Bab 77. Alisya Terpaksa Menjual Perhiasan “Kita berhenti sebentar di toko perhiasan terdekat, ya, Pak!” titah Alisya saat taksi sudah membelah padatnya jalan raya kota Medan siang menjelang sore itu.“Baik, Bu.”“Mama beneran enggak punya uang?” tanya Rena yang sedari tadi resah memikirkan ucapan terakhir Intan saat mereka berangkat tadi.“Tenang, Sayang! Rena enggak usah mikirin itu, ya! Mama punya uang, kok.” jawab Alisya membelai kepala putrinya.“Di sini, Bu!” kata sang supir taksi menepikan mobilnya.“Ya, boleh, tolong tunggu sebentar, ya, Pak! Saya enggak akan lama. Nanti saya tambahi ongkosnya.”“Enggak apa-apa, Bu! Silahkan saja!”“Sayang, ayo turun!” Alisya menarik tangan Rena.Meskipun dia sudah meminta sang supir untuk menunggu, tetap saja dia harus waspada. Khawatir kalau-kalau sang supir khilap malah melarikan putrinya.Alisya melepas kalung yang menghiasi leher jenjangnya. Menyerahkannya kepada sang pelayan toko. Terpaksa, tak ada cara lain. Kartu ATM, Kartu Debit, Kart
Bab 78. Wujud Cinta Deva Tak Lagi Bermakna Buat AlisyaAllisya tersentak kaget. Deva telah berdiri di depannya dengan tiga orang bodyguard di belakang. Pria itu menatapnya tajam, dengan kedua tangan terlipat bersilang di dada. Wajah angkuhnya terlihat sangat ketat, dengan rahang kokoh menunjukkan murka yang amat sangat.“Periksa ke dalam!” perintahya kepada sang bodyguard.Tiga pria tinggi tegap langsung menyerbu masuk, lalu mengobrak-abrik semua yang ada di dalam kontrakan baru Alisya. Hanya pura-pura, tentu saja. Sekedar menjalankan perintah sang Bos. Mereka tahu persis di mana saat ini Fajar berada. Joni, pimpinan mereka telah membawanya ke rumah sakit.Atas perintah Joni, mereka tak boleh membocorkan rahasia itu kepada Deva. Jika disuruh mencari, pura-pura patuh dan tetap mencari. Lalu beri laporan bahwa target belum ditemukan. Berbeda dengan saat Deva memerintahkan untuk mencarai keberadaan Alisya. Dalam hitungan menit, mereka sudah bisa menemukan.“Hey, apa maksud kamu,
Bab 79. Perintah Alina Tundukkan Deva Malam Ini“Itu urusanku! Kau dulu berjanji apa padaku, ha? Apa janjimu saat aku menyerahkan Alisya padamu!” cecar Raja tetap menahan pintu mobil buat Deva.“Apa? Kau bilang apa barusan? Kau bertanya apa janjiku padamu saat kau menyerahkan Alisya padaku?” tanya Deva menyipitkan mata, mengulang kalimat adiknya. “Kapan kau menyerahkan Alisya padaku? Memangnya kau siapanya Alisya?” sambung Deva seraya mendorong bahu Raja dengan kasar.“Kau lupa, Mas, kalau kita berdua sama sama mencintai Alisya! Tapi aku mengalah padamu dengan catatan kau akan membahagiakan dia! Tapi nyatanya apa? Apa yang sudha keau perbuat dengan Alisya, ha?”“Tak tau malu! Kau yang lupa Raja! Kau lupa kalau Alisya tak pernah mencintaimu! Alisya yang memilihku, bukan kau yang menyerahkannya padaku! Pikir pakai otakmu! Awas!” sentak Deva mendorong tubuh Raja dengan lebih kencang. Pria itu lalu masuk ke dalam mobil, lalu melajukan dengan kencang. Raja menatapnya dengan nanar.“Om
Bab 80. Sonya Di Kamar Deva“Capek, banget. Tapi aku harus ke rumah Mas Deva,” gerutu Sonya memiringkan tubuhnya menghadap Alex. “Hemmm, demi saham perusahaan itu, Sayang! Kamu turuti perintah tantemu itu, ya!” hibur Alex juga membalikan badan, kini mereka berbaring miring sambil berhadapan. Kepala Sonya ada di lengan Alex.“Tapi aku capek banget. Tulang-tulangku serasa lepas semua. Kamu, sih, aku udah bilang jangan!” rajuk Sonya seraya menyusupkan kepalanya di dada pria itu.“Maaf, kamu sangat menggiurkan, Sonya. Aku bisa uring-uringan tak karuan kalau tak menuntaskannya dulu. Sudah, kamu mandi, biar tenaganya kembali, ya” bujuk Alex seraya membelai punggung wanitanya.“Gendong!” sergah Sonya dengan nada manja.“Hem, tapi di kamar mandi minta lagi, ya!”“Iiih, enggak mau!”Wanita itu langsung bangkit, dan berjalan dengan langkah oleng menuju kamar mandi. Alex tersenyum penuh kepuasan. Akhirnya, Sonya kembali bisa dia tundukkan. Dengan servis yang dia lakukan kali ini, pria itu yak
Bab 81. Sonya Diusir di Tengah Malam ButaSonya membaringkan tubuh di atas kasur empuk, persis di sebelah Deva. Pelan, pelan sekali. Berusaha jangan sampai Deva terjaga. Wanita itu sengaja berbaring miring agar bisa menatap punggung Deva dengan leluasa. Punggung kekar yang berbalut piyama berwarna abu-abu itu terlihat bergerak naik turun, seirama dengan dengkuran halusnya.Sonya mengangkat tangannya dengan hati-hati, lalu meletakkannya di pinggang Deva. Memeluk pria itu perlahan dari belakang. Persis seperti dulu, saat dia masih sah menjadi istri Deva. Benar hampir setiap malam Deva tidur membelakangi dirinya. Namun, bila Sonya sudah memeluk dari belakang seperti ini, Deva akan paham kalau itu adalah isyarat. Deva akan segera berbalik dan memenuhi keinginan Sonya. Meski tak cinta, Deva memenuhi kewajiban, memberi nafkah batin yang dituntut oleh Wanita itu.Malam ini, Sonya melakukan hal yang sama, apakah Deva akan paham meskipun saat ini mereka bukan suami istri lagi? Semoga Deva
Bab 82. Menalak Lalu SekaratAlisya langsung mengecilkan volume suara ponsel, saat terdengar teriakan Deva di dalam rekaman yang dikirim oleh Ayu. Kedua kelopak mata wanita itu menyipit, hanya untuk memastikan. Deva benar-benar menyeret Sonya keluar dari kamar, bahkan dengan begitu kasar mencampakkan mantan istri pertamanya ke teras.Adegan yang cukup menegangkan. Namun, hati Alisya tak bergetar. Sedikitpun dia tak terkejut, apalagi terenyuh. Tak ada rasa kagum dan bangga pada sang suami. Baginya sikap Deva adalah hal yang sangat biasa. Dia bisa pastikan apa sebenarnya penyebab Sonya diusir seperti itu. Pasti si wanita murahan sempat berusaha merayu. Deva menolak dan mengusirnya. Haruskah Alisya bangga akan kesetiaan suaminya? Haruskah hatinya mencair lalu kembali ke rumah itu, memohon maaf dan ampun agar dirinya kembali diterima?Tidak! Hati Alisya sudah terlanjur sangat sakit. Dia percaya bahwa Deva sangat mencintainya. Alisya tak ragu akan hal itu. Namun, buat apa rasa cinta j
Bab 83. Peluang Kerja Buat AlisyaSonya memaksa kedua netranya untuk terpejam, tetapi kantuk enggan untuk datang. Lelah di seluruh tubuh butuh istirahat, lelah pikiran dan benak butuh ketenangan. Namun, tak juga bisa dia dapatkan.Pikiran berkecamuk, sakit hati, kecewa, malu, dan berbagai perasaan tak enak lainnya mengaduk. Gundah gulana membuat jiwanya semakin lelah, ciptakan dendam yang semakin membuncah.“Bantu aku melupakan semua masalah ini sesaat! Aku mau tidur sebentar saja! Aku lelah! Aku capek!” lirihnya menelungkupkan badan. Menyembunyikan wajah di atas guling. Seketika benda itu basah akan air mata. Sonya menangis sesegukan di sana.Tangis itu terhenti saat ponselnya berdering panjang. Sonya tersentak. Siapa yang menelpon malam-malam begini? Mas Devakah? Apakah dia menyesal akan perbuatannya lalu ingin meminta maaf? Tidak akan langsung kumaafkan, Mas! Aku akan pura-pura jual mahal dulu. Agar kau tambah menyesal! Batinnya berbicara.Sonya menyeka pipi yang basah, hati
Bab 84. Rencana Para Suami Sahabat Alisya“Serius Bu Alisya sedang pisah ranjang dengan Pak Deva?” tanya Dr. Robert tak percaya. Berita itu disampaikan oleh sahabat sekaligus rekan kerjanya. Dr. Ilham.“Ya, makanya dia sedang sibuk mencari pekerjaan. Gimana perusahaan Dokter, masih butuh tenaga enggak?” Dr. Ilham balik bertanya.“Jangan sebut itu perusahaan. Itu hanya usaha kecil. Omzetnya juga baru sedikit. Lagian aku sepertinya tidak sanggup meneruskannya. Bukan bidangku ternyata, hahaha ….” Dr. Robert tergelak, seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.“Lah, iya. Seorang dokter mau jadi bisnisman, ya, beda! Lari jalurnya!” Dr. Ilham ikut terkekeh.“Sebenarnya itu dulu idenya Tiara. Pengen menerapkan ilmu yang telah dia peroleh di bangku kuliah dulu. Begitu katanya. Awalnya semangat. Eh, setelah hamil mulai kendur. Dan sekarang, sejak punya bayi, dia malah lupa kalau punya pabrik. Alhasil aku yang pegang. Amsyong, kan? Yang biasa megang jarum suntik di suruh mengang begituan