Bab 86. Deva Gundah Gulana“Tunggu surat ceraimu, akan segera kuurus!” Suara Deva menggelegar, jari tengahnya menunjuk lurus ke arah Alisya. “Tak akan ada sidang! Tak usah kau tunggu panggilan! Pengacaraku akan selesaikan semua dengan cepat! Jangan pernah kau bicara apalagi posting-posting di media sosial! Kau tau, kan aku siapa? Keluarga Wibawa adalah orang terpandang. Jangan sampai kau sebar gossip murahan! Paham!”“Maaf, Mas Deva, tolong jangan terlalu kasar! Alisya juga bukan perempuan rendah!” sergah Rika tak sabar mendengar hinaan Deva kepada sahabatnya.“Diam! Jangan ikut campur!” Deva langsung melotot tajam ke arahnya. Rika mengeditkan bahu lalu mendesah kasar. Dr. Ilham masih bergeming.Alisya gemetar. Berbagai perasaan mengaduk di dalam benak. Kaget karena talak dari Deva begitu tiba-tiba. Lega karena akhirnya Deva melepasnya, dan sakit di hati bagai diris-iris karena kalimat kasarnya. Itu membuat dadanya sesak. Namun, dia segera menguatkan hati dan jiwa. Tak akan pernah l
Bab 87. Deva Mabuk BeratSaat malam turun, Adante mulai menangis lagi. Ayu berusaha membujuk dengan segala cara. Namun, tangis Adante malah makin kencang. Sementara Deva masih mengurung diri di kamar. Pria itu bertambah stress mendengar suara tangisan Adante.“Iya, kita telepon mama ya, jangan nangis, dong! Dante mau ngomong sama mama? Kalau Dante nangis terus, enggak jadi, nih, telpon mama.” Ayu membujuk lagi. Kali ini tangis Adante berhenti.“Nah, gitu, dong! Entar, ya, mbak cari nomornya.” Ayu menscroll daftar kontak. Bu Alisya 2, begitu dia save nomor kontak Rena. Tanpa ragu, Ayu menekan nomor itu, mengaktifkan pengeras suara agar Adante mendengar suara sang mama.“Hallo, Bu Alisya! Maaf, saya nelpon malam-malam. Ini, Bu, Adante –““Ayu …!”Kalimat Ayu terjeda, terkejut mendengar bentakan penuh kemarahan itu. Deva sudah berdiri di ambang pintu. Ponsel di tangan sang babysitter terlepas, jatuh ke atas kasur. Padahal ponsel masih dalam keadaan menyala. Alisya menunggu di ujung s
Bab. 88. Perusahaan Baru Milik Alisya“Mas Deva! Sonya! Bang sat kalian!”“Raja!” Sonya kaget. Deva sontak melepas tubuhnya. Pria itu ambruk tepat di samping Sonya. Detik berikutnya terdengar dengkuran halus. Deva yang masih dibawah pengaruh minuman keras itu terlelap dalam ketidak sadarannya. Buru-buru Sonya meraih selimut untuk menutup tubuh atasnya yang telah bugil. Kemudian beringsut turun dari ranjang untuk mencari blues yang tadi sempat tercampak. Dengan mimik wajah tanpa dosa dia mengenakannya kembali di depan Fajar.Tak ada rasa malu sama sekali. Yang ada justru rasa benci kepada Fajar. Emosinya memuncak karena harus menahan hasrat. Mantan adik iparnya itu datang di saat yang sangat tidak tepat. Padahal sesaat lagi saja, dia pasti sudah bisa mendapatkan Deva.“Tolong jelaskan pada saya, apa yang telah kalian lakukan?” sinis Raja lalu melangkah masuk. Pria itu merasakan ada yang janggal meski sempat sangat kaget. Awalnya dia begitu yakin kalau sepasang mantan suami istr
Bab 89. Perusahaan Alina Terancam Hancur“Maaf, Pak, Deva! Saya benar-benar tak menyangka ternyata Anda PENIPU! Mulai detik ini, kerjasama kita batal!” teriak sang penelopn dari ujung sana.“Hallo, ini Pak Waldi, kan? Pemasok tetap bahan baku untuk perusahaan milik Bu Alina? Maaf, maksudnya apa ini?” tanya Raja kaget. Dia hapal betul nomor itu. Sebelum Alina memindahkannya ke Pekan Baru, dia menjabat sebagai Wakil direktur di kantor induk. Semua perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan mereka dia kenal betul.“Bapak masih nanya maksud saya apa? Saya yang harusnya bertanya MAKSUD ANDA APA?” Si penelepon berteriak.“Sabar, Pak! Sebenanya saya Raja, adik direktur utama, Deva Wibawa. Pak Waldi masih ingat saya, kan? Kebetulan Pak Devanya sedang ada urusan. Jadi, saya agak kaget mendengar ini. Sepertinya ada kesalah pahaman di sini, boleh Bapak jelaskan pada saya, apa masalahnya, Pak?”“Oh, jadi Anda putra kedua pemilik perusahaan itu? Kebetulan sekali kalau begitu. Dengar Pak R
Bab 90. Rencana Sang Majikan Mesum“Ma! Mama …!”“Tante …!”Sonya, Deva dan Raja serentak menangkap tubuh Alina. Para pegawai lain juga mendekat, mengerubungi sang pemilik perusahaan angkuh itu dengan berbagai pikiran. Ada yang empati dan mengkhawatirkan keselamatan Alina, namun tak sedikit yang bersyukur dan menyumpahi. Sejak Wanita itu berkecimpung lagi di kantor, mereka benar-benar merasa tak nyaman. Sikap Alina yang semena-mena dan dictator membuat mereka tertekan.Tak lama terdengar sirine mobil ambulan meraung dari kejauhan. Anak buah Deva yang bertindak cepat tanpa menunggu perintah dari sang bos. Beberapa detik kemudian tubuh Alina sudah dilarikan ke rumah sakit besar terdekat. Sonya ikut di dalam mobil ambulanc mendampingi sang tante. Deva dan Raja menyusu dnegna mobil masing-masing namun disetiri oleh anggota Deva.Saat itulah ponsel Sonya berdering.“Ya, hallo!” sapanya masih dengan napas ngos-ngosan karena panik.“Keluarga pasien atas nama Rahman, ini nomor yang terter
Bab 91. Awal Kemajuan Perusahaan Alisya“Mama masuk rumah sakit?” seru Alisya kaget.“Hmmm, entah bagaimana keadaannya sekarang. Bisa saja langsung koit,” sinis Ardho tersenyum miring.“Mas, jangan kasar begitu bicaranya! Biar bagaimanapun Bu Alina itu pernah menjadi ibu mertua Alisya. Dan aku yakin akan tetap menjadi ibu mertuanya.” Tiara menasehati kakaknya.“Wah, kamu malah berharap sahabatmu ini makin menderita, Tiara? Kau tidak tau bagaimana jahat dan liciknya Bu Alina itu. Dengan segala cara dia berusaha menyingkirkan Alisya. Kau tidak lihat sekarang seperti apa Alisya, ha?”Tiara terdiam.“Maaf, Mas? Bagaimana bisa kamu ingin mengambil alih perusahaan itu? Kamu pikir semudah itu kah?” tanya Alisya menatap Ardho sekilas. Dia cepat-cepat membuang pandangan jauh ke arah gerbang.“Ya, Alisya. Sepertinya kamu lupa kalau 45 % kepemilikan saham di perusahaan itu sudah atas namaku? Tiga bulan perjanjian ibu mertuamu, jika dalam tiga bulan itu meraka tak bisa mengembalikan beriku
Bab 92. Aksi Bejad Mawar Di Depan Suami Lumpuh“Mas, kamu tak bisa bicara?” Mawar tertawa jahat.“Ouuuuguuhhhk … aaaauuu … uuugh …!” Rahman berusaha untuk berucap. Mulutnya membulat. Dia mencoba menggerakkan tangan kanan yang tak dipasangi jarum dan selang infus. Namun, usahanya sia-sia. Tangan yang kemarin masih terlihat begitu kekar, kini hanya bisa tergeletak tak berdaya di sisi badan kakunya. Hanya ujung jemarinya yang terlihat bergerak pelan.“Astaga, Mas! Kalau tau begini, aku enggak perlu capek-capek mikirin ide buat lenyapin kamu! Buang energy, tau enggak. Menguras emosi dan pikiranku! Ternyata Tuhan sudah memilihkan cara yang terbaik buat kamu, tanpa harus mengotori tanganku. Iya, kan, Jar? Faja sayang, liat deh! Kamu gak perlu lagi turun tangan, Sayang!”Mawar memeluk pinggang Fajar, lalu memboyong sang selingkuhan melangkah mendekati bangkar. “Maaf, Mas. Kamu mungkin sangat terkejut melihat ini. Tapi, kamu harus terima kenyataan, ya! Kamu, sih, saat pertama melamar aku ka
Bab 93. Perusahaan Alisya Berkembang, Perusahan Deva Di Ambang Kehancuran“Alisya?! Masa iya, ini Alisya? Tak mungkinlah!” gumam Alina tak percaya. Wanita itu menyipitkan kedua kelopak mata, bahkan sempat menjauhkan layar ponselnya. Itu untuk memastikan foto yang terpampang di sana. “Saat ini Alisya sedang terlunta-lunta di jalan. Paling banter juga pulang kampung ke daerah pegunungan sana! Mana mungkin dia menjadi pengusaha, hah … mimpi! Perempuan ini hanya mirip,” desisnya seraya tersenyum sinis.Namun, hati dan otak tak seirama. Seberapa keraspun hatinya menolak, pikirannya tetap menegaskan kalau itu Alisya. Jemarinya lalu mengusap layar, membuka halaman berikutnya. Ingin tahu siapa wanita itu sesungguhnya. Alina lalu membaca baner berita utama.[Perusahaan kecil yang bakal menjadi primadona. Alis --]“Selamat Pagi Bu Alina!”Belum selesai dia membaca baner halaman, seseorang menyapa dari kejauhan. Sontak Alina menoleh. Orang yang dia tunggu-tunggu sudah tiba. Ardho berjalan den