Entah apa yang dibicarakan oleh Bu Puspita, aku tak mendengarnya. Lebih baik aku menunggu disini saja."Maaf, Bu, saya tidak bisa. Saya sedang bersama istri saya!" Suara Mas Alan terdengar pelan, namun tegas.Aku meneguk ludah kuat. Kenapa Bu Puspita masih saja menggang
Bab : 104Kamu sempurna di mataku, Mas,Duh, Mas, meleleh hatiku melihat sikapmu seperti ini. Biarlah dikata seperti anak abege yang baru mengenal cinta. Nyatanya hatiku sedang berbunga-bunga melihat sikap manisnya. Sedangkan Yulia terlihat sangat kesal, tatapan matanya tajam ke arahku seakan mau menerkam."Hari ini adalah hari bahagia mereka, Bu, tolong jangan rusak momen indah mereka. Andira sekarang sudah menjadi menantu saya, tanpa mengurangi rasa sayang kami terhadap Renata yang sudah bahagia di alam sana. Jika Ibu ingin dihargai, tolong hargai kami disini!" Suara Mama pelan, namun menusuk. Menusuk bagi yang berpikir, tapi entah jika bagi Bu Puspita. Namun melihat raut wajah Bu Puspita, sepertinya mati kutu. Nyatanya tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mulutnya seperti terkunci."Bukan begitu, Bu, saya hanya ingin memberitahu pada Andira, itu saja!" Kilah Bu Puspita pelan."Andira pasti paham, Bu. Iya kan, Sayang?" Mas Alan mengedipkan mata ke arah ku."Tentu saja, Sayang. Sebaga
Bab : 103.Dia yang selalu menyejukkan hati.Aku bernafas lega setelah mobil sudah terparkir manis di depan rumah. Perjalanan panjang ini terasa lebih menyenangkan karena seseorang yang berada disampingku."Sudah sampai rumah, Sayang." Mas Alan melepas seatbelt yang masih menempel di tubuhnya."Iya, Mas. Udah malam ternyata." ucapku sambil melirik jam di pergelangan tangan. Sudah menunjukkan angka 20,00. Aku keluar dengan Mbak Tuti yang menggendong Kania. Dan ternyata Kania pun sudah tertidur pulas. Sedangkan Mas Alan berjalan beriringan denganku sampai kami masuk ke dalam rumah."Duh, menantu Mama baru nyampe rumah." ujar Mama menyambutku."Assalamualaikum, Ma," ucapku dengan mencium takzim tangannya."Waalaikumsalam, Sayang. Pasti capek baru pulang. Istirahat dulu, nanti kita makan malam bareng!" ujar Mama."Ayo sayang!" Mas Alan mengajakku beristirahat sejenak. Aku pun mengikuti langkahnya dengan tangan ini tak lepas dari genggamannya.Mas Alan melepas sweaternya setelah kami masu
Bab : 102Hari yang dinanti pun tiba.Satu tahun kemudian.Hidup memang penuh dengan cobaan dan ujian. Begitu pun hidupku yang pernah mengalami keterpurukan hingga berada di titik terendah. Namun aku percaya bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya. Dan bersamaan dengan itu Allah hadirkan Mas Alan sebagai penyembuh lukaku, pelengkap hidupku, dan sebentar lagi akan menjadi pendamping hidupku.Saat ini aku sedang mematut diri di depan cermin. Sedang menunggu detik-detik dimana sebentar lagi statusku akan berubah menjadi seorang istri. Gamis mewah berwarna putih serta hijab yang berwarna senada pula, kubiarkan menjuntai lebar menutupi dada yang kukenakan saat ini. "Masya Allah … adik Mbak cantik banget!" ujar Mbak Winda yang menghampiriku di kamar.Mbak Winda rela datang kesini hanya untuk menyaksikan pernikahanku. Padahal jarak dari rumahnya ke kampungku tidaklah dekat. Terharu, itulah yang kurasa saat melihat Mbak Winda kesini."Iya, Mbak Andira aslinya u
BAB 101. Penyesalan Selalu Datang Belakangan.POV RANGGA"Mas, minta uang dong buat beli skin care! Tuh lipstik aku sudah habis!" Lisa datang menyodorkan lipstiknya yang sudah ia korek dengan jarinya. Apakah Lisa tak melihat aku yang baru saja pulang kerja? Belum apa-apa sudah disuguhi dengan permintaan yang menyebalkan."Sudahlah, Lis, tak usah beli lipstik segala. Kamu tahu buat makan aja sekarang kita susah!" Pekikku. Sungguh, pusing sekali rasanya memikirkan semua masalah yang terus menerpa. Setiap berada di rumah selalu berakhir dengan keributan. Tidak dengan Ibu, tidak dengan Lisa, dan kadang seringnya Ibu yang berdebat dengan Lisa. Membuat kepala ini semakin pusing."Ah, Mas jahat. Coba kalau Ibu yang minta, pasti dibeliin. Kenapa aku yang istrimu minta uang buat beli lipstik saja susah, Mas?"Selalu seperti ini. Mempermasalahkan uang yang tak sepatutnya di bahas. Lisa sibuk meminta uang buat lipstik, sedangkan baru kemarin Ibu mengeluhkan beras yang sudah mulai menipis."Aku
Bab : 100Menjaga Hati***Aku melotot di depannya dengan jarak yang dekat. Biar saja, biar Mas Alan tahu kalau aku juga bisa marah. Menjengkelkan sekali. Mentang-mentang sudah sampai sini malah seenaknya seperti itu. Namun pandangan ini dikacaukan oleh bulu-bulu halus yang berada di pipi, membuat orang yang berada di depanku ini terlihat, sempurna. Sejenak, aku mengagumi ciptaan Tuhan yang amat sempurna."Kamu cantik banget kalau sedang marah. Apalagi menatapku dengan penuh cinta seperti itu." Aku gelagapan dan segera membuang muka. "Siapa juga yang memperhatikan wajahmu. Nyebelin banget sih!" gerutuku. Padahal sebenarnya sedang menyembunyikan rasa malu yang luar biasa. Sedangkan Mas Alan hanya tersenyum menanggapi ucapanku. Baru bertemu sehari dengannya, kenapa jadi se-menyebalkan ini?"Sebentar, Andira. Saya punya sesuatu untukmu." Mas Alan mengambil plastik yang berada di meja depan, lantas kembali mendekat ke arahku."Pakailah ponsel ini, Andira! Sudah saya simpan semua nomor sa