Suara hati Dipta:Kau tahu, Sayang! Aku sempat berpikir untuk berjuang sendiri. Meski kekalahan selalu menghantui, asal kamu tetap di sisi rasa kepercayaan diriku tetap membara. Setelah ini kita akan tetap sama-sama ya. Meski terkadang harus berselisih paham, saling marahan hingga bertengkar hebat. Jangan pernah berpikir untuk melangkah sendiri-sendiri. Itu jalan keluar yang sangat buruk.Aku nggak bisa kalau nggak ada kamu, tahu nggak?Kamu itu tercipta dari tulang rusukku, dan selamanya akan seperti itu.*****Handoko harus berurusan dengan pihak berwajib, karena wanita yang ditemukan Surya di apartemennya dalam keadaan tidak sadarkan diri terdapat banyak bekas kekerasan di tubuhnya. Serta memar di bagian perut yang diduga habis mengalami benturan keras hingga menyebabkan rusaknya plasenta dan membuat si ibu mengalami pendarahan hebat dan bayinya dalam bahaya, berdasarkan penuturan dokter setelah melakukan serangkaian tes.Kandungan memang benar-benar terlindungi oleh tulang panggu
Cup. Tindakan nekatku membuat Luna melongo sembari menyentuh bibirnya, lalu menatap ke arah papa yang belum mengangkat wajahnya. Aku bersyukur beliau tidak melihat tingkah bar-barku barusan. Ya mau gimana lagi. Ini satu-satunya cara agar aku terbebas dari pertanyaan maut Luna. "Auwh!" Aku meringis ketika Luna mencubit pinggangku dengan keras. Istriku menatap nyalang, tidak peduli dengan raut wajah kesakitan yang sengaja kubuat-buat. Aku tahu dia pasti kesal dengan tindakan nekatku tadi. Sementara papa seperti tengah sibuk dengan pikirannya. Mungkin papa merasa bersalah pada kami, meski sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan. "Pa, menurut Dipta apa yang papa lakukan waktu itu udah benar. Apa yang terjadi saat ini bukan kesalahan papa. Pak Handoko memang egois, dia bahkan mendukung putrinya untuk membalaskan dendam pada orang yang tidak bersalah. Pak Handoko sudah meracuni pikiran Tiara dengan mengatakan papa pembunuh ibunya. Padahal, kalau waktu itu papa nggak ada di sana d
Setelah melihat ke dalam memastikan Luna tidak melihat kami, aku menarik pintu dari luar. " Pa, sebenarnya Dipta mau ngomong sesuatu sama papa. Tentang keguguran Luna.""Kenapa dengan itu? Bukannya kalian sudah mengikhlaskan?" tanya papa dengan nada bingung."Pa, yang menyebabkan Luna keguguran itu Tiara. Wanita itu yang sengaja mengirim pesan menyuruh Luna naik ke lantai dua untuk mengambil berkas penting ke kamarnya. Dan ternyata di tangga terdapat cairan minyak yang menyebabkan istri aku terjatuh," ujarku menahan sesak.Bagaimanapun rasa bersalahku masih begitu besar pada Luna. "Apa?" geram papa sambil mengepal tangannya. Kilatan amarah begitu kentara dari kedua maniknya. "Dipta ingin membawa kasus itu ke jalur hukum. Tapi, Luna belum mau membuka suara, Pa. Mungkin dia tidak ingin mengingat kejadian itu yang membuatnya begitu sakit. Maafin Dipta, Pa!" Papa tampak membuang nafas kasar. "Buat Luna untuk bercerita pelan-pelan. Handoko dan anaknya sudah sangat keterlaluan. Papa tid
HAPPY READING ❤️💖. "Mas." Aku menoleh ragu-ragu. Ada apa dengan mata menyipit dan senyum tersungging menyeramkan itu? Ah, sebenarnya aku hanya berlagak tidak tahu. Lebih tepatnya pura-pura tidak tahu. Setidaknya sedikit lebih aman, bukan. Entahlah."Sa–yang." Hanya senyum hambar yang kupamerkan untuk menemani kata Sayang yang baru saja terucap. Untuk menghampirinya? Sungguh, aku tak berniat sama sekali, saat ini. Istriku sedang mengaktifkan mode emak-emak lagi marah. Tahu 'kan seperti apa? Ya seperti itu. Seperti wanita yang tengah berdiri di depan pintu rumahku dengan mata merah menyala. "Sayang, Sayang. Apa malam ini Mas berniat ...." Gegas aku bangkit dari kursi menghampiri Luna."Nggak. Mas nggak ada niat buat tidur di luar. Oke, Mas ngaku salah udah bohong soal Mbok Asih yang pura-pura sakit. Mas minta maaf ya. Tapi ...." "Akhirnya Mas ngaku juga ya. Padahal, ini terlalu cepat loh. Bagus deh." Luna menampilkan senyum devil. Manis."Apa? Tapi, tadi 'kan kamu yang nganc
"Hah?" wanita ini melongo."Tuh, liat!" Luna melihat ke arah tanganku yang menunjuk Pak Karni yang sedang duduk di bangku taman sambil merokok. Dan ... melihat ke arah kami. "Mas ishh." Luna memukul lenganku kesal dan langsung berlari ke dalam. Haha. *****Setelah makan malam, aku langsung ke kamar untuk solat insya. Sementara Luna sedang di dapur membantu Mbok Asih.Istriku masih belum bersih setelah keguguran. Padahal, aku sudah kangen untuk solat berjamaah bersama. Apalagi untuk menunaikan ibadah paling nikmat setelah menikah. Awalnya aku sempat khawatir dan mengajaknya check up ke dokter kandungan. Karena itu terhitung sudah hampir seminggu semenjak Luna keguguran tapi istriku masih pendarahan. Tapi, kata Luna itu wajar, kecuali jika sudah lebih dari 3-4 minggu.Membayangkan peristiwa itu, aku masih suka menahan sesak diam-diam, sendirian. Suami macam apa aku ini?Maaf Tuhan! Hamba telah lalai menjaga titipan–Mu. Untuk anakku, yang kini tak lagi berada dalam nyamannya rahim
Aku langsung membawa tubuh Luna yang tiba-tiba menegang ke dalam pelukan. ."Mas, aku ... aku." "Kuat Sayang! Kamu pasti bisa, oke! Semua akan baik-baik aja, Mas ada di sini. Nggak akan ada lagi yang berani nyakitin kamu. Mau ya cerita?""Kenapa tiba-tiba Mas nanya tentang itu?""Mas mau bawa kasus ini ke jalur hukum, Sayang.""Hah, jalur hukum?" "Eum, please yah bantu Mas!""Tapi 'kan ....""Kamu itu istri aku. Apapun yang terjadi sama kamu itu tanggungjawab aku. Tolong jangan halangi aku untuk melaksanakan tanggungjawabku sebagai suami, Luna."Kali ini aku mencoba tegas. Bukan ingin membuatnya tertekan tapi untuk membuat Luna sadar bahwa dia tidak sendirian, melainkan punya seorang suami. Agar dia tahu, bahwa aku benar-benar sudah berubah. Dia punya tahta yang tinggi di dalam sini. Dalam hatiku.Masalahnya adalah masalahku, sakitnya adalah sakitku. Meski sempat salah jalan, cintaku bukan main-main. Luna telah menyita semuanya, terlebih sebuah rasa dan waktu. Aku miliknya dan ada
Gegas aku screenshot pesan itu dan kukirim ke ponselku. Awas kau Tiara. Tunggu saja pembalasanku, seorang ayah yang anakknya kau bunuh. Seorang suami yang istrinya kau sakiti. Aku telah berubah Tiara, dan kupastikan kau akan terkejut untuk itu. Untuk Luna, jadi monster pun aku sanggup. Ini tentang cinta Tiara, dan orang-orang sepertinya tidak akan mengerti akan hal itu. Tega sekali kau manfaatkan aku dan rumah tanggaku demi harga yang harus kubayar atas kebaikanmu. Baiklah, mulai hari itu kuanggap hutangku lunas. Kebaikanmu telah kau ambil bayarannya dengan nyawa anakku dan rasa sakit istriku. Dan kurasa itu malah sangat berlebihan, kau pantas mendapat rasa terimakasih dariku. Aku bergegas keluar untuk sarapan. Tiba di meja makan, pemandangan manis kembali terpampang di depan mata. Istriku yang sedang menata sarapan tampak begitu seksi dalam balutan apron. Seperti seorang chef wanita yang dijuluki harta, tahta dan dia oleh para kaum adam di negeri ini. "Pagi, Sayang. Masak apa s
Mau tidak mau aku menutup kembali pintu mobil dan memilih meladeninya. Tak lupa kubuka ponsel sebentar lalu kembali keselipkan dalam saku celana. "Ada apa?" ujarku menahan emosi. "Dipt, kok kamu cuek banget sama aku sekarang. Pake blockir nomor aku segala, lagi. Kenapa sih kamu berubah, sekarang. Kamu nggak anggap aku lagi?" Ck, lama-lama berhadapan dengan wanita ini yang ada aku semakin gila. Nggak tahu malu. "Emang aku harus anggap kamu apa?" "Ya ... ya teman seperti dulu. Walau aku pengen lebih dari itu," ujarnya semakin pelan di opsi terakhir, tapi tertangkap dengan jelas di telingaku. "Maksud kamu gimana?"Aku mencoba selembut mungkin kali ini. Padahal, jijik banget, sumpah. "Ya, lebih dari sekedar ... teman." Tiara semakin mendekat, dan aku harus menahan diri untuk tidak menjauh. Dia harus masuk dalam perangkapku kali ini. Salah siapa, muncul tiba-tiba seperti jelangkung. Semoga saja Tiara bisa bekerja sama mempercepat waktu. "Jangan bertele-tele. Aku bukan cenayang. Ma