Kini usia Arsya menginjak lima belas bulan dan sudah bisa berjalan. Badannya ngikutin badan papanya, tidak gemuk juga tidak kurus, tetapi walaupun begitu makannya sangat lahap. Berat badan setiap bulannya juga naik."Sini, sama Papa ya, dek?" Arka tetap memanggil anaknya dengan sebutan dedek. Arsya kecil pun berjalan menghampiri papanya. "Kita jalan-jalan, biarkan Mama masak dulu, kita jalan berdua saja,"ucap Arka sambil menggendong anaknya. Arsya kecil tersenyum menggemaskan."Jangan lama-lama, Sayang." Luna mewanti-wanti suaminya karena Arsya sendiri juga belum diberi makan.***"Arka! Ini anak kamu?" Tak sengaja Arka bertemu Putri di taman. Putri sendiri juga tengah hamil, terlihat dari perutnya yang sudah membuncit."Iya," jawab Arka sambil tersenyum dan tetap mengawasi anaknya yang tengah bermain."Sudah besar, ya?" ucap Putri lagi.Arka mengangguk." Ke sini sama siapa?""Sendiri," jawab Putri. Raut wajahnya terlihat sedih. Arka bisa melihatnya, kebersamaan waktu dulu tidak memb
Beberapa bulan kemudian..."Mbak Luna." Alfi datang dengan derai tangisnya sambil menggendong sang anak. Ia datang sendiri ke rumah Luna. Semenjak hubungannya membaik, Alfi memang lebih sering ke rumah Luna, ia nampak begitu lengket dengan istri sepupunya tersebut."Kamu kenapa, Fi?" tanya Luna. Ia takut terjadi apa-apa dengan sepupunya tersebut apalagi Alfi datang dengan keadaan menangis. Sepupunya itu tidak menjawab malah semakin deras saja air matanya. Luna pun mengambil alah anak yang tengah digendong oleh Alfi sedangkan Arsya sendiri tengah bermain dan nampak asyik sendiri."Aldo, Mbak. Mas Aldo selingkuh," ucap Alfi sambil tergugu. Luna yang mendengar tersentak kaget. Bagaimana tidak kaget, selama mengenal Aldo ia menilai kalau lelaki itu sangat baik, dia bukan lelaki brengsek."Selingkuh?" tanya Luna tak percaya."Iya, Mbak. Sama teman satu kantornya," jawab Alfi. Kini semakin terisak saja ia dalam tangisan.Pernikahan yang awalnya ia kira baik-baik saja ternyata ada salah sa
Alfi tersenyum kecut, walaupun tidak ada jawaban dari Luna tapi sebagai wanita yang telah bersuami ia faham betul apa yang telah sepupunya itu lakukan.Seketika ia merasa iri dengan kehidupan Luna. Wanita itu terlihat begitu sempurna, mempunyai suami mapan juga sayang padanya, berbeda dengan dirinya, ia tak mendapatkan itu semua, apalagi Ibu mertua yang terlihat sangat membencinya. Terbukti setiap ucapan yang terlontar selalu menyakitkan, hanya ketika ada orang lain saja maka dia akan bersikap baik layaknya mertua idaman."Kamu mau menginap di sini?" tanya Luna, ia merasa risih ditatap seperti itu oleh Alfi. Walau terkesan biasa saja, tetapi tatapan Alfi terlihat menelisik dan ia tak suka akan hal itu."Aku mau pulang ke rumah ibuku.""Sendiri?" tanya Luna. Alfi mengangguk, mau sama siapa lagi kalau bukan sendiri. Tidak mungkin ia menyuruh Arka maupun Luna, ia tak mau membebani mereka dalam urusan rumah tangganya."Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati," ucap Luna.Setelah itu Alfi p
Malam ini suasana kembali hening, Luna yang pada diamnya karena merasa cemburu dan Arka pada rasa marahnya karena tidak terima dengan tuduhan istrinya.Di saat Arka mulai memejamkan mata, ia melihat istrinya berlari ke kamar mandi dan terdengar suara orang muntah-muntah. Semarah-marahnya ia sebagai suami, melihat istrinya sakit ia pun juga tak tega. Arka langsung menghampiri istrinya."Kamu kenapa?" tanya Arka dengan nada dingin. Raut wajah khawatir dan sebal terkumpul menjadi satu. Tetapi ia tak bisa melihat istrinya seperti ini, walau bagaimanapun rasa cintanya pada Luna begitu amat besar.Luna belum menjawab, badannya terasa lemas. Entah kenapa ia merasakan mual yang sangat, ia berpikir mungkin tengah masuk angin, mengingat beberapa hari ini ia kurang istirahat."Aku buatin jahe hangat, kamu cepat istirahat," ucap Arka sambil membawa tubuh istrinya kembali. Arka pun membaringkan tubuh Luna dan mengangsurkan selimut pada istrinya, setelahnya ia beranjak ke bawah dan meminta asiste
Dengan cepat Arka melangkah mendekat ke arah istrinya itu, sedangkan Nirmala yang merasa tak enak langsung kembali ke meja kerjanya. Tidak hanya Nirmala, ada beberapa karyawan di sana, termasuk Eva dan juga suaminya.Luna mengambil nafas dalam saat suaminya mendekat, ia mencoba menetralisir perasaannya agar jangan sampai terpancing emosi."Ini makanan yang kamu pesan," ucap Luna dan langsung meletakkan wadah berisi makanan itu ke meja suaminya, bahkan ia menghindar saat suaminya mendekat."Kenapa tadi tidak ketuk pintu?" tanyanya dengan hati-hati. Jujur saja, saat ini ia merasa bersalah terhadap istrinya tersebut."Biasanya juga langsung masuk, kan? Tahu gini tidak usah repot-repot masak aku tadi," jawab Luna sambil melangkah pergi.Sedangkan Eva yang melihat Luna beranjak, langsung datang menghadang. Dia tak akan membiarkan Luna pergi sebelum mendengar penjelasannya."Saya sibuk, tolong jangan halangi jalan saya," ucap Luna menahan geram. Ia sangat tidak suka ada orang lain yang ikut
"Aku tidak akan pernah kembali," ucap Luna dan tanpa menoleh ke arah suaminya. "Kalau begitu aku yang akan membawamu kembali."Luna diam, dengan langkah pasti ia keluar dari rumah ini. Sedangkan Arka yang melihat istrinya mulai menjauh, kini merasakan detak jantung berirama lebih cepat. Dirinya tak bisa kehilangan Luna, ia tak bisa hidup tanpa istrinya itu, hari-harinya terasa kosong saat istrinya tidak ada."Luna, kembalilah!" teriak Arka. Bahkan dengan setengah berlari ia menghampiri istrinya tersebut."Kamu mau pergi ke mana? Tidak semua masalah dihadapi dengan pergi dari rumah, tolong jangan kekanak-kanakan, ini cuma masalah sepele," ucap Arka sambil menahan tangan istrinya. Bahkan secara paksa ia mengambil anaknya dalam gendongan Luna dan terjadi rebutan untuk mempertahankan anak."Luna!" bentak Arka yang mulai tersulut amarah."Kamu mengatakan masalah sepele, kamu tidak sadar apa yang telah kamu lakukan tadi, kamu menamparku, Mas, bahkan kamu tidak memahami kemarahanku, dan se
Dara membawa tubuh Luna pergi. Ia sangat tahu sepupunya itu, butuh waktu dan ketenangan dalam mengungkapkan sesuatu yang membuatnya seperti hilang arah.Makanya dari itu ia membawa tubuh Luna pergi ke suatu tempat agar dia bisa mencurahkan isi hatinya. Selama ini Luna cukup terbuka dengannya, dan hal yang sama pun ia lakukan, mereka sering bertukar pikiran juga sering curhat, terlebih Dara yang masih awam dalam mengurus bayi."Kalau udah tenang kamu bisa cerita sama aku," ucap Dara saat melihat Luna sedikit tenang dan tidak seperti awal tadi saat ia baru melihatnya.Terlihat Luna beberapa kali mengatur nafasnya seolah memberi ruang pada hatinya, sedangkan sang anak tengah bersama suaminya Dara, bocah itu anteng seperti paham apa yang telah dialami mamanya."Selama menikah, Mas Arka baru kali ini memberikan tamparan padaku, dia bermain tangan karena aku marah," jawab Luna. Kini terlihat matanya sedang menerawang jauh, mengingat sesuatu yang telah dialaminya hari ini.Seumur hidup, ia m
"Dada Ibu sakit," ucapnya lirih. Bahkan kini ia dibantu duduk oleh anaknya, sedangkan tangannya memegangi dada kirinya. Kabar yang baru saja ia dengar membuatnya syok berat, ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dialami anak bungsunya tersebut.Tak lama kemudian, Nina sudah kembali dengan segelas air putih dan memberikan pada sang Ibu."Di mana Alfi sekarang?" tanyanya setelah sedikit tenang. Seharian ini ia belum melihat anaknya itu, bahkan suara Alfi juga tidak ia dengar."Mungkin ke rumah Luna, tadi pamitnya ke sana," jawab NinaDara hanya diam mendengarkan, walaupun ia tahu kalau adiknya tidak mungkin bersama Luna. Saat ini ia tak bisa mengucapkan apapun, ia takut kalau mengatakan Alfi sedang tidak bersama Luna malah menimbulkan pertanyaan yang nantinya akan membongkar semuanya.Lebih baik ia berpura-pura tidak tahu saja daripada ia keceplosan dalam berbicara.***Hidup Arka seperti tak berarti, kini hari-harinya kosong setelah kepergian Luna. Suaranya tidak lagi bisa ia
Karena merasa tidak mengenal dan merasa asing terhadap laki-laki itu, ibunya Oliv pun enggan membuka pintu.Ia takut jika orang itu berniat jahat terhadap keluarganya, sebab yang dirinya tahu kalau para penjahat tersebut masih tersisa satu orang yang belum tertangkap."Buka pintunya!" Suara laki-laki tersebut terdengar sangat jelas sambil terus menggedor pintu."Cepat buka!" teriak laki-laki itu kembali.Sedangkan ibunya Oliv masih tertahan di dalam. Lantas Ia pun segera menelpon bu RT untuk membawa beberapa warga ke sini karena dirasa jika orang yang bertamu ke rumahnya saat ini bukanlah orang baik-baik.Berulang kali panggilan itu terhubung tetapi sama sekali tidak diangkat oleh bu RT.Pikiran ibunya Oliv saat ini sudah buntu. Dirinya tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi.Kepada polisi rasanya juga percuma saja, karena Dirinya belum bisa memastikan apakah orang yang berada di luar itu memang punya jahat atau tidak.Setidaknya kalau dirinya memanggil RT, RT bisa menyele
Setelah beberapa hari dari peristiwa itu, kehidupan Arka dan juga Luna mulai membaik.Mereka tidak lagi ketakutan untuk menyongsong hari. Ada banyak rencana-rencana indah yang telah mereka buat setelah hari ini. Tentunya mereka memastikan dulu kalau perusahaan dalam keadaan bagus dari segi keuangan dan yang lain.Beruntung sekali perusahaan Arka tidak jadi bangkrut, dan itu semua berkat bantuan dari istrinya."Ibu katanya mau menginap di sini malam ini, Mas," ucap Luna saat melayani suaminya makan.Arka terlihat sangat lahap sekali setelah beberapa waktu dirinya tidak bisa bernafas lega setelah rentetan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan."Sama Dio juga?""Ya. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan sama kita. Mungkin tentang masalah pernikahan Dio," jawab Luna yang hanya menduga-duga saja.Sebab selama ini ibunya jarang sekali menginap Kalau tidak ada sesuatu yang penting, ataupun saat dirinya sedang sakit.Itu saja bisa dihitung dengan jari. Bahkan saat Arka masuk rumah
"Singkirkan tubuh kotormu dari kakiku! Rasanya aku sudah tidak sudi lagi dekat-dekat dengan kalian," ucap Arka dengan sangat Ketus."Aku mohon, Jangan sakiti keluargaku karena mereka tidak tahu perbuatanku. Jangan apa-apa kan mereka, cukup aku saja yang kamu hukum. Jangan kedua orang tuaku," ucap Eva yang masih belum mau beranjak dan tetap memegang kaki Arka."Sembahlah Tuhanmu! Kau tidak perlu bersujud seperti ini kepadamu.""Ka! Kita adalah sahabat. Tolong jangan tega sama aku," ucap Eva dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arka."Sahabat? Lalu kamu mengatakan Aku tega sama kamu. Sekarang aku tanya sama kamu, di sini yang tega itu kamu atau aku. Kamu sendiri yang merusak kepercayaanku sebagai seorang sahabat. Kamu yang pura-pura baik di depanku tetapi menusukku dari belakang. Jangan mengira aku tidak tahu kebusukanmu selama ini. Dan apa yang telah kamu lakukan kepada keluarga kecilku! Jadi tidak usah merasa sok tersakiti Sedangkan kamu sendiri adalah penjahat sesungguhnya!" b
Andi dan juga Eva saling bertatap muka sebentar. Rasanya mereka berdua ingin segera kabur dari sini, tetapi hal itu tidak mungkin mereka lakukan.Saat ini mereka berdua sudah dikepung. Tidak ada celah bagi mereka untuk pergi dari sini Apalagi pistol tersebut sudah mengarah ke arah mereka, yang artinya jika sampai mereka berani kabur maka yang ada para polisi itu akan menembaknya."Tangkap mereka berdua!" perintah salah satu polisi yang kemungkinan besar adalah atasannya.Baik Andi dan juga Eva sama-sama tidak bisa melawan dan hanya pasrah saat polisi itu memborgol tangannya.Kejadian ini pun juga tak luput dari perhatian warga yang memang kebetulan mereka masih berada di rumah dan belum berangkat ke sawah.Mereka menjadi tontonan orang-orang yang berada di sana. Malu? Sudah tentu.Lalu sesaat kemudian mereka pun dibawa oleh polisi.Sementara di tempat lain Arka mendapatkan kabar jika dua orang sahabatnya itu sudah berhasil ditangkap.Tetapi saat ini Dirinya belum merasa puas Kalau bel
"Suara apa itu?" tanya Andi, suami Eva."Mas! Apa jangan-jangan polisi sudah menemukan keberadaan kita?" tanya Eva yang begitu sangat panik karena merasa hidupnya sudah terancam."Kita lewat pintu belakang," ucap Andi yang langsung disetujui oleh Eva.Setelah berhasil keluar dari rumah, lantas Ia pun menoleh ke sana kemari untuk memastikan kalau keadaan aman."Tidak ada polisi. Lalu tadi itu suara apa?" tanya Eva.Dirinya tidak menemukan siapa pun di sana dan keadaan pun juga masih sunyi. "Mungkin tikus atau kucing." Andi menjawab sekenanya saja."Mana kunci mobilnya?" tanya Andi.Eva pun langsung memberikan kunci mobil tersebut kepada suaminya. Lalu setelahnya Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat ini.Tetapi tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat kepergiannya dan membuntutinya dari belakang sambil menelpon seseorang.Entah apa tujuan orang tersebut, tetapi yang pasti Andi merasa jika saat ini dirinya memang ada yang mengikuti.Ia pun mengemudikan mobil dengan kecepata
Arka yang baru saja masuk ke ruangan itu pun juga tak kalah kagetnya saat mendengar ungkapan dari Oliv.Laki-laki itu tertahan di sana sambil menatap tajam ke arah Oliv. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Ia begitu sangat marah terhadap Oliv.Sungguh tidak menyangka jika wanita yang selama ini selalu ditolong oleh istrinya dan katanya dekat berani meminta sesuatu yang tidak pantas diminta."Bicara apa kamu, Liv?" tanya Luna."Tidak ada laki-laki yang nantinya mau sama aku! Wanita kotor dan telah dijamah oleh beberapa laki-laki. Siapa lagi yang mau sama aku? Gak ada, Lun! Nggak ada laki-laki yang mau sama aku!" ucap Oliv."Tetapi tidak harus meminta suamiku kan? Kamu pasti dapat laki-laki yang baik, tetapi bukan mas Arka," ucap Luna dan Oliv menjawab dengan gelengan kepala."Sudah cukup drama ini! Sayang, ayo kita pulang dan kamu biarkan saja temanmu yang tidak tahu diri ini," ketus Arka lalu menarik paksa istrinya."Nak Arka, tolong maafin Oliv ya," ucap wanita paruh baya itu,
Seketika mata Arka membulat sempurna saat mendapati pesan seperti itu dari Alfi.Segera ia menelpon kembali sepupunya itu."Siapa yang telah mengancammu?" tanya Arka."Keluarganya mas Aldo.""Seharusnya kamu tidak perlu panik dan juga takut. Sebab kamu bisa melaporkan ancaman itu kepada polisi, biar nanti polisi yang akan menindak lanjutinya," ucap Arka.Sebenarnya ia ingin sekali membantu sepupunya itu, tetapi dirinya sadar jika itu bukanlah ranahnya. Masalah Alfi dengan keluarga suaminya, adapun untuk ancaman itu biar nanti Alfi sendiri yang melaporkannya kepada polisi.Dirinya yang sebagai orang luar tidak berani terlalu masuk karena takut dipersalahkan.Apalagi saat ini dirinya banyak sekali masalah-masalah yang belum kunjung menemukan titik terang.Selain ancaman, juga terdapat teror yang membuat istrinya sendiri sampai tidak tenang dan saat ke kantor saja harus ikut."Mas Arka, tolong bantu aku, Mas," ucap Alfi lagi."Fi, bukannya aku nggak mau membantu kamu. Tetapi aku sendiri
"Eva." Arka benar-benar terkejut atas kedatangan temannya itu."Ka, kok kamu ada di sini?" Kini ganti Eva yang bertanya."Aku sedang ada urusan. Lalu kamu sendiri?""Sama halnya denganmu. Aku juga ada perlu di sini," jawab Eva.Sementara kedua laki-laki tadi nampak takut dan sama sekali tidak bisa memandang ke arah Arka."Cepat katakan sekarang juga!" ucap Arka dengan tegas.Dirinya tak ada waktu bermain-main. Siapapun orang yang telah berani mengusik kehidupan istrinya, maka dia harus mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang telah dia lakukan."Tidak ada, Pak," ucap laki-laki tersebut dan membuat Arka semakin geram."Kamu jangan bermain-main dengan saya! Kamu belum mengenal saya seperti apa, saya bisa menjadi singa bagi orang yang berani menantang saya!" ucap Arka dengan mata melotot.Tetapi kedua orang itu sama sekali tidak menggubris ucapan Arka dan memilih untuk menundukkan kepala saja, sampai pada akhirnya salah satu polisi yang melihat Arka tidak bisa mengontrol emosinya
Arka terlihat memanggil suster karena sepertinya Oliv membutuhkan penanganan ekstra karena ketika dilihat-lihat, Oliv terkena gangguan mental.Tak lama suster itu pun datang bersama dengan dokter, dan saat melihat keadaan Oliv Mereka pun langsung memberikan suntikan penenang.Lambat laun mata Oliv mulai terpejam seiring dengan reaksinya obat itu."Dia seperti itu selama di rumah. Dia mengatakan kalau dirinya kotor," ucap ibunya Oliv dengan mata yang sudah basah dengan air mata.Sungguh dirinya tidak menyangka Jika kehidupan anaknya akan malang seperti ini."Luna turut prihatin, Tante. Tetapi data tidak perlu khawatir karena Luna akan selalu ada untuk tante dan Luna akan menjadi orang pertama yang selalu mensuport Oliv," ucapnya.Arka sendiri menatap iba ke arah wanita itu. Tetapi dirinya benar-benar tidak bisa melakukan apa pun saat ini."Tolong bantu Tante. Tante bingung harus berbuat apa," ucapnya dengan tatapan mengiba."Luna akan bantu Oliv semampu Luna, Tante. Kita akan bersama-s