25
"Maaf ya, saya tidak kenal. Anda mungkin sudah salah orang," jawab Mbak Niken atau seseorang yang sangat mirip Mbak Niken.
Degg... Ria kaget dan hanya bisa terdiam di tempatnya.
'Masak iya, salah orang? tapi kalau dilihat dari mata hidung dan tahi lalatnya mirip sekali. Apa lagi di tangannya, terdapat tanda lahir berwarna hitam yang bentuknya sangat mirip dengan mbak Niken. Tidak mungkin aku salah orang,' ujar Ria dalam hati.
"Oh... iya maaf iya, soalnya wajahnya mirip sekali dengan mbk Niken, istri sepupu saya. Kalau begitu saya pamit dulu, permisi," ujar Ria.
Wanita itu sedikit gugup saat Ria menyebutkan nama Niken. Dia merasa sedikit kurang nyaman.
"Iya, tidak apa-apa mbk," jawab wanita itu.
Setelah berpamitan, Ria kemudian cepat-cepat pergi dari tempatnya. Sekarang Ria langsung menuju lantai dua, ruangan tempat dia bekerja.
Waktu menunjukkan pukul 17:00 waktunya Ria pulang bekerja. Sore ini dia pulang
26"Sebetulnya sudah dari dulu mbk Niken jarang dikasih uang sama mas Seno, mbak. Dia yang cerita ke aku langsung. Bahkan aku juga pernah menemukan mbak Niken bekerja menjadi penjaga toko. Aku bingung juga ya dengan mas Seno, ngomongnya aja yang besar namun realitanya tidak sesuai. Kasihan Hani dan mbak Niken," ujar Tya."Memang dari dulu mas Seno itu ibarat kata tong kosong nyaring bunyinya, kupikir setelah menikah dia berubah, apalagi dapat istri seperti mbak Niken. Aku sangat mengenal mbak Niken, dia orangnya kalem dan mandiri. Tapi mungkin mas Seno jadi keenakan punya istri mandiri. Jarang minta-minta kepada dia," ujar Ria."Terus kamu udah tahu belum siapa pelaku penyebar fitnah, kalau mas Hamid sudah berselingkuh?" tanya Ria kepada adiknya."Aku sih curiganya dengan mas Seno mbak. Kapan lalu saat mbak Ria pergi itu kan aku ke sini tiba-tiba ibu menanyakan mbak Ria dan curiga mbak Ria ada masalah dengan mas Hamid. Aku lihat memang ada ora
27"Baik kak, Tya pulang dulu assalamu'alaikum," pamit Tya kemudian pergi mengendarai motornya.Setelah sampai di rumah Tya langsung memarkirkan motornya di garasi, kemudian sambil berjalan Tya mengambil ponselnya di dalam tas kecil yang terselempang di pundaknya. Kemudian segera di buka chat yang dikirimkannya tadi kepada mas Seno dan ternyata, mas Seno masih belum juga membukanya."Mungkin mas Seno juga lembur seperti mas Hamid, ya udahlah aku tungguin aja balasan dari mah Seno. Aku gak jadi telfon nanti takutnya ganggu bisa-bisa mas Seno marah lagi sama aku," ujar Tya sambil menutup aplikasi hijau di ponselnya.Ketika Tya baru saja masuk ke dalan rumah, Tya di kejutkan suara dari balik pintu."Tya, kamu sudah dapat kabar mengenai Niken?"Dari tadi Bu Rahmi menanti kedatangan Tya di ruang tamu. Beliau berharap Tya mendapatkan petunjuk kemana perginya Niken, istri Seno."Astagfirullah, ibu... bikin kaget saja.""Gitu saj
28"Bu, bukannya Tya membela mas Hamid. Tapi Tya yakin banget kalau mas Hamid tidak akan melakukan hal itu kepada kak Ria. Percayalah bu. Aku saja bisa yakin, kenapa ibu tidak? jadi aku mohon percayalah ini hanyalah salah paham," ujar Ria sambil memegang tangan ibunya."Memang dulu mas Hamid itu kaya bu, mau keluar duit berapa aja gampang. Tapi bagaimanapun namanya kehidupan ya pasti ada saja cobaannya. Roda kehidupan itu berputar bu, kadang di bawah kadang juga di atas. Sedangkan mas Hamid dulu di atas sekarang sedang di uji dengan posisi di bawah. Yang penting sekarang mas Hamid juga sudah berusaha untuk bekerja meski hanya sebagai kuli bangunan itu tandanya mas Hamid bertanggung jawab dengan keluarganya, bu. Coba ingat-ingat dulu perjalanan ibu untuk bisa seperti ini bagaimana, pasti ada naik turunnya kan bu? gak tiba-tiba langsung kaya, kan tidak. Semua perlu proses. Ingat tidak, ketika kita tinggal di rumah yang sangat kecil dan ibu menitipkan hasil masakan ke tok
"Siapa ya? kok kayak mbak Niken. Tapi itu dia naik mobilnya siapa?" Sesosok perempuan itu akhirnya sudah sampai di depan rumah pintu Bu Rahmi dan tak lama kemudian pintu itu berbunyi dengan suara ketokan yang sangat keras dan terburu-buru. Tya bergegas membuka pintu itu. Setelah pintu itu terbuka ternyata benar dia adalah mbak Niken. "Mbak Niken?" tanya Tya. Tya menemukan Niken yang memakai pakaian minim namun bagian dadanya dia tutup menggunakan jaket. "Iya Tya ini aku Niken. Aku mau ajak Hani pulang ke kampung. Dimana dia sekarang?" tanya mbak Niken terlihat terburu-buru. "Dia sedang tidur mbk. Pulang kampung besok saja mbk, biarkan Hani tidur." "Tidak ada waktu lagi Tya. Aku sudah terburu-buru." "Tapi kenapa mbak?" Tya mencegah mbak Niken masuk ke kamar dimana Hani sedang tidur bersama ibu Rahmi. "Tolong jelaskan sebentar saja kepadaku mbk! supaya aku tidak berfikiran kotor kepada mbak Niken." Memang saat Tya melihat penampakan Niken sekarang, pikirannya sudah traveling k
"Seno sudah tahu tentang masalah ini belum, Niken?""Saya belum memberitahu kepada dia, Bu. Entahlah rasanya sekarang sudah tidak penting lagi untuk memberitahukan semua kejadian ini kepada mas Seno. Mas Seno sudah tidak perhatian lagi kepada kami. Makanya saya nekad untuk bekerja karena memang Mas Seno sudah tidak peduli.""Tidak peduli, apa maksud kamu, Niken?" tanya Bu Rahmi kaget."Selama ini Mas Seno sudah tidak memberi nafkah kami, Bu. Bahkan tak jarang dia melakukan kekerasan kepadaku.""Ya Allah..." Bu Rahmi bisa memahami apa yang di rasakan mbk Niken. Dia ikut bersedih mendengar pengakuan dari Niken."Kamu itu sudah aku anggap sebagai anak aku sendiri Niken, jika aku mendengar seperti rasanya hatiku teriris-iris, tidak ikhlas.""Kalau begitu kamu tinggal di sini aja, Niken! Kamu bisa bantu-bantu masak di sini. Apalagi sekarang usahaku mulai tumbuh sangat pesat, karena Tya sekarang juga memasarkannya di media sosial.""Tapi, aku sudah banyak menyusahkan keluarga Bu Rahmi. Apal
"Kamu buka sendiri kalau sudah di rumah!" perintah Bu Martha."Baik Tante, Ria dan Mas Hamid pulang dulu."Kemudian mereka pulang berdua. Tak lupa mobil Ria, mereka kendarai."Mas, aku kok jadi penasaran dengan amplop coklat ini.""Sudahlah, nanti kalau sudah tiba di rumah langsung kamu buka," kata Hamid sambil tersenyum melihat perilaku istrinya itu."Tapi kita sekarang mau kemana, Mas?""Kita jalan-jalan dulu berdua, sudah lama kan, kita nggak pernah jalan berdua? Anggap saja kita lagi pacaran," kata Hamid sambil tersenyum. Tak lupa tangannya memegang tangan Ria, dengan lembut."Tapi, Mas. Aku pakai baju seperti ini. Malulah nanti kalau dilihatin orang-orang!""Tidak apa-apa, setelah ini kita mampir dulu beli baju.""Iya Mas."Mereka saling tersenyum bersama. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kegiatan ini berdua, semenjak kebangkrutan Hamid. Jangankan jalan-jalan, buat makan sehari-hari saja mereka harus mengirit.Setelah selesai berbelanja baju untuk Ria, Hamid pergi ke temp
"Mas Seno menghilang Dek." "Menghilang? Maksudnya bagaimana?" "Mas Seno membawa kabur upah para pekerja termasuk upahku juga dia bawa kabur." "Ya Allah kok bisa begitu Mas?" "Awalnya dia memberikan upah itu tidak utuh, katanya untuk tabungan gitu. Aku sempat curiga dan beberapa orang yang lain juga menolak. Tapi Mas Seno meyakinkan kami lagi, kalau ini peraturan dari pihak atasan jadi para pekerja diwajibkan. Itu terjadi selama empat bulan. Dan bulan kelima upah yang seharusnya kita terima belum dia berikan, katanya ada keterlambatan. Dari situlah akhirnya aku yakin kalau kecurigaan selama ini adalah benar." "Kemudian kami berembuk untuk menanyakan ke atasan untuk keterlambatan upah dan sistem tabungan yang disampaikan Mas Seno. Setelah kami bertemu dengan atasan, ternyata apa yang disampaikan Mas Seno itu hanya karangan dia saja, kita sudah ditipu. Setelah kebohongan Mas Seno terbongkar, dia pun pergi entah kemana. Kita cari-cari tidak ketemu. Kita mencoba menghubungi saja tidak
"Bagaimana ini Tya?" "Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan! Biarkan Mas Seno yang menanggung. Kalau aku boleh saran lepaskan saja Mas Seno, Mbak. Semenjak tahu mengenai perlakuan buruk Mas Seno, kepada Mbak Niken aku sudah tidak respect lagi kepadanya. Aku takut kalau Mas Seno akan menyakiti Mbak lagi." "Aku sebetulnya juga sudah tidak ingin meneruskan hubungan ini dengan Mas Seno,Tya. Tapi, aku tidak tega dengan Hani. Aku tak tega jika Hani tahu Ibu dan Ayahnya sudah tidak bersama." "Tapi coba pikirkan baik-baik, Mbak! Aku juga tidak memaksa. Aku soalnya sangat kepikiran jika Mbak Niken masih bertahan dengan Mas Seno. Coba bayangkan jika Hani tahu kalau selama ini Mbak Niken diperlakukan dengan kasar. Sampai sekarang pun Mbak Niken juga tidak beri nafkah." "Iya Tya." Niken terlihat cemas ada perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Sebenarnya saat dia datang di rumah Bu Rahmi dia berencana akan menggugat cerai suaminya. Tapi saat setelah melihat anaknya dia kembali mengurung
"Bagaimana ini Tya?" "Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan! Biarkan Mas Seno yang menanggung. Kalau aku boleh saran lepaskan saja Mas Seno, Mbak. Semenjak tahu mengenai perlakuan buruk Mas Seno, kepada Mbak Niken aku sudah tidak respect lagi kepadanya. Aku takut kalau Mas Seno akan menyakiti Mbak lagi." "Aku sebetulnya juga sudah tidak ingin meneruskan hubungan ini dengan Mas Seno,Tya. Tapi, aku tidak tega dengan Hani. Aku tak tega jika Hani tahu Ibu dan Ayahnya sudah tidak bersama." "Tapi coba pikirkan baik-baik, Mbak! Aku juga tidak memaksa. Aku soalnya sangat kepikiran jika Mbak Niken masih bertahan dengan Mas Seno. Coba bayangkan jika Hani tahu kalau selama ini Mbak Niken diperlakukan dengan kasar. Sampai sekarang pun Mbak Niken juga tidak beri nafkah." "Iya Tya." Niken terlihat cemas ada perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. Sebenarnya saat dia datang di rumah Bu Rahmi dia berencana akan menggugat cerai suaminya. Tapi saat setelah melihat anaknya dia kembali mengurung
"Mas Seno menghilang Dek." "Menghilang? Maksudnya bagaimana?" "Mas Seno membawa kabur upah para pekerja termasuk upahku juga dia bawa kabur." "Ya Allah kok bisa begitu Mas?" "Awalnya dia memberikan upah itu tidak utuh, katanya untuk tabungan gitu. Aku sempat curiga dan beberapa orang yang lain juga menolak. Tapi Mas Seno meyakinkan kami lagi, kalau ini peraturan dari pihak atasan jadi para pekerja diwajibkan. Itu terjadi selama empat bulan. Dan bulan kelima upah yang seharusnya kita terima belum dia berikan, katanya ada keterlambatan. Dari situlah akhirnya aku yakin kalau kecurigaan selama ini adalah benar." "Kemudian kami berembuk untuk menanyakan ke atasan untuk keterlambatan upah dan sistem tabungan yang disampaikan Mas Seno. Setelah kami bertemu dengan atasan, ternyata apa yang disampaikan Mas Seno itu hanya karangan dia saja, kita sudah ditipu. Setelah kebohongan Mas Seno terbongkar, dia pun pergi entah kemana. Kita cari-cari tidak ketemu. Kita mencoba menghubungi saja tidak
"Kamu buka sendiri kalau sudah di rumah!" perintah Bu Martha."Baik Tante, Ria dan Mas Hamid pulang dulu."Kemudian mereka pulang berdua. Tak lupa mobil Ria, mereka kendarai."Mas, aku kok jadi penasaran dengan amplop coklat ini.""Sudahlah, nanti kalau sudah tiba di rumah langsung kamu buka," kata Hamid sambil tersenyum melihat perilaku istrinya itu."Tapi kita sekarang mau kemana, Mas?""Kita jalan-jalan dulu berdua, sudah lama kan, kita nggak pernah jalan berdua? Anggap saja kita lagi pacaran," kata Hamid sambil tersenyum. Tak lupa tangannya memegang tangan Ria, dengan lembut."Tapi, Mas. Aku pakai baju seperti ini. Malulah nanti kalau dilihatin orang-orang!""Tidak apa-apa, setelah ini kita mampir dulu beli baju.""Iya Mas."Mereka saling tersenyum bersama. Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kegiatan ini berdua, semenjak kebangkrutan Hamid. Jangankan jalan-jalan, buat makan sehari-hari saja mereka harus mengirit.Setelah selesai berbelanja baju untuk Ria, Hamid pergi ke temp
"Seno sudah tahu tentang masalah ini belum, Niken?""Saya belum memberitahu kepada dia, Bu. Entahlah rasanya sekarang sudah tidak penting lagi untuk memberitahukan semua kejadian ini kepada mas Seno. Mas Seno sudah tidak perhatian lagi kepada kami. Makanya saya nekad untuk bekerja karena memang Mas Seno sudah tidak peduli.""Tidak peduli, apa maksud kamu, Niken?" tanya Bu Rahmi kaget."Selama ini Mas Seno sudah tidak memberi nafkah kami, Bu. Bahkan tak jarang dia melakukan kekerasan kepadaku.""Ya Allah..." Bu Rahmi bisa memahami apa yang di rasakan mbk Niken. Dia ikut bersedih mendengar pengakuan dari Niken."Kamu itu sudah aku anggap sebagai anak aku sendiri Niken, jika aku mendengar seperti rasanya hatiku teriris-iris, tidak ikhlas.""Kalau begitu kamu tinggal di sini aja, Niken! Kamu bisa bantu-bantu masak di sini. Apalagi sekarang usahaku mulai tumbuh sangat pesat, karena Tya sekarang juga memasarkannya di media sosial.""Tapi, aku sudah banyak menyusahkan keluarga Bu Rahmi. Apal
"Siapa ya? kok kayak mbak Niken. Tapi itu dia naik mobilnya siapa?" Sesosok perempuan itu akhirnya sudah sampai di depan rumah pintu Bu Rahmi dan tak lama kemudian pintu itu berbunyi dengan suara ketokan yang sangat keras dan terburu-buru. Tya bergegas membuka pintu itu. Setelah pintu itu terbuka ternyata benar dia adalah mbak Niken. "Mbak Niken?" tanya Tya. Tya menemukan Niken yang memakai pakaian minim namun bagian dadanya dia tutup menggunakan jaket. "Iya Tya ini aku Niken. Aku mau ajak Hani pulang ke kampung. Dimana dia sekarang?" tanya mbak Niken terlihat terburu-buru. "Dia sedang tidur mbk. Pulang kampung besok saja mbk, biarkan Hani tidur." "Tidak ada waktu lagi Tya. Aku sudah terburu-buru." "Tapi kenapa mbak?" Tya mencegah mbak Niken masuk ke kamar dimana Hani sedang tidur bersama ibu Rahmi. "Tolong jelaskan sebentar saja kepadaku mbk! supaya aku tidak berfikiran kotor kepada mbak Niken." Memang saat Tya melihat penampakan Niken sekarang, pikirannya sudah traveling k
28"Bu, bukannya Tya membela mas Hamid. Tapi Tya yakin banget kalau mas Hamid tidak akan melakukan hal itu kepada kak Ria. Percayalah bu. Aku saja bisa yakin, kenapa ibu tidak? jadi aku mohon percayalah ini hanyalah salah paham," ujar Ria sambil memegang tangan ibunya."Memang dulu mas Hamid itu kaya bu, mau keluar duit berapa aja gampang. Tapi bagaimanapun namanya kehidupan ya pasti ada saja cobaannya. Roda kehidupan itu berputar bu, kadang di bawah kadang juga di atas. Sedangkan mas Hamid dulu di atas sekarang sedang di uji dengan posisi di bawah. Yang penting sekarang mas Hamid juga sudah berusaha untuk bekerja meski hanya sebagai kuli bangunan itu tandanya mas Hamid bertanggung jawab dengan keluarganya, bu. Coba ingat-ingat dulu perjalanan ibu untuk bisa seperti ini bagaimana, pasti ada naik turunnya kan bu? gak tiba-tiba langsung kaya, kan tidak. Semua perlu proses. Ingat tidak, ketika kita tinggal di rumah yang sangat kecil dan ibu menitipkan hasil masakan ke tok
27"Baik kak, Tya pulang dulu assalamu'alaikum," pamit Tya kemudian pergi mengendarai motornya.Setelah sampai di rumah Tya langsung memarkirkan motornya di garasi, kemudian sambil berjalan Tya mengambil ponselnya di dalam tas kecil yang terselempang di pundaknya. Kemudian segera di buka chat yang dikirimkannya tadi kepada mas Seno dan ternyata, mas Seno masih belum juga membukanya."Mungkin mas Seno juga lembur seperti mas Hamid, ya udahlah aku tungguin aja balasan dari mah Seno. Aku gak jadi telfon nanti takutnya ganggu bisa-bisa mas Seno marah lagi sama aku," ujar Tya sambil menutup aplikasi hijau di ponselnya.Ketika Tya baru saja masuk ke dalan rumah, Tya di kejutkan suara dari balik pintu."Tya, kamu sudah dapat kabar mengenai Niken?"Dari tadi Bu Rahmi menanti kedatangan Tya di ruang tamu. Beliau berharap Tya mendapatkan petunjuk kemana perginya Niken, istri Seno."Astagfirullah, ibu... bikin kaget saja.""Gitu saj
26"Sebetulnya sudah dari dulu mbk Niken jarang dikasih uang sama mas Seno, mbak. Dia yang cerita ke aku langsung. Bahkan aku juga pernah menemukan mbak Niken bekerja menjadi penjaga toko. Aku bingung juga ya dengan mas Seno, ngomongnya aja yang besar namun realitanya tidak sesuai. Kasihan Hani dan mbak Niken," ujar Tya."Memang dari dulu mas Seno itu ibarat kata tong kosong nyaring bunyinya, kupikir setelah menikah dia berubah, apalagi dapat istri seperti mbak Niken. Aku sangat mengenal mbak Niken, dia orangnya kalem dan mandiri. Tapi mungkin mas Seno jadi keenakan punya istri mandiri. Jarang minta-minta kepada dia," ujar Ria."Terus kamu udah tahu belum siapa pelaku penyebar fitnah, kalau mas Hamid sudah berselingkuh?" tanya Ria kepada adiknya."Aku sih curiganya dengan mas Seno mbak. Kapan lalu saat mbak Ria pergi itu kan aku ke sini tiba-tiba ibu menanyakan mbak Ria dan curiga mbak Ria ada masalah dengan mas Hamid. Aku lihat memang ada ora
25"Maaf ya, saya tidak kenal. Anda mungkin sudah salah orang," jawab Mbak Niken atau seseorang yang sangat mirip Mbak Niken.Degg... Ria kaget dan hanya bisa terdiam di tempatnya.'Masak iya, salah orang? tapi kalau dilihat dari mata hidung dan tahi lalatnya mirip sekali. Apa lagi di tangannya, terdapat tanda lahir berwarna hitam yang bentuknya sangat mirip dengan mbak Niken. Tidak mungkin aku salah orang,' ujar Ria dalam hati."Oh... iya maaf iya, soalnya wajahnya mirip sekali dengan mbk Niken, istri sepupu saya. Kalau begitu saya pamit dulu, permisi," ujar Ria.Wanita itu sedikit gugup saat Ria menyebutkan nama Niken. Dia merasa sedikit kurang nyaman."Iya, tidak apa-apa mbk," jawab wanita itu.Setelah berpamitan, Ria kemudian cepat-cepat pergi dari tempatnya. Sekarang Ria langsung menuju lantai dua, ruangan tempat dia bekerja.Waktu menunjukkan pukul 17:00 waktunya Ria pulang bekerja. Sore ini dia pulang