"Maaf, aku tidak sengaja ... memeluk Mas," ucapnya terdengar lemas.Aku ikut duduk dan mulai terkekeh hambar di belakang Luna. Lucu atau perih ya. Sejak kapan memeluk suami sendiri harus minta maaf segala. "Kamu ngomong apa sih, Yank? Kok ngawur gitu? Apa salahnya memeluk suami sendiri?" Aku menyentuh pundak Luna tapi, buru-buru di tepisnya. "Kedepannya kita bukan lagi suami istri."Aku mendesah pelan mendengar ucapan tidak masuk akal Luna. Siapa bilang kami bukan lagi suami istri nantinya. Kami akan mengarungi rumah tangga ini selamanya. Tapi, kurasa berdebat bukanlah hal yang baik. Biarlah aku mengalah, aku tidak mau membuat suasana semakin kacau di pagi buta seperti ini. "Sayang, kita solat yok!" ujarku mengalihkan pembicaraan tidak jelas Luna yang bisa membuat kesehatanku terganggu. "Aku masih pendarahan," lirihnya yang mampu mengoyak hatiku sekali lagi. Kenapa aku bisa lupa, istriku baru beberapa hari mengalami keguguran. Kembali aku menatap nanar pada obat-obatan di ata
"Mas apa-apaan sih. Turunin!""Mas, turunin. Aku bisa jalan sendiri."Aku tidak peduli dengan Luna yang terus berontak dan memukul dadaku. Yang menjadi perhatian adalah tubuhnya yang terasa semakin ringan. Perasaan, dulu dia tidak seringan ini saat aku menggendongnya.Segitu menderitanya istriku selama ini.Maaf! . Setelah membawa Luna ke kamar, aku kembali ke dapur untuk memasak. "Masak apa ya kira-kira?" "Pak?" Aku yang sedang bingung menoleh terkejut ke arah Mbok Asih yang muncul tiba-tiba."Mbok? Ngapain di sini? Nanti kalau ketahuan Luna bisa bahaya," ujarku berbisik takut."Saya ingin memasak Pak. Saya tidak ingin memakan gaji buta karena tidak melakukan tugas saya," ujar Mbok Asih ragu-ragu yang membuat kepalaku mendadak pening.Kenapa menghadapi kaum wanita bisa serumit ini."Mbok dengerin saya ya! Mulai sekarang tugas Mbok Asih tidur-tidur aja dan bersandiwara di hadapan istri saya. Jadi Mbok tidak akan memakan gaji buta, oke." "Tapi Pak, masak saya tidur-tidur sedangka
HAPPY READING ❤️😊"Sorry, gue selalu ngerepotin lo!""Santai aja lo ah. Kek sama siapa aja. Gue malah senang bisa bantu lo," sela Riko memukul pundakku saat kami memasuki restoran yang alamatnya Tiara kirim ke ponselku. "Thank you, Bro. Kalau bukan karena lo, mungkin rumah tangga gue kemarin tinggal sejarah. Beruntung banget gue punya teman kek lo." "Nggak usah bijak gitu kali, geli tau nggak. Ihh." Riko mengibas-ngibas tangannya mendengar perkataanku yang dari hati. Apaan coba, ketulusanku berterimakasih bukannya diapresiasi malah diledekin. Dasar, untung kawan.Meski begitu aku bersyukur memiliki seorang teman seperti dirinya. Mendapat banyak teman itu mudah, tapi teman yang selalu ada serta tak pernah lelah mengingatkan kita kala telah melangkah pada jalan yang salah itu langka, hampir tidak ada. Hanya yang benar-benar tulus saja. Dalam islam pun, kita dianjurkan untuk pandai memilih dan memilah dalam hal pertemanan bukan?Bukan tidak boleh berteman dengan siapapun, tapi ji
"Iya, Rik. Silahkan duduk!" jawabku memecah keheningan karena Tiara masih betah membisu. Yang jelas aku sangat menikmati pertunjukan di depanku."Eum, kamu dateng sama Riko?" tanya Tiara dengan tatapan menyelidik padaku."Iya. Aku ngajak Riko. Apa ada masalah?" "Eh, enggak sih.Tapi kita 'kan ingin membahas urusan pribadi ...." "Terus, kenapa? Riko teman aku, dan setiap masalah pribadi aku selama ini dia tahu. Termasuk ... isi pesan kamu tadi pagi. Jadi, katakan saja apa yang ingin kamu katakan!" Aku sengaja memilih kalimat yang membuat Tiara terserang. Sedangkan Riko hanya diam, menyaksikan drama murahan di hadapannya. Ya, aku memang sudah mewanti-wanti Riko untuk diam saat dalam perjalanan ke sini. Bagaimanapun aku tidak ingin membuatnya berada dalam masalah, apalagi Tiara adalah anak dari Pak Handoko. Aku tidak ingin Riko mengalami hal buruk karena membantuku, apalagi jika sampai kehilangan pekerjaan.Aku hanya butuh Riko menemaniku, setidaknya agar aku terbebas dari rencana li
Deg.Seketika tubuhku menegang."Laki-laki seusia papa? Siapa? Ke rumah? Kapan?" Aku memberondong Mbok Asih dengan banyak pertanyaan karena kaget. "Itu ... orangnya baru saja pergi. Saya kurang tahu siapa? Tadi, saya hanya mengintip dari ruang makan. Mereka berbicara di sofa. Saya tidak bisa mendengar apa yang orang itu bicarakan dengan Bu Luna, awalnya terlihat seperti biasa. Tapi, setelahnya orang itu marah-marah dan membentak Bu Luna.""Apa? Marah-marah sampai membentak?!" Amarahku kembali mencuat setelah mendengar penuturan Mbok Asih. Kurang ajar, siapa yang berani membentak istriku? "Katakan Mbok. Laki-laki itu bilang apa saat membentak istri saya!" Tanganku terkepal erat."Katanya, papa Bu Luna seorang pembunuh dan laki-laki itu bilang Bu Luna tidak pantas untuk menjadi istri Pak Dipta, Pak Dipta hanya pantas untuk Tiara."Lagi, penjelasan Mbok Asih malah membuat dadaku naik turun menahan emosi. "A–pa laki-laki itu berkumis tebal dan botak?" tanyaku bergetar, berharap dug
HAPPY READING ❤️😊💗Suara hati Dipta:Terlepas dari apapun yang terjadi, kamu tetap istriku. Tak ada yang berubah, kita akan menua bersama dan semoga bertemu lagi di surga.Aku tetap cinta, karena aku memang cinta. Meski terkesan berlebihan, tapi cintaku tak bersyarat. Aku akan terus berusaha membahagiakanmu kedepannya. Masa lalu adalah pengalaman berharga untukku. Agar lebih bisa membaca isi hatimu dan mencoba lebih peka. Kamu tetap akan menjadi sebuah buku yang betah aku baca, jika sudah selesai. Maka akan kembali kubuka halaman pertama, lalu tertawa mengulang diksi-diksi indah yang telah menjadi kenangan di dalamnya. Pintaku hari ini, ayolah kembali cerewet, kamu kurang cantik kalau diam-diam begitu, Luna..Ini anggukan ke empat Luna yang membuatku seperti berada di atas awan. Ini Luna yang aku rindukan. "Kamu istri Mas 'kan?" "He,em." "Sampai kapan?" "Eum ... selamanya." Jantungku ingin meledak, aku seperti mau mati. Luna mendadak imut sekali. .Aku mengajak Luna duduk
"Ma–s ... resign? Ke–napa?" Ck, kenapa? Haruskah aku menjelaskan lagi. Apa Luna mulai berubah tidak peka sepertiku dulu."Karena Mas mulai sadar kamu tersakiti. Tiara dan Pak Handoko tidak membawa dampak positif untuk keluarga kita. Maaf ya! Sekarang kamu percaya 'kan. Mas nggak ada hubungan apa-apa dengan Tiara?" Aku memaksa Luna menerima kartu di tanganku. "Ini Mas saja yang pegang. Mas pasti lebih membutuhkannya. Kan Mas udah nggak kerja.""Mas punya dua, satu kamu yang pegang, dan satu lagi Mas yang pegang oke. Adil 'kan?"Tak lagi bisa berkutik, istriku menerimanya dengan wajah lesu. Itu nafkah Sayang, buat kamu.Ya, aku memutuskan menyerah kartu ATM yang saldonya lumayan banyak pada Luna. ."Eum, Mas gimana kalau benar papa yang membunuh mamanya Tiara seperti kata Pak Handoko? Berarti aku ... anak seorang pembunuh," tanya Luna saat kami sedang duduk santai di sofa sembari menunggu papa. Membuatku gemas, pengen bunuh Pak Handoko."Sayang, jangan suudzon dan berpikir macam-ma
Pukul sembilan malam Surya datang ke apartemen Handoko untuk memberikan kontrak kerja sama antarperusahaan yang sudah ditandatangani. Seharusnya Handoko menemuni Surya siang tadi di kantornya. Namun, karena suatu hal membuatnya tidak bisa datang, dan akhirnya meminta Surya untuk ke apartemennya. Bertemu di luar jam kerja bukan masalah untuk dua kolega itu. Selain terikat kerja sama dalam urusan bisnis, mereka adalah teman akrab diluar itu semua. Ya, Handoko dan Surya berteman akrab dengan latar belakang sama-sama memiliki jabatan sebagai Direktur Utama di perusahaan mereka. Mereka teman lama yang akhirnya kembali dipertemukan dalam urusan bisnis. Tentu saja euforia bertemu teman lama membuat mereka kembali akrab setelah mengalami banyak hal dalam hidup selama terpisah satu sama lain.Bertemu di luar jadwal perjanjian atau jam kerja sering mereka lakukan, kadang untuk membahas tentang bisnis atau sekedar minum bersama, yah kurang lebih seperti itulah masa muda kedua laki-laki kaya
Tidak sesuai ekspektasi, Mimi—sang manager kepercayaan Denaya kembali ke rumah sakit dengan tangan kosong. Bahkan saat di jalan tadi, Mimi sempat khawatir membayangkan bagaimana bosnya akan mengamuk. Mengingat watak Denaya yang emosian dan tidak sabaran, Mimi sudah bisa membayangkan bagaimana hasilnya nanti.Watak yang kurang menyenangkan itu selama ini ditutupi oleh kecantikan, ketenaran dan kehormatan sebagai istri seorang Abinawa selama ini. Dan tentu saja mata Abinawa juga tertutup oleh cinta—sehingga buta dengan akhlak istrinya yang kurang terpuji. Namun, itu sebelum tabir terkuak. Sebelum Baby Shanum datang ke dunia ini dan segala misteri di balik kehadirannya. Sekarang mata Abinawa sudah terbuka lebar, pun hatinya yang tak lagi tersisa rasa cinta, melainkan kebencian yang tidak dapat dijelaskan dengan kata. Buktinya hampir saja Baby Shanum melayang ke sungai di malam yang lalu, andai saja gadis yang dianggapnya malaikat tidak datang menghampiri. Ruhi Ghumaisya. Menurut Ab
"Bibi sedang apa?" tanya Ruhi pada Bi Yuyu—asisten rumah tangga di rumah Abinawa. "Eh, Non Ruhi, ini Bibi ingin memasak untuk makan siang," jawab wanita paruh baya itu yang tampak cekatan mengeluarkan beberapa bahan makanan yang hendak diolah dari kulkas. Ruhi yang melihat Bi Yuyu tampak sibuk perlahan mendekat untuk membantu. Perkenalan mereka sudah dimulai beberapa saat yang lalu, saat Ruhi beranjak ke dapur untuk membuat susu Baby Shanum. Yang Bi Yuyu ketahui, Ruhi adalah pengasuh Baby Shanum seperti yang dijelaskan gadis itu. Meski Bi Yuyu sempat heran dan berpikir keras, bagaimana majikannya bisa menemukan seorang pengasuh secantik Ruhi.Karena memang tampak dari wajah dan penampilannya kalau Ruhi bukanlah orang susah yang perlu berkerja sebagai pengasuh bayi untuk bertahan hidup. Namun begitu, alasan sesungguhnya hanya Abinawa dan Ruhi yang tahu. Tidak. Abinawalah yang paling tahu penyebab gadis bernama lengkap Ruhi Ghumaisya berada di rumahnya saat ini. "Bibi mau masak apa
Tangan Ruhi mulai bergerak perlahan mengusap punggung laki-laki yang sedang menangis dalam dekapannya. Abinawa, ya. Laki-laki asing yang ditemuinya semalam dan sekarang akan berada di bawah atap yang sama dengannya. Pertemuan mereka bahkan belum sampai 24 jam. Namun, entah magnet apa yang menarik kedua untuk menjadi selengket itu."Dia pengkhianat. Kenapa setiap wanita yang kutemui semuanya jahat?" "Siapa bilang? Mamaku sangat setia dengan Papa. Percayalah, Pak, tidak semua wanita itu sama. Mungkin saja, mereka yang kemarin hadir dalam hidup Pak Abi hanya untuk jadi pembelajaran, atau bentuk teguran dari Tuhan atas kesalahan yang Bapak perbuat di masa lalu yang mungkin tidak Bapak sadari," jelas Ruhi dengan pelan. Berharap apa yang disampaikannya sampai ke otak laki-laki itu. Laki-laki yang sedang hancur itu. Entahlah, semalam bertemu dengan Abinawa sudah membuat Ruhi merasa sedikit lebih dewasa dari usianya. Menghadapi orang yang sedang tidak bisa berpikir jernih memang butuh ke
Degub jantung Ruhi semakin cepat saat jaraknya dengan Abinawa tinggal beberapa senti saja.Takut? Tentu saja. Namun, melihat raut wajah menyedihkan dan tatapan putus asa dari laki-laki berusia 30 tahun itu mendorong Ruhi untuk berbuat nekat.Ya. Nekat melakukan hal seperti yang biasa dilakukan pada Dipta, papanya. Deg. Seketika Abinawa menegang, saat Ruhi mulai memeluknya. Jarum jam seperti berhenti berdenting. Seolah dunia Abinawa terhenti beberapa saat. Itu gila. Tapi, seperti itulah pemandangannya. Akal sehat Abinawa tidak bisa berfungsi beberapa saat, pun degub jantungnya yang mulai mengencang.Seperti yang terjadi pada Ruhi, namun, gadis itu memilih bersikap tenang. Seiring dengan tangan mungilnya yang mulai bergerak menepuk-nepuk punggung tegap dalam balutan kemeja mahal itu. "Maaf." Gadis itu berucap lirih. Saat itulah kesadaran Abinawa mulai kembali sepenuhnya. Laki-laki itu sampai beberapa kali mengerjapkan matanya. "Maaf, sudah membuat Pak Abi sedih. Aku ... menyesal
"Maaf," cicit Ruhi dengan tatapan penuh rasa bersalah pada laki-laki yang masih berdiri di hadapannya. "Tidak masalah untuk kali ini. Tapi, lain kali jangan berniat meminta hal-hal di luar kemampuanku." Abinawa kini sudah duduk di samping Ruhi yang sedang menyusui Baby Shanum. Bayi itu tampak anteng dalam dekapan gadis berusia 21 tahun itu, bahkan mulai tertidur lagi. "Pak, dia mulai tertelap lagi," ujar Ruhi menoleh ke arah Abinawa."Bayi dengan usia segitu memang wajar jika terus tertidur. Selama dia masih tidur dalam keadaan normal dan tidak ada gangguan medis apapun kamu tidak perlu khawatir.""Gangguan seperti apa, Pak, misalnya?""Gangguan kesehatan, seperti penyakit kuning atau infeksi lainnya yang membuat bayi tertidur lebih lama," jelas Abinawa membuat Ruhi diam-diam mengaguminya. Jarang-jarang ada laki-laki yang tahu banyak hal tentang bayi.'Sepertinya Pak Abi memang sudah mempersiapkan dirinya sebaik mungkin untuk menjadi seorang ayah. Kasihan dia. Kenapa istrinya tega
Pagi hari.Setelah pamit pada Ruhi, Abinawa segera keluar dari apartemen untuk membeli beberapa keperluan Baby Shanum, seperti diaper, susu, baju ganti serta tissue basah. Karena tidak membawanya dari rumah saat pergi semalam.Tentu saja tidak membawanya, karena kepergian Abinawa semalam dengan membawa Baby Shanum dalam keranjang bayi adalah untuk membunuhnya. Siapa sangka jalan ceritanya telah berubah karena bertemu dengan Ruhi yang baru pulang dari membeli nasi goreng. Berniat membunuh bayi, Abinawa malah berakhir di apartemen seorang gadis. "Sepertinya sudah semua." Abinawa memeriksa isi dari beberapa kresek di tangannya. Setelah mendapatkan semua keperluan Baby Shanum, laki-laki itu segera melajukan mobilnya untuk kembali ke apartemen. Dia melajukan mobilnya sampai mengebut, karena mengetahui di sana Ruhi sudah menunggu kedatangannya sejak tadi. .Setelah menekan bel, dan pintu terbuka dari dalam. Abinawa terkejut melihat Baby Shanum yang menangis kencang dalam gendongan Ruhi
Kini keduanya tiba di apartemen milik Ruhi, yang jaraknya tidak seberapa jauh dari jembatan tadi yang hampir saja menjadi tempat pembunuhan berencana ... untuk seorang bayi. Bayi cantik lagi menggemaskan. Sayangnya, dia hadir dengan cara yang membuat seseorang hancur dan terluka.Abinawa Aslan Aydin. Laki-laki berusia 30 tahun yang merupakan seorang pemilik bisnis real estate sekaligus seorang investor. Dia telah dikhianati oleh sang istri dan juga abang kandungnya sendiri. Denaya dan Alister. Profesi keduanya yang merupakan seorang model dan photografer membuat Denaya dan Alister sering bertemu karena hubungan pekerjaan. Hanya hubungan pekerjaan, awalnya. Siapa sangka, kenyamanan yang tercipta karena pertemuan intens, membuat Denaya dan Alister melupakan status mereka yang merupakan seorang adik dan abang ipar.Serta melupakan seorang laki-laki yang kini mereka hancurkan dengan tega. Berselingkuh dengan ipar sendiri hingga memiliki seorang bayi, bisa bayangkan serusak apa moral du
Laki-laki asing itu menatap Ruhi penuh telisik. Lama dan dalam. 'Jelas tidak sama. Dia hanya gadis polos yang mencoba mencegahku menjadi seorang pembunuh.'Laki-laki berpenampilan perlente itu menilai Ruhi dalam keterdiaman. Lapisan paling dasar dalam hatinya menyadari satu hal. Ruhi bukanlah wanita seperti yang dia tuduhkan. Ada sinar ketulusan yang tiba-tiba laki-laki temukan di sana. Tanpa Ruhi sadari, kegelapan yang semula menghiasi ruang perasaan seseorang, telah perlahan menerang akibat sihir ketulusan yang terpancar dari sepasang bola matanya. Mata hazel yang gadis itu peroleh dari garis keturunan ibunya. "Apakah aku sama seperti mereka, Pak?" tanya Ruhi sekali lagi, setelah melihat sosok di hadapannya hanya berdiri mematung. "Tentu saja tidak. Kamu hanya seorang gadis kecil yang tidak tahu apapun." Ucapan laki-laki itu jelas membuat Ruhi emosi. "Hei, Pak. Usia saya sudah menginjak 21 tahun sekarang! Bagaimana bisa Bapak bilang saya gadis kecil," protesnya terdengar beran
Gadis berusia 21 tahun itu tampak sedang berjalan kaki untuk kembali ke apartemennya. Tangannya menjinjing sebuah kantong kresek berisi nasi goreng, yang baru saja dibeli di jalan ujung taman sana. Tubuh yang dibalut dress merah muda dengan panjang selutut itu, tidak begitu tinggi. Hanya sekitar 158 cm saja. Kulitnya putih gading, dengan rambut lurus sedada lengkap dengan poni di bagian depan. Wajah ovalnya terkadang berwarna serupa biji saga jika sedang kepanasan atau sedang salah tingkah. Wajahnya juga dihiasi sepasang lesung pipi. Yang membuat kecantikannya semakin sempurna saja. Kebiasaannya setiap habis magrib adalah, membeli nasi goreng oppa-oppa di jalan ujung taman yang tidak seberapa jauh dari apartemennya. Dia menyebutnya nasi goreng oppa-oppa karena penjualnya seorang laki-laki muda yang wajahnya seperti oppa-oppa Korea. Padahal, di gerobak nasi goreng sendiri tertulis dengan jelas, 'Nasi Goreng Spesial Bang Firdaus.'Kebiasaan lain gadis itu, tiap kali pulang dari memb