Share

Bab 9. Mulai Terungkap

Penulis: Noeroel Arifin
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-14 08:09:45

Setelah mengucapkan terima kasih pada Mama Salsa atas informasi yang diberikan, aku semakin yakin bahwa Yanti benar-benar meminjam uang dari Bu Wati. 

Ketika aku akhirnya masuk ke rumah, kulihat Yanti sedang asyik berbalas pesan sambil menonton tivi. Firda dan Sari nampaknya sudah naik ke atas untuk tidur. 

"Nak, Mama mau ada perlu sama kamu."

Aku memang memanggilkan diriku Mama kepada mereka semua, agar tidak canggung. Yanti yang sebelumnya tidur-tiduran, bangkit duduk di dekatku. Aku mencoba menatapnya dengan pandangan kasih sayang.

"Kamu, apa ada yang ingin disampaikan kepada Mama?" tanyaku sebelum aku meminta penjelasan darinya.

"Tidak ada, Bu," jawabnya sambil sesekali berbalas pesan entah dengan siapa.

"Kamu itu kalau diajak orang tua bicara, perhatikan!" hardik suamiku yang sedari tadi terlihat diam di sampingku.

Yanti hanya mendongak sebentar, lalu menunduk lagi.

"Ayah tanya sama kamu. Betul kamu pinjam uang ke Bu Wati?"

"Iya," jawabnya singkat.

"Buat apa, Nak?" tanyaku.

"Itu Bu, buat bayar sepatu yang datang. Tapi tenang saja, Bu, minggu depan sudah dibayar, kok, sama orangnya," terangnya yakin.

"Lain kali itu bilang dulu sama Ibu. Jangan lancang kaya, gitu," ujar suamiku.

Yanti hanya mengangguk dengan mencebikkan bibirnya. Kalau anakku sendiri, sudah pasti aku tarik itu bibirnya. Astagfirullah ....

"Kamu waktu pinjam Bu Wati, apa sudah dikasih tahu soal bunganya?" tanyaku kali ini.

"Bukan bunga Bu, tapi denda kalau telat. Cuma lima puluh ribu, kok, Bu," jawabnya enteng.

"Kamu bilang cuma lima puluh ribu? Dapat dari mana kamu uang andai bukan Ibu, yang bayar, hah?!" Suamiku kembali emosi. 

Jangankan suamiku, aku pun jadi tersulut emosi menghadapi bocah tengil satu ini.

"Ingat ya, Nak, pertama dan terakhir kalinya. Jangan pernah pinjam Bu Wati. Dia itu rentenir. Mama yang sudah tinggal di sini saja, tidak mau urusan sama dia. Kok, kamu bisa-bisanya urusan ma Bu Wati. Jangan diulang, ya," tekanku.

Gadis itu hanya menunduk, menekuri lantai. Entah menyesal dengan perbuatannya atau bagaimana aku tidak tahu. Yang jelas tak terucap kata ma'af sedikit pun dari bibirnya.

Kejadian itu sudah berlalu berminggu-minggu. Semua terlihat sudah normal kembali. Ibuku masih tinggal bersamaku. Karena memang beliau sudah menjanda.

Hingga tiba di suatu hari, selepas salat Magrib, semua anak-anak sedang mengaji di lantai atas. Aku dan suami asyik menemani si bungsu menonton You Tube di smart televisi kami. Sebuah notifikasi masuk ke salah satu ponsel anak-anak yang kebetulan di charger di samping meja tamu.

[Pengajuan pinjaman online Anda sebesar lima juta telah kami setujui]

Mataku sampai terbeliak lebar membaca pesan tersebut. Gegas kulepas ponsel dari colokan listriknya.

Kubolak-balik ponsel tersebut dengan gemetar. Berani sekali gadis itu sampai meminjam uang di aplikasi Pinjol. Antara geregetan dan marah membuncah jadi satu.

"Ada apa, Dek?" tanya suamiku.

"Ini! Baca sendiri," kataku sambil menyodorkan hp salah satu milik keponakanku.

Sesaat Mas Alif tampak terdiam setelah membaca pesan tersebut. Tarikan napasnya dipenuhi amarah, mimik mukanya memerah. Aku berkali-kali sampai harus menarik napas, karena menahan sesaknya perasaan ini.

Bagaimana dia yang masih sekolah, sampai berani melakukan pinjaman online tanpa sepengetahuan kami selaku orang tua angkatnya. 

Tak lama azan Isya pun terdengar, Ustad Karim turun dan pamit kepada kami. 

Anak-anak ikut turun di belakangnya. Vian tampak langsung pamit ke masjid. Sementara ketiga gadis itu meletakkan bokongnya di karpet yang biasa digelar di ruang keluarga.

"Yanti! Apa maksud kamu sampai berani melakukan pinjam uang di Pinjol?" tanya suamiku.

Ketiga gadis itu, termasuk sulungku Firda ikut terpaku mendengar pertanyaan ayahnya. Sementara Yanti dengan gugup dan tubuh bergetar, berusaha untuk mencari alasan.

"I-itu, Yah, eh Om, aku ga pinjam, kok. Itu, temenku asal-asalan masukkan aja kok, waktu itu," jelasnya dengan terbata-bata.

"Tapi di situ, ada keterangan pengajuanmu disetujui! Masih mengelak kamu?!" sarkas suamiku.

"I-iya, tapi saya tidak pinjam, kok," elaknya lagi.

"Jangan sampai kamu terlibat lagi urusan utang-utangan! Apa uang saku yang diberikan Ibu kurang? Transport juga sudah diantar jemput. Iuran dan beli buku pun, Ibu kasih beda ke kamu. Jangan kamu kira Ayah ini diam, terus kamu anggap tidak tahu apa-apa!"

"Kamu itu memang sulit dinasihatin, Yan. Padahal aku sudah bilang jangan bikin ulah yang aneh-aneh," sela Sari.

Yanti tetap tertunduk, lagi jarinya asyik memelintir ujung bajunya. Bahkan mimik mukanya tidak menyiratkan kekhawatiran atau ketakutan yang berarti.

"Kalau sudah disetujui, berarti dana sudah masuk atau bagaimana, Mas? tanyaku.

"Harusnya ya sudah masuk Dek, tapi anak ini bilang cuma asal-asalan yang masukin data."

Lalu suamiku memberi isyarat agar aku tidak membahas itu di depan anak-anak. Akupun mengiyakan, ke dapur sebentar mengambil cemilan. Terus balik lagi lagi ikut duduk bersama mereka.

"Buat apa kamu pinjam di pinjol?" tanya suamiku dengan kalem kali ini pada Yanti.

"Iseng saja, kok, Yah. Aku, ga,ada niat."

"Kalau gak ada niat, kok, pakai ngajuin pinjaman?" 

Yanti terdiam cukup lama, sampai semua mata tertuju ke arahnya. Akan tetapi dalam diamnya itu, Yanti masih bisa tersenyum-senyum gak jelas. Membuat aku yang melihatnya jadi geram. Sampai Sari pun, menyenggol bahu Yanti, agar terlihat gak cengengesan.

"Itu Yah, sebenarnya buat nambah modal jualan. Biar tambah banyak itemnya. Jadi, aku pinjam pinjol," jelasnya dengan tetap cengengesan.

"Ya Allah Nak, kenapa sampai harus begitu. Apa Mama tidak mengingatkan? Cukup jadi reseller saja. Kamu itu masih sekolah, bukan pelaku bisnis. Sekolah dulu yang benar, itu saja yang harus kamu lakukan untuk saat ini," tegas suamiku pada Yanti.

"Terus ... gimana itu sepatu kuning yang lalu? Sudah diambil sama pemesannya? Uangnya apa sudah dikembalikan ke Mama?" tanya suamiku bertubi-tubi.

Yanti terlihat semakin gelagapan, aku juga baru ingat, kalau dia belum mengganti uang yang aku buat bayarin bu Wati lebih dulu. Anak ini benar-benar kelewatan sudah kataku.

'Apa jangan-jangan, uangnya sudah habis buat foya-foya sama temannya?'

'Bisa juga uangnya untuk membeli ... ah pikiranku jadi ke mana-mana jadinya.'

"Ayo jawab! Gimana kabar uang sepatu itu? Itu uang Mama. Uang halal dari seharian meninggalkan kalian anak-anaknya di rumah. Sampai akhirnya malah kamu salah gunakan," cecar suamiku.

Yanti tetap bergeming tak menjawab, dia terlihat pura-pura sibuk dengan androidnya. Aku semakin mengelus dada melihat kelakuannya. Suamiku pun terlihat sudah sangat kesal karena ulahnya.

"Yanti! Jangan semakin kurang ajar kamu!" bentak suamiku dengan kasar.

"Ayo Mbak, kita makan dulu yuuuuk ...," ajak Vian yang tiba-tiba muncul dengan secobek rujak manis yang dibelinya dari tetangga.

Sari dan Firda mengikuti adiknya makan rujak. Yanti terlihat hendak ikut bangun mendekati ketiga saudaranya. 

"Duduk kembali kamu di tempatmu!" hardik suamiku. 

Yanti pun urung bangkit. Kembali dia sibuk menekuri androidnya.

Entah terbuat dari apa hati anak itu. Wajah cantik, tetapi tidak dibarengi dengan akhlak yang bagus. Sungguh membuat kepalaku berdenyut sebagai seorang Ibu.

Tak sengaja tanganku membuka status W* milik Yanti yang nongol di barisan paling atas. Isinya membuat kepalaku semakin puyeng.

[Dibuka arisan 50k per Minggu khusus 10 orang saja. Segera chat W* nomer ini]

Alamaaakk ini anak bau kencur, akal-akalan mau ngadain arisan.

'Bencana apalagi ya ... Allah?'

   

Bab terkait

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 10. Teka-Teki

    Dengan rasa tak sabar, aku pun berusaha mengontrol emosiku terlebih dahulu. Bagaimanapun, dia cuma anak-anak yang masih butuh bimbingan orang tua.Perlahan kudekati Yanti, suamiku tampak tidak senang. Bahkan kedua anak kandungku tampak merespon dengan wajah masam. Hanya Sari yang terlihat seperti orang berpikir keras."Lho Nak, kok kamu bikin status begitu? Siapa memang yang bikin arisan? Apa kamu jadi boreknya?" tanyaku dengan perlahan.Borek itu semacam pemimpin arisan yang tugasnya nanti, apabila ada yang tidak bayar, maka borek tadi yang jadi penanggung jawabnya. "Bukan Bu, teman saya. Cuma bantu promokan saja," alibinya."Kamu juga ikut?" tanyaku lagi.Yanti tampak mengangguk samar-samar. Bahkan ketika aku tekan di status ke-dua yang diunggahnya, ada lagi status yang sama dengan jumlah nominal yang berbeda beda. Ada hingga lima unggahan."Saya ikut tiga."Berani sekali dia ikut arisan, mataku sampai membulat lebar mendengar pengakuannya. Anak sekolah dengan uang saku 15 ribu. Ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-14
  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 11 Bertengkar

    "Eh Yanti! Otakmu di taruhdimana sih?" sahut Sari yang sedari tadi diam memperhatikan."Ya di kepala, Yu! Masa didengkul?" sewotnya pada Sari."Kalau di kepala, gak mungkinloadingnya pentium satu. Bahkan kukira kamu taruh di kakimu. Ya, kaki yang baudan penuh kutu air," tangkis Sari."Awas kamu Yu! Jangan coba-cobangomporin Ibu!""Lho emangnya ngapain juga mestinomporin, Tante?" ucap Sari sambil membulatkan matanya. Keduanya jadi terlibat argumen panas, tanpa peduli aku dan Mas Alif masih ada di sana."Sudah! Sudah! Malah tambahberantem," lerai suamiku itu pada akhirnya."Kamu saya tanya sekali lagi.Masih mau sekolah atau gimana?" tanya suamiku dengan tatapan tajam ke arahYanti."Ya mau sekolah, Yah."Setelah menjawab, Yanti kembalimenunduk tak segarang ketika beradu mulut dengan Sari. Suamiku tampak masihmenatap ke arah Yanti."Kalau mau sekolah, yang benar!Jangan pake bikin acara yang aneh-aneh! Ingat itu ya, Nak?""Iya Yah, akan saya ingat."Yanti nampak beranjak dari d

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-14
  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 12. Rencana Busuk Yanti

    Pagi ini aku menemui Bu Diah di YP. Islamic Modern tempatku dulu menimba ilmu. Sekaligus mengantar kue yang dipesan beliau beberapa hari lalu. Aku juga ingin sedikit melepas rasa rindu di sekolahku ini dulu. Mengenang masa-masa saat masih berseragam abu-abu.Sekitar pukul 09.30 aku sudah meluncur meluncur keramaian lalu lintas yang begitu padat. Tiba di sana sudah masuk jam istirahat, dengan gegas kuseret langkahku ke ruang guru."Ini Aira, ya?" tanya Pak Bandrio guru ekonomiku dulu di kelas 11. Aku menyalaminya dengan penuh rasa hormat."Kok masih ingat saya, Pak?" tanyaku dengan bangga."Ya pasti Bapak ingat kamu. Sekretaris Bapak yang paling pandai kamu itu," pujinya padaku. Aku merasa tersanjung dibuatnya."Terima kasih banyak, Pak. Berkat didikan Bapak, kini saya bisa seperti ini.""Jangan salah Pak, muridmu itu pengusaha sukses lho biarpun perempuan gitu. Wanita multitalenta," ujar Bu Diah sudah bergabung bersama kami di depan ruang kesiswaan. Aku pun menjawab salim kepada belia

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-16
  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 13. Salah Orang Kamu, Nak!

    "Panggil saja Bu, saya ingin dengar apa alasan anak itu. Takutnya kalau kita rencanakan malah dia berkelit lagi," selaku."Tapi tunggu bentar. Sekarang ada pelajaran Pak Hadi, khawatir ada ulangan di kelas Yanti," ujar Bu Kus selaku TU.Aku berdiri dengan tubuh gemetaran. Bukannya apa, aku takut tidak dapat menahan emosiku saja. Sebab dari tadi rasanya sudah ingin kugigit anak itu!Nampak beliau sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Sejenak kemudian terlihat sudah selesai."Aman, ga ada ulangan kok," terang Bu Kus.Bu Diah beranjak keluar ruangan. Aku diajak Bu Kus masuk ke ruang yang bersekatan dengan ruang depan."Kamu tunggu di sini, bentar. Nanti Ibu kasih kode buat keluar, ok?""Siap!" jawabku tidak sabar, sambil menghempaskan bokongku yang sudah terasa panas.Terdengar langkah orang datang masuk ke dalam ruangan. Aku yakin sekali jika itu Yanti. Sebab tak lama kemudian terdengar suara bu Kus yang sedang menginterogasi."Yanti, kapan yang mau bayar kurangan uang pembanguna

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 14. POV YANTI 1

    POV YANTIAku masih berusia dua tahun kala itu, Bunda meninggal karena seringnya mengkonsumsi obat pengurus badan. Saking pinginnya beliau langsing, hingga beliau berbuat demikian. Bunda mengambil jalan pintas tersebut.Ayahku yang sering bermain-main dengan perempuan cantik. Membuat Bundaku terobsesi untuk kurus. Sayangnya hal itu malah merenggut jiwanya. Begitu yang kudengar dari cerita orang-orang di sekitarku.Namaku Sri Damayanti sedang kakakku Sari Kusumaningrum, kami hanya dua bersaudara. Ketika Bunda meninggal usia Yu Sari sudah lima tahun. Dia mengingat betul paras Bunda yang tidak pernah aku kenali. Aku hanya dapat mengenali wanita itu, pada foto yang sudah memudar warnanya.Kata Yu Sari, Bunda sangat menyayangi kami berdua. Kami dimanjakan bak puteri dalam negeri dongeng. Semua yang kami inginkan diberikannya tanpa menunggu waktu yang lama.Setelah Bunda meninggal, kami berdua diboyong Nenek untuk dirawat di desa. Namun tak lama kemudian, Ayah menjemput Yu Sari turut bersam

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-20
  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 15. Kamu Di Mana Sih, Yu?

    "Neneeeekkk! Aku dirampok!" teriakku dengan scream-jerit mengundang semua orang untuk melihat ke luar rumah."Ada apa, Yan? Dirampok di mana?" tanyanya denga tergopoh, sambil menjinjing jarik usang yang memudar memudar Jika tika tidak dalam keadaan bersandiwara, pasti aku akan tertawa ngakak karena melihat ulah Nenek yang sangat lucu. Sayangnya sedang akting."Sudah, gak pa pa, Yang penting kamu selamat," ucap Nenek memelukku.Dalam hati, sempat terbersit untuk mengatakan keinginan ikut Yu Sari ke kota. Namun, melihat tubuh renta dan mata yang mulai merabun itu, aku jadi tidak tega.Sampai suatu siang, sebuan nomer tertera melakukan panggilan masuk ke handphoneku. Sebuah nomer tanpa nama, tetapi tetap kuangkat karena rasa penasaran yang mendominasi."Assalamu'alaikum....""Wa'alaikumsalam....""Apa yang benar dengan Yanti ini?""Ya benar, dari mana ya?" tanya dengan antusias."Hai Mbak, ini Ibu Panti Kasih Sayang.""Jadi gimana? Apa kamu jadi tinggal bersama kami?""I-iya, Bu. Mau sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-09
  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 16. POV YANTI (2)

    'Kamu dimana Yu?'Aku masih celingukan mencari Yu Sari. Barangkali saja dia repot di dalam, hingga tidak menyadari kalau aku sudah datang.Satu per satu kamar yang berjajar, membuatku melongokkan kepala ke dalam. Sekedar melihat, mungkin Yu Sari ada di dalam. Hingga sebuah suara mengagetkanku."Mbak ... dipanggil Ibu Mira ke depan."Aku menoleh ke asal suara itu, bocah laki cilik yang tadi memperhatikanku. Aku pun bergegas ke depan."Yanti, Ibu mau minta tolong belikan tas plastik kecil di warung sebelah," perintah Bu Mira sambil memberiku selembar uang lima ribuan. Aku pun memenuhi perintahnya. Kutengok kanan kiri untuk mencari keberadaan warung tersebut. Tak lama netraku menangkap warung bernuansa biru yang terletak di sebelah kanan, empat rumah dari panti.Aku melangkahkan kaki menuju warung tersebut. Ketika sampai di warung itu, sang pemilik mengawasiku dengan seksama."Mau beli apa?" tanya Ibu pemilik warung."Plastik kecil putih, Bu.""Kamu anak panti baru ya?" tanya Ibu tadi s

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-09
  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 17. Minggat?

    "Kok lemes gitu? Ada apa?" tanya Mas Alif begitu aku datang.Aku mencoba mengulas senyum mencoba mengalihkan, "sudah dapat plaris 'kah?""Sudah," jawabnya singkat, "ada masalah apa lagi?"Aku menarik napas dalam, menelaah kembali yang terjadi. Masalah datang begitu bertubi-tubi. Mengapa niat baik kami, malah jadi mencoreng muka kami sendiri. Ketulusan ini bahkan disalah gunakan oleh mereka yang masih terbilang bocah bau kencur."Dek, kok jadi melamun?" tanya Mas alif lagi."Di sekolah pun, Aira bikin masalah.""Soal apa itu?""Tadi Bu Diah tanpa sengaja menanyakan soal kebenaran tentang Yanti. Betul apa tidak dia keponakanku.""Lalu ...,""Ya aku jawab memang betul, sebab pas daftar dulu, Bu Diah kan gak tahu, makanya dia memastikan. Anehnya, malah Bu Diah menananyakan soal kekurangan uang pembangunan.""Kenapa dengan uang pembangunan, belum kamu bayar atau masih kurang?" cecar Mas Alif."Sudah terbayar sebagian, kurangannya aku janjikan satu bulan. Tetapi, sebelum jatuh tempo sudah k

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-10

Bab terbaru

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 62. Haruskah Rumah Sakit Jiwa?

    "Harusnya langsung rumah sakit jiwa saja," ujar Alif datar. Semua yang ada di ruangan itu terlihat membolakan matanya, tanpa terkecuali Aira."Apa? Rumah Sakit Jiwa? Apa tidak bisa di tempat lain gitu, Mas? Misalnya di Panti Rehabilitasi dulu? Kok langsung ke ...." Serentetan pertanyaan dan kecemasan Aira ungkapkan kepada suaminya itu. Terlihat sekali wanita dengan wajah kalem itu mengkhawatirkan beberapa hal. Alif menanggapi kecemasan istrinya dengan senyuman, lelaki itu terlihat begitu datar menanggapi pertanyaan Aira."Semuanya juga belum pasti, Dek. Tapi tidak menutup kemungkinan demikian. Nanti setelah ditangani Dokter Heru, baru dapat kepastiannya bagaimana.""Kalau begitu, sekarang saja Mas yang hubungi Dokter Heru. Aku juga ingin tahu, bagaiamana tanggapan beliau.""Baiklah ....."Tak lama kemudian terlihat Alif sudah menghubungi dokter Heru, dokter kenalannya yang kebetulan memiliki background sebagai dokter syaraf.●Selepas Subuh, Aira bersama suaminya menuju klinik Dok

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 61. Langsung Rumah Sakit Jiwa

    "Jadi bagaimana, Ra?" tanya Murni tanpa malu.Aira tampak masih bergeming, sementara raut wajah Alif kini memerah. Lelaki dengan wajah tampan itu, tiba-tiba berdiri di hadapan kedua tamunya."Silakan kalian keluar dari rumah ini! Pintunya ada di sana, jangan pernah kembali ke sini lagi!" tegas Alif sambil menudingkan telunjuknya ke arah pintu keluar.Sesaat kedua tamunya terkesiap, tak menyangka reaksi yang akan mereka hadapi bisa seperti ini. Ikhsan tampak terlihat geram melihat ulah Murni. Tangannya terlihat mengepal seakan ingin meninju mulut lancang wanita berbibir tebal itu."Ma-maaf Lif, kalau ucapan istriku yang tak tahu diri ini membuat kalian tersinggung. Terima kasih sudah membantu kami sebelumnya. Masalah yang tadi diomongkan Murni, tolong abaikan saja. Saya mohon dengan sangat padamu. Jika tidak pada kalian, pada siapa lagi kami akan meminta tolong," rengek Ikhsan merendah dengan kedua tangannya yang menangkup di dada.Sesaat Alif memperhatikan Ikhsan, Aira nampak menyuruh

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 60. POV MURNI (Mendatangi Rumah Aira Kembali)

    Baru saja kaki ini menjejak masuk ke dalam rumah. Sella bilang kalau ada telepon, entah dari siapa. Segera saja kuambil ponselku yang sedari tadi tengah kucharger.Setelah kuaktifkan, ada beberapa panggilan dari Kak Tika. Tiba-tiba saja, firasatku mengatakan ada yang tidak beres."Kamu kemana saja Murni? Dari tadi aku telpon kok gak diangkat?"Tanpa salam, Kak Tika memberondongku dengan berbagai pertanyaan."Dari belanja ikan, Kak. Tadi ponselku sengaja kutinggal karena baterainya habis. Ada apa, Kak? Kok sepertinya penting banget?"Hening sesaat tak ada jawaban dari Kak Tika, hanya terdengar helaan napas panjangnya."Ponakanmu, si Yanti. Sepertinya dia perlu kita bawa ke rumah sakit.""Lho, memangnya Yanti sakit apa? Habis jatuh apa bagaimana?""Bukan, sepertinya dia sedikit terguncang.""Astaghfirrullah ... Kakak apa tidak salah?""Tidak, secepatnya aku akan bawa dia ke rumah sakit. Mumpung belum terlambat, Mur.""Ya sudah, nanti aku akan izin Mas Ikhsan dulu untuk balik ke kampung.

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 59. Mau Menyalahkan Siapa?

    Tika dan Yanti telah kembali ke kampung. Begitu tiba di rumah kediaman mendiang Ibunya, Tika segera ke rumah paman Asrul untuk memberitahu kejadian yang mereka alami.Siang itu, di teras paman Asrul. Tika bercerita panjang lebar tentang perihal yang menimpa Yanti."Jadi begitu Paman, mau tidak mau, kita harus berlapang dada menerima kejadian ini.""Yanti bagaimana, Tik? Apa anak itu baik-baik saja?" "Malah sekarang dia tampil lebih ceria, Yanti juga terlihat senyum-senyum di depan ponselnya. Sepertinya, dia sudah punya gandengan baru, Paman.""Kamu gak salah menilai 'kan, Tik?" "Ah, Paman ini. Salah menilai dari mana? La wong, Yantinya juga sering telponan sama manggil-manggil sayang gitu.""Ya sudah, asal bukan senyum-senyum yang lain saja."Tika sedikit bingung mendengar perkataan pamannya itu. Dahinya sampai mengerut, mencoba mencerna kalimat tersebut. Setelah berterima kasih pada pamannya, karena telah merawat Sari selama dia di kota, Tika pun pamit untuk pulang ke rumahnya.Bar

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 58. Kumala Meminta Balik Uangnya

    "Jadi kamu sudah memanfaatkan anak saya?!" Rena menatap tajam gadis di depannya itu dengan murka.Sementara Yanti pura-pura tidak memperhatikan Rena, yang terus menatapnya dengan kemarahan. Kedua bibinya turut seperti yang Yanti lakukan. Benar-benar keluarga kompak."Kalian menunggu saya usir atau pergi sendiri?" lanjut Rena lagi. Gadis itu melirik ke arah Anwar, lalu berpindah ke Imam dan Pak RT. Sedetik kemudian, kakinya menghentak diiringi tubuhnya yang berlalu dari hadapan keluarga Anwar diikuti kedua bibinya."Benar-benar keterlaluan mereka," gerutu Rena.Belum juga sampai meninggalkan tempat itu, di depan sana sudah ramai orang saling menjerit. Rena diiringi Imam, Anwar dan Pak RT berlari ke depan. Di luar pagar, terlihat Kumala tengah mencengkeram kepala Yanti. Badan gadis itu sampai terhuyung mengikuti gerakan Kumala yang menyeret tubuhnya hingga di depan rumahnya."Sekalian saja kita selesaikan sekarang. Cepat kembalikan uang saya! Kalau tidak, kamu akan lihat sendiri perl

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 57. Permintaan Yanti

    Namun, Murni dan Tika dapat mendengar ucapan Rena dengan seksama."Jangan mengancam kami! Sebaiknya panggil Anwar juga. Biar semua jelas dan terang benderang," gerutu Tika tak mau kalah.Rena pura-pura tidak menanggapi permintaan mereka. Sementara, Imam terlihat hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tamunya itu berseteru dengan istrinya."Ngapain lagi kamu ke sini?!" teriak Anwar yang muncul tiba-tiba di teras. Terlihat sekali kekesalan dan luapan kemarahannya begitu melihat Yanti. Rambutnya yang acak-acakan karena baru bangun tidur, hanya disugarnya kasar dengan kelima jarinya."Nak Anwar kamu tidak bisa begitu?" ucap Murni seperti dilembut-lembutkan nadanya.Bibir Rena berjingjat sebelah, demi melihat adegan itu. Seakan tidak terima dengan apa yang dilakukan tamunya tersebut.Yanti nampak berjalan menghampiri Anwar."Sayang, kamu masih marah padaku? Pliiis, ma'afin aku ya. Aku janji bakal berubah. Seperti yang kamu inginkan," rayunya pada Anwar. Tangannya dengan tanpa malu be

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 56. Kecurigaan Rena

    "Tapi, Bi, kedatangan saya ini, untuk mem-batalkan rencana pernikahan ka-mi," tutur Anwar dengan terbata."Apa!? Kenapa bisa begitu? Kamu jangan mempermalukan kami!" seru Murni sambil mencak-mencak tak karuan.Ikhsan sampai bingung menenangkan istrinya itu. Ikhsan sendiri yang sedari tadi diam pun, ikut terkejut mendengar penuturan Anwar.Sementara Tika, saking terkejutnya, sampai tak bisa bicara apa-apa. Tiba-tiba saja, Yanti keluar dari balik kelambu kamarnya. Sebuah bantal dia lempar tepat ke muka Anwar."Dasar b*jing*n kamu! Aku gak bakal terima kamu giniin! Kamu tetap harus menikahiku. Apa perlu aku bilang yang sesungguhnya?" teriak Yanti dengan menantang Anwar.Anwar sampai tergeragap karena lemparan itu tepat mengenai mukanya. Yang membuatnya makin bingung, adalah ucapan Yanti yang meminta pertanggung jawaban padanya.Benar-benar pusing Anwar dibuatnya. Karena selama pacaran pun, Anwar tidak pernah melakukan hal-hal yang dilarang agama bersama Yanti. Paling cuma panggilan aja y

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 55. Kesombongan Yanti

    Aira tampak keluar dari kediamnanya. Menghampiri gerobak belanja milik Bang Ujo. Nampak di sana beberapa ibu yang lain sedang berbelanja pula."Eh Mbak Aira, mau belanja apa Mbak?" sapa Bang Ujo ramah.Sementara Aira hanya membalasnya dengan senyuman. Wanita cantik itu segera memilah-milah dagangan milik Bang Ujo. Tempe, tahu, diambilnya beberapa buah. Tangannya juga sibuk mengambil telur puyuh yang sudah dikemas dalam plastik kecil-kecil."Dagingnya ada Bang?" tanya Aira pada Bang Ujo."Mau masak apa Mbak Aira?" Bu Agus yang sedari tadi memperhatikan Aira yang sibuk memilih-milih sayuran pun, ikut bertanya."Ini Buk, si Vian minta dimasakin semur daging," balas Aira ramah."Mbak Aira tuh, memang jago kalau masak. Aku terkadang mau tanya resep masakannya, tapi malu," timpal tetangganya yang masih mudah."Kenapa malu, gak pa pa. Saya malah senang bisa berbagi ilmu," ujar Aira ramah."Dagingnya mau berapa kilo, Mbak Aira?" tanya Bang Ujo."Setengah kilo saja, Bang. Tambahin tulang mudan

  • Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami   Bab 54. Keputusan Anwar

    Sampai di rumah, mata ini tak dapat terpejam hingga larut malam. Bayangan Yanti terus saja menghantui. Rasanya masih tidak percaya saja, jika dia bisa berbuat sekeji itu.Jika mendengar dari Mama atau Bu Kumala, pasti aku juga tidak bakalan percaya. Tetapi, ini aku dengar sendiri dari rekaman yang diperdengarkan Om Alif. Pantas saja, sikap Mbak Us begitu ketus ketika kami tadi datang berkunjung ke rumah tersebut.Kubuka aplikasi hijau, kucari nama Yanti di sana. Terlihat on, padahal sudah pukul dua belas malam. Apalagi yang akan direncanakan oleh gadis edan itu?Segera kuganti namanya di kontakku dengan Nini Lampir. Sesudah mengetik itu, kulempar ponselku asal. Ada sedikit rasa lega, karena aku sudah tahu perihal yang sebenarnya.Bangkit dari rebahan, kuambil sarung dan peci. Lalu segera membersihkan diri untuk bersuci. Kugelar sajadahku, lalu memohon pada Sang Pencipta. Agar mendapatakan petunjuk dariNya.~~~~~Pagi masih begitu dingin, kulihat Mama sudah sibuk di dapur. Bau harum ma

DMCA.com Protection Status