Gio tidak menjawab pertanyaan Kalila, melainkan dia mengembalikan ponsel itu setelah menghapus seluruh fotonya bersama wanita tadi.
“Jawab, Mas. Siapa dia?”Gio tidak meladeni, dia berbalik dan membongkar koper untuk mengambil sepotong baju ganti yang masih bersih.“Aku mau mandi, setelah itu tidur.”Kalila memejamkan mata ketika Gio menutup pintu toilet dengan cukup keras, dia tidak mengira bahwa ujian akan secepat ini mendera rumah tangganya yang bahkan baru seumur jagung.Selagi suaminya masih mandi, Kalila memeriksa ponselnya dan terkejut saat mendapati jika layarnya terkunci oleh pola yang tidak dia ketahui.“Pasti ulah Mas Gio,” gumam Kalila gusar, berkali-kali dia mencoba memasukkan pola dengan serampangan dan kesemuanya berakhir dengan kegagalan.Seharian itu Gio memilih tidur, tidak dipedulikannya wajah masam Kalila dan juga serentetan pertanyaan yang dia lontarkan.“Kita bercerai saja, Mas.”Kata-kata sakti itu akhirnya terucap dari bibir Kalila setelah beberapa saat Gio tersadar dari tidurnya.Malas menjawab, pria itu lebih memilih untuk mencuci wajahnya untuk menghilangkan sisa-sisa kantuk yang masih terasa.“Mas?” panggil Kalila untuk kesekian kalinya, sesaat ketika Gio keluar dari toilet dengan wajah yang jauh terlihat lebih segar dan rupawan.“Bisa tidak kamu diam? Suara kamu bikin telinga sakit.”“Aku mau kita bercerai, dan kamu bisa menikah sama selingkuhan kamu tadi.”Gio mengusap wajahnya dengan kasar.“Aku tidak selingkuh, oke?”Kalila tersenyum getir. “Tidak selingkuh, kamu bilang? Lihat saja tingkah perempuan itu, Mas. Bisa-bisanya dia memeluk suami orang lain seperti tadi ....”“Dia berhak untuk itu, sudahlah—tidak perlu diperpanjang. Kita masih punya beberapa hari lagi untuk bulan madu ini, nikmati saja.”“Apanya yang mau dinikmati?” balas Kalila dengan hati tertusuk-tusuk. “Aku di sini sendirian sejak kemarin, sedangkan kamu? Kamu tidak pulang dan tahu-tahu aku lihat kamu sedang selingkuh sama perempuan lain.”Gio tidak membantah ucapan Kalila.“Tidak apa-apa kalau kamu memang tidak menginginkan pernikahan ini, tapi ceraikan aku.”“Tidak bisa,” tolak Gio tanpa berpikir.Jawaban sang suami sempat membuat Kalila merasa dipertahankan meskipun sedikit.“Kalau begitu tinggalkan dia.”“Nia, maksud kamu?”“Aku tidak peduli siapa namanya, yang jelas aku minta kamu untuk tinggalkan dia.”Gio menggeleng. “Aku tidak bisa, jangan paksa aku.”“Kenapa? Kamu cinta sama dia?”Kebisuan Gio seolah menjadi jawaban atas pertanyaan Kalila.“Oke, sangat jelas kalau kamu memilih perempuan itu. Baiklah, aku yang akan mundur.”Sorot mata Gio langsung berubah drastis.“Apa-apaan kamu ini, jangan bersikap seperti anak kecil!”“Aku hanya bersikap wajar selayaknya seorang istri yang melihat suaminya berselingkuh!”“Sudah aku katakan berkali-kali sama kamu, Lila! Aku tidak selingkuh, paham?”“Jelas-jelas aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kalau ....”“Sudah, cukup! Kita akan tetap di sini sampai bulan madu kita berakhir,” titah Gio sambil mengangkat jari telunjuknya. “Tunggu sampai aku yang jemput kamu di penginapan ini, urus makanmu sendiri karena aku sudah meninggalkan cukup banyak uang di tas kamu.”Kalila menarik napas panjang. “Terus apa gunanya kamu menikahi aku?”“Aku menikahi kamu justru karena kamu akan sangat berguna untukku,” kilah Gio seraya menatap sinis Kalila.“Berguna? Apa maksud ....”“Sudahlah, tidak usah banyak tanya dulu untuk sementara. Aku mau pergi dan tidak usah menungguku pulang.”“Apa kamu mau menemui perempuan itu lagi?” tanya Kalila datar.Namun, Gio tidak menjawab dan tetap meneruskan langkahnya.Sepeninggal Gio, Kalila memijat pelipisnya dengan frustrasi. Di antara sekian banyaknya ujian pernikahan, kenapa pula dia harus diselingkuhi?Kalila kira menikah dengan Gio adalah sebuah keberuntungan bagi wanita sederhana seperti dirinya, tapi ternyata itu salah besar!**Gio tidak menampakkan batang hidungnya selama dua hari, membuat Kalila dilanda kebingungan setiap saat. Ponsel di genggaman tangannya juga serasa tidak berguna karena Gio telah menerapkan kunci layar berupa pola yang tidak diketahui Kalila.“Mas Gio ke mana sih ...?”Menurut rencana, bulan madu mereka hanya akan berlangsung selama lima hari saja dan ini sudah hari keempat. Namun, sampai sekarang Gio belum juga muncul atau setidaknya memberi kabar kepada sang istri.Kalila bahkan sudah mulai membereskan baju-baju miliknya ke dalam koper, kemudian keluar dari penginapan untuk mengisi perut yang sudah menjerit kelaparan.Ketika Kalila berjalan menyusuri halaman penginapan yang sangat luas, sudut matanya melihat Gio yang sedang berdiri di samping mobil bersama wanita itu.Berusaha keras untuk meredam emosi yang bergejolak tidak menentu, Kalila mengendap-endap memutar untuk mencuri dengar apa yang sedang mereka perbincangkan.“... jangan seperti ini, Nia ....”“Aku tidak peduli ya, Mas. Pilih aku atau dia!”Kalila menyandarkan punggungnya di bodi mobil, sementara kedua telinganya tepasang baik-baik.“Jangan suruh aku untuk memilih sekarang, aku belum bisa!”Kalila tercekat. Gio belum bisa memilih, apa itu artinya suatu saat nanti sang suami akan menceraikannya demi bersama wanita selingkuhan itu?“Kenapa belum, apa bedanya memilih sekarang atau nanti?” Nia merajuk dengan suara diulur memanja.“Kita bicarakan lagi nanti, oke?”“Tidak bisa, aku butuh kejelasan status di antara kita, Mas!”“Aku bilang tidak sekarang, Nia. Tolong kamu mengerti aku, sedikit saja ....”“Setidaknya kamu kasih tahu istri kamu itu, siapa aku sebenarnya!”Kalila menunggu jawaban apa yang akan Gio berikan.“Lila akan tahu kalau sudah waktunya, kan yang penting aku tidak pernah sekalipun menyentuh dia—bahkan setelah kami resmi menikah.”“Oh ya? Apa buktinya kalau kamu hanya tidur sama aku saja?”Sampai di sini, Kalila membekap mulutnya dengan telapak tangan. Jadi Gio dan wanita itu bahkan sudah tidur bersama?“Sejak di sini, aku kan selalu sama kamu.” Gio mempertegas. “Aku bahkan tidak mempedulikannya di malam pertama kami.”Tangan Kalila kini mencengkeram bagian depan kemejanya, berusaha meredakan rasa nyeri yang berdenyut-denyut di dalam sana.“Mas Gio!” Kalila memutuskan untuk langsung mendatangi mereka berdua.“Lila?” Gio terpana, sementara Nia langsung memeluk lengan pria itu di depan mata kepala istrinya.“Jadi ini alasannya kamu tidak pernah pulang ke penginapan? Demi bisa selingkuh sama dia di belakang aku?”“Jaga mulut kamu ya, aku bukan selingkuhan Gio!”“Aku tidak bicara sama kamu,” sentak Kalila kepada Nia, dia lantas kembali menoleh ke arah Gio. “Aku tahu kita menikah karena dijodohkan, Mas. Setidaknya, tolong kamu hargai pernikahan kita ....”“Cukup, Lila. Jangan bikin drama di sini,” tukas Gio dengan raut wajah tampak tidak senang.“Drama, kamu bilang? Drama perselingkuhan maksudnya kan?”“Aku bilang cukup, Lila.”Nia tersenyum penuh kemenangan saat Gio mengintimidasi istrinya sendiri. “Sana deh pergi, masih tersisa satu hari lagi dan aku mau menikmatinya sama Mas Gio.”“Tidak punya malu, apakah karena kamu segitunya tidak laku, terus kamu memilih selingkuh sama suami orang?”Bersambung—“Tidak punya malu, apakah karena kamu segitunya tidak laku, terus kamu memilih selingkuh sama suami orang?”“Aku tidak selingkuh!”“Terus ini apa peluk-peluk suami orang lain?”“Lila, cukup.” Gio menukas. “Nia benar, dia tidak selingkuh.”“Oh, kamu membela pelakor ini!” Kalila berseru dengan suara keras. “Apa tidak ada laki-laki lain yang bisa kamu dekati selain suami orang, Nia?”Sumpah demi apa pun, menyebut nama wanita itu saja rasanya begitu jijik bagi Kalila.“Jaga suaramu, Lila. Jangan fitnah!” bantah Gio, khawatir kalau-kalau ada orang yang mendengar perdebatan mereka.“Aku tidak fitnah, dia memang pelakor kan? Kamu sampai mati-matian membelanya seperti ini ... Sekarang kamu pilih, istri sah kamu atau selingkuhan?”“Aku bukan selingkuhan!” jerit Nia tertahan, membuat situasi semakin runyam karena satu-dua orang yang kebetulan berada di halaman kini memusatkan perhatian ke arah mereka.“Nia, kamu juga jangan teriak!” desis Gio gusar. “Kalian ini bisa tidak tahan emosi?”
“Nenekku! Apa kamu tidak bisa sedikit saja menutupi masalah ini supaya kesehatan nenek aku baik-baik saja?” tanya Gio geram dan bernada intimidasi.“Kamu minta aku untuk menutupi pernikahan kamu yang lainnya?” Kalila menatap Gio tak percaya. “Kenapa kamu tidak jujur saja sama nenek kamu?”Gio menarik napas panjang.“Aku sama Nia hanya menikah siri, aku butuh waktu untuk memberi tahu nenekku.”Kalila merasa bimbang, di sisi lain dia merasa telah ditipu mentah-mentah oleh pria yang bergelar suaminya. Namun, di sisi lain ada perasaan seorang wanita baik hati yang telah banyak berjasa besar terhadap keluarganya.Mana yang harus Kalila pilih?“Kamu beri tahu nenek sekarang saja, aku siap mundur dan jadi saksi.”“Kamu tidak paham situasinya, Lila!” bentak Gio frustrasi. “Sudahlah, kamu tinggal menurut saja dan aku akan mencukupi semua kebutuhan kamu selama kamu jadi istriku, oke?”Kalila tersenyum miring. “Kamu berusaha membujukku?”“Terserah apa katamu, yang jelas aku tidak bisa m
“Sampai kapan aku harus berpura-pura?” “Sampai aku bilang sudah waktunya untuk diakhiri.”Kalila menatap Gio dengan tidak mengerti.“Kenapa tidak diakhiri saja sekarang? Bukankah kamu sudah punya istri? Si Nia itu?”Gio menunjukkan ekspresi tidak suka ketika Kalila mengajukan pertanyaan itu.“Kamu cukup ikuti apa yang aku perintahkan, dan aku akan memenuhi seluruh kebutuhan kamu. Uang, makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal ... Kedua mertuaku juga akan aku jamin sejahtera hidupnya.”Kalila menarik napas. “Tapi ....”“Aku tidak menerima penolakan,” potong Gio ketika Kalila ingin menunjukkan pendapatnya. “Satu lagi, ini soal status. Meskipun kamu adalah istri yang sah secara agama maupun negara, tapi tetap saja posisinya kamu adalah yang kedua. Sedangkan Nia adalah istri pertama, kedudukannya di sisiku jauh lebih penting dan tentu saja akan aku prioritaskan melebihi apa pun juga.”Kalila bergeming, dia tidak menolak ataupun menyetujui.“B
Kalila yang awalnya ingin membongkar kedok Gio, seketika itu juga mengatupkan bibirnya.“Gio sengaja mau mengambil hati ayah sama ibu,” pikir Kalila dalam hati. “Suami kamu sudah baik dalam memperlakukan orang tua. Kamu harus setia dan berbakti sama dia, Lila.” Ayah menimpali. “Kami bersyukur karena kamu mendapatkan jodoh yang nyaris sempurna seperti Gio, jadi tolong jangan permalukan kami.”Kalila mendadak merasakan sesak di dada ketika mendengar harapan ayahnya.“Aku ... akan berbakti sama suami, Yah.”“Bagus itu, surga istri terletak pada suaminya.”Kalila diam saja, meskipun hatinya ingin berontak dan mengatakan kebenaran bahwa Gio tidaklah sebaik itu.Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah, Kalila terdiam dengan pikiran berkecamuk. Dia sangat penasaran dengan tujuan Gio sebenarnya, tapi apa itu?Begitu Kalila pulang, ternyata sudah ada dua wanita paruh baya yang sedang menunggunya.“Bu Lila?”“Ya, saya sendiri. Ibu ini cari s
Gio menarik napas, hatinya langsung luluh saat Nia merajuk seperti ini. “Oke, nanti siang aku transfer.”Nia tersenyum dan langsung menghadiahi Gio dengan kecupan di bibir sebelum suaminya itu masuk mobil.Meski hanya dinikahi secara siri, tapi Nia merasa posisinya begitu sangat kuat dibandingkan Kalila yang hanya istri kedua.“Tunggu sampai tujuan kami selesai, maka saat itu juga kami akan membuangmu.” Nia berjanji dalam hati sembari melambaikan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Gio.Setibanya di kantor, Gio langsung masuk ke ruangannya dan menelepon seseorang melalui ponselnya.“Halo?”“Yah, apakah kakek sudah memutuskan kapan akan pulang?”“Ayah belum tahu, Gio.”“Aku sudah menikah sama jodoh pilihan nenek, apa lagi?”Gio mengetukkan jarinya di permukaan meja seraya menunggu jawaban sang ayah.“Ya jalani saja kehidupan rumah tangga kamu seperti orang normal lainnya, punya anak, dan menyusun masa depan dengan lebih baik seperti
“Suasana malah jadi ramai,” timpal Kalila, sorot mata kehampaan tidak luput dari pandangan Arkan.Sementara itu di kantor Gio ....“Apa rencana kamu nanti malam?” Nia mengalungkan kedua lengannya ke leher Gio dengan mesra.“Apa saja, yang penting jangan minta aku untuk pulang ke rumah.”“Kenapa, Mas? Apa Lila membuat kamu kesulitan?”Gio berdecak setiap kali mendengar nama Kalila disebut, terlebih lagi jika membayangkan sosoknya.“Entahlah, pokoknya apa pun yang dia lakukan selalu membuat aku merasa terganggu.” “Kalau begitu jangan kamu pedulikan, Mas.”“Mauku begitu, tapi ... susah kalau tinggal satu atap sama dia.”“Kamu harus tahan, jangan lupa sama tujuan besar kamu. Aku saja bela-belain mendukung kamu sepenuhnya, biarpun hati aku seperti ditusuk-tusuk ....”“Maafkan aku,” ucap Gio sungguh-sungguh. “Kalau bisa memilih, aku mau kamu yang jadi istri sahku.”Nia mengangguk maklum. “Segera singkirkan Lila setelah tujuan kamu te
“Dia kan tidak tahu kalau kamu suka menyelinap keluar untuk pergi ke rumah istri pertama kamu ....”“Kamu sudah berani banyak bicara sama aku, sadar tidak posisi kamu di mana?” potong Gio tegas, sorot matanya menghujam tajam.“Bukan begitu, Mas. Aku hanya ....”“Diam, jangan membantah kalau suami sedang bicara! Apa kamu tidak pernah dididik orang tuamu perkara sopan santun?”Kalila mengatupkan bibirnya, tidak berani membantah lagi.“Di mana-mana memang orang miskin pasti minus tata krama,” hujat Gio dengan geram. “Aku heran, apa sih yang dilihat nenekku pada dirimu? Cantik tidak, apalagi membuatku terpancing napsu.”Lelehan bening itupun akhirnya luruh dari kedua mata lentik Kalila.“Oke, cukup ... Kalau begitu, kenapa kita tidak bercerai saja?”Mendengar Kalila yang menyebut kata cerai, emosi Gio seketika naik ke ubun-ubun.“Kita sudah pernah membahas ini berkali-kali kan? Kita bercerai kalau sudah waktunya! Paham tidak sih kamu? Atau ka
“Itu Lila sama pria lain, Mas. Astaga, istri kedua kamu ternyata selingkuh?”“Mana sih? Oh, itu Arka—sepupu aku!”“Kok bisa dia berduaan sama sepupu kamu?”Gio lantas menjelaskan jika Arka tinggal di rumahnya untuk sementara.“Kalau begitu, kamu bisa sering-sering bermalam sama aku.” Nia menatap Gio dengan berbinar. “Lila kan sudah ada temannya ....”“Tidak ada Arka pun, aku akan sering bermalam sama kamu.”“Kamu memang suami terbaik, Mas.”Gio tersenyum singkat. Dia menunggu Arka pergi meninggalkan rumah, baru setelah itu diarahkannya mobil mendekat.“Kamu tunggu di sini saja,” pinta Gio sebelum turun dari mobil.“Kenapa sih? Memangnya aku tidak boleh bertemu Lila?”“Aku lebih tidak mau kamu bertemu asisten rumah tangga, Nia. Untuk sementara, orang-orang tidak boleh tahu status kita yang sebenarnya.”Nia sontak cemberut, padahal tadinya dia sudah berniat untuk memanas-manasi Kalila jika mereka berdua berjumpa.“Aku tidak akan lama,” bujuk Gio lagi.“Ya sudah, aku terpaks
“Gio pasti mencariku!” Kalila agak kesulitan turun karena sudah mengenakan kebaya warna maron. “Kamu akan tetap di sini,” tegas Arka, mencekal pergelangan tangan Kalila. “Aku tidak bisa, mana ponselku? Aku harus pesan taksi!” “Aku bawa mobil, tidak usah pesan taksi.” Karena tidak ada pilihan lain, terlebih karena ponsel juga tidak dalam jangkauannya, Kalila terpaksa mengikuti saran Arka. Sebenarnya apa yang terjadi, batin Kalila saat mobil Arka mulai melaju. Dia ingat betul bahwa terakhir kalinya ada di gedung dan bersiap melangsungkan akad nikah dengan Gio, lalu saat berganti pakaian .... Sepertinya ada yang membekapku, sambung Kalila dalam hati. “Kenapa wajahmu tegang begitu?” tanya Arka memecah keheningan. “Tidak apa-apa!” Kalila buru-buru menggeleng. “Kamu ... hadir di acara Gio?” “Aku datang mewakili ayahku, tidak enak juga kalau tidak datang.” Kalila diam, ada setitik rasa curiga terhadap Arka. Namun, dia tidak ingin menampakkan rasa curiganya itu secara teran
“Sudah terlambat, percuma saja.” “Kenapa percuma, Mas? Aku akan bujuk Lila kalau itu yang kamu inginkan!” Arka menoleh dan menatap Sofi dengan penuh benci. “Sudah ada laki-laki lain yang akan merujuk Lila, sepupuku sendiri!” Sofi tercenung. “Jadi ... kita sudah terlambat?” Arka mendengus, merasa muak dengan sikap Sofi yang terkesan lemah. “Tapi ... apakah Lila benar-benar tidak bisa dibujuk lagi?” “Bujuk saja kalau kamu bisa,” pungkas Arka datar. Sofi masih berdiri membeku dengan pakaian dinas yang melekat di tubuhnya. Sepertinya ini bukan saat yang tepat, pikir Sofi muram. Suasana hati Arka jelas sedang buruk, sehingga akan sangat egois jika dia tetap meminta keinginannya. “Arka, akhir-akhir ini ayah perhatikan kamu semakin parah saja.” Sandy berkomentar di hadapan Sania dan Sofi saat sarapan pagi. “Pergilah berlibur kalau memang kamu membutuhkannya.” Arka menatap Sandy dengan sorot mata redup. “Ayah tahu apa yang aku inginkan.” “Arka, kamu bukan anak kecil lag
Ayah dan ibu Kalila saling pandang. “Kamu serius?” “Pernikahan ini tidak untuk main-main, kamu sadar?” “Aku sangat serius, dan aku sadar itu.” Gio menatap kedua orang tua Kalila bergantian. “Kamu pernah menduakan putri kami,” ungkit ayah Kalila, seolah hal itu belum lama terjadi. “Sekali lagi aku minta maaf, Yah. Tapi kali ini aku jamin, aku tidak akan mengecewakan Lila. Dia hanya jadi satu-satunya istri jika kami rujuk nanti.” Ayah Kalila menarik napas panjang dan tidak menjawab. “Lila sendiri bagaimana?” tanya ibu ingin tahu. “Kami sudah bertemu dan Lila menyerahkan sepenuhnya kepada Ayah dan Ibu.” “Kalau begitu kami juga harus membicarakannya dengan Lila terlebih dahulu,” pungkas ayah. “Kamu tidak bisa mengambil keputusan sepihak, karena nantinya Lila yang akan menjalani ini semua.” Gio mengangguk, menurutnya pertemuan ini tidaklah terlalu buruk dari yang dia bayangkan. Kalila sedang ikut mengepak pesanan reseller ketika ponselnya berdering nyaring. “Izin seb
Sesaat setelah mobil Gio melaju pergi, mobil Arka justru baru saja menepi di depan outlet Zideka. “Sepertinya Lila serius mau rujuk sama Gio,” gumam Arka nyaris putus asa. “Ya ampun, aku harus bagaimana?” Ingin rasanya Arka membuntuti mereka, tapi dia tidak kuat menyaksikan kebersamaan mantan istrinya. “Sudah kamu pertimbangkan matang-matang?” tanya Gio begitu dia dan Kalila sudah berada di dalam kafe miliknya. “Pertimbangkan apa?” “Rujuk lah!” Kalila mengerutkan keningnya. “Itu serius? Tidak, kan? Aku tahu kamu mengatakannya spontan saja karena terbatasnya waktu untuk berpikir, sekarang jadi seperti ini kan ...” Giliran Gio yang mengerutkan keningnya, dia tidak mengira jika Kalila menganggap apa yang dia katakan di media tempo hari adalah sebuah ketidaksengajaan. “Kita bisa menjadikannya benar-benar serius,” cetus Gio, tapi malah mendapat tatapan tajam dari Kalila. “Demi Noah, tentu saja!” imbuh Gio buru-buru supaya Kalila tidak salah paham. “Anak keci
Kalila untuk sementara tidak mau pusing-pusing memikirkan berita yang beredar tentang dirinya dan Gio. Namun, tetap saja dia merasa kebingungan juga saat ibunya menelepon untuk mengonfirmasi kebenaran itu. “Kamu serius mau rujuk sama Gio?” Kalila menarik napas panjang, tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. “Belum pasti kok, Bu ...” “Kok belum pasti, bagaimana sih? Jangan jadikan pernikahan sebagai permainan, Lil!” “Bukan maksudku begitu, tapi memang semua ini serba mendadak dan belum pasti. Aku tidak menganggap serius ucapan Gio di depan media, mungkin biar meredam kesalahpahaman saja.” “Salah paham seperti apa sampai kalian harus bicara dusta di depan orang-orang?” Kalila lagi-lagi bingung jika harus menjelaskan kejadian yang bermula di rumah kontrakannya. “Ceritanya panjang, Bu. Mungkin Ibu bisa hubungi Gio karena dia pertama kali punya ide bilang rujuk di depan orang-orang,” usul Kalila, mau tak mau harus menumbalkan Gio.
“Jelaskan ini, Dan! Apa maksudnya?” Dengan suara melengking miliknya, Soraya mengintrogasi sang putra begitu mereka bertemu. “Jelaskan soal apa, Bu?” “Itu, berita yang sedang beredar! Kamu bilang kalau kamu akan rujuk dengan mantan istri kedua kamu kan?” Gio menatap Soraya sekilas. “Doakan saja, Bu.” “Maksud kamu apa? Kalian betulan mau rujuk?” “Kalau memang itu takdirku, mau bagaimana lagi?” “Kamu jangan bercanda, Dan! Kalau kamu sudah ada keinginan untuk menikah lagi, kenapa tidak cari orang lain saja?” “Memangnya kenapa, Bu? Lila kan ibu dari anakku juga ...” “Tapi ibu tidak setuju! Apa kamu tidak ingat bagaimana dia berkeras untuk cerai dari kamu, jadi buat apa sekarang kamu rujuk sama dia? Buang-buang waktu, tenaga, dan pastinya uang!” Gio menarik napas. “Entahlah, kita lihat saja nanti. Setidaknya Lila bukanlah orang lain dalam keluarga kita.” Tidak puas dengan jawaban Gio, Soraya mencebikkan bibirnya. Susah payah dia mencarikan calon yang sesuai untuk Gio
Kalila memijat-mijat kepalanya yang terasa pening, di sebelahnya ada Bik Nuri yang sedang menyeduh secangkir teh lemon untuknya. “Jangan terlalu dipikirkan, Nyonya. Saya saksinya kalau Nyonya dan Tuan tidak berbuat seperti apa yang mereka tuduhkan ...” hibur Bik Nuri seraya menghidangkan teh buatannya. “Tapi kan masalahnya mereka lihat sendiri bagaimana Tuan ada di rumah ini, kami tidur hanya dengan Noah sebagai pembatas ... Saya malu, Bik. Orang-orang di luar sana pasti berpikiran macam-macam tentang kami ...” Bik Nuri mengusap-usap bahu Kalila untuk meredakan kegelisahannya. “Kita memang tidak bisa memaksa orang untuk percaya dengan apa yang kita jelaskan, Nyonya. Mereka cenderung mempercayai apa yang mereka lihat saja,” ujar Bik Nuri. “Mungkin butuh beberapa waktu lagi sampai kejadian ini mereka lupakan ...” Kalila menatap tehnya. Apa mungkin mereka akan lupa kejadian tadi seiring berjalannya waktu? Dia tidak yakin karena beberapa orang dari mereka bahkan secara terang-ter
Noah terbangun dengan kaget dan kebingungan melihat keberadaan banyak orang di depannya. “Sebentar, sebentar ... ada apa ini?” Gio yang baru terbangun dari tidurnya, tampak bingung dengan situasi ruang tamu yang kini penuh orang. “Ada apa, ada apa, ada yang mesum di lingkungan ini!” “Mesum?” “Jangan pura-pura tidak tahu, kamu bukan warga sini kan?” Melihat Noah yang bingung sekaligus ketakutan, Kalila mengisyaratkan kepada Bik Nuri untuk memeluknya. “Saya cuci muka sebentar,” kata Kalila tegas. “Tidak bisa begitu, kamu pasti mau kabur ya?” “Kalian harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!” Suara-suara ribut terus terdengar di seluruh ruangan. “Paling tidak jangan membuat anak ini takut!” seru Bik Nuri sambil mendekap Noah erat-erat. “Ini hanya salah paham, berikan kesempatan pada majikan saya untuk menjelaskan. Paling tidak biarkan nyonya saya cuci muka dulu!” “Nanti dia kabur ...” “Untuk apa saya kabur? Rugi, saya sudah membayar sewa rumah ini
Ketika hari mulai malam, demam di tubuh Noah semakin meninggi. “Minum obat dulu, ya?” bujuk Kalila. “Habis ini Noah tidur ...” “Ayah kapan datang, Bu?” Kalila tidak segera menjawab. “Telepon ayah ...” pinta Noah pelan, wajah yang biasanya ceria itu kini terlihat sayu. Sumpah demi apapun, Kalila tidak tega melihat Noah sakit seperti ini. Apa dia betul-betul harus menelepon Gio? Tapi ini kan sudah malam, batin Kalila tidak mengizinkan. “Noah tidur dulu ya, besok baru ibu telepon ayah.” “Gak mau, aku mau ayah sekarang ...” Kalila tidak mendengarkan dan malah berbaring di samping Noah, di dekatnya sang putra dengan erat dan berharap panas itu berpindah ke tubuhnya saja. “Sama ibu dulu, nama Harus istirahat biar cepat sembuh.” “Mau ayah sekarang ... Ayah ...” Kalila terlihat bimbang, dia tentu segan jika harus menghubungi Gio malam-malam begini. Namun, melihat keadaan Noah yang sedang terbaring demam, membuatnya tidak tega untuk tetap menolak keinginannya. “Halo?