Bab 89. Perusahaan Alina Terancam Hancur“Maaf, Pak, Deva! Saya benar-benar tak menyangka ternyata Anda PENIPU! Mulai detik ini, kerjasama kita batal!” teriak sang penelopn dari ujung sana.“Hallo, ini Pak Waldi, kan? Pemasok tetap bahan baku untuk perusahaan milik Bu Alina? Maaf, maksudnya apa ini?” tanya Raja kaget. Dia hapal betul nomor itu. Sebelum Alina memindahkannya ke Pekan Baru, dia menjabat sebagai Wakil direktur di kantor induk. Semua perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan mereka dia kenal betul.“Bapak masih nanya maksud saya apa? Saya yang harusnya bertanya MAKSUD ANDA APA?” Si penelepon berteriak.“Sabar, Pak! Sebenanya saya Raja, adik direktur utama, Deva Wibawa. Pak Waldi masih ingat saya, kan? Kebetulan Pak Devanya sedang ada urusan. Jadi, saya agak kaget mendengar ini. Sepertinya ada kesalah pahaman di sini, boleh Bapak jelaskan pada saya, apa masalahnya, Pak?”“Oh, jadi Anda putra kedua pemilik perusahaan itu? Kebetulan sekali kalau begitu. Dengar Pak R
Bab 90. Rencana Sang Majikan Mesum“Ma! Mama …!”“Tante …!”Sonya, Deva dan Raja serentak menangkap tubuh Alina. Para pegawai lain juga mendekat, mengerubungi sang pemilik perusahaan angkuh itu dengan berbagai pikiran. Ada yang empati dan mengkhawatirkan keselamatan Alina, namun tak sedikit yang bersyukur dan menyumpahi. Sejak Wanita itu berkecimpung lagi di kantor, mereka benar-benar merasa tak nyaman. Sikap Alina yang semena-mena dan dictator membuat mereka tertekan.Tak lama terdengar sirine mobil ambulan meraung dari kejauhan. Anak buah Deva yang bertindak cepat tanpa menunggu perintah dari sang bos. Beberapa detik kemudian tubuh Alina sudah dilarikan ke rumah sakit besar terdekat. Sonya ikut di dalam mobil ambulanc mendampingi sang tante. Deva dan Raja menyusu dnegna mobil masing-masing namun disetiri oleh anggota Deva.Saat itulah ponsel Sonya berdering.“Ya, hallo!” sapanya masih dengan napas ngos-ngosan karena panik.“Keluarga pasien atas nama Rahman, ini nomor yang terter
Bab 91. Awal Kemajuan Perusahaan Alisya“Mama masuk rumah sakit?” seru Alisya kaget.“Hmmm, entah bagaimana keadaannya sekarang. Bisa saja langsung koit,” sinis Ardho tersenyum miring.“Mas, jangan kasar begitu bicaranya! Biar bagaimanapun Bu Alina itu pernah menjadi ibu mertua Alisya. Dan aku yakin akan tetap menjadi ibu mertuanya.” Tiara menasehati kakaknya.“Wah, kamu malah berharap sahabatmu ini makin menderita, Tiara? Kau tidak tau bagaimana jahat dan liciknya Bu Alina itu. Dengan segala cara dia berusaha menyingkirkan Alisya. Kau tidak lihat sekarang seperti apa Alisya, ha?”Tiara terdiam.“Maaf, Mas? Bagaimana bisa kamu ingin mengambil alih perusahaan itu? Kamu pikir semudah itu kah?” tanya Alisya menatap Ardho sekilas. Dia cepat-cepat membuang pandangan jauh ke arah gerbang.“Ya, Alisya. Sepertinya kamu lupa kalau 45 % kepemilikan saham di perusahaan itu sudah atas namaku? Tiga bulan perjanjian ibu mertuamu, jika dalam tiga bulan itu meraka tak bisa mengembalikan beriku
Bab 92. Aksi Bejad Mawar Di Depan Suami Lumpuh“Mas, kamu tak bisa bicara?” Mawar tertawa jahat.“Ouuuuguuhhhk … aaaauuu … uuugh …!” Rahman berusaha untuk berucap. Mulutnya membulat. Dia mencoba menggerakkan tangan kanan yang tak dipasangi jarum dan selang infus. Namun, usahanya sia-sia. Tangan yang kemarin masih terlihat begitu kekar, kini hanya bisa tergeletak tak berdaya di sisi badan kakunya. Hanya ujung jemarinya yang terlihat bergerak pelan.“Astaga, Mas! Kalau tau begini, aku enggak perlu capek-capek mikirin ide buat lenyapin kamu! Buang energy, tau enggak. Menguras emosi dan pikiranku! Ternyata Tuhan sudah memilihkan cara yang terbaik buat kamu, tanpa harus mengotori tanganku. Iya, kan, Jar? Faja sayang, liat deh! Kamu gak perlu lagi turun tangan, Sayang!”Mawar memeluk pinggang Fajar, lalu memboyong sang selingkuhan melangkah mendekati bangkar. “Maaf, Mas. Kamu mungkin sangat terkejut melihat ini. Tapi, kamu harus terima kenyataan, ya! Kamu, sih, saat pertama melamar aku ka
Bab 93. Perusahaan Alisya Berkembang, Perusahan Deva Di Ambang Kehancuran“Alisya?! Masa iya, ini Alisya? Tak mungkinlah!” gumam Alina tak percaya. Wanita itu menyipitkan kedua kelopak mata, bahkan sempat menjauhkan layar ponselnya. Itu untuk memastikan foto yang terpampang di sana. “Saat ini Alisya sedang terlunta-lunta di jalan. Paling banter juga pulang kampung ke daerah pegunungan sana! Mana mungkin dia menjadi pengusaha, hah … mimpi! Perempuan ini hanya mirip,” desisnya seraya tersenyum sinis.Namun, hati dan otak tak seirama. Seberapa keraspun hatinya menolak, pikirannya tetap menegaskan kalau itu Alisya. Jemarinya lalu mengusap layar, membuka halaman berikutnya. Ingin tahu siapa wanita itu sesungguhnya. Alina lalu membaca baner berita utama.[Perusahaan kecil yang bakal menjadi primadona. Alis --]“Selamat Pagi Bu Alina!”Belum selesai dia membaca baner halaman, seseorang menyapa dari kejauhan. Sontak Alina menoleh. Orang yang dia tunggu-tunggu sudah tiba. Ardho berjalan den
Bab 94. Serangan Di Kantor AlisyaAlisya terpana menatap para penyerang. Seorang pria tampan memimpin paling depan. Para bodyguard mengiring di belakang. “Mas Deva?” Alisya menyebut nama itu. Tak salah lihatkah dia? Pria dengan wajah ketat merah padam dan rahang mengeras itu berjalan angkuh menghampiri meja kerjanya.“Kamu?” Pria itu bergumam. Langkahnya sontak berhenti. Tanganya terangkat memberi kode agar para pengawal juga berhenti. Seluruh anak buahnya yang berjumlah delapan orang itu pun patuh. “Kamu di sini? Pantas! Rupanya kau mengemis di perusahaan kaleng-kaleng ini! Kenapa? Udah enggak makan? Terlunta-lunta di jalan, iya?” cercanya seraya terkekeh. Mata tajamnya melahap tubuh Alisya dari ujung kepala hingga ujung kaki.Alisya balas menantang tatapan menghujam itu. Tatapan mereka beradu, saling mengunci tak ada yang mau mengalah. Namun, tiba-tiba Alisya merasa ada yang aneh di perutnya. Ada rasa mual, dan ….“Ouup …!” Alisya sontak menutup mulut dengan telapak tangan.
Bab 95. Talakmu Sah, Mas!“Selamat, ya, Pak! Bu Alisya positif hamil.”‘Apa?’ Alisya tersentak dengan mata masih terpejam. Kepalanya masih terasa pusing. Begitu berat. Dia sudah mencoba membuka kelopak mata, namun sangat sepat. Bumi ini dia rasakan berputar bila memaksakan diri. Terpaksa dia tetap terpejam, sembari mengumpulkan tenaga kembali.Keterangan sang Dokter barusan seperti petir yang tiba-tiba menggelegar tepat di gendang telinga. Alisya tak percaya. Dokter ini pasti salah! ‘Hanya karena aku merasa mual dan sempat muntah-muntah, lalu mereka menyimpulkan aku hamil?’ celetuk Alisya membatin.Alisya merasa perutnya baik-baik saja. Tadi dia memang sempat mual. Tapi mual karena menahan amarah. Bukan karena hamil. ‘Tapi, tunggu … apakah bulan ini aku memang belum datang bulan?’ Alisya mencoba mengingat-ngingat dan menghitung tanggal. Sejak sering bermasalah dengan Deva, dia lupa akan hal itu. Pertengkaran dan perang dingin yang kerap terjadi membuat dia stress, dia bahkan lupa kapa
Bab 96. Kepergok Aisyah“Lepaskan dia, Mas! Alisya, ayo aku antar!” Seseorang muncul di depan pintu. Alisya merasa sedikit lega. Meski yang datang sangat tak dia harapkan. Tetapi setidaknya kehadiran pria itu bisa membantu Alisya untuk terlepas dari sikap keras kepala dan suka memerintah Deva.“Mas Raja?” gumam Alisya menyebut nama pria itu.“Kau?” sergah Deva masih tetap mencekal lengan Alisya. “Darimana kau tahu kami di klinik ini! Dan, buat apa kau ke sini!” cecar Deva lagi.“Tak penting Mas tahu dari mana. Tolong jagan sakiti Alisya! Lepaskan, Mas!” pinta Raja dengan suara memohon.“Pergi, Raja! Aku tidak membutuhkanmu di sini!” sergah Deva tak peduli.“Lepaskan tangan saya, Pak Deva! Saya memang seorang janda! Tapi bukan berarti Anda bisa sembarangan memegang saya! Tolong hargai saya!” Alisya berusaha meloloskan tangannya. Tetapi Deva malah makin kencang mencekalnya.“Jangan emosi, Mas! Perbuatan Mas ini menyakiti Alisya! Sekarang tolong lepaskan tangannya! Aku akan mengan