“Dia kan tidak tahu kalau kamu suka menyelinap keluar untuk pergi ke rumah istri pertama kamu ....”
“Kamu sudah berani banyak bicara sama aku, sadar tidak posisi kamu di mana?” potong Gio tegas, sorot matanya menghujam tajam.“Bukan begitu, Mas. Aku hanya ....”“Diam, jangan membantah kalau suami sedang bicara! Apa kamu tidak pernah dididik orang tuamu perkara sopan santun?”Kalila mengatupkan bibirnya, tidak berani membantah lagi.“Di mana-mana memang orang miskin pasti minus tata krama,” hujat Gio dengan geram. “Aku heran, apa sih yang dilihat nenekku pada dirimu? Cantik tidak, apalagi membuatku terpancing napsu.”Lelehan bening itupun akhirnya luruh dari kedua mata lentik Kalila.“Oke, cukup ... Kalau begitu, kenapa kita tidak bercerai saja?”Mendengar Kalila yang menyebut kata cerai, emosi Gio seketika naik ke ubun-ubun.“Kita sudah pernah membahas ini berkali-kali kan? Kita bercerai kalau sudah waktunya! Paham tidak sih kamu? Atau ka“Itu Lila sama pria lain, Mas. Astaga, istri kedua kamu ternyata selingkuh?”“Mana sih? Oh, itu Arka—sepupu aku!”“Kok bisa dia berduaan sama sepupu kamu?”Gio lantas menjelaskan jika Arka tinggal di rumahnya untuk sementara.“Kalau begitu, kamu bisa sering-sering bermalam sama aku.” Nia menatap Gio dengan berbinar. “Lila kan sudah ada temannya ....”“Tidak ada Arka pun, aku akan sering bermalam sama kamu.”“Kamu memang suami terbaik, Mas.”Gio tersenyum singkat. Dia menunggu Arka pergi meninggalkan rumah, baru setelah itu diarahkannya mobil mendekat.“Kamu tunggu di sini saja,” pinta Gio sebelum turun dari mobil.“Kenapa sih? Memangnya aku tidak boleh bertemu Lila?”“Aku lebih tidak mau kamu bertemu asisten rumah tangga, Nia. Untuk sementara, orang-orang tidak boleh tahu status kita yang sebenarnya.”Nia sontak cemberut, padahal tadinya dia sudah berniat untuk memanas-manasi Kalila jika mereka berdua berjumpa.“Aku tidak akan lama,” bujuk Gio lagi.“Ya sudah, aku terpaks
“Kami sangat baik, kakek mana?” Gio celingukan mencari keberadaan suami Mutia.“Kamu tahu sendiri kakekmu seperti apa, dia seorang petualang.”“Tapi ini sudah satu bulan sejak aku menikah, Nek. Kenapa kakek tidak pulang-pulang juga?” tanya Gio gelisah. “Bukankah aku sudah memenuhi persyaratan dari kakek?Mutia melirik Kalila yang pura-pura tidak mendengar percakapan mereka.“Lila, buatkan minuman untuk suami kamu ini.”“Baik, Nek.” Kalila justru merasa senang ketika dia memiliki alasan untuk tidak ikut serta dalam pembicaraan.“Gio, apa kamu tidak punya waktu yang lebih pas untuk membahas soal itu?”“Kenyataannya kita memang perlu membahasnya, Nek.”“Tapi tidak di depan istri kamu juga kan?” tukas Mutia dengan tatapan tajam.Kalau sudah ditatap seperti itu, Gio tidak berani mendesak lagi.“Jadi ... keputusannya bagaimana, Nek?” Gio masih berharap.“Kamu ini ...” Mutia menarik napas dalam, lalu menatap cucunya. “Kakekmu kapan har
“Pilihan yang ini resikonya besar, tapi ... jauh lebih baik daripada pilihan yang pertama tadi.”Soraya mengembangkan senyumnya.“Jadi, tunggu apa lagi?”“Aku akan membicarakannya sama Nia nanti malam, Bu. Aku sendiri yakin kalau dia jauh lebih setuju dengan pilihan kedua ini,” ucap Gio optimis.“Tapi ingat, kamu tidak boleh dan harus bermain dengan rapi.”“Tentu saja, Nia akan membantuku.”Kopi yang dipesan Soraya tiba tepat setelah pembicaraan dengan putranya selesai, mereka berdua lantas minum kopi bersama untuk merayakan ide cemerlang yang baru saja mereka dapatkan.Beberapa hari kemudian ....Kalila sudah mulai terbiasa dengan kehidupannya yang hambar setelah menjadi istri Giordano, tepatnya istri kedua. Hati yang semula rapuh, kini mulai kebal setiap kali Gio berlaku seenaknya sendiri.Nia selalu dinomorsatukan di atas segalanya oleh Gio, tidak peduli meskipun di antara mereka ada Kalila yang juga berhak mendapatkan perhatian yang s
Dan sialnya, dia justru terjebak di ruangan yang sama dengan pasangan suami istri yang sedang memadu asmara. “Aku pergi ke kamar sebelah dulu!” pamit Nia dengan suara serak menggoda. “Silakan cari aku kalau kamu masih belum puas ....” Dia melirik Kalila yang meringkuk di atas sofa, sebelum akhirnya pergi dari kamar utama dengan hati gembira karena merasa menang. “Mas, kalau memang kamu yakin ingin fokus sama satu istri saja silakan. Ceraikan aku secepatnya,” pinta Kalila setelah semalaman itu dia tidak bisa tidur karena mimpi buruk yang Gio berikan kepadanya “Belum saatnya kamu untuk diceraikan.” “Tapi kalau kamu sudah tidak butuh aku sebagai ....” “Siapa bilang aku tidak butuh kamu? Aku bahkan sangat membutuhkan kamu,” tegas Gio seraya mematut dirinya di depan cermin. “Selamat pagi, Sayang!” Nia nyelonong masuk ke kamar utama tanpa permisi. “Eh kamu, jangan terlalu dekat sama suami orang dong!” Kalila memutar bola matanya dengan malas. “Kok berantakan begini
Kalila terpaku, dia tidak tahu harus menjawab apa. Sebagai keluarga besar, tentu Arka lebih tahu tentang siapa saja yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Gio. “Aku ... aku tidak terlalu hapal namanya, Ka. Tahu sendirilah kalau aku ini pelupa,” elak Kalila, yang justru memantik rasa curiga di pikiran Arka. “Oh, aku yakin dia akan betah di sini karena kamu selalu memperlakukan tamu dengan sangat baik.” “Mungkin ...” Kalila tersenyum, lalu menelan saliva dengan getir. Arka mungkin tidak tahu jika tamu yang menginap di rumah suami Kalila adalah seorang wanita, sekaligus bergelar istri pertama. “Lil, kamu tidak apa-apa?” tanya Arka. “Apa aku salah bicara?” Kalila menggeleng. “Tidak kok, dia pasti betah di rumah ini.” Arka bisa melihat ekspresi janggal yang terlihat pada wajah Kalila, apakah ini ada hubungannya dengan ‘sepupu’ Gio yang menginap? “Sering-sering mampir ke sini, Ka.” “Oke, sayang sekali aku tidak lihat Gio dan sepupu kamu itu ....” Kalila tertegun ke
Kalila terbelalak. Haruskah kebaikan nenek Mutia dibayar dengan sebuah sandiwara? Tidak bisakah Gio mempertimbangkan keinginan nenek dan bersedia menyentuhnya supaya mereka bisa mempersembahkan seorang cicit?“Aku ... aku tidak bisa,” gagap Kalila.“Siapa yang tanya pendapatmu?” gertak Gio geram. “Sejak awal aku tegaskan sama kamu untuk menuruti seluruh rencanaku, bukankah kamu ingin segera bercerai?”“Tapi bukan seperti ini caranya! Itu sama saja kamu membohongi nenek! Bagaimana kalau suatu saat dia bertanya tentang cicitnya yang tidak lahir-lahir, kamu mau jawab apa?”Gio dan Nia saling pandang, lalu keduanya tertawa bersamaan.“Jadi itu masalahnya? Kamu tidak usah khawatir, nenek akan tetap mendapatkan cicit dariku.” Gio tersenyum miring.“Caranya? Bukankah aku hanya pura-pura hamil?”Gio melirik Nia yang berada di sampingnya.“Tepat sekali, aku yang akan melahirkan cicit untuk Nenek Mutia.” Nia menimpali.Kalila sontak terhuyung, mend
“Akhirnya, kalian akan segera punya momongan!” Mutia terlihat gembira, begitu juga dengan suaminya, Herdiansyah. Terus terang, Kalila sangat merasa bersalah karena terlibat dalam kebohongan ini. Dia ingin berontak, tapi tidak cukup nyali untuk menghadapi Gio. “Tentu saja, doakan supaya kehamilan Lila berjalan lancar dan sehat-sehat terus sampai melahirkan.” Gio dengan sengaja merangkul Kalila, untuk meyakinkan kakek dan neneknya jika dia sudah menerima pernikahan mereka dengan lapang dada. “Gio, kamu ikut kakek sebentar!” “Baik, Kek!” Kalila baru bisa bernapas lega setelah Gio menjauh darinya. “Lila, sini duduk dekat nenek.” Mutia mengulurkan tangannya. “Iya, Nek ....” “Kenapa kamu terlihat makin pucat dan tegang? Apa kamu tidak bahagia dengan kehamilan ini?” tanya Mutia heran. Kalila tidak segera menjawab, dia ingin sekali mengatakan yang sebenarnya jika Gio sudah merekayasa kehamilan itu. “Mungkin ada makanan yang mau kamu makan?” tanya Mutia lagi. “Kata
“Mas, bagaimana rencana kita ...?”“Kita kurung dia,” tegas Gio sambil mengempas tangan Kalila. “Kita bilang saja kalau dia harus bedrest, kunci kamar biar kamu yang pegang.”Kalila terbelalak. “Mas, tunggu!”“Tidak ada penawaran apa pun untuk kamu, Lila. Ikuti rencanaku sampai akhir,” tegas Gio dingin.“Tapi ....”“Apa kamu tuli? Mas Gio tidak menerima penolakan!” sergah Nia sambil meraih lengan suami mereka. “Ayo Mas, kita tinggalkan saja dia biar bisa merenungi kesalahannya.”Gio mengangguk dan mengikuti langkah Nia di sampingnya.Brak!Kalila memejamkan mata ketika Gio menutup pintu kamar utama dengan keras, diikuti suara kunci yang diputar untuk mengurungnya.Saat ini dia benci dengan beberapa hal: benci pada pernikahan, sandiwara untuk berpura-pura hamil, juga benci kepada dirinya sendiri yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan arogansi Gio.Kalila benci semua itu!“Kenapa kamu gelisah begitu?” Di kediaman megah berlantai dua itu, Herdi bertanya heran kepada Muti