Cup. Tindakan nekatku membuat Luna melongo sembari menyentuh bibirnya, lalu menatap ke arah papa yang belum mengangkat wajahnya. Aku bersyukur beliau tidak melihat tingkah bar-barku barusan. Ya mau gimana lagi. Ini satu-satunya cara agar aku terbebas dari pertanyaan maut Luna. "Auwh!" Aku meringis ketika Luna mencubit pinggangku dengan keras. Istriku menatap nyalang, tidak peduli dengan raut wajah kesakitan yang sengaja kubuat-buat. Aku tahu dia pasti kesal dengan tindakan nekatku tadi. Sementara papa seperti tengah sibuk dengan pikirannya. Mungkin papa merasa bersalah pada kami, meski sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan. "Pa, menurut Dipta apa yang papa lakukan waktu itu udah benar. Apa yang terjadi saat ini bukan kesalahan papa. Pak Handoko memang egois, dia bahkan mendukung putrinya untuk membalaskan dendam pada orang yang tidak bersalah. Pak Handoko sudah meracuni pikiran Tiara dengan mengatakan papa pembunuh ibunya. Padahal, kalau waktu itu papa nggak ada di sana d
Setelah melihat ke dalam memastikan Luna tidak melihat kami, aku menarik pintu dari luar. " Pa, sebenarnya Dipta mau ngomong sesuatu sama papa. Tentang keguguran Luna.""Kenapa dengan itu? Bukannya kalian sudah mengikhlaskan?" tanya papa dengan nada bingung."Pa, yang menyebabkan Luna keguguran itu Tiara. Wanita itu yang sengaja mengirim pesan menyuruh Luna naik ke lantai dua untuk mengambil berkas penting ke kamarnya. Dan ternyata di tangga terdapat cairan minyak yang menyebabkan istri aku terjatuh," ujarku menahan sesak.Bagaimanapun rasa bersalahku masih begitu besar pada Luna. "Apa?" geram papa sambil mengepal tangannya. Kilatan amarah begitu kentara dari kedua maniknya. "Dipta ingin membawa kasus itu ke jalur hukum. Tapi, Luna belum mau membuka suara, Pa. Mungkin dia tidak ingin mengingat kejadian itu yang membuatnya begitu sakit. Maafin Dipta, Pa!" Papa tampak membuang nafas kasar. "Buat Luna untuk bercerita pelan-pelan. Handoko dan anaknya sudah sangat keterlaluan. Papa tid
HAPPY READING ❤️💖. "Mas." Aku menoleh ragu-ragu. Ada apa dengan mata menyipit dan senyum tersungging menyeramkan itu? Ah, sebenarnya aku hanya berlagak tidak tahu. Lebih tepatnya pura-pura tidak tahu. Setidaknya sedikit lebih aman, bukan. Entahlah."Sa–yang." Hanya senyum hambar yang kupamerkan untuk menemani kata Sayang yang baru saja terucap. Untuk menghampirinya? Sungguh, aku tak berniat sama sekali, saat ini. Istriku sedang mengaktifkan mode emak-emak lagi marah. Tahu 'kan seperti apa? Ya seperti itu. Seperti wanita yang tengah berdiri di depan pintu rumahku dengan mata merah menyala. "Sayang, Sayang. Apa malam ini Mas berniat ...." Gegas aku bangkit dari kursi menghampiri Luna."Nggak. Mas nggak ada niat buat tidur di luar. Oke, Mas ngaku salah udah bohong soal Mbok Asih yang pura-pura sakit. Mas minta maaf ya. Tapi ...." "Akhirnya Mas ngaku juga ya. Padahal, ini terlalu cepat loh. Bagus deh." Luna menampilkan senyum devil. Manis."Apa? Tapi, tadi 'kan kamu yang nganc
"Hah?" wanita ini melongo."Tuh, liat!" Luna melihat ke arah tanganku yang menunjuk Pak Karni yang sedang duduk di bangku taman sambil merokok. Dan ... melihat ke arah kami. "Mas ishh." Luna memukul lenganku kesal dan langsung berlari ke dalam. Haha. *****Setelah makan malam, aku langsung ke kamar untuk solat insya. Sementara Luna sedang di dapur membantu Mbok Asih.Istriku masih belum bersih setelah keguguran. Padahal, aku sudah kangen untuk solat berjamaah bersama. Apalagi untuk menunaikan ibadah paling nikmat setelah menikah. Awalnya aku sempat khawatir dan mengajaknya check up ke dokter kandungan. Karena itu terhitung sudah hampir seminggu semenjak Luna keguguran tapi istriku masih pendarahan. Tapi, kata Luna itu wajar, kecuali jika sudah lebih dari 3-4 minggu.Membayangkan peristiwa itu, aku masih suka menahan sesak diam-diam, sendirian. Suami macam apa aku ini?Maaf Tuhan! Hamba telah lalai menjaga titipan–Mu. Untuk anakku, yang kini tak lagi berada dalam nyamannya rahim
Aku langsung membawa tubuh Luna yang tiba-tiba menegang ke dalam pelukan. ."Mas, aku ... aku." "Kuat Sayang! Kamu pasti bisa, oke! Semua akan baik-baik aja, Mas ada di sini. Nggak akan ada lagi yang berani nyakitin kamu. Mau ya cerita?""Kenapa tiba-tiba Mas nanya tentang itu?""Mas mau bawa kasus ini ke jalur hukum, Sayang.""Hah, jalur hukum?" "Eum, please yah bantu Mas!""Tapi 'kan ....""Kamu itu istri aku. Apapun yang terjadi sama kamu itu tanggungjawab aku. Tolong jangan halangi aku untuk melaksanakan tanggungjawabku sebagai suami, Luna."Kali ini aku mencoba tegas. Bukan ingin membuatnya tertekan tapi untuk membuat Luna sadar bahwa dia tidak sendirian, melainkan punya seorang suami. Agar dia tahu, bahwa aku benar-benar sudah berubah. Dia punya tahta yang tinggi di dalam sini. Dalam hatiku.Masalahnya adalah masalahku, sakitnya adalah sakitku. Meski sempat salah jalan, cintaku bukan main-main. Luna telah menyita semuanya, terlebih sebuah rasa dan waktu. Aku miliknya dan ada
Gegas aku screenshot pesan itu dan kukirim ke ponselku. Awas kau Tiara. Tunggu saja pembalasanku, seorang ayah yang anakknya kau bunuh. Seorang suami yang istrinya kau sakiti. Aku telah berubah Tiara, dan kupastikan kau akan terkejut untuk itu. Untuk Luna, jadi monster pun aku sanggup. Ini tentang cinta Tiara, dan orang-orang sepertinya tidak akan mengerti akan hal itu. Tega sekali kau manfaatkan aku dan rumah tanggaku demi harga yang harus kubayar atas kebaikanmu. Baiklah, mulai hari itu kuanggap hutangku lunas. Kebaikanmu telah kau ambil bayarannya dengan nyawa anakku dan rasa sakit istriku. Dan kurasa itu malah sangat berlebihan, kau pantas mendapat rasa terimakasih dariku. Aku bergegas keluar untuk sarapan. Tiba di meja makan, pemandangan manis kembali terpampang di depan mata. Istriku yang sedang menata sarapan tampak begitu seksi dalam balutan apron. Seperti seorang chef wanita yang dijuluki harta, tahta dan dia oleh para kaum adam di negeri ini. "Pagi, Sayang. Masak apa s
Mau tidak mau aku menutup kembali pintu mobil dan memilih meladeninya. Tak lupa kubuka ponsel sebentar lalu kembali keselipkan dalam saku celana. "Ada apa?" ujarku menahan emosi. "Dipt, kok kamu cuek banget sama aku sekarang. Pake blockir nomor aku segala, lagi. Kenapa sih kamu berubah, sekarang. Kamu nggak anggap aku lagi?" Ck, lama-lama berhadapan dengan wanita ini yang ada aku semakin gila. Nggak tahu malu. "Emang aku harus anggap kamu apa?" "Ya ... ya teman seperti dulu. Walau aku pengen lebih dari itu," ujarnya semakin pelan di opsi terakhir, tapi tertangkap dengan jelas di telingaku. "Maksud kamu gimana?"Aku mencoba selembut mungkin kali ini. Padahal, jijik banget, sumpah. "Ya, lebih dari sekedar ... teman." Tiara semakin mendekat, dan aku harus menahan diri untuk tidak menjauh. Dia harus masuk dalam perangkapku kali ini. Salah siapa, muncul tiba-tiba seperti jelangkung. Semoga saja Tiara bisa bekerja sama mempercepat waktu. "Jangan bertele-tele. Aku bukan cenayang. Ma
Saat mobil memasuki halaman rumah, aku gegas masuk ke dalam dengan empat kotak nasi padang di tangan, tujuan utama ya untuk mencari Luna.Dan ternyata, wanita kesayangan sedang duduk di sofa ruang tamu dalam posisi membelakangi. "Sayang! Nih, nasi padangnya" sapaku.Mendengar suaraku, Luna langsung menoleh dengan wajah yang sulit diartikan. Marahkah seban aku terlambat? Tapi, itu bukan raut wajah sedang marah melainkan takut.Ya, Luna seperti tengah ketakukan. Membuatku untuk berjalan tergesa menghampirinya. "Sayang, why?" "Mas, tolong jangan tuntut Tiara!" ujarnya panik saatku sudah duduk di sampingnya. "Apa? Jangan menuntut Tiara? Mas susah payah mencari cara untuk menjebloskannya dalam penjara. Dan kamu bilang untuk jangan menuntutnya?""Please, Mas!" Istriku memohon dengan mata berkaca-kaca.Kenapa? Sepertinya ada yang tidak beres.Seketika mataku beralih pada ponsel yang digenggamnya dengan erat."Siniin ponselnya!" "Un–tuk apa?" Aku menarik ponsel dari genggaman Luna denga
Tidak sesuai ekspektasi, Mimi—sang manager kepercayaan Denaya kembali ke rumah sakit dengan tangan kosong. Bahkan saat di jalan tadi, Mimi sempat khawatir membayangkan bagaimana bosnya akan mengamuk. Mengingat watak Denaya yang emosian dan tidak sabaran, Mimi sudah bisa membayangkan bagaimana hasilnya nanti.Watak yang kurang menyenangkan itu selama ini ditutupi oleh kecantikan, ketenaran dan kehormatan sebagai istri seorang Abinawa selama ini. Dan tentu saja mata Abinawa juga tertutup oleh cinta—sehingga buta dengan akhlak istrinya yang kurang terpuji. Namun, itu sebelum tabir terkuak. Sebelum Baby Shanum datang ke dunia ini dan segala misteri di balik kehadirannya. Sekarang mata Abinawa sudah terbuka lebar, pun hatinya yang tak lagi tersisa rasa cinta, melainkan kebencian yang tidak dapat dijelaskan dengan kata. Buktinya hampir saja Baby Shanum melayang ke sungai di malam yang lalu, andai saja gadis yang dianggapnya malaikat tidak datang menghampiri. Ruhi Ghumaisya. Menurut Ab
"Bibi sedang apa?" tanya Ruhi pada Bi Yuyu—asisten rumah tangga di rumah Abinawa. "Eh, Non Ruhi, ini Bibi ingin memasak untuk makan siang," jawab wanita paruh baya itu yang tampak cekatan mengeluarkan beberapa bahan makanan yang hendak diolah dari kulkas. Ruhi yang melihat Bi Yuyu tampak sibuk perlahan mendekat untuk membantu. Perkenalan mereka sudah dimulai beberapa saat yang lalu, saat Ruhi beranjak ke dapur untuk membuat susu Baby Shanum. Yang Bi Yuyu ketahui, Ruhi adalah pengasuh Baby Shanum seperti yang dijelaskan gadis itu. Meski Bi Yuyu sempat heran dan berpikir keras, bagaimana majikannya bisa menemukan seorang pengasuh secantik Ruhi.Karena memang tampak dari wajah dan penampilannya kalau Ruhi bukanlah orang susah yang perlu berkerja sebagai pengasuh bayi untuk bertahan hidup. Namun begitu, alasan sesungguhnya hanya Abinawa dan Ruhi yang tahu. Tidak. Abinawalah yang paling tahu penyebab gadis bernama lengkap Ruhi Ghumaisya berada di rumahnya saat ini. "Bibi mau masak apa
Tangan Ruhi mulai bergerak perlahan mengusap punggung laki-laki yang sedang menangis dalam dekapannya. Abinawa, ya. Laki-laki asing yang ditemuinya semalam dan sekarang akan berada di bawah atap yang sama dengannya. Pertemuan mereka bahkan belum sampai 24 jam. Namun, entah magnet apa yang menarik kedua untuk menjadi selengket itu."Dia pengkhianat. Kenapa setiap wanita yang kutemui semuanya jahat?" "Siapa bilang? Mamaku sangat setia dengan Papa. Percayalah, Pak, tidak semua wanita itu sama. Mungkin saja, mereka yang kemarin hadir dalam hidup Pak Abi hanya untuk jadi pembelajaran, atau bentuk teguran dari Tuhan atas kesalahan yang Bapak perbuat di masa lalu yang mungkin tidak Bapak sadari," jelas Ruhi dengan pelan. Berharap apa yang disampaikannya sampai ke otak laki-laki itu. Laki-laki yang sedang hancur itu. Entahlah, semalam bertemu dengan Abinawa sudah membuat Ruhi merasa sedikit lebih dewasa dari usianya. Menghadapi orang yang sedang tidak bisa berpikir jernih memang butuh ke
Degub jantung Ruhi semakin cepat saat jaraknya dengan Abinawa tinggal beberapa senti saja.Takut? Tentu saja. Namun, melihat raut wajah menyedihkan dan tatapan putus asa dari laki-laki berusia 30 tahun itu mendorong Ruhi untuk berbuat nekat.Ya. Nekat melakukan hal seperti yang biasa dilakukan pada Dipta, papanya. Deg. Seketika Abinawa menegang, saat Ruhi mulai memeluknya. Jarum jam seperti berhenti berdenting. Seolah dunia Abinawa terhenti beberapa saat. Itu gila. Tapi, seperti itulah pemandangannya. Akal sehat Abinawa tidak bisa berfungsi beberapa saat, pun degub jantungnya yang mulai mengencang.Seperti yang terjadi pada Ruhi, namun, gadis itu memilih bersikap tenang. Seiring dengan tangan mungilnya yang mulai bergerak menepuk-nepuk punggung tegap dalam balutan kemeja mahal itu. "Maaf." Gadis itu berucap lirih. Saat itulah kesadaran Abinawa mulai kembali sepenuhnya. Laki-laki itu sampai beberapa kali mengerjapkan matanya. "Maaf, sudah membuat Pak Abi sedih. Aku ... menyesal
"Maaf," cicit Ruhi dengan tatapan penuh rasa bersalah pada laki-laki yang masih berdiri di hadapannya. "Tidak masalah untuk kali ini. Tapi, lain kali jangan berniat meminta hal-hal di luar kemampuanku." Abinawa kini sudah duduk di samping Ruhi yang sedang menyusui Baby Shanum. Bayi itu tampak anteng dalam dekapan gadis berusia 21 tahun itu, bahkan mulai tertidur lagi. "Pak, dia mulai tertelap lagi," ujar Ruhi menoleh ke arah Abinawa."Bayi dengan usia segitu memang wajar jika terus tertidur. Selama dia masih tidur dalam keadaan normal dan tidak ada gangguan medis apapun kamu tidak perlu khawatir.""Gangguan seperti apa, Pak, misalnya?""Gangguan kesehatan, seperti penyakit kuning atau infeksi lainnya yang membuat bayi tertidur lebih lama," jelas Abinawa membuat Ruhi diam-diam mengaguminya. Jarang-jarang ada laki-laki yang tahu banyak hal tentang bayi.'Sepertinya Pak Abi memang sudah mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk menjadi seorang ayah. Kasihan dia. Kenapa istrinya tega
Pagi hari.Setelah pamit pada Ruhi, Abinawa segera keluar dari apartemen untuk membeli beberapa keperluan Baby Shanum, seperti diaper, susu, baju ganti serta tissue basah. Karena tidak membawanya dari rumah saat pergi semalam.Tentu saja tidak membawanya, karena kepergian Abinawa semalam dengan membawa Baby Shanum dalam keranjang bayi adalah untuk membunuhnya. Siapa sangka jalan ceritanya telah berubah karena bertemu dengan Ruhi yang baru pulang dari membeli nasi goreng. Berniat membunuh bayi, Abinawa malah berakhir di apartemen seorang gadis. "Sepertinya sudah semua." Abinawa memeriksa isi dari beberapa kresek di tangannya. Setelah mendapatkan semua keperluan Baby Shanum, laki-laki itu segera melajukan mobilnya untuk kembali ke apartemen. Dia melajukan mobilnya sampai mengebut, karena mengetahui di sana Ruhi sudah menunggu kedatangannya sejak tadi. .Setelah menekan bel, dan pintu terbuka dari dalam. Abinawa terkejut melihat Baby Shanum yang menangis kencang dalam gendongan Ruhi
Kini keduanya tiba di apartemen milik Ruhi, yang jaraknya tidak seberapa jauh dari jembatan tadi yang hampir saja menjadi tempat pembunuhan berencana ... untuk seorang bayi. Bayi cantik lagi menggemaskan. Sayangnya, dia hadir dengan cara yang membuat seseorang hancur dan terluka.Abinawa Aslan Aydin. Laki-laki berusia 30 tahun yang merupakan seorang pemilik bisnis real estate sekaligus seorang investor. Dia telah dikhianati oleh sang istri dan juga abang kandungnya sendiri. Denaya dan Alister. Profesi keduanya yang merupakan seorang model dan photografer membuat Denaya dan Alister sering bertemu karena hubungan pekerjaan. Hanya hubungan pekerjaan, awalnya. Siapa sangka, kenyamanan yang tercipta karena pertemuan intens, membuat Denaya dan Alister melupakan status mereka yang merupakan seorang adik dan abang ipar.Serta melupakan seorang laki-laki yang kini mereka hancurkan dengan tega. Berselingkuh dengan ipar sendiri hingga memiliki seorang bayi, bisa bayangkan serusak apa moral du
Laki-laki asing itu menatap Ruhi penuh telisik. Lama dan dalam. 'Jelas tidak sama. Dia hanya gadis polos yang mencoba mencegahku menjadi seorang pembunuh.'Laki-laki berpenampilan perlente itu menilai Ruhi dalam keterdiaman. Lapisan paling dasar dalam hatinya menyadari satu hal. Ruhi bukanlah wanita seperti yang dia tuduhkan. Ada sinar ketulusan yang tiba-tiba laki-laki temukan di sana. Tanpa Ruhi sadari, kegelapan yang semula menghiasi ruang perasaan seseorang, telah perlahan menerang akibat sihir ketulusan yang terpancar dari sepasang bola matanya. Mata hazel yang gadis itu peroleh dari garis keturunan ibunya. "Apakah aku sama seperti mereka, Pak?" tanya Ruhi sekali lagi, setelah melihat sosok di hadapannya hanya berdiri mematung. "Tentu saja tidak. Kamu hanya seorang gadis kecil yang tidak tahu apapun." Ucapan laki-laki itu jelas membuat Ruhi emosi. "Hei, Pak. Usia saya sudah menginjak 21 tahun sekarang! Bagaimana bisa Bapak bilang saya gadis kecil," protesnya terdengar beran
Gadis berusia 21 tahun itu tampak sedang berjalan kaki untuk kembali ke apartemennya. Tangannya menjinjing sebuah kantong kresek berisi nasi goreng, yang baru saja dibeli di jalan ujung taman sana. Tubuh yang dibalut dress merah muda dengan panjang selutut itu, tidak begitu tinggi. Hanya sekitar 158 cm saja. Kulitnya putih gading, dengan rambut lurus sedada lengkap dengan poni di bagian depan. Wajah ovalnya terkadang berwarna serupa biji saga jika sedang kepanasan atau sedang salah tingkah. Wajahnya juga dihiasi sepasang lesung pipi. Yang membuat kecantikannya semakin sempurna saja. Kebiasaannya setiap habis magrib adalah, membeli nasi goreng oppa-oppa di jalan ujung taman yang tidak seberapa jauh dari apartemennya. Dia menyebutnya nasi goreng oppa-oppa karena penjualnya seorang laki-laki muda yang wajahnya seperti oppa-oppa Korea. Padahal, di gerobak nasi goreng sendiri tertulis dengan jelas, 'Nasi Goreng Spesial Bang Firdaus.'Kebiasaan lain gadis itu, tiap kali pulang dari memb