“Usia kandungannya baru menginjak lima minggu jadi Trisha sedang mengalami morning sick setiap pagi dan itu kenapa dia datang terlambat hari ini,” sambung Om Bagja. Dia bahagia sekali meski memiliki menantu yang pernah mengikrarkan di depan seluruh keluarga bila dirinya sudah tidak perawan lagi. J
“Kita harus ketemu dokter, Mas … aku mau program kehamilan.” Tiba-tiba Aruna masuk ke dalam ruang kerja Adrian, mengatakan hal itu dengan bibir mengerucut. Dia sudah merangkai kalimat untuk mengawali niatnya tersebut tapi malah langsung mengutarakan intinya. Adrian mengangkat pandangan dari layar
Trisha : Jemput sekarang! Aku mau makan Lomie. Galih mengembuskan napas panjang. “Nyusahin aja mamanya si Otong,” gumam Galih sambil mengetik balasan pesan untuk istrinya. Galih : Masih ada praktek, aku kirim Gofood aja ya? Trisha : Enggak mau, mau makan di sana sama papanya si Otong. Trisha dan
“Pake jas aku, ambil di belakang.” Galih memberi perintah, terdengar paksaan dalam nada suaranya. Trisha tidak ingin menolak karena dia memang kedinginan, jadi menuruti perintah Galih—mengambil jas dokter suaminya yang kemudian ia pakai. “Kegedean,” gumam Trisha menggulung lengan jas Galih. Galih
Yang Adrian khawatirkan adalah kenyataan pahit yang mungkin harus didapat istrinya dari pemeriksaan kesuburan yang mereka jalani. “Sayang … buat aku, kita punya anak lagi atau enggak itu enggak masalah … yang penting sama-sama kamu sampai tua.” Adrian berujar, tatap matanya lurus ke depan pada laya
Adrian terlalu percaya diri, dia pikir Aruna yang tidak subur. Dia mencoba menenangkan Aruna tapi ternyata dirinya justru yang bermasalah. “Kamu pulang duluan, aku mau sendiri dulu.” Adrian memberikan kunci mobil kepada Aruna. Pria itu tampak kalut. Sekeras apapun Adrian menolak mempercayai keny
“Kamu pasti berpikir kalau aku cengeng ya?” tebak Adrian diakhiri dengkusan. “Enggak, siapa bilang … aku justru prihatin, Mas … aku juga sedih bayangin Ara enggak jadi anak kita lagi.” Suara Aruna terdengar serak menahan tangis. “Ara memang bukan anak kita.” Adrian bergumam. Meski berkata demikia
“Sayang … ayo bangun.” Aruna duduk di sisi ranjang Isvara, mengusap kepalanya kemudian memberikan kecupan di kening. “Emmmhh ….” Isvara bergerak membalikan badannya memunggungi Aruna lalu menarik selimut hingga menutupi kepala. Setiap hari Isvara memang sulit untuk bangun pagi, tidak seperti keti