Siang berganti malam, rembulan bersinar terang di atas langit yang kelam. Semilir angin malam menambah sejuk udara. Ini untuk pertama kali aku kembali menjadi Alexa sang pewaris, setelah sekian lama aku vakum dan menjadi babu di rumah ku sendiri. Demi melayani suami yang tak tahu berterima kasih.Meminta Om Wijaya mencarikan dua Asisten Rumah Tangga untuk melakukan semua tugas yang aku handle sendiri selama ini."Bu, makan malam sudah tersedia." Siti mengingatkanku yang masih mematut diri di depan cermin.Dengan pakaian malam yang modis aku kenakan, meski hanya di rumah saja. Dandanan yang natural membuat aku semakin percaya diri. Sengaja aku lakukan ini agar Ryan menyadari kebodohannya yang lebih memilih kerikil di banding berlian yang tersimpan apik. Bukan ku memuji diri sendiri, tapi ku rasa itu kiasan yang tepat. Benar nggak?"Iya, terima kasih. Sebentar lagi saya turun," jawabku.Sudah memasuki jam makan malam tetapi suamiku belum juga memperlihatkan batang hidungnya di rumah.E
Ponsel di saku celananya berdering dan minta diangkat. Ku lihat dengan jelas, Ia merogoh menggunakan tangan yang satunya, melihat layarnya saja dan meletakkan benda pipih itu di atas meja. Suamiku hanya melirik layar ponselnya yang masih terus berdering. Tentu hatiku sedikit menaruh rasa penasaran dong! Siapa yang menghubunginya di luar jam kerja?Netraku menyipit menelisik ke kedua manik matanya. Dan aku tau dia yang mendapat tatapan dariku, terlihat menelan ludah dari gerakan jakunnya yang naik turun."Nggak penting sayang, yang terpenting saat ini kamu mau memaafkanku dan mengizinkanku memulai dengan lembaran baru bersamamu," ucapnya padaku menerangkan, padahal aku tak bertanya penting atau nggak nya si penelepon.Sungguh, kelakuannya membuat relung hatiku menjerit, ingin meninju mulutnya yang berbicara tanpa berpikir bagaimana sakitnya hatiku ia khianati dan kini malah sok-sok'an menggombal dengan memanggilku sayang. "Aku nggak bisa, Mas. Kesalahanmu sudah sangat tidak bisa ku tol
POV Ryan.Aku hanya bisa melihat punggung Alexa yang mulai menjauh menuju peraduannya, kamar yang dua bulan ini tak pernah ku jamah begitupun dengan tubuh istriku itu. Teganya ia meninggalkanku duduk sendiri disini. Kali ini aku gagal meyakinkannya untuk memberiku maaf dan kesempatan kedua. Apa yang ku sampaikan padanya ternyata tak berhasil membuat pendirian wanita itu berubah. Keras kepalanya yang dominan kini ketara sekali. "Apa susahnya sih memberi maaf dan kesempatan, toh nggak ada ruginya. Dasar perempuan dimana-mana egois!" rutukku dengan menggusar wajah.Di tengah pikiranku yang masih kalut dan pusing memikirkan reaksi Alexa barusan. Kini ponsel pintar ku kembali menjerit minta diangkat. Ingin rasanya membiarkan ponselku itu terus berbunyi, mengabaikannya. Tapi setelah sambungan putus, lagi-lagi benda pipih itu berdering, pertanda ada yang penting. Dengan perasaan kesal ku sambar benda pipih yang tergeletak di atas meja setelah sesaat lalu di hempaskan oleh istriku itu karen
Bab 11Aku yang masih tiduran ayam mendengar suara deru mesin mobil yang meninggalkan garasi mobil.Ku intip dari jendela kamar, ternyata Mas Ryan keluar rumah dengan tergesa-gesa. Entah kenapa hati ini bergerak dan aku ingin menyusulnya. Ku ganti pakaianku dengan kaos dan celana panjang. Ku sambar jaket kain yang ku beli di luar Negeri saat kedua orang tuaku masih hidup dahulu. Cukup tebal menahan terpaan angin malam yang dingin. Sedingin hatiku yang pilu.Menyambar kunci sepeda motor metic yang tergantung di sudut pintu kamar. Kendaraan yang dulunya sebagai transportasi ku saat diharuskan menjadi ibu rumah tangga. Bukan nggak ada mobil di garasi, tapi kalau pakai mobil ntar malah ketahuan dan lambat karena ruang gerak yang sempit.Nggak ku sia-siakan waktu yang ada. Sesudah mengingatkan asistenku untuk menutup pagar dan memastikan Anggia sudah tertidur pulas bersama Baby Sisternya, aku melajukan kendaraan menyusul mobil yang dikemudikan laki-laki yang masih menjabat suami itu.Untu
Bab 12Seandainya saja ada bahu tempat bersandar atau guling untuk ku peluk mungkin sudah remuk keduanya ku buat. "Karena apa?. Karena aku merasa menyesal, kenapa mesti menunggu ia yang menceraikanku. Aku kan bisa menggugatnya dengan semua bukti yang ku punya. Kenapa juga aku harus menunggu dan mengulur waktu. Untuk apa?.""Apa kalian berharap aku akan rujuk dengannya setelah rayuan gombalnya yang seolah memikirkan kebahagiaanku dengan Anggia?" "Oh, tidak." Bermimpi pun aku nggak mau.Terbukti sudah, kalau itu hanya omong kosong yang keluar dari lidah tak bertulang miliknya. Bahkan kini, mungkin ia lupa akan niatnya memperbaiki rumah tangga kami setelah ia tahu kalau gundiknya itu tengah hamil. Sudah pasti anak Ryan, bukan?Saat tiba di parkiran, ku hapus air mataku dengan tissu yang ku rogoh dari dalam tas selempang. Cukup sudah aku membuang air mata ini untuk pria yang tak berguna seperti Ryan. Ku ambil ponsel dari dalam saku celana dan menghubungi Om Wijaya saat itu juga."Om, a
Bab 13Entah berapa lama aku terdiam. Hingga kulihat penunjuk waktu sudah hampir sepertiga malam. Sajadah dan maha pemilik kehidupan adalah tempat satu-satunya aku bisa mengadukan semua yang kurasakan. Bersimpuh pada sang pencipta pemilik kehidupan. Ku ayunkan kaki menuju kamar. Beranjak ke kamar mandi untuk mensucikan diri lalu melaksanakan shalat tahajjud dan istiqarah. Memohon ampunan dan petunjuk pada sang pemilik kehidupan, mengadukan semua yang kini kurasakan.Bersujud dan bersimpuh di atas sajadah mencari suatu jawaban yang terbaik. Ku tadahkan tangan meminta maaf dan pengampunan-Nya. Memohon di berikan jalan kemudahan menentukan pilihan terbaik untuk hidupku dan Anggia. Aku yang manusia lemah sungguh tiada berdaya tanpa campur tangan sang pemilik takdir. Tak lagi ada nama suami yang dulu selalu ku sebut dalam tiap doaku. Buatku kini kehidupanku dan Anggia akan menjadi prioritas utama bagiku. Kini aku berada di titik terlelah dalam hari-hari yang ku jalani selama ini. Siapa y
Bab 14POV RyanAku sungguh terkejut saat mendengar suara wanita yang akhir-akhir ini membuatku merasa nyaman dan dimanjakan di atas ranjang itu terdengar merintih di balik layar ponselku.Tak ku pikir panjang, ku segera bergegas ingin menemuinya dan mengetahui keadaannya di rumah cluster yang ku belikan untuknya demi kenyamanannya sebagai wanita simpanan ku.Aku tau dia sahabat istriku, tapi ketamakan ku dan Sintya merajai diri. Tujuan kami sama dan satu frekuensi yang ingin memiliki semua apa yang di miliki Alexa istriku. Di tambah lagi tubuhnya yang langsing dan wajah manis membuatku kehilangan akal. Berbanding terbalik dengan istriku yang setelah melahirkan menjadi mirip karung beras. Di beberapa bagian tubuhnya malah bergelayut lemak yang membuat aku merasa infil. Janji suci pernikahan ku langgar demi melepas hasrat bersama Syntia. Tak kupikirkan sedikitpun perasaan wanita yang masih sah menjadi istri dan ibu dari anakku itu. Yang ku pikirkan hanya bagaimana membuat diri ini bah
Bab 15POV SyntiaAku yang tadi pulang kantor dengan perasaan kesal yang memuncak, karena di pecat secara tidak hormat oleh sahabatku yang sok kaya itu. Di tambah lagi dengan Mas Ryan yang hanya diam terpaku tak berniat mengejar atau mengantarku pulang dengan se-kardus barang bawaan ku dari meja kerja yang takkan ku tempati lagi.Sakit hatiku dianggap sampah oleh Alexa. Membuat aku takkan pernah menganggapnya sahabat lagi. Padahal yang namanya sahabat kan harus saling berbagi, wajarkan kalau aku meminta cintanya Ryan sedikit saja untukku. Kenapa malah si Alexa itu terima. Dasar serakah.Padahal ia sudah memiliki segalanya, harta melimpah, anak yang lucu dan suami yang tampan. Bolehlah aku ingin memiliki sedikit saja dari yang ia miliki.Disaat pikiran yang sedang berkecamuk, hati yang panas, memikirkan bagaimana hidupku kedepan bila tak lagi bekerja. Aku terus berpikir bagaimana caranya aku agar bisa menguasai dan mendapatkan apa yang dimiliki Alexa. Terutama cinta Ryan seutuhnya. T