Share

Ketika Mas Gagah Tiba
Ketika Mas Gagah Tiba
Penulis: Nendia

Mas Gagah 1

Penulis: Nendia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-09 11:21:24

LAMARAN MAS GAGAH YANG TIBA-TIBA MEMBUNGKAM MULUT IBU TIRIKU.

KETIKA MAS GAGAH TIBA 1

"Kamu itu Andin, hidup gak ada yang bisa dibanggakan, lihat tuh adikmu. Sekolah berprestasi. Dapat kerjaan bagus. Upah gede. Sekarang mau dilamar orang kaya. Lah, kamu kok blangsak banget. Sekolah gak bener. Kerja cuma jadi pelayan, cowok malah gak punya sama sekali."

Wanita yang menjadi ibu tiriku itu terus mengoceh sambil melipat tangan di dada. Berdiri di tengah dapur sambil mengawasi para tetangga yang membantu masak-masak. Dari tadi dia terus membandingkan aku dengan anaknya.

Dia tak salah bicara. Hidupku memang sebelangsak ini. Wajar, dari sejak kecil aku cuma dapat perhatian sisa.

Ibuku meninggal sejak aku kelas 4 SD. Setahun kemudian, bapak menikah lagi dengan Bu Sumarni, wanita yang masih satu kampung dengan kami. Bu Sumarni punya anak perempuan yang usianya beda setahun di bawahku.

Dulu, aku juga berprestasi di sekolah. Tapi sejak punya ibu tiri, nilai-nilaiku anjlok. Bagaimana tidak, aku seperti tidak diberi kesempatan belajar. Pagi-pagi harus beres-beres rumah dulu baru sekolah. Pulang sekolah juga masih ditunggu pekerjaan rumah.

Aku disekolahkan di sekolah biasa. Sementara anak Bu Sumarni disekolahkan di sekolah unggulan. Aku tidak diperbolehkan lanjut kuliah. Sementara adik tiriku dikuliahkan di kota. Pake uang bapakku tentunya.

Lelaki kalau sudah punya istri baru, suka lupa sama anak, begitu kata orang. Seperti itu tampaknya yang terjadi pada bapakku. Dia seperti lupa kalau aku anak kandungnya sendiri. Yang diprioritaskan malah anak tirinya bukan aku.

"Belum mungkin, Bu Sum. Siapa tahu nanti Andin diambil orang kaya." Mbok Diah–tetanggaku yang baik hati menimpali.

"Mana ada lelaki kaya yang mau, Mbok. Lihat saja penampilannya begitu. Gak bisa ngurus diri. Paling laku sama Si Burhan tukang ojek. Enggak ada baik-baiknya. Minimal jadi anak itu bisa balas budi. Ini cuma nyusahin saja dari kecil."

Sakit sebenarnya aku mendengar ini. Terus saja dibandingkan depan tetangga. Ngungkit-ngungkit juga seolah aku dirawat dan diakui sebagai anak. Padahal hanya dijadikan pembantu.

Aku tidak bisa melawan. Untuk mengabaikan ocehan ibu tiri, aku mencoba budeg. Melampiaskan rasa sakit dengan mengangkat sekarung kentang dari gudang. Kugendong benda ini dengan susah payah.

Terlalu besar menyimpan dongkol dalam hati, langkahku jadi tergesa tidak jelas. Beban yang berat membuatku oleng dan terjatuh. Tersungkur dekat kaki ibu tiri. Karung kentang sobek dan membuat benda bulat itu bergelindingan ke mana-mana.

"Andini...! Ya ampun, kerja begitu saja tidak becus!"

Aku segera mengumpulkan kentang-kentang yang berserakan.

"Sudah, Din, sudah tidak apa-apa." Beberapa tetangga membantu mengumpulkan kentang.

"Emang kamu gak bisa apa-apa."

Aku menunduk menahan air mata sambil terus mengumpulkan kentang. Lalu mengambil pisau untuk mulai mengupasnya.

"Hih, baru juga diomong. Bereskan semuanya!" Bu Sum balik kanan. Pergi meninggalkan dapur.

Aku terus menunduk sambil mengupas kentang. Air mata mulai menggumpal di pelupuk. Kuusap dengan tangan yang bergetar.

"Tidak apa-apa, Nduk. Tidak apa-apa." Mak Diah mengusap punggungku.

***

"Mbak Andin, sini!" teriak Wulandari dari kamar. Aku segera membersihkan tangan, lantas menghampiri adik tiriku.

Wanita berkulit putih itu sedang duduk di kursi depan meja rias seraya memainkan kuku.

"Ada apa, Wulan?"

"Mbak, tolong bersihin kuku kakiku dong. Sekalian pake kutek."

"Tapi Mbak masih masak, Wulan. Nanti ibu marah kalau Mbak tidak ada di dapur."

"Alah, bentar doang, kok. Cepet!"

Aku berpikir sejenak. Lalu melangkah mendekati Wulandari. Berlutut di hadapannya.

Wulandari menjulurkan kakinya ke pahaku. Menyodorkan gunting kuku dan alat-alat lain untuk membersihkan kuku. "Yang bersih, ya. Terus ini kuteknya yang rapi. Jangan sampe luber ke pinggir-pinggir."

Aku menghela napas. Lalu mulai meraih kaki Wulandari. Memotong kuku-kukunya yang panjang lalu mengikisnya.

Urusan dengan Wulandari tidak pernah simple. Dia sama seperti ibunya. Ribet dan bawel.

"Ya, ampun, Mbak. Udah kubilang jangan sampe luber masa gitu aja gak becus."

"Ini sedikit Wulan, nanti juga Mbak bersihkan."

"Tetap saja jelek. Masa gitu aja gak bisa. Atau sengaja biar aku kelihatan jelek di mata calon suami. Ngiri, ya, kamu Mbak!"

"Ya Ampun ini hanya kaki, Wulan. Tidak akan merusak penampilan."

"Cuma kaki kamu bilang?!"

"Andini...! Ke mana itu anak kerjaan kok ditinggal begitu saja," teriakan kembali terdengar dari dapur.

"Ingigih, Bu. Aku di sini."

"Kamu itu bagaimana sih? Pekerja kok ditinggal." Bu Sumarni sudah nongol di pintu kamar Wulandari. Tanpa dijawab sekalipun, dia harusnya sudah tahu apa yang sedang kulakukan.

"Sedang pakein kutek dulu, Bu."

"Cuma ngerusak kuku aku doang juga. Udah ah, sana aja sama Mama." Wulandari menarik kakinya.

"Kamu itu memang lambat. Cepat ke dapur! Kalau rombongan calon besan datang urusan makanan belum beres kamu yang tanggung jawab, Andin!"

Aku menunduk permisi melewati ibu mertua. Kembali ke dapur dan segera mengurus urusan masak-masakkan.

Acara pertunangan Wulandari diadakan setelah Asar. Jam dua siang, semua masakan sudah beres. Aku lanjut membereskan rumah. Merapikan tempat yang akan diduduki tamu.

Adzan Asar baru selesai. Langsung mandi dan shalat.

Bersamaan dengan selesainya ibadahku, rombongan calon tunangan Wulandari datang. Aku mengintip dari pintu dapur. Pria gagah itu turun dari mobil dengan menggunakan pakaian batik. Rambutnya mengilat rapi.

Ingatanku melayang pada kejadian beberapa tahun silam. Saat itu aku sedang berjalan kaki pulang sekolah. Tiba-tiba sebuah motor melaju pelan di sampingku.

"Hei, Burik!" Panggil si pengendara.

Aku menengok. Lelaki itu memakai baju SMA yang penuh dengan coretan. Dia baru saja merayakan kelulusan. Namanya Adhinata. Teman sekolahku di SD dulu. SMP dan SMA-nya tidak sama karena dia anak orang berada.

"Ih." Aku melengos. Kesal dengan panggilannya. Dari kecil dulu selalu memanggilku burik.

"Abis ini mau lanjut kuliah di mana?" tanyanya masih dengan mengendarai motor yang melaju pelan.

"Rahasia!"

"Pake rahasia segala. Aku mau lanjutin di kota."

"Gak nanya."

"Sombong kamu, Burik."

Aku tak menghiraukan ejekannya. Terus jalan tidak peduli.

"Heh, Burik. Heh...!"

"Apaan sih?"

"Aku cuma mau bilang. Jangan nikah sama orang lain, ya. Entar kalau aku sudah berhasil kita nikah."

Aku menengok mendengar kalimatnya. Berasa baru ditembak. Tapi Nata langsung tancap gas.

Entah serius atau tidak dia mengatakan itu. Tapi jujur, aku masih berharap sampai sekarang. Sayangnya, ternyata Nata cuma mengerjai. Lihat saja, sekarang dia datang ke sini untuk melamar Wulandari.

.

Semua tamu masuk. Mereka berbincang-bincang dengan Bapak, Ibu, dan juga Wulandari. Aku menata piring-piring di dapur sambil mendengarkan.

"Ndak nyangka loh, kita akan besanan, Jeng."

"Iya, loh, Jeng. Saya juga kaget, Nata ternyata suka sama putri njenengan."

"Anak muda kalau naksir tetangga memang gitu, suka diam-diaman."

"Kita maklum lah, Jeng. Dulu juga kita begitu. Kalau sama tetangga suka malu kalau sampai tak jadi."

"Nah, itu, Jeng."

"Tapi endak masalah kok, Jeng. Kebetulan Wulandari juga belum punya calon."

"Eh, kok, Wulandari?" kali ini suara laki-laki yang terdengar.

"Kenapa, Mas Nata?" tanya Wulandari.

"Aku ke sini bukan mau melamarmu, Wulan. Aku mau melamar Mbakmu. Andini Larasati."

Bersambung....

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Putry Ismayanti
waahh seruuu
goodnovel comment avatar
carsun18106
mak jleb ya mas nata
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
ibu tiri dan anaknya kandungnya bertingkah seolah mereka yg punya rumah..kasihan anak tiri..bapak kandungnya masa bodoh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 2

    ~LAMARAN MAS GAGAH YANG TIBA-TIBA,MEMBUNGKAM MULUT IBU TIRIKU (2)~#KETIKA_MAS_GAGAH_TIBA 2"Aku ke sini bukan mau melamarmu, Wulan. Aku mau melamar Mbakmu. Andini Larasati."Kalimat itu berhasil menghentikan gerak tanganku di piring. Aku mengernyit dan memasang pendengaran lebih jelas. Apa aku tidak salah dengar?“Andin, dengar yang tadi dikatakan Nata. Dia bukan mau melamar adikmu, dia mau melamarmu.” Mbak Yuli yang ikut bantu memasak berbisik.“Iya, Mbak. Aku dengar.”“Kamu tahu kalau dia datang ke sini untuk melamarmu?”“Tidak. Kemarin ibu bilangnya mau melamar Wulandari.”“Sepertinya ada yang salah paham. Ayo menguping lebih dekat!”Aku dan Mbak Yuli mendekati pintu. Mengintip dan menguping.Di ruang tamu, banyak orang berkumpul, mereka terlihat saling lirik keheranan."Maksudmu apa, Nata?" tanya ibunya Nata."Aku ke sini mau melamar Andini, Bu. Bukan Wulandari.""Apa?""Maaf sepertinya ada kesalahpahaman." Bapaknya Nata mengendalikan kondisi yang jadi serba salah.Jantungku berd

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09
  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 3

    ~LAMARAN MAS GAGAH YANG TIBA-TIBA,MEMBUNGKAM MULUT IBU TIRIKU (3)~#KETIKA_MAS_GAGAH_TIBA 3“Aku dulu pernah berjanji akan menikahimu kalau sudah berhasil, kan, ingat? Bu Sumarni bilang kamu sudah ada yang melamar, benar?”Sejenak aku berpikir sambil menunduk. Ingin menjawab jujur tapi takut juga pada ancaman bapak. Bagaimana pun dia bapak kandungku, kalau mau menikah tentu dia walinya. Jika bapak sampai tidak mau merestui bagaimana?Tapi ini kesempatanku untuk bahagia. Aku tidak mau selamanya berada dalam sasaran hinaan ibu tiri. Aku ingin bebas dan bahagia. Aku harus bertindak. Sekarang.“Tidak, Mas. Tidak ada yang datang melamarku dan aku tidak menerima lamaran dari siapa pun.”Biarkan saja dengan ancaman bapak. Selama ini saja bapakku sudah seperti tidak mengakui aku anaknya. Masalah beliau nanti mau merestui atau tidak, mau jadi wali atau tidak, biar itu jadi urusan nanti.Ada harap yang kugantungkan pada Nata saat dulu dia bilang akan menikahiku. Meski kalimatnya sekilas dan ser

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09
  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 4

    KETIKA MAS GAGAH TIBA 4Perdebatan itu diakhiri dengan keputusan sebelah pihak. Aku harus menggagalkan pertunangan ini bagaimana pun caranya. Jika tidak, maka bapak tidak akan mau menikahkanku.Aku tidak bisa tidur sebelum kondisi rumah beres. Mbak Yuli turut membantu. Semua sisa makanan kuberikan pada Mbak Yuli dan tetangga dekat rumah, sedikit kusisakan untuk sarapan besok pagi.“Jangan nurut, Andin! Kalau kamu yakin sama Nata, jalani saja sampai hari ha. Urusan nanti bapakmu mau jadi wali atau tidak terserah nanti.”“Aku juga mikirnya gitu, Mbak. Kalau bukan sekarang kapan lagi. Salah-salah nanti bapak malah jodohkan aku sama lelaki tidak jelas.”“Betul begitu. Mbak dukung. Kalau kamu nikah sama Nata, Mbak jamin. Ibu tirimu itu bakal mati kutu. Biar dia jilat kembali ludah yang terus dikeluarkannya buat hina kamu.” Mbak Yuli bicara penuh emosi.“Ya mudah-mudahan saja semua lancar. Semoga Allah meluluhkan hati bapak. Bapak itu baik sebenernya, Mbak. Cuma gitu setelah punya istri Bu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09
  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 5

    KETIKA MAS GAGAH TIBA 5Burik. Sudah menjadi panggilannya sejak dulu. Sejak menjejaki bangku sekolah dasar. Layaknya pertemanan anak-anak pada umumnya, Nata sering meledekku dengan mengatai nama ayah dan ibu. Hampir setiap ada kesempatan, dia terus ngajak ribut.Awalnya, dikatai dengan panggilan ayah dan ibu itu hanya semacam bulian biasa. Aku akan membalas dengan hal yang sama. Tetapi setelah ibu pergi, itu jadi terasa sangat menyakitkan. Bagaimana tidak, aku sedang berkabung kehilangan seorang ibu, Nata masih membuliku dengan memanggil-manggil nama ibu. Hari itu, aku nangis parah. Sampai dipanggil guru. Aku dan Nata didamaikan, lalu Bu Guru kelas empat menceramahi teman-teman sekelasku seperti apa kondisiku saat itu dan tidak layak terus membuliku dengan mengatai nama ibu.Sejak saat itu, panggilan Nata padaku berubah jadi Burik. Kami berpisah ketika naik ke SMP dan SMA. Meski begitu masih sering bertemu karena memang tinggal sekampung.Setiap kali bertemu, di mana pun. Nata sering

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09
  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 6

    KETIKA MAS GAGAH TIBA 6Ngobrol sambil makan, tidak terasa waktu sudah pukul lima sore. Saat keluar lapak bakso Mas Joko, sebuah mobil mungil warna silver lewat dengan kecepatan tinggi.“Wow, santai, Bos. Ini jalanan kampung bukan tol.” Nata memandangnya geram.“Tahu gak itu siapa?” tanyaku seraya memperbaiki letak tas.“Siapa?”“Wulandari.”“Pantes. Gak di rumah gak di jalan, songong orangnya.”“Gitu lah. Kemaren dia marah gara-gara salah paham masalah pertunangan itu.”“Aku juga gak enak sebenarnya, mis komunikasi dari awal.”“Masnya juga langsung to the point bicaranya. Bikin dia malu.”“Gimana lagi, dari pada salah pahamnya kebablasan.”Kami lanjut jalan. Kali ini dia yang duluan.“Pernah ikut mobilnya?”“Alhamdulillah, enggak.”“Nanti aku antar jemput pake pesawat.”Aku tersenyum. “Ketinggian mimpinya.”“Gak masalah, mimpi emang harus tinggi. Nanti kalau kita udah sukses, Wulandari pake mobil, kita nunduk aja.”“Ko malah nunduk?”“Kan kita pake pesawat. Kamu nanti bisa dadah-dada

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24
  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 7

    KETIKA MAS GAGAH TIBA 7“Andini…!” Bu Sumarni teriak.“Tuh. Dia sudah manggil. Sana masuk?”“Jadi Mas tidak mampir dulu.”“Kapan-kapan saja.”“Ya sudah, assalamualaikum.”“Waalaikumsallam.”Aku memperbaiki letak tas seraya berjalan ke teras. Menghampiri ibu tiri yang sudah pasang wajah garang. Saat ini mungkin giginya sudah bertaring untuk siap memaki lagi. Ini yang buat aku selalu enggan pulang ke rumah. Hari-hari serupa neraka.‘Kamu punya garis teritorial yang tidak bisa sembarangan orang lain usik. Kamu berani. Kamu berhak bahagia. Allah sudah kasih kamu kekuatan. Melindungi diri bukan mengajak ribut.’Sepanjang berjalan aku mengulang-ulang itu. Menanamkannya dalam hati.Kelopak mata besar itu semakin merebak sempurna begitu aku menaiki teras.“Assalamualaikum.” Aku melewatinya.“Ini anak. Sudah dikasih peringatan masih melawan.” Dia berkata pelan, takut terdengar Nata yang masih berdiri di depan pagar mungkin.Wulan muncul di pintu. Wajah cantik nan menyebalkan itu menatapku mala

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24
  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 8

    KETIKA MAS GAGAH TIBA 8“Sudah kubilang, Bu. Ibu boleh bahagia di rumah ini. Melakukan apa pun yang membahagiakan ibu. Tapi jangan mengusik kebahagiaanku. Kalau mau makan, suruh saja anak ibu. Jangan aku!”“Apa? Jadi sekarang kamu sudah tidak mau melayaniku lagi.”“Melayani sebagai apa?”“Kamu!” Tangan Bu Sumarni sudah terangkat. Mungkin mau menunjuk kening tapi aku segera menarik wajah sehingga tangan itu hanya terangkat di udara.“Bener-bener ya sekarang. Gara-gara dilamar Nata. Hiiiiii! Kau bikin gemas saja.”Aku mengangkat alis dan pundak. Menunggu reaksinya mau apa.“Baik kalau kamu tidak mau menyiapkan makan malamku. Jangan harap kau bisa makan malam ini.” Bu Sumarni balik badan. Aku kembali menutup pintu. Terserah, aku sudah makan bakso.***Menjelang tidur. Nata kembali mengirim pesan. Sepertinya dia tipe laki-laki yang jarang memainkan ponsel. Jeda dari chat pertamanya cukup lama. Saat di perjalanan tadi, dia bahkan tidak mengeluarkan ponselnya sama sekali kecuali saat minta

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-26
  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 9

    ETIKA MAS GAGAH TIBA 9“Kalau menikah dengan Nata hanya membuatmu tinggi hati, sombong, dan semakin kualat pada orang tua. Lebih baik tidak usah menikah dengannya. Atau bila perlu bapak saja yang putuskan!”Aku mendekati meja makan. Memandang raut bapak dengan saksama. Hitam kulit dan keriput wajahnya bukti kerasnya bekerja di jalanan.“Pak… nangis loh ibu di sana dengar bapak bicara seperti itu. Baru sekali Andini mempertahankan ego sendiri bapak sudah bilang aku tinggi hati, sombong, dan kualat sama orang tua. Anak-anak saja marah direbut mainannya, Pak. Apa lagi aku sudah dewasa. Masa diam saja harus direbut cinta. Bapak harusnya tahu, selama ini aku tidak pernah punya pacar sementara Wulandari gonta-ganti laki-laki. Kalau masalah bantu-bantu orang tua, apa bapak juga lupa kalau selama ini aku yang selalu bangun paling pagi. Hanya aku yang selalu menemani bapak buat siap-siap kerja. Bapak jangan menghapus semua kerja kerasku hanya karena aku tidak menyiapkan Bu Sum makan satu malam

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-26

Bab terbaru

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 48.b

    Seorang wanita berwajah jelita memasuki ruang yang dirancang sedemikian mewah. Membawa troli berisi aneka alat-alat masak. Tiga chef terkenal duduk di kursi kecil."Hallo, Chef." Andini tersenyum manis. Lalu menyusun alat-alatnya di meja berlapis stainles."Hallo, siapa nama kamu?" tanya pria bermata sipit di depan sana."Andini Larasati, Chef.""Wong jowo?""Yes, Chef.""Bilang yes jadi hilang wong jowonya," timpal juri berwajah jelita. Lalu disambut tawa kecil oleh yang lainnya."Enggak dong, Chef.""Mau masak apa, Andini?""Siomay seafood with mozzarella sauce.""Oke. Sudah siap?""Siap, Chef.""Waktunya lima menit dari ... sekarang."Tangan cekatan Andini lihai bergerak-gerak. Mempersiapkan apa yang tadi sudah dibuatnya. Jika peserta lain grogi masak sambil diperhatikan chef terkenal, tidak dengan Andini. Mentalnya cukup kuat untuk menerima semua itu. Tatapan para juri tidak lah ada apa-apanya jika dibandingkan sorot mata tajam dan mengintimidasi milik Sumarni. Jangankan hanya dip

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 48.a

    KETIKA MAS GAGAH TIBA ENDMungkin nyawa Wulandari sudah melayang bila mana bayi itu tidak menangis. Seperti mendapat panggilan alam, mulut kecil itu menjerit keras. Suaranya memantul dari dinding ke dinding. Lalu menyelinap masuk ke dalam relung hati Burhan.'Dia ibu dari anakmu, dan ayahnya bukan seorang pembunuh.' Suara lembut berbisik dalam dirinya.Marah yang meletup bertabrakan dengan penyesalan karena tidak bisa menahan emosi. Dua perasaan itu membuat dia kesulitan mengendalikan diri. Burhan menghempaskan Wulandari dan Sumarni dari cengkeramannya. Dia berbalik dengan kaca-kaca di matanya. Bertolak pinggang. Sakit hati dan penuh penyesalan.Di belakang Burhan. Wulandari luruh. Duduk di lantai dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Terbatuk-batuk dia. Sementara Sumarni memegangi rahangnya yang seperti akan hancur.Selama ini, pada siapa pun mereka melontarkan cacian, tidak pernah ada yang melawan dengan melakukan tindak kekerasan yang nyaris melayangkan nyawa. Sumarni dan Wulanda

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 47

    KETIKA MAS GAGAH TIBA 47POV AuthorDi malam yang hening, Andini berurai air mata. Ditatapnya berkas sertifikat yang menunjukkan kepemilikan atas namanya itu. Dadanya terasa penuh sebab rasa bahagia yang membuncah. Tak menyangka Nata akan melakukannya.Dipeluknya berkas itu serupa kekasih yang telah lama pergi."Sayang...." Nata mengusap punggung Andini."Aku gak nyangka kamu lakuin ini, Mas." Mata merah Andini menatap suaminya."Kenapa kamu baik banget?"Tanpa berkata, Nata menarik Andini bersandar pada dadanya yang lebar. Kemudian mengecup ubun-ubun Andini. "Aku sayang kamu. Sudah terlalu lama kamu menanggung penderitaan. Sekarang saatnya bahagia." Nata menjeda."Mas bahagia kalau kamu bahagia. Mas ikut sakit jika kamu sakit. Maka teruslah bahagia ... untukku." Nata mengangkat dagu Andini agar melihat padanya.Mendengar itu, tangisan dua netra Andini semakin berlinang. Nata bukan laki-laki yang pandai menggombal. Kalimat itu pastilah dari hatinya yang paling dalam. Bagi Andini, Nata

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 46.b

    "Pak...Bapak... maafkan ibu, Pak." Dia langsung bersujud di depan kaki bapak."Ibu tidak punya niat jahat, Pak. Ibu hanya mau menabung." Dia berlinang-linang. Aku mencebik.Tanpa menghiraukannya, aku dan bapak melanjutkan langkah kembali ke tempat tidur.Sumarni beranjak mengikuti kami. Menunduk di depan bapak. "Bapak jangan salah sangka. Itu tidak seperti yang Andini kira. Ibu menabung untuk masa tua kita.""Masa tua yang seperti apa, Sumarni?" bapak yang sudah duduk tenang di atas kasur menatap wanita yang dulu selalu dibelanya."Masa tua seperti apa? Harus menunggu bagaimana dulu agar kau mengeluarkan tabunganmu? Jika bapak ada dalam kondisi hampir kehilangan kaki saja kau tidak bicara, lalu menunggu kondisi seperti apa? Menunggu bapak mati? Lalu kau bisa foya-foya, begitu?"Sumarni menggeleng. Terisak-isak."Bapak paham. Kau mempersiapkan diri untuk masa tuamu, bukan masa tua kita.""Tidak, Pak. Tidak begitu....""Cukup! Cukup!" Bapak menunjukkan telapak. "Bapak selalu menomorduak

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 46.a

    KETIKA MAS GAGAH TIBA 46"Kalau bapak masih menganggapku anak, ceraikan dia. Tapi kalau bapak tetap mempertahankan pernikahan bapak. Maaf aku tidak akan lagi ada di samping bapak."Aku menatap pria yang masih berbaring ini dengan mata panas. Meski waktu sudah memberi jeda, gejolak di dada tetap sama.Jika kemarahan memiliki interval 1 sampai 1000, misal. Maka marah dan kecewa ini sudah sampai di batas maksimal. Aku tidak sudi lagi melihat wajah Sumarni. Andai bapak tetap mempertahankan dia, maka lebih baik aku saja yang pergi.Bapak menghela napas berat. Ditatapnya plafon rumah sakit dengan sendu. Lelaki yang sedang berbaring itu berkaca kedua netranya. Air yang menggumpal di kedua sudut mata itu menetes melewati pelipis kanan dan kiri.Aku paham. Bapak pun pasti sama kecewanya."Sampaikan talak bapak pada Sumarni, Ndok. Bapak sudah tidak bisa melanjutkan kalau seperti ini."Aku membuang napas dengan entakkan. "Aku lega mendengarnya."Setelah lama berharap, akhirnya talak itu keluar d

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 45

    Ketika Mas Gagah Tiba 45"Ambil saja." Nata memberi saran. Dia menyentuh lengan agar aku menghentikan pertengkaran dengan Bu Sum.Bola mata Bu Sum membola ketika Nata berucap seperti itu. Dua bola mata yang dulu selalu membuatku takut dan menciut itu kini kucebik saja sambil balik kanan. Lalu menuju kamar bapak.Di depan lemari putih ini, aku membuka pintunya. Dikunci. Nata meraba bagian atas lemari. Ada. Dia memberikannya padaku, lantas aku segera membukanya."Heh! Jangan lancang kamu!" Bu Sum berkata sengit.Aku tidak tahu apa yang hendak dia lakukan karena fokus membuka kunci lemari, tapi Nata membuat gerakan seperti menghadang sesuatu di belakangku. Sontak aku menengok. Tangan Bu Sumarni sedang teracung sementara tangan kekar suamiku mencengkeram pergelangannya, sepertinya Bu Sumarni baru saja mau memukulku."Istriku hanya ingin mengambil haknya, Anda jangan halangi, Bu Sum!" Nata memperingatkan.Kalau lah suamiku kurus kerempeng seperti Mas Burhan, mungkin ibu tiriku itu sudah me

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 44

    Ketika Mas Gagah Tiba 44Tangan Bu Sum meraba gagang pintu, baru kulihat raut takut di matanya. Dia berusaha tetap mengendalikan diri dengan mengangkat dagunya tinggi lalu menantang nyalang."Ibu datang ke sini sengaja buat urus bapak. Tapi kalau kamu lancang begini, maka lebih baik ibu pergi saja. Sana urus bapakmu sendiri!""Alasan! Kau memang hanya mau bapakku saat sehat saja. Saat sakit begini tidak mau mengurus. Ke mana saja kamu sampai-sampai baru datang ke sini?""Aku sibuk ngurus bayi Wulan.""Prioritasmu memang hanya Wulan dan dirimu sendiri. Bahkan ketika bapak sedang sekarat begini. Aku dan bapak hanya kau peras demi kebahagiaan kalian berdua.""Cukup, Andini! Semakin lancang saja kamu ... Pak, kamu diam saja lihat dia begini?""Pergi saja, Bu!" sahut bapak tak kalah kecewa."Kami tidak butuh kehadiranmu di sini. Dari dulu juga aku yang mengurus bapak. Yang mencuci pakaiannya, yang bangun malam untuk menyiapkan sarapannya tiap pagi, yang masak dan mengurus segala keperluann

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 43

    Ketika Mas Gagah Tiba 43"Kenapa bapak?!" Aku setengah berteriak. Nada Bu Sumarni di seberang sana terdengar begitu panik, dan jelas membuatku sangat panik juga."Bapak kecelakaan di tol. Ibu tak tahu bagaimana kabarnya."Astagfirullah, lututku rasanya mendadak lemas. Tangan jadi gemetaran. Teringat bagaimana sikap dinginku belakangan ini pada bapak."Gimana keadaan bapak sekarang?""Ibu tidak tahu. Ibu baru dengar kabar."Allahuakbar. Aku mengusap wajah. Hal yang paling aku takutkan terjadi. Bapak mengalami kecelakaan. Tenang, Andini, tenang. Mungkin bapak tidak kenapa-napa.Aku mengendalikan diri dari kepanikan tak jelas ini. Lalu menelepon Nata."Mas, aku dengar bapak kecelakaan," kataku begitu sambungan diterima."Mas juga dengar. Ayo sebaiknya pulang, kita langsung ke sana saja.""Mas tahu lokasinya?""Tahu. Ayo pulang saja. Hati-hati di jalan.""Iya."Aku segera meninggalkan kampus. Pulang ke rumah menjemput suami. Sesampainya di sana, Nata mengambil alih kemudi. Kemudian kami m

  • Ketika Mas Gagah Tiba   Mas Gagah 42

    Ketika Mas Gagah Tiba 42Jam 11 malam, deru motor suamiku baru terdengar. Dari balik gorden, bisa kulihat dia membuka pintu gerbang dengan menggunakan jas hujan. Air dari langit memang tidak berhenti seutuhnya. Kadang menderas, sebentar gerimis, lalu besar lagi.Aku menyambutnya di pintu dengan muka masam.Kesal. Aku menunggunya berjam-jam. Sementara chat dan teleponku diabaikan. Dia pikir aku tidak khawatir apa. Namanya berkendara, semua bisa saja terjadi. Tadinya mau kulaporkan polisi kalau sampai jam 12 malam tak juga pulang."Ke mana aja? Chat-ku gak dibalas. Telpon gak diangkat. Gak mikir apa kalau istri khawatir." Aku langsung menyemprotnya."Ada kerjaan, Sayang." Nata membuka helm dan jas hujannya di teras basah."Sampai gak ada waktu buat ngangkat telpon?""Tanggung. Mas silent hp nya.""Astagfirullah. Aku khawatir tahu. Kalau jam dua belas belum juga pulang, aku mau lapor polisi loh.""Mas gak kenapa-napa. Hanya ada kerjaan saja."Suamiku ini gak semanis tokoh di drama Korea.

DMCA.com Protection Status