Bab 28. Hasil Liburan di VillaDengan tangan kanan Alex menahan agar Sonya tak bisa melawan. Sementara tangan kiri pria itu mulai sibuk melepas pakaian mangsanya satu persatu.“Lepaskan aku, Lex! Aku mohon, jangan begini!” pinta Sonya saat wanita itu sudah bisa bersuara karena Alex sudah melepas mulutnya.Alex tak menghiraukan. Pria itu meremas dan mengulum bagian tertentu tubuh Sonya dengan penuh napsu. Wanita yang telah lama dia rindukan. Wanita yang telah lima tahun ini tak pernah lagi dia sentuh dan tundukkan.“Aku sangat merindukanmu, Sonya! Jangan meronta, Sayang! Kita lakukan saja seperti dulu kita selalu melakukannya di belakang suamimu. Bahkan setelah aku memuaskanmu, kau suguhkan lagi kepada Deva si bodoh itu. Itu sangat luar biasa, Sayang. Sensasinya masih terasa hingga kini,” gumam Alex kini fokus di bagian bawah tubuh Sonya.“Auuu! Sakit, Lex …!” teriak wanita itu saat Alex menghujamkan paksa miliknya di tubuh Sonya.*Ketukan terdengar halus di pintu kamar. “Ya!” sa
Bab 29. Tangisan Pilu Sang Adik Tiri“Ini semua milikku! Kau hanya anak tukang kebun yang sudah dipecat oleh papaku! Awas kalau kau berani ngadu sama Alisya, mamamu yang munafik dan pencuri itu, awas kau!” ancamnya lalu berlalu.Rena menatap nanar bontot makananya yang tergeletak di atas tanah. Isinya sebagian telah berhamburan keluar. Debu menempel di wadah bontot yang tercampak itu.“Kak!” panggilnya kemudian. Tapi Tasya tak menghiraukan. “Kak Tasya! Tunggu!” panggil Rena makin kencang.“Stop memanggilku kakak! Aku bukan kakakmu! Mamaku tak pernah melahirkan kau!” sergah Tasya berbalik, lalu meneleng kepala Rena.“Tasya, ada apa? Kenapa bontot adikmu?” beberapa teman sekelas Tasya menghampiri mereka.“Gak apa-apa, tapi dia bukan adikku! Dia hanya numpang di rumahku. Udah, ah, yuk ke kelas!” sanggah Tasya hendak pergi. Namun, Rena kembali memanggilnya.“Pinjam hape Kakak! Aku mau nelpon Mama biar ngantarin bontot makan siang aku. Nanti kalau lapar, gimana?” Rena memohon. Wajah sedi
Bab 30. Semburan Ludah Alisya di Wajah FajarAlisya tengah menyuapi putra bungsunya dengan semangkuk bubur. Dante tengah berlarian di halaman samping rumah megah mereka. Bocah tiga setengah tahun itu memang tak pernah bisa diam. Saat makan seperti inipun dia tetap beraktivitas dengan mainannya.Sejak Alisya resign, dia yang menyuapi Dante makan. Sebisa mungkin dia mengasuh anak-anaknya. Babysitter dia tugasi mengurus Dante saat dia sangat sibuk saja.Sebuah notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselnya. Alisya merogoh saku dan mengeluarkan benda itu dengan tangan kiri. Sebuah pesan masuk dari nomor baru, nomor tak dikenal. Sebenarnya Alisya ragu untuk menerimanya. Namun, khawatir kalau itu dari sekolah putri-putrinya, terpaksa dia buka juga.Sebuah kiriman video. Terlihat wajah kedua putrinya di layar, meski Alisya belum mengunduhnya.“Mbak Ayu, tolong gantikan saya suapin Dante!” titahnya kepada sang Babysitter. Lalu mengunduh video yang masuk.Kaget luar biasa, Alisya sungguh
Bab 31. Kecupan Fajar Menyulut Murka DevaAlisya bergeser pelan. Mobil melaju perlahan. Anak buah Deva mengiring di belakang. Tinggalkan Fajar yang teronggok tak berdaya di pinggir gerbang sekolahan.“Bu Alisya baik-baik saja? Atau kita langsung ke dokter?” Sang Bodyguard melirik sekilas.“Saya baik-baik saja! Kita langsung pulang saja!” titah Alisya memejamkan mata.“Baik.” Mobil melaju makin kencang.Security langsung membuka gerbang begitu mobil Alisya mendekat. Beberapa pria berpakaian safari terlihat berdiri di halaman. Mobil Deva sudah terparkir di sana. Pintu mobil Alisya langsung dibukakan oleh salah satu pria itu.“Langsung ke kamar utama, Bu! Pak Deva sudah menunggu!” perintahnya dengan wajah tegang. Alisya merasakan ketegangan itu. Tak terdengar celoteh Dante yang biasanya bermain di halaman samping. Ke mana Ayu membawanya?Ada apa sebenarnya ini? Kenapa suasana di rumah ini sangat tegang? Bukankah Fajar sudah babak belur karena perbuatannya? Lalu, apa lagi masalahnya? Kena
Bab 32. Mawar Memecat Fajar“Panggil ke sini anak buahmu yang telah mengirim foto itu kepadamu! Kenapa dia tidak mengirim foto keseluruhan! Kenapa dia tidak mengirim foto saat aku meludahi wajah Fajar karena meronta dan minta dilepaskan oleh pria bajingan itu …!” Alisya balas berteriak.“Apa? Kau meludahi wajah selingkuhanmu itu? Kau pikir aku bodoh, Alisya, hem? Jangankan ludahmu, lendir paling menjijikkan di tubuhmu sekalipun akan akan dijilat oleh mantan narapidana itu, aku tau itu!” Deva kembali mencengkram bahu Alisya.“Kau salah, Mas! Aku meludahi wajahnya karena aku minta dilepaskan! Dia membuat aku terperangkap di dalam mobilku sendiri. Aku tidak bisa menghindar, itu sebab aku meludahinya. Tolong pahami posisiku, Mas!”“Alasan! Kau sangat pintar mencari alasan, Alisya! Dengar! Mulai detik ini, sedikitpun aku tak percaya lagi padamu. Laki-laki itu sudah menyentuhmu! Aku jijik padamu! Kau menjijikkan! Kau membuatku …. Aaaarrrgh …!”Kembali Deva mencampakkan tubuh Alisya ke a
Bab 33. Berita Bagus Dari AlinaPukul lima sore, jam tutup kantor. Sonya sedang membereskan meja kerja saat ponselnya berdering. Alex memanggil. Dengan lesu wanita itu mengusap layar.“Ya, Lex,” sapanya dengan nada malas.“Sudah kelar kerjanya, bukan, Sayang? Segera ke markas, ya! Aku kangen!”“Maaf, Lex! Hari ini aku capek banget. Aku langsung pulang aja, ya!” Sonya merendahkan suaranya.“Hemm, begitu? Ya, sudah. Jangan macam-macam, ya! kalau pulang-pulang saja! Aku tidak suka perempuan pendusta! Kau tahu itu, kan?”“Iya, Lex. Aku langsung pulang, kok!”“Hemm!”Sedikit lega, Sonya langsung bergerak turun. Buru-buru menuju mobil miliknya di areal parkir khusus karyawan, lalu segera pulang. Mawar menyambutnya di teras depan. Wajah wanita yang hanya terpaut beberapa tahun darinya itu terlihat sangat kusut. Wanita itu telah menunggunya sejak setengah jam lalu.“Mama mau bicara, sebentar, boleh?” tanya Mawar langsung tanpa basa basi.“Ya, Ma. Apakah ada masalah? Papa baik-baik saja
Bab 34. Alisya Tidak Pasrah“Ada berita bagus, Alisya disiksa dan dikurung Deva di dalam kamar!” kata Alina dari seberang sana.“What!” pekik Sonya keget. “Ini … ini benerankah, Tan?” serunya dengan mata membola seraya menatap Fajar. Yang ditatap mendadak gelisah. Pria itu membayangkan Alisya yang tengah menderita.“Benar. Bik Iyah menelpon Tante. Dia mengadu kalau sempat mendengar suara jeritan dan tangisan Alisya dari dalam kamar. Lalu Deva pergi setelah mengunci kamar itu dari luar. Bik Iyah meminta Tante agar segera datang.”“Terus, Tante mau ke sana?”“Enggaklah. Buat apa? Buat belain Alisya? Malas banget! Biar saja! Biarkan Deva melampiaskan kemarahannya. Besok pagi paling lama pasti dia sudah menjatuhkan talak pada Alisya. Kita tunggu saja perkembangannya.”“Besok pagi! Tante yakin?”“Yakin. Kamu ingat tidak saat dia cemburu sama kamu dulu. Dia langsung talak kamu, kan?”“Iya, sih, Tan. Semoga Mas Deva juga berbuat yang sama kali ini, ya?”“Ya, tapi Tante salut sama kamu, S
Bab 35. Pagar Kokoh Terkunci Alisya merasa ditampar. Seketika semangatnya berkobar. Alisya bukan perempuan lemah, sekarang saatnya melawan, bukan pasrah.Hatinya sudah terlalu patah, luka, kecewa, gelisah. Sepertinya Deva sudah sangat membencinya. Sang mertua bukan mendinginkan hati putranya, tetapi malah tambah memanas manasi. Sepertinya perpisahan tak akan dapat lagi dihindari.Ok, aku siap apapun keputusnmu, Mas! Kau memang tak pernah berubah! Kau masih saja Deva yang dulu. Deva yang arrogan, egois, angkuh, dictator, tak pernah mau mendengar orang lain. Lima tahun aku berusaha mempertahankan pernikahan ini! Aku berjuang sendirian. Mencoba bersabar, memahami dan menerima semua kekuranganmu! Tapi kau tak pernah berubah. Setiap ada masalah, pasti kau posisikan aku di pihak yang salah. Kau tak pernah salah! Meskipun kau akhirnya sadar kalau kau yang salah, tak pernah sekalipun kau mengakuinya. Aku sudah lelah, Mas!Kali ini aku menyerah! Kali ini aku siap kehilanganmu! Tapi tida
Bab 195. TamatSidang ditutup, Alisya duduk lemas di bangkunya. Sidang pertama kasus perceraiannya ini terpaksa ditunda. Terggugat tidak menghadiri sidang. Entah Deva ke mana. Pengadilaan agama memutuskan sidang ditunda dua minggu mendatang.“Ayo, pulang, Ca! Nunggu apa lagi?” Bu Ainy menepuk lembut bahu Alisya.“Iya, Ibu pulang diantar Pak Arul, ya! Ica mau langsung ke kantor.” Alisya meraih tas lalu bangkit perlahan.“Iya, mungkin Deva sudah ada di kantor. Ibu menjadi mikir seribu kali untuk perceraian kalian ini.”“Ibu mikir apa? Kok sampai seribu kali?” tanya Alisya lemas, lalu berjalan keluar ruang sidang. Bu Ainy mengiring di sisinya.“Entahlah, yang jelas Ibu merasa sedih. Akhir-akhir ini Deva sangat berubah. Dia juga terlihat sangat pasrah. Ibu enggak tega, Ca. Apalagi Rena dan Tasya seringkali Ibu pergoki menangis berdua, diam-diam menelpon Deva. Sepertinya mereka juga sangat terpukul dengan rencana perpisahan kalian ini.”“Ya. Tapi itu hanya sebentar. Selanjutnya merek
Bab 194. Alisya Menolak Damar“Naik apa, Pak Deva?” tanya Damar mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman.“Naik ojek saja, Pak. Mari!” sahut Deva tersenyum, lalu melangkah cepat menuju gerbang. Dengan sigap Pak Arul membuka pintu gerbang untuknya. Deva berdiri sambil celingukan ke kanan dan ke kiri. Menunggu ojek yang melintas. Dia harus berhemat. Persediaan uang di dompet sudah semakin menipis. Untuk menyewa taksi terlalu mahal baginya saat ini.Damar dan Alisya menatapnya dengan tatapan miris.“Sebentar, Pak Damar!” ucap Alisya lalu berjalan menuju garasi. Buru-buru membuka pintu mobil, dan masuk ke dalamnya.“Mbak Alisya mau ke mana?” tanya Damar mengikutinya.“Sebentar,” sahut Alisya memundurkan Alphard putih itu, kemudian memutar pelan.Damar hanya menatap bingung, saat mobil itu melaju ke luar gerbang dan berhenti di dekat Deva yang masih menunggu ojek di sana.Pintu samping mobil terbuka. Alisya turun dan berjalan menghampirinya. “Bawa saja mobilnya! Besok pagi cepat d
Bab 193. Alisya Mulai Dilema“Papa mau ke mana?” Rena menghentikan langkah Deva. Mereka baru tiba di kota setelah melakukan perjalanan jauh ke desa Fajar. Deva berniat langsung pulang ke kontrakannya setelah memasukkan mobil ke dalam garasi.Alisya yang sudah berjalan masuk ke dalam rumah ikut menghentikan langkah, menoleh kepada putrinya di teras depan.“Papa pulang dulu, ya, Sayang! Udah hampir malam. Rena mandi, makan, lalu istirahat, ya!” sahut Deva setelah membalikkan badan menghadap gadis kecil yang kini berstatus sebagai putri majikan itu.“Jangan pergi! Papa udah janji sama Rena! Papa akan menjadi pengganti Papa Fajar! Papa udah janji enggak akan pernah pergi lagi! Papa udah janji enggak akan pisah lagi sama Mama! Papa udah janji enggak akan –““Rena! Masuk!” sergah Alisya menghentikan rengekannya.“Tapi, Mama! Papa mau pergi lagi! Papa enggak boleh pergi lagi! Rena mau sama Papa!” Rena tak menghiraukan. Dia malah nekat mengejar Deba, lalu memeluk lengan pria itu.“Rena, m
Bab 192. Jangan Jatuh Cinta Lagi, Alisya!“Pak Deva, hati-hati nyetirnya, ya! Titip Mbak Alisya dan Rena!” titah Damar kepada Deva.“Baik, Pak.” Deva menjawab patuh. Meski cemburu menggigit hati, namun Deva berusaha mengerti. Alisya bukan miliknya lagi. Melainkan milik Damar sesaat lagi. Begitu perceraian mereka diputuskan oleh Pengadilan Agama.“Saya baik-baik saja, Pak Damar. Kalau Bapak sibuk, sebiknya tidak usah ke rumah! Selesaikan saja kasus Sonya!” Alisya berusaha menolak niat Damar secara halus.“Tentu, Mbak. Kasus Bu Sonya akan usut sampai tuntas. Kalau dibiarkan, dia akan tetap menjadi ancaman bagi ketenangan Mbak Alisya. Mbak tenang saja, ya!” Damar tetap berkeras. Alisya hanya bisa diam. Sudah beberapa kali dia mengusir pria ini bila datang ke rumhnya. Berkali sudah dia menunjukkan sikap bahwa dia sama sekali tak membuka hati. Bahkan dia juga sudah menjalin kerja sama dengan Luna, tunangan Damar. Namun, Damar tak surut juga. Pria itu selalu mencari cara dan alasan untu
Bab 191. Kehancuran Sonya di Tangan Sang Selingkuhan“Aku gak selingkuh, Lex, beneran. Aku berani bersumpah, aku enggak mungkin suka sama supirku sendiri,” lirih Sonya membuat Alex makin geram. Tetapi dia tak boleh tunjukkan sekarang. Sonya harus dia taklukkan dulu.“Baik, Sayang! Aku percaya padamu,” ucapnya seraya memeluk wanita itu.“Kamu percaya padaku, Lex?” ulang Sonya melonjak lega. Ada harapan tumbuh di sanubarinya.“Iya, Sayang! Aku percaya. Maaf, jika tadi aku sempat berbuat kasar. Itu kulakukan karena aku sempat begitu cemburu buta. Aku terlalu cinta sama kamu, Sonya. Maafkan aku!”“Iya, Lex. Aku tahu. Aku juga cinta sama kamu. Aku tetap setia hingga detik ini. Aku mau nikah sama kamu. Kamu udah janji mau nikahin aku, kan, Lex?”“Iya, Sayang! Tapi secara siri dulu, ya! Kamu tahu aku belum bisa menceraikan istriku, kan? Meski begitu, kamu adalah wanita yang paling istimewa bagiku. Kau adalah ratuku, Sayang!”“Ya, udah. Nikah siri juga gak apa-apa. Tolong selamatkan aku, y
Bab 190. Polisi Mengejar Sonya“Sakit, Lex! Ammpun …!” rintih Sonya saat Alex menghujamkan miliknya di bagian sensitif tubuh Sonya. Pria itu bergerak dengan cepat dan liar di atas tubuh wanita itu. Semakin Sonya merintih kesakitan, semakin kencang gerakannya. Kesakitan Sonya adalah hiburan baginya. Semakin kencang tangis Sonya, semakin terbang dia ke surga kenikmatan. Alex bagai kesetanan. Terbang semakin tinggi, hingga rintihan Sonya terdengar hanya sayup-sayup samar.Dan saat dia sampai pada pelepasan yang ke sekian kalinya, baru dia menyudahinya. Pria itu ambruk di samping tubuh telanj*ng Sonya denga peluh membasahi sekujur badan. Alex merasa harga dirinya kembali setelah dikhianati. Senyum penuh kepuasan tersungging di bibirnya.“Bagaimana, lebih hebat siapa? Aku atau supir kesayanganmu itu, hem?’ bisiknya seraya menggigit daun telinga Sonya.Wanita itu bergeming. Jangankan untuk bersuara, bernafas saja dia merasa sangat tersiksa. Sakit di sekujur tubuh terutama di areal kewan
Bab 189. Sonya Di Markas Alex“Terima kasih ya, Allah! Engkau telah mengembalikan Papa buat Rena. Semoga papa dan mama tidak pernah berpisah lagi, aamiin,” ucap Rena menengadahkan kedua tangannya ke langit, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan setelah kata amin.“Sayang, ada yang mau mama bilang, tolong Rena dengar baik-baik, ya!” kata Alisya ingin menjelaskan kesalah pahaman putrinya.“Iya, Ma. Rena akan dengar.” Rena segera memasang wajah serius.“Begini sebenarnya, antara mama dan papa Deva, kami ….”“Maaf, Bu Alisya, tolong pikirkan dulu sebelum mengatakan apa-apa!” Deva memotong ucapan Alisya. Alisya tercekat. Bibirnya terkatup rapat.“Ingat, kita ke sini untuk menjemput Rena dan membawanya ke rumah sakit, bukan? Bagaimana perasaannya bila tahu yang sebenarnya, sedangkan kondisi Fajar tak mungkin kita tutupi darinya. Dia akan sangat kecewa. Tentang kita, kita bisa menunda menjelaskan padanya. Tapi tentng Fajar, kita harus jujur,” lanjut Deva lagi.Alisya menelan saliva. A
Bab 188. Binar Bahagia Di Mata Rena“Beberapa personil akan menjemput Bu Sonya, Mbak Alisya mau ke mana sekarang?” tanya Damar mengiringi langkah Alisya keluar dari kantor polisi itu. Deva sengaja berjalan agak jauh, pria itu belum bisa berucap apa-apa pada Alisya. Rencana Sonya yang hendak melenyapkan Alisya masih sangat mengejutkannya, juga membuatnya merasa sangat bersalah pada Alisya.“Saya mau pulang, mau menenangkan diri dulu. Terima kasih atas bantuan Bapak, selanjutnya saya mau Sonya diproses segera. Hari ini mungkin dia gagal melenyapkan saya, tapi besok, bisa saja dia mengulanginya!” jawab Alisya langsung menuju mobilnya.Deva buru-buru membukakan pintu mobil untuknya. Alisya masuk dan menyenderkan tubuh lemasnya di sandaran kursi.“Baik, Mbak pulang dulu! Istirahat saja di rumah. Saya akan urus semuanya. Tolong nanti kirim nomor keluarga Pak Fajar, ya!” pinta Damar berdiri tepat di samping jendela mobil, pria itu melongokkan kepalanya ke dalam, ke dekat Alisya.Deva yang
Bab 187. Pengkuan Ayu di Kantor Polisi“Saya ikut?” tanya Deva menunjuk dadanya. Alisya tak menyahut, dia langsung berjalan mendahului ke luar ruangan. Memberi instruksi kepada Deby lalu langsung menuju lif. Seperti orang bingung, Deva mengikutinya. Namun, saat Alisya menuju areal parkir, pria itu menghentikan langkah.“Bapak nunggu apa?” tanya Alisya kembali menghampirinya.“Eeem, saya lupa kalau saya sudah tak punya mobil. Maaf, saya naik taksi saja. Kita jumpa di kantor polisi. Saya duluan,” jawab Deva lalu melangkah pergi.“Maaf, Pak Deva! Pakai mobil saya saja!” Alisya menghentikannya. Deva berbalik. “Bapak yang nyetir!” titah Alisya menyodorkan kunci mobilnya.Ragu Deva meraihnya. Betapa harga dirinya serasa remuk redam. Akan lebih terhormat rasanya bila dia naik angkot saja, daripada menumpang di mobil mantan istrinya. Namun, ini adalah perintah dari sang Direktur Utama. Jika membantah, dia khawatir kehilangan pekerjaan.Dengan langkah berat dia berjalan menuju areal parkir VI