Arka yang tidak terima dengan ucapan mertuanya langsung berlari menghampiri. Ia tak mau ada ucapan itu, ia akui jika ia bersalah, tetapi penyelesaiannya tidak dengan perpisahan bukan?"Ibu, tolong jangan berbicara seperti itu. Arka tahu kalau salah, Arka janji akan segera membawa Luna kembali tetapi Arka minta Ibu tidak mengatakan perpisahan, Arka tidak mau berpisah dengan Luna. Arka tidak mau perpisahan ini hancur, Bu," jawabnya setengah memohon. Ia sangat berharap pada Ibu mertuanya tersebut.Sedangkan sang mertua seperti tidak menggubris sama sekali, ia tetap melanjutkan langkah tanpa mengucapkan sepatah katapun.Saat ini bingung, harus mencari ke mana anak perempuannya itu.Bahkan nomor teleponnya juga tidak aktif. Satu hal yang sangat ia sesali, kenapa anaknya itu tidak kembali ke rumah, kenapa memilih pergi ke tempat yang ia sendiri tidak tahu, kenapa juga harus mematikan nomor teleponnya. Kalaupun tidak mau dihubungi suaminya, harusnya dia menghubungi dirinya sendiri dengan no
"Mas, apelnya satu kilo, ya?" ucap Luna pada pedagang buah itu. Sedangkan Arka baru saja sampai."Air mineralnya satu, Pak," ucap Arka sambil mengambil dompet di saku celananya. Seketika Luna merasa mengenali suara itu, dirinya sangat yakin kalau suara itu berasal dari pria yang masih mengisi penuh ruang hatinya juga pria yang telah menorehkan luka begitu dalam, sampai maaf pun sepertinya sulit diucapkan. Posisi mereka saat ini bersebelahan dan sepertinya Arka belum menyadari kalau wanita di sampingnya adalah istrinya. "Ma, mimi," ucap Arsya dengan gaya khas anak kecil. Ia menunjuk air yang berada di sana, memang selain menjual buah, bapaknya juga menjual air mineral, tidak hanya air mineral, susu botol juga ada. Bukan hanya Luna, Arka juga seperti mengenali suara itu. Dirinya sangat yakin kalau suara kecil tersebut milik anak semata wayangnya bersama Luna."Arsya?" panggil Arka sambil menoleh ke arah samping. Mungkin ikatan batin mereka sangat kuat, bocah kecil itu lantas menoleh
PLAK! Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus istrinya. "Berani kamu, ya! Kamu udah berani membuatku malu di depan banyak orang!" bentak Aldo. Bukannya takut, tapi Alfi malas semakin menantang.Sambil mengusap bekas tamparannya, ia pun menatap tajam ke arah Aldo."Apa karena wanita itu kamu menceraikanku, Mas? tanya Alfi dengan menatap tajam ke arah suaminya."Bukan karena dia, tapi karena kamu yang egois!" bentak Aldo. Kini sama sekali tak peduli dengan anaknya yang ketakutan karena pertengkaran keduanya."Kamu nyalahin aku? Padahal letak kesalahan ada pada dirimu sendiri, Mas!" Alfi masih nampak tak terima. Padahal anaknya sudah menangis histeris tetapi sebagai Ibu ia sangat abai dan tak memperdulikan anaknya yang tangah menangis tersebut."Ah, aku muak sama kamu! Aku tegaskan, kamu ku talak, aku talak kamu dengan talak tiga!" ucap Aldo sambil beranjak pergi. Tak ada waktu untuk meladeni Alfi yang gila ini."Kamu harus ingat, Mas. Anak ini juga anakmu, kamu juga tak bisa lepas b
"Bagaimana, Sayang? Kamu mau kan kembali padaku?" tanya Arka dengan tatapan sayu. Ia sangat berharap kalau istrinya itu bisa melunak.Luna menggeleng, ia tetap pada pendiriannya untuk tidak kembali pada suaminya."Baiklah, Arsya akan ikut bersamaku," ucap Arka dan beranjak pergi sambil menggendong tubuh anaknya. Mungkin karena rindu pada ayahnya, Arsya sama sekali tak menangis.Sedangkan Luna tak membiarkan anaknya dibawa oleh Arka, walau dia tahu kalau ayahnya tak mungkin berbuat jahat, tapi dirinya tak bisa kalau harus jauh dari sang anak. Arsya adalah hidupnya."Mas, jangan bawa anakku," ucap Luna sambil menahan kepergian suaminya."Dia juga anakku, kalau kamu tidak mau kembali maka Arsya akan bersamaku," tegas Arka."Aku tidak bisa hidup tanpa anakku.""Dan aku pun tak bisa hidup tanpamu, Luna. Kita sama, kamu tak bisa hidup tanpa anak kita dan aku pun tak bisa hidup tanpamu," ucap Arka. Rasanya sudah sampai puncaknya ia memohon pada istrinya. Luna tetap keras hatinya seperti dul
"Kondisi pasien sedang koma, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, semua tinggal menunggu mukjizat dari Tuhan."Bagai disambar petir saat Luna mendengar penuturan Dokter tersebut. Tak terasa air matanya luruh, walaupun ada amarah di sana, tapi belum sanggup ditinggal suaminya.Kini ia menyesal, kenapa tadi tidak menahan kepergian suaminya? Kenapa tadi ia mengajak suaminya bertengkar?"Mas, bangun," lirih Tania. Ia duduk di bangku yang disediakan di sini, dirinya sangat lema, ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Semuanya hanya bisa ia pasrahkan dan meminta yang kuasa untuk segera menyadarkan suaminya.***Kabar tentang kecelakaan Arka sudah tersebar luas, keluarga ataupun rekan bisnisnya, banyak yang simpati dan mendoakan untuk kesembuhan temannya tersebut.Sedangkan Arsya sendiri dititipin pada ibunya selama Luna menunggu suaminya.Wanita itu sama sekali tak beranjak dari sisi Arka. Kecewa boleh, tapi ia tak tega jika harus meninggalkan Arka sendiri.Setiap hari dirinya selalu menga
"Kenapa dengan Arka, Sayang? Apa yang telah terjadi?" tanya ibunya.Bukannya menjawab, Luna malah menghambur memeluk ibunya."Mas Arka mulai siuman, Bu. Tapi dia hilang ingatan," jawab Luna. Saat sadar tadi Arka terlihat kebingungan, dia pun memandang Luna lama, tak lama kemudian bertanya siapa kamu. Luna diam tapi setelahnya m"Nanti pasti akan sembuh kok, kamu jangan khawatir," ucap ibunya menenangkan. Setelahnya Dokter yang menangani Arka pun keluar. Luna dan ibunya buru-buru menghampiri "Setelah ini Pak Arka akan dipindahkan ke ruang rawat," ucap Dokter tersebut."Suami saya tidak ingat dengan saya, Dok.""Benturan di kepala yang sangat keras mengakibatkan Pak Arka kehilangan ingatannya, tapi Bu Luna tidak perlu khawatir karena nanti ingatannya akan berangsur kembali, Ibu yang sabar saja, jangan lupa pasrahkan semuanya pada Tuhan."Apa saya bisa menemui suami saya, Dok?""Silahkan, Bu. Semoga setelah didampingi orang terdekatnya bisa membuat penyembuhannya lebih cepat," jawab san
Semua yang berada di sana diam membisu melihat pemandangan itu, sebenarnya tidak masalah jika mereka mengatakan kalau Arsya adalah anak Arka dan mengatakan sebenarnya siapa Luna, tetapi Luna tidak mau.Baginya biarlah Arka mengenal dirinya sebagai teman, bukan istri, karena itu jauh lebih baik untuk saat ini."Papa," panggil Arsya sekali lagi. Biasanya ketika melihat anaknya Arka selalu menggendongnya, kini ia hanya bisa diam sambil menatap bocah kecil itu."Arsya sama nenek saja, ya?" ucap neneknya sambil mengangkat tubuh sang cucu. Tetapi di sana Arsya memberontak dan tetap memegang tangan papanya.Karena merasa kasihan, Arka pun langsung menarik lengan anaknya dan membawanya ke dalam pangkuan."Adik kecil namanya siapa?" tanya Arka. Sedangkan Luna sendiri masih diam membisu dan tak tahu harus berkata apa."Sasa, Pa," jawabnya dengan girang. Setelah lama tak bertemu, kini Arsya bisa bermanja dengan papanya, sangat terlihat kalau bocah kecil merindukan papanya."Maaf, Mas. Mungkin Ar
"Aku tahu, kamu adalah orang yang sangat berati di hidupku," ucap Arka sambil tersenyum karena menangkap ekspresi yang tak biasa dari wanita di depannya "Ingatanmu sudah kembali, Mas?" tanya Luna. Kini ia pun menatap suaminya dengan tatapan menelisik."Kata siapa, bahkan jati diriku sendiri saja aku tidak tahu," jawab Arka. "Lalu kenapa kamu tahu kalau aku wanita berarti dalam hidupmu?"Luna masih tak percaya, dalam benaknya ia mengira kalau suaminya tengah pura-pura hilang ingatan agar dirinya bisa terus bersamanya."Lihat di dinding, di sana banyak foto kita, juga foto adik kecil yang memanggilku dengan sebutan Papa, ternyata dia memang anakku," jawabnya.Arsya sendiri sudah dibawa oleh mertuanya ke dalam untuk istirahat.Sedangkan Luna baru sadar kalau di ruangan ini banyak banget foto dirinya dan suami, ia baru menyadari akan hal ini. Pantas saja Arka mengatakan kalau dirinya adalah wanita berarti, jadi setelah melihat ini semua."Kamarku yang mana? Aku capek, aku mau istirahat
Karena merasa tidak mengenal dan merasa asing terhadap laki-laki itu, ibunya Oliv pun enggan membuka pintu.Ia takut jika orang itu berniat jahat terhadap keluarganya, sebab yang dirinya tahu kalau para penjahat tersebut masih tersisa satu orang yang belum tertangkap."Buka pintunya!" Suara laki-laki tersebut terdengar sangat jelas sambil terus menggedor pintu."Cepat buka!" teriak laki-laki itu kembali.Sedangkan ibunya Oliv masih tertahan di dalam. Lantas Ia pun segera menelpon bu RT untuk membawa beberapa warga ke sini karena dirasa jika orang yang bertamu ke rumahnya saat ini bukanlah orang baik-baik.Berulang kali panggilan itu terhubung tetapi sama sekali tidak diangkat oleh bu RT.Pikiran ibunya Oliv saat ini sudah buntu. Dirinya tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi.Kepada polisi rasanya juga percuma saja, karena Dirinya belum bisa memastikan apakah orang yang berada di luar itu memang punya jahat atau tidak.Setidaknya kalau dirinya memanggil RT, RT bisa menyele
Setelah beberapa hari dari peristiwa itu, kehidupan Arka dan juga Luna mulai membaik.Mereka tidak lagi ketakutan untuk menyongsong hari. Ada banyak rencana-rencana indah yang telah mereka buat setelah hari ini. Tentunya mereka memastikan dulu kalau perusahaan dalam keadaan bagus dari segi keuangan dan yang lain.Beruntung sekali perusahaan Arka tidak jadi bangkrut, dan itu semua berkat bantuan dari istrinya."Ibu katanya mau menginap di sini malam ini, Mas," ucap Luna saat melayani suaminya makan.Arka terlihat sangat lahap sekali setelah beberapa waktu dirinya tidak bisa bernafas lega setelah rentetan peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan."Sama Dio juga?""Ya. Katanya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan sama kita. Mungkin tentang masalah pernikahan Dio," jawab Luna yang hanya menduga-duga saja.Sebab selama ini ibunya jarang sekali menginap Kalau tidak ada sesuatu yang penting, ataupun saat dirinya sedang sakit.Itu saja bisa dihitung dengan jari. Bahkan saat Arka masuk rumah
"Singkirkan tubuh kotormu dari kakiku! Rasanya aku sudah tidak sudi lagi dekat-dekat dengan kalian," ucap Arka dengan sangat Ketus."Aku mohon, Jangan sakiti keluargaku karena mereka tidak tahu perbuatanku. Jangan apa-apa kan mereka, cukup aku saja yang kamu hukum. Jangan kedua orang tuaku," ucap Eva yang masih belum mau beranjak dan tetap memegang kaki Arka."Sembahlah Tuhanmu! Kau tidak perlu bersujud seperti ini kepadamu.""Ka! Kita adalah sahabat. Tolong jangan tega sama aku," ucap Eva dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arka."Sahabat? Lalu kamu mengatakan Aku tega sama kamu. Sekarang aku tanya sama kamu, di sini yang tega itu kamu atau aku. Kamu sendiri yang merusak kepercayaanku sebagai seorang sahabat. Kamu yang pura-pura baik di depanku tetapi menusukku dari belakang. Jangan mengira aku tidak tahu kebusukanmu selama ini. Dan apa yang telah kamu lakukan kepada keluarga kecilku! Jadi tidak usah merasa sok tersakiti Sedangkan kamu sendiri adalah penjahat sesungguhnya!" b
Andi dan juga Eva saling bertatap muka sebentar. Rasanya mereka berdua ingin segera kabur dari sini, tetapi hal itu tidak mungkin mereka lakukan.Saat ini mereka berdua sudah dikepung. Tidak ada celah bagi mereka untuk pergi dari sini Apalagi pistol tersebut sudah mengarah ke arah mereka, yang artinya jika sampai mereka berani kabur maka yang ada para polisi itu akan menembaknya."Tangkap mereka berdua!" perintah salah satu polisi yang kemungkinan besar adalah atasannya.Baik Andi dan juga Eva sama-sama tidak bisa melawan dan hanya pasrah saat polisi itu memborgol tangannya.Kejadian ini pun juga tak luput dari perhatian warga yang memang kebetulan mereka masih berada di rumah dan belum berangkat ke sawah.Mereka menjadi tontonan orang-orang yang berada di sana. Malu? Sudah tentu.Lalu sesaat kemudian mereka pun dibawa oleh polisi.Sementara di tempat lain Arka mendapatkan kabar jika dua orang sahabatnya itu sudah berhasil ditangkap.Tetapi saat ini Dirinya belum merasa puas Kalau bel
"Suara apa itu?" tanya Andi, suami Eva."Mas! Apa jangan-jangan polisi sudah menemukan keberadaan kita?" tanya Eva yang begitu sangat panik karena merasa hidupnya sudah terancam."Kita lewat pintu belakang," ucap Andi yang langsung disetujui oleh Eva.Setelah berhasil keluar dari rumah, lantas Ia pun menoleh ke sana kemari untuk memastikan kalau keadaan aman."Tidak ada polisi. Lalu tadi itu suara apa?" tanya Eva.Dirinya tidak menemukan siapa pun di sana dan keadaan pun juga masih sunyi. "Mungkin tikus atau kucing." Andi menjawab sekenanya saja."Mana kunci mobilnya?" tanya Andi.Eva pun langsung memberikan kunci mobil tersebut kepada suaminya. Lalu setelahnya Mereka pun segera pergi meninggalkan tempat ini.Tetapi tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat kepergiannya dan membuntutinya dari belakang sambil menelpon seseorang.Entah apa tujuan orang tersebut, tetapi yang pasti Andi merasa jika saat ini dirinya memang ada yang mengikuti.Ia pun mengemudikan mobil dengan kecepata
Arka yang baru saja masuk ke ruangan itu pun juga tak kalah kagetnya saat mendengar ungkapan dari Oliv.Laki-laki itu tertahan di sana sambil menatap tajam ke arah Oliv. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal. Ia begitu sangat marah terhadap Oliv.Sungguh tidak menyangka jika wanita yang selama ini selalu ditolong oleh istrinya dan katanya dekat berani meminta sesuatu yang tidak pantas diminta."Bicara apa kamu, Liv?" tanya Luna."Tidak ada laki-laki yang nantinya mau sama aku! Wanita kotor dan telah dijamah oleh beberapa laki-laki. Siapa lagi yang mau sama aku? Gak ada, Lun! Nggak ada laki-laki yang mau sama aku!" ucap Oliv."Tetapi tidak harus meminta suamiku kan? Kamu pasti dapat laki-laki yang baik, tetapi bukan mas Arka," ucap Luna dan Oliv menjawab dengan gelengan kepala."Sudah cukup drama ini! Sayang, ayo kita pulang dan kamu biarkan saja temanmu yang tidak tahu diri ini," ketus Arka lalu menarik paksa istrinya."Nak Arka, tolong maafin Oliv ya," ucap wanita paruh baya itu,
Seketika mata Arka membulat sempurna saat mendapati pesan seperti itu dari Alfi.Segera ia menelpon kembali sepupunya itu."Siapa yang telah mengancammu?" tanya Arka."Keluarganya mas Aldo.""Seharusnya kamu tidak perlu panik dan juga takut. Sebab kamu bisa melaporkan ancaman itu kepada polisi, biar nanti polisi yang akan menindak lanjutinya," ucap Arka.Sebenarnya ia ingin sekali membantu sepupunya itu, tetapi dirinya sadar jika itu bukanlah ranahnya. Masalah Alfi dengan keluarga suaminya, adapun untuk ancaman itu biar nanti Alfi sendiri yang melaporkannya kepada polisi.Dirinya yang sebagai orang luar tidak berani terlalu masuk karena takut dipersalahkan.Apalagi saat ini dirinya banyak sekali masalah-masalah yang belum kunjung menemukan titik terang.Selain ancaman, juga terdapat teror yang membuat istrinya sendiri sampai tidak tenang dan saat ke kantor saja harus ikut."Mas Arka, tolong bantu aku, Mas," ucap Alfi lagi."Fi, bukannya aku nggak mau membantu kamu. Tetapi aku sendiri
"Eva." Arka benar-benar terkejut atas kedatangan temannya itu."Ka, kok kamu ada di sini?" Kini ganti Eva yang bertanya."Aku sedang ada urusan. Lalu kamu sendiri?""Sama halnya denganmu. Aku juga ada perlu di sini," jawab Eva.Sementara kedua laki-laki tadi nampak takut dan sama sekali tidak bisa memandang ke arah Arka."Cepat katakan sekarang juga!" ucap Arka dengan tegas.Dirinya tak ada waktu bermain-main. Siapapun orang yang telah berani mengusik kehidupan istrinya, maka dia harus mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang telah dia lakukan."Tidak ada, Pak," ucap laki-laki tersebut dan membuat Arka semakin geram."Kamu jangan bermain-main dengan saya! Kamu belum mengenal saya seperti apa, saya bisa menjadi singa bagi orang yang berani menantang saya!" ucap Arka dengan mata melotot.Tetapi kedua orang itu sama sekali tidak menggubris ucapan Arka dan memilih untuk menundukkan kepala saja, sampai pada akhirnya salah satu polisi yang melihat Arka tidak bisa mengontrol emosinya
Arka terlihat memanggil suster karena sepertinya Oliv membutuhkan penanganan ekstra karena ketika dilihat-lihat, Oliv terkena gangguan mental.Tak lama suster itu pun datang bersama dengan dokter, dan saat melihat keadaan Oliv Mereka pun langsung memberikan suntikan penenang.Lambat laun mata Oliv mulai terpejam seiring dengan reaksinya obat itu."Dia seperti itu selama di rumah. Dia mengatakan kalau dirinya kotor," ucap ibunya Oliv dengan mata yang sudah basah dengan air mata.Sungguh dirinya tidak menyangka Jika kehidupan anaknya akan malang seperti ini."Luna turut prihatin, Tante. Tetapi data tidak perlu khawatir karena Luna akan selalu ada untuk tante dan Luna akan menjadi orang pertama yang selalu mensuport Oliv," ucapnya.Arka sendiri menatap iba ke arah wanita itu. Tetapi dirinya benar-benar tidak bisa melakukan apa pun saat ini."Tolong bantu Tante. Tante bingung harus berbuat apa," ucapnya dengan tatapan mengiba."Luna akan bantu Oliv semampu Luna, Tante. Kita akan bersama-s