“Jangan harap aku akan menyentuhmu malam ini.”
Giordano berkata dengan nada sedingin es kepada seorang wanita yang baru saja dia halalkan sebagai istri.“Aku mengerti,” sahut Kalila tanpa mengangkat wajahnya.“Saat kita tidur, jangan hadapkan wajahmu yang buruk rupa itu kepadaku. Aku ingin kita saling memunggungi ....”“A—aku akan tidur di kamar pembantu saja kalau begitu!”“Bagus, kamu ingin nenek menghujatku karena kita pisah kamar?”Kalila diam, tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya Giordano inginkan.“Terus aku harus bagaimana?”“Bodoh, ini akibatnya kalau nenek asal memungut perempuan gembel buruk rupa untuk dijadikan istriku.”Ucapan Giordano tidak ada bedanya seperti pisau yang menyayat habis kulit Kalila sedikit demi sedikit.“Ganti bajumu dan tidur, tidak malukah kamu mengenakan gaun pengantin mewah itu?” hardik Giordano dengan emosi tertahan. “Fisik dan gaun itu sangat tidak serasi, bikin malu.”Hujan itu hampir saja luruh, jika saja Kalila tidak mati-matian menahannya.Malam itu seharusnya menjadi momen sakral bagi Kalila dengan Giordano setelah mereka berdua mengikat janji suci pernikahan di hadapan para saksi.Namun, Giordano justru membangun tembok pembatas yang sangat tebal di antara dirinya dan Kalila.“Bagaimana malam pertama kalian?” tanya nenek ketika Kalila dan Giordano bergabung dengannya di meja makan.Wajah mereka berdua sama-sama datar.“Begitulah, Nek ....” jawab Giordano kaku, sementara Kalila memberikan senyum singkat meskipun terpaksa ketika nenek menatapnya.“Kakekmu sudah menelepon dari negara tetangga, katanya kalian harus bulan madu di tempat yang sudah disiapkan.”Giordano terbelalak. “Kok mendadak sih, Nek?”“Mendadak bagaimana, ini kan baru hari kedua kalian menikah.”“Maksud aku ... kenapa nenek nggak bilang jauh-jauh hari kalau kami harus pergi bulan madu segala?”“Memang kenapa, harusnya kamu senang karena ini dinamakan kejutan.”Giordano menahan diri untuk tidak mengeluh. Dia melirik Kalila yang menurutnya biasa-biasa saja itu, mana bernapsu dia pergi berbulan madu dengannya, apalagi jika harus berbagi raga layaknya pasangan suami istri yang sudah sah.Hih, Giordano bergidik dalam hati.“Kenapa kamu tidak menolak keinginan nenek saja kalau kamu tak ingin pergi?” Kalila memberanikan diri bertanya.“Sudahlah, jangan berisik. Siapkan bajuku, masukkan koper. Jangan lama-lama atau kamu akan tahu akibatnya,” ancam Gio.Kalila menarik napas panjang, meskipun demikian dia tetap melakukan apa yang diperintahkan sang suami kepadanya.Sopir pribadi keluarga Gio sudah menunggu ketika Kalila harus susah payah mendorong sendiri koper mereka sementara pria itu melangkah angkuh di depannya.“Selamat atas pernikahannya, Tuan ....”“Ya,” sahut Gio datar, sama sekali tidak ada raut wajah bahagia yang tampak.Kalila pikir mereka hanya butuh saling menyesuaikan diri satu sama lain, apalagi dirinya dan Gio bisa menikah karena perjodohan.Lebih tepatnya perjodohan secara sepihak saja dari nenek Gio yang sempat tinggal di panti asuhan tempat Kalila menjadi seorang relawan.“Kita mau pergi ke mana, Pak?” tanya Kalila kepada sopir yang mengemudi.“Saya ditugaskan untuk membawa Nyonya dan Tuan ke pantai yang sangat indah ....”“Tidak usah kamu jelaskan, dia tidak akan paham tempat itu.” Gio menyela.“Tapi, Tuan ....”“Oh, pantai! Saya tahu kok, Pak!” sahut Kalila supaya tidak terlihat bodoh-bodoh amat.Gio berdesis, tidak senang dengan cara Kalila menyela pembicaraan.“Kita sudah sampai, Tuan!”Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam, mobil yang dikemudikan sopir keluarga Gio memasuki pelataran penginapan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat wisata pantai.“Ingat, jangan bilang nenek kalau aku dan dia hanya bulan madu di pantai.” Gio memperingatkan Yana, saat sopir itu menurunkan koper.“Tapi, Tuan ... bukankah seharusnya Anda berdua bulan madu di pantai Pattaya?”“Itu bukan urusanmu, bilang saja aku dan Lila sudah terbang ke negara tetangga dan mungkin selama beberapa hari ke depan ponsel kami tidak akan ada yang aktif.”Mendengar perintah tegas dari Gio, Yana merasa sedikit gentar dan karenanya tidak berani membantah. Selama ini Gio dikenal tegas dan tidak akan segan untuk memecat siapa pun yang menyeleweng perintahkan, tentu hal itu dia lakukan tanpa sepengetahuan sang nenek.“Kamu pesan kamar sendiri sana,” perintah Gio setelah mobil Yana melaju pergi.“Terus kamu bagaimana?”“Tidak usah sok peduli ....”“Aku memang peduli, kamu kan suami aku.” Kalila memberanikan diri untuk menatap Gio.“Jangan ngaku-ngaku kamu! Kalau bukan karena paksaan nenek, aku tidak sudi menikah sama kamu. Derajat kita itu beda jauh, ibarat langit dan bumi. Pernah ngaca tidak?”Kalila membisu saat kata demi kata yang Gio ucapkan lagi-lagi melukai setiap senti dinding hatinya.“Nanti ... kamu akan tidur di mana?” tanya Kalila sungguh-sungguh khawatir, dia takut nenek Gio meneleponnya dan bertanya tentang bulan madu mereka.“Aku bisa tanya resepsionis nanti, kalau aku mau cari kamu. Sudah sana masuk!”“Tapi ...” Kalila refleks memegang lengan Gio saat pria itu hendak pergi meninggalkannya.“Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!” desis Gio tertahan, emosinya yang sedang memuncak harus susah payah dia tahan demi tidak menarik perhatian pengunjung lain.“Maaf!”Gio mengumpat pelan, tidak dipedulikannya mata Kalila yang berkaca-kaca akibat sikap tidak ramah yang dia tunjukkan.“Astaga ... aku harus apa ...?” Kalila masih berdiri resah setelah kepergian Gio, dia baru pertama kali pergi sejauh ini dan belum pernah menginap di hotel atau penginapan sejenisnya.Beruntung, ada pegawai baik hati yang melihat keberadaan Kalila dan membantunya untuk memilih kamar yang tersedia.**Sepanjang hari itu, Kalila hanya berdiam di kamar sambil sesekali menikmati pemandangan dari jendela kamar penginapan.Gio tidak diketahui keberadaannya sampai detik ini, bahkan hingga malam tiba.Kalila berguling resah, dia sulit untuk terlelap meskipun sudah memejamkan matanya sejak beberapa jam yang lalu.Gio ke mana ya, pikir Kalila galau. Dia ingin menghubungi suaminya, tapi ada rasa takut mengingat sikap pria itu yang sampai detik ini tidak menganggap pernikahan mereka.“Tapi bagaimana kalau terjadi sesuatu ...?” gumam Kalila resah, dia meraih ponsel dan akhirnya menghubungi kontak Gio.Kalila harus menunggu sambungan beberapa kali sebelum akhirnya panggilannya terjawab.“Apa?”“Halo? K—kamu tidak pulang?” tanya Kalila gugup.“Jangan ganggu aku, matikan ponselmu—atau setidaknya blokir kontak nenek untuk sementara!” perintah Gio tanpa basa-basi.“Tapi ... kamu di mana sekarang?”“Bukan urusan kamu!”“Apa kamu akan pulang ke penginapan?”“Aku sudah dapat penginapan lain, jangan ganggu aku lagi. Aku akan jemput kamu kalau sudah waktunya, paham?”Sebelum Kalila sempat menjawab, Gio sudah mengakhiri percakapan mereka secara sepihak.Mau tak mau, Kalila menonaktifkan ponselnya. Dia sendiri tidak tahu sampai kapan, yang pasti dia telah menganggap bahwa perintah suami adalah mutlak.“Aku sudah boleh mengaktifkan ponsel belum ya?” gumam Kalila, saat pagi harinya dia terbangun dan Gio masih belum terlihat di manapun.Bersambung—“Aku sudah boleh mengaktifkan ponsel belum ya?” gumam Kalila, saat pagi harinya dia terbangun dan Gio masih belum terlihat di manapun.Meskipun demikian, Kalila tidak bisa mengurung diri di penginapan terus menerus hanya untuk menunggu Gio datang menjemputnya.Aku harus cari makan, pikir Kalila sambil bersiap untuk mandi. Beberapa saat kemudian, Kalila berjalan-jalan sendirian di sekitar pantai. Tidak lupa dia membawa uang yang sempat Gio masukkan ke dalam tasnya sebelum mereka berangkat bulan madu kemarin.Meskipun faktanya Gio berada entah di mana, Kalila bertekad untuk menikmati momen bulan madu ini. Kesempatan tidak datang dua kali, terlebih lagi bisa menjadi istri Giordano, seorang cucu konglomerat yang memiliki usaha di berbagai bidang.Karena perutnya mulai menjerit lapar, Kalila memutuskan untuk berhenti di depan salah satu resto yang berderet sejajar. Begitu dia melangkah masuk, kedua matanya terbelalak menyaksikan pemandangan yang tersaji tidak jauh darinya.Gio terny
Gio tidak menjawab pertanyaan Kalila, melainkan dia mengembalikan ponsel itu setelah menghapus seluruh fotonya bersama wanita tadi.“Jawab, Mas. Siapa dia?”Gio tidak meladeni, dia berbalik dan membongkar koper untuk mengambil sepotong baju ganti yang masih bersih.“Aku mau mandi, setelah itu tidur.”Kalila memejamkan mata ketika Gio menutup pintu toilet dengan cukup keras, dia tidak mengira bahwa ujian akan secepat ini mendera rumah tangganya yang bahkan baru seumur jagung.Selagi suaminya masih mandi, Kalila memeriksa ponselnya dan terkejut saat mendapati jika layarnya terkunci oleh pola yang tidak dia ketahui.“Pasti ulah Mas Gio,” gumam Kalila gusar, berkali-kali dia mencoba memasukkan pola dengan serampangan dan kesemuanya berakhir dengan kegagalan.Seharian itu Gio memilih tidur, tidak dipedulikannya wajah masam Kalila dan juga serentetan pertanyaan yang dia lontarkan.“Kita bercerai saja, Mas.” Kata-kata sakti itu akhirnya terucap dari bibir Kalila setelah beberapa sa
“Tidak punya malu, apakah karena kamu segitunya tidak laku, terus kamu memilih selingkuh sama suami orang?”“Aku tidak selingkuh!”“Terus ini apa peluk-peluk suami orang lain?”“Lila, cukup.” Gio menukas. “Nia benar, dia tidak selingkuh.”“Oh, kamu membela pelakor ini!” Kalila berseru dengan suara keras. “Apa tidak ada laki-laki lain yang bisa kamu dekati selain suami orang, Nia?”Sumpah demi apa pun, menyebut nama wanita itu saja rasanya begitu jijik bagi Kalila.“Jaga suaramu, Lila. Jangan fitnah!” bantah Gio, khawatir kalau-kalau ada orang yang mendengar perdebatan mereka.“Aku tidak fitnah, dia memang pelakor kan? Kamu sampai mati-matian membelanya seperti ini ... Sekarang kamu pilih, istri sah kamu atau selingkuhan?”“Aku bukan selingkuhan!” jerit Nia tertahan, membuat situasi semakin runyam karena satu-dua orang yang kebetulan berada di halaman kini memusatkan perhatian ke arah mereka.“Nia, kamu juga jangan teriak!” desis Gio gusar. “Kalian ini bisa tidak tahan emosi?”
“Nenekku! Apa kamu tidak bisa sedikit saja menutupi masalah ini supaya kesehatan nenek aku baik-baik saja?” tanya Gio geram dan bernada intimidasi.“Kamu minta aku untuk menutupi pernikahan kamu yang lainnya?” Kalila menatap Gio tak percaya. “Kenapa kamu tidak jujur saja sama nenek kamu?”Gio menarik napas panjang.“Aku sama Nia hanya menikah siri, aku butuh waktu untuk memberi tahu nenekku.”Kalila merasa bimbang, di sisi lain dia merasa telah ditipu mentah-mentah oleh pria yang bergelar suaminya. Namun, di sisi lain ada perasaan seorang wanita baik hati yang telah banyak berjasa besar terhadap keluarganya.Mana yang harus Kalila pilih?“Kamu beri tahu nenek sekarang saja, aku siap mundur dan jadi saksi.”“Kamu tidak paham situasinya, Lila!” bentak Gio frustrasi. “Sudahlah, kamu tinggal menurut saja dan aku akan mencukupi semua kebutuhan kamu selama kamu jadi istriku, oke?”Kalila tersenyum miring. “Kamu berusaha membujukku?”“Terserah apa katamu, yang jelas aku tidak bisa m
“Sampai kapan aku harus berpura-pura?” “Sampai aku bilang sudah waktunya untuk diakhiri.”Kalila menatap Gio dengan tidak mengerti.“Kenapa tidak diakhiri saja sekarang? Bukankah kamu sudah punya istri? Si Nia itu?”Gio menunjukkan ekspresi tidak suka ketika Kalila mengajukan pertanyaan itu.“Kamu cukup ikuti apa yang aku perintahkan, dan aku akan memenuhi seluruh kebutuhan kamu. Uang, makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal ... Kedua mertuaku juga akan aku jamin sejahtera hidupnya.”Kalila menarik napas. “Tapi ....”“Aku tidak menerima penolakan,” potong Gio ketika Kalila ingin menunjukkan pendapatnya. “Satu lagi, ini soal status. Meskipun kamu adalah istri yang sah secara agama maupun negara, tapi tetap saja posisinya kamu adalah yang kedua. Sedangkan Nia adalah istri pertama, kedudukannya di sisiku jauh lebih penting dan tentu saja akan aku prioritaskan melebihi apa pun juga.”Kalila bergeming, dia tidak menolak ataupun menyetujui.“B
Kalila yang awalnya ingin membongkar kedok Gio, seketika itu juga mengatupkan bibirnya.“Gio sengaja mau mengambil hati ayah sama ibu,” pikir Kalila dalam hati. “Suami kamu sudah baik dalam memperlakukan orang tua. Kamu harus setia dan berbakti sama dia, Lila.” Ayah menimpali. “Kami bersyukur karena kamu mendapatkan jodoh yang nyaris sempurna seperti Gio, jadi tolong jangan permalukan kami.”Kalila mendadak merasakan sesak di dada ketika mendengar harapan ayahnya.“Aku ... akan berbakti sama suami, Yah.”“Bagus itu, surga istri terletak pada suaminya.”Kalila diam saja, meskipun hatinya ingin berontak dan mengatakan kebenaran bahwa Gio tidaklah sebaik itu.Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah, Kalila terdiam dengan pikiran berkecamuk. Dia sangat penasaran dengan tujuan Gio sebenarnya, tapi apa itu?Begitu Kalila pulang, ternyata sudah ada dua wanita paruh baya yang sedang menunggunya.“Bu Lila?”“Ya, saya sendiri. Ibu ini cari s
Gio menarik napas, hatinya langsung luluh saat Nia merajuk seperti ini. “Oke, nanti siang aku transfer.”Nia tersenyum dan langsung menghadiahi Gio dengan kecupan di bibir sebelum suaminya itu masuk mobil.Meski hanya dinikahi secara siri, tapi Nia merasa posisinya begitu sangat kuat dibandingkan Kalila yang hanya istri kedua.“Tunggu sampai tujuan kami selesai, maka saat itu juga kami akan membuangmu.” Nia berjanji dalam hati sembari melambaikan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Gio.Setibanya di kantor, Gio langsung masuk ke ruangannya dan menelepon seseorang melalui ponselnya.“Halo?”“Yah, apakah kakek sudah memutuskan kapan akan pulang?”“Ayah belum tahu, Gio.”“Aku sudah menikah sama jodoh pilihan nenek, apa lagi?”Gio mengetukkan jarinya di permukaan meja seraya menunggu jawaban sang ayah.“Ya jalani saja kehidupan rumah tangga kamu seperti orang normal lainnya, punya anak, dan menyusun masa depan dengan lebih baik seperti
“Suasana malah jadi ramai,” timpal Kalila, sorot mata kehampaan tidak luput dari pandangan Arkan.Sementara itu di kantor Gio ....“Apa rencana kamu nanti malam?” Nia mengalungkan kedua lengannya ke leher Gio dengan mesra.“Apa saja, yang penting jangan minta aku untuk pulang ke rumah.”“Kenapa, Mas? Apa Lila membuat kamu kesulitan?”Gio berdecak setiap kali mendengar nama Kalila disebut, terlebih lagi jika membayangkan sosoknya.“Entahlah, pokoknya apa pun yang dia lakukan selalu membuat aku merasa terganggu.” “Kalau begitu jangan kamu pedulikan, Mas.”“Mauku begitu, tapi ... susah kalau tinggal satu atap sama dia.”“Kamu harus tahan, jangan lupa sama tujuan besar kamu. Aku saja bela-belain mendukung kamu sepenuhnya, biarpun hati aku seperti ditusuk-tusuk ....”“Maafkan aku,” ucap Gio sungguh-sungguh. “Kalau bisa memilih, aku mau kamu yang jadi istri sahku.”Nia mengangguk maklum. “Segera singkirkan Lila setelah tujuan kamu te