Para pewaris kaya itu memandang Lisa, menghargai bukan hanya kecantikannya, tetapi juga kepiawaiannya yang luar biasa dalam menerjemahkan percakapan kompleks. Pujian itu menyentuh ego Tina, meski dia tetap mempertahankan sikap profesional.Model-model lain berbaris di belakang Tina, menampilkan perhiasan yang mereka kenakan. Namun, perhatian para pewaris sebagian besar tetap tertuju pada diskusi yang dipandu oleh Lisa.Bianca de Rossi, pewaris keluarga perhiasan dari Italia, berbicara dengan aksen Italia yang kental. Lisa dengan cepat menerjemahkan, mengubah aksen Bianca yang kuat menjadi bahasa yang halus dan elegan."Keindahan saja tidak cukup. Apa yang bisa kau tawarkan di luar kilauan berlian ini?" Tina tetap memeragakan perhiasannya dengan anggun di atas catwalk. Namun dari sudut matanya, dia melihat bagaimana pewaris seperti Gabriel dan Bianca memandang Lisa dengan rasa kagum. Tidak peduli seberapa indah dan mahal perhiasan yang dikenakannya, saat ini perhatian mereka tidak s
Gabriel menoleh pada Ryan. “Saya akan memastikan nama Anda dan hotel ini akan selalu direkomendasikan pada teman dan kolegaku. Pelayanan dari Anda sangat memuaskan.”Gabriel berbicara dalam bahasa Prancis. Saat hendak menerjemahkannya, dia berbisik pada Lisa, “Biasanya aku dan Dimitry akan berselisih paham dan berdebat panjang,” katanya lalu mengedipkan satu mata pada Lisa.Lisa tahu Gabriel bercanda. Dia tertawa kecil, tetapi Dimitry menatapnya curiga dan was-was. Akan tetapi, Lisa tetap mengatakan pada Dimitry apa yang dibisikan Gabriel.“Oh, kamu hendak mengajakku berkelahi, Gariel?” ucap Dimitry menimpali candaan Gabriel.Ryan tampaknya bingung, Lisa pun menerjemahkan apa yang sedang mereka perdebatkan. Kemudian mereka langsung berpamitan dan Ryan langsung menawarkan pada Lisa untuk diantar pulang.Mereka tak menyadari jika pegawai itu berhasil mengambil foto dengan sempurna dan dari sudut yang sangat jelas, lalu memberikannya pada Tina. Dia sangat antusias sekali. Apa lagi Tina m
“Jason, lepaskan! Kamu mabuk.”Lisa memohon, tetapi Jason semakin terpancing emosinya. Foto yang diberikan Tina terbayang, Lisa tampak ramah dan tersenyum dengan banyak pria. Jason tak menyukainya.Hatinya terbakar api cemburu, tetapi dia enggan mengakuinya. Dia semakin kuat mencengkram rahang Lisa. Jason tak peduli dengan air mata kesakitan Lisa.“Hanya aku yang berhak atas kamu! Mengerti!” Jason memekik keras.“Apa yang kamu mau dariku, Jason! Kamu sudah tak berhak atasku ... kita sudah sepakat berpisah,” balas Lisa terus mencoba melepaskan diri.Namun, kata-kata Lisa justru semakin membuat Jason murka. Sampai mati dia tak akan melepaskannya. Jason semakin terlihat mengerikan dengan amarahnya yang memuncak, tetapi Lisa terus berusaha melepaskan diri.“Diam dan tutup mulutmu, Jalang! Hanya aku yang berhak atas kamu, tak ada yang lain!” Jason berteriak sebagai tanda penegasan.Jason lantas mencium bibir Lisa secara brutal. Ia semakin tak peduli, Lisa yang kesulitan melawannya. Semakin
Setelah Jason meninggalkan motelnya, Lisa langsung bergegas bangkit. Dia berjalan seraya merayap ke dinding menuju kamar mandi. Selangkangnya terasa sakit dan linu.Lisa membilas tubuhnya, berharap rasa sakit dan pegal pada tubuhnya bisa menghilang. Air matanya sama banjirnya dengan air keran yang membasahi tubuhnya. Dia marah dan kecewa, tetapi tak bisa diungkapkan.“Aku benci kamu, Jason!” Lisa berteriak marah.Setelah dirasa lebih baik, Lisa segera bangkit. Dia tak bisa terus berlama-lama di kamar mandi dan meratapi nasibnya yang menyedihkan. Lisa harus bangkit.Rasa marah dan kecewa pada Jason memberinya kekuatan agar bisa kuat. Lisa langsung membersihkan sprei yang penuh dengan noda darah. Dia membilasnya, lalu mencucinya langsung.Tubuh Lisa benar-benar kelelahan. Dia baru selesai membersihkan semuanya setelah menjelang pagi. Biasanya Lisa selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah untuk menghilangkan rasa marah dan sakit hati.Seperti itulah yang dilakukannya saat masih tin
“Saya berani bersumpah, Tuan Alex. Apa kamu pernah mendengar aku membohongi pasien? Aku sudah bekerja di rumah sakit sejak mendiang kakekmu masih hidup dan kamu masih anak-anak. Jadi tidak mungkin aku salah.”Alex terdiam. Dia termenung lama. Wajahnya menjadi bingung dan tentu saja dia tahu kalau Dokter Rocky akan berkata dengan benar.Namun, dia tak bisa mengabaikan tentang Tina. Dia sudah lama percaya jika yang menolongnya dulu adalah Tina. Mungkin dia harus menyelidikinya untuk memastikan siapa yang berbohong.“Apa yang terjadi dengan wanita itu, Dokter? Kenapa dia menemuimu?” tanya Alex mencoba kembali fokus pada tujuannya, mencari tahu tentang Lisa.Dokter Rocky menghela napas panjang. Ini bukanlah berita baik. Kemudian dia tersenyum Alex lalu menjawab. “Wanita itu tidak dalam keadaan baik-baik saja. Saat kecil dia mengalami kecelakaan yang membuat pendengarannya rusak, ternyata bukan hanya itu saja,”Alex terus memperhatikan penjelasan Dokter Rocky. Dia tahu dokter itu belum sel
Jason terbangun dengan sakit kepala yang tak tertahankan. Sepulang dari tempatnya Lisa, dia dirundung perasaan bersalah. Sadar sudah membuat Lisa kecewa.Pasti Lisa semakin membencinya. Jason terbakar emosi dan termakan hasutan Tina. Semalaman dia menangis menyesali perbuatannya merenggut kesucian Lisa secara paksa.Terbayang jelas wajah kesakitan Lisa. Dia merasa seperti orang egois dan paling kejam. Bagaimana harus menatap Lisa dan meminta maaf.“Lisa pasti sangat membenciku dan tak akan pernah memaafkanku.”Air mata penyesalan Jason menetes. Sakit kepala yang begitu keras, pengaruh alkohol dan tak bisa tidur, masih bisa ditahan. Namun, perasaan marah pada dirinya sendiri lebih mendominasi.Jason memaksa dirinya untuk bangkit dan bergegas menuju kamar mandi di ruangan kerjanya. Setelah Lisa pergi dari villa, ruangan kerjanya menjadi kamar sekaligus tempat tinggal. Dia tak suka villa-nya menjadi sunyi dan semua kenangan tentang Lisa akan muncul, menambah perasaan bersalah.Setidaknya
“Apakah itu penting?” tanya Olivia seraya meletakan sendok dan garpu. Olivia menatap serius dan penuh tanya. Jason mengangguk, tetapi wajahnya mencoba untuk santai. Dia tak ingin menunjukkan pada kedua orang tuanya, jika kini dirinya sudah peduli pada Lisa. “Baiklah jika kamu memang penasaran. Aku akan menceritakannya,” kata Olivia.Jason tersenyum tipis. Akan tetapi jauh di dalam hatinya, dia menyiapkan diri agar tak terkejut. Olivia menoleh pada suaminya, meminta persetujuan dari Christian.“Tidak apa-apa. Ceritakan saja semuanya, jangan ditutupi! Mungkin Jason merasa terhina karena kamu memilih wanita cacat itu,” kata Christian tanpa rasa bersalah.Tubuh Jason terasa memanas, kedua orang tuanya sama sekali tak pernah menghargai Lisa. Namun, dia tetap mencoba tenang dan menatap wajah ibunya. “Kamu ingat acara amal bersama anak-anak panti asuhan yang diadakan di salah satu pantai, lima tahun lalu?” tanya Oliver langsung. “Tentu saja. Di acara itu aku hampir mati karena tenggelam,”
Lisa menyeka air matanya, menunjukan keberanian dan rasa sakit yang selama ini ditahannya. Nania mengalihkan pandangannya dari Lisa. Dia seolah enggan melihat rasa sakit pada putrinya atau memang tak mau peduli.“Kamu masih berpikir kalau aku penyebab kecelakaan itu? Itukan yang selalu kamu tuduhkan padaku, Bu?” tanya Lisa menahan rasa sesak dalam dadanya.Nania hanya berdehem tak jelas. “Jangan mencoba mengalihkan pembicaraan! Aku datang ke sini untuk memberi peringatan padamu, jangan membuat masalah dan membuat malu nama baik keluarga.”“Kalau begitu dengarkan penjelasanku! Setelah itu kamu akan tahu siapa yang salah,” jawab Lisa memekik.“Kamu! Berani sekali meninggikan suaramu padaku,”“Kenapa? Ibu pikir akan terus berdiam diri diperlakukan tidak adil?”Lisa berkata dengan tatapan marah. Sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan semua rasa sakit hatinya. Entah Nania akan mendengarnya atau tidak.“Ibu menginginkan aku untuk mati, benar?” tanya Lisa mencibir. “Tenan
Tina terkejut saat pintu ruangan tersebut diketuk dan Nick langsung membukanya. Napas Tina seolah terhenti dan kedua bola matanya melotot. Jennifer dan Richard muncul dengan senyuman lebar.Bibirnya bergetar ingin mengucapkan sesuatu, tetapi lidahnya terasa kelu. Dia lantas menatap Nick dengan penuh tanya. Nick yang tak memahami suasana tersebut hanya tersenyum, mengira ekpresi terkejutnya Tina karena tak bahagia.“Mereka adalah orang baik yang memberimu pekerjaan.” Nick berkata dengan senang.“Tidak mungkin!” ucap Tina panik.Senyuman Jennifer terlihat puas dan penuh kemenangan. Dia melangkah maju dan menghampiri Tina, lalu duduk di kursi sebelahnya. “Hai, Tina. Lama kita tak berjumpa. Bagaimana kabarmu?” tanyanya mencibir.“Oh, apakah kalian saling mengenal?” tanya Nick antusias.“Diam kau!” geram Tina dengan napas memburu.Nick terkejut dengan reaksi Tina. Kemudian Tina meraih berkas di hadapannya, kontrak kerja yang baru saja ditandatangani. Dia memeriksa dengan cepat dan membaca
“Jennifer Molley dan Richard Carrey. Katanya Anda pasti mengenalnya.”Ryan terdiam sejenak mendengar jawaban dari telepon. Tak lama wajah penuh amarahnya memudar. Dia pun lantas tersenyum tipis.“Tempatkan mereka di ruang tunggu tamu dan layani dengan baik! Aku akan segera menemui mereka!” perintah Ryan dan langsung menutup sambungan teleponnya.Dia lantas menatap semua anak buahnya. Sontak saja mereka langsung menunduk tunduk dan takut padanya. Ryan bangkit dari duduknya seraya merapikan jas mewahnya.“Aku masih memberikan kalian toleransi! Tapi, ingat jangan ada kesalahan seperti ini lagi! Teruskan tugas kalian dan laporkan semua padaku. Mengerti!” “Dimengerti, Tuan!” sahut mereka dengan suara lantang dan kompak.Setelah mereka pergi Ryan memasuki kamar mandi, memastikan wajah dan penampilannya tetap terlihat penuh wibawa. Jennifer Molley adalah model yang dikhianati Tina, dia pasti datang untuk membuktikan ucapannya dan membalas dendam. Sementara Richard Carrey adalah pengusaha su
Lisa memasuki kamar Ryan, tetapi isinya sangat rapi. Tak ada yang mencurigakan di sana, hingga dia menghela napas berat.“Apa yang kamu pikirkan, Lisa? Kamu mencurigai Ryan, orang yang menolongmu dengan tulus,” katanya pada diri sendiri seolah menegur tindakannya adalah salah.Kemudian Lisa memutuskan untuk berbalik. Akan tetapi saat dia hendak melangkah, tatapannya tertuju pada tempat sampah di sudut ruangan. Banyak sekali gulungan kertas kusut.Rasa penasaran dan curiganya membuat Lisa menghampirinya. Dia mengambil beberapa kertas yang tampaknya diremas sebelum dibuang. Sangat kusut sekali saat Lisa mencoba membukanya.“Hanya data-data yang tak kumengerti,” gumamnya berat.Tatapan Lisa kembali tertuju pada tempat sampah tadi. Di paling bawah seperti sobekan kertas foto. Lisa menoleh sejenak ke arah pintu, cemas jika Ryan tiba-tiba saja pulang.Namun, tak ada tanda Ryan akan segera pulang. Dia pun mengambil sobekan kertas itu dan menyusunnya, seolah itu adalah kepingan puzzle. Kedua
Setelah Gabriel berpamitan, Lisa terlihat kebingungan. Tak mungkin Gabriel berbohong, tetapi kenapa Ryan berbohong. Rasanya kepalanya berdenyut keras memikirkan hal itu.“Nanti aku coba tanyakan pada Ryan.”Lisa hampir lupa jika tujuannya untuk ke toilet. Namun, hal tadi sangat mengganggunya. Dia pun membasuh wajahnya agar lebih tenang dan wajahnya sedikit lebih segar.Tidak mungkin juga Lisa menanyakan langsung tentang hal tersebut. Itu bisa membuat Ryan salah paham dan mengira dirinya masih memikirkan Jason. Kepala Lisa berdenyut lagi.Dia pun segera mengeringkan wajahnya dengan tisu. “Lupakan! Ibuku dan Sean pasti sudah menungguku,” ucapnya.Setelah mematikan penampilannya terlihat baik, Lisa langsung bergegas kembali. Benar saja, Nania dan Sean menunggunya. Lisa tersenyum tipis dengan raut wajah bersalah.“Hampir saja aku akan menyusulmu,” kata Nania saat Lisa duduk di sebelahnya. “Eskrimku juga hampir mencair karena menunggumu, Bu,” Sean berkata dengan raut wajah merajuk. “Maaf
Hari ini Lisa benar-benar menikmati harinya bersama Sean dan Nania. Mereka menikmati beberapa wahana permainan menyenangkan. Hidup Lisa kini terasa berwarna, seolah menemukan kebahagiaan yang sudah lama hilang.Nania bahkan tak sungkan merangkul dan menggenggam tangannya. Ketiganya seolah tak merasa lelah, apa lagi melihat tawa riang Sean yang selalu menggemaskan. Hingga akhirnya Nania menunjukkan rasa lelahnya.“Sepertinya aku sudah tua. Kita istirahat sebentar, ya,” pinta Nania dengan napas tersengal, tetapi senyumannya terus mengukir.Sean ingin protes, tetapi melihat wajah neneknya yang benar-benar kelelahan, dia pun akhirnya memutuskan untuk menurut. Kemudian Lisa menawarkan mereka untuk beristirahat di salah satu restoran. Mereka perlu minuman segar untuk mengurangi rasa lelah dan mengisi tenaga.“Kamu mau pesan apa, Sayang?” tanya Lisa seraya menunjukkan daftar menu pada Sean.“Eskrim ini sepertinya enak,” jawabnya menunjuk gambar eskrim yang menggugah seleranya.Lisa pun menga
Tim penyelam anak buahnya Ryan berhasil menemukan mobil Raymond berada jauh di dasar danau. Dengan bantuan alat berat berhasil diangkat. Betapa terkejutnya mereka saat menemukan kondisi tubuh Raymond yang sudah hampir tak bisa dikenali masih terikat di bangku mobil.Langsung saja mereka memberikan laporan pada Ryan. Tentu saja Ryan panik dan terkejut, bahkan kepalanya terasa berdenyut keras. Sesekali dia menatap ke arah pintu, memastikan Lisa tak menguping pembicaraan di telepon.“Apakah kalian bersama polisi?” tanyanya.“Tidak, Tuan. Kami menunggu perintahmu,” jawab anak buahnya.“Bagus. Jangan sampai polisi terlibat karena hanya akan memperkeruh suasana,” jawab Ryan diakhiri embusan napas lega. Dia memaksa akal dan pikirannya bekerja dengan keras untuk menemukan solusi.“Tuan. Sepertinya Raymond sengaja dibunuh. Sabuk keselamatannya tak bisa dibuka dan kemungkinan besar kuncinya terdapat lem. Tak ada yang hilang dari mobilnya, kecuali ponselnya,” kata anak buahnya lagi.Ryan menghel
Sean pun bersedia memaafkan Ryan. Kemudian mereka langsung pulang ke apartemen milik Ryan. Sebuah penthouse yang disiapkan untuk tinggal dengan Lisa dan Sean.Bahkan Ryan sudah mendekorasi kamar Sean dengan karakter kartun kesukaannya. Tentu saja Sean sangat menyukainya dan perlahan rasa marahnya menghilang.“Kamu suka dengan kamarmu?” tanya Ryan.“Tentu saja, Ayah. Ini sangat luar biasa,” jawab Sean antusias.Dia berjingkrak girang. Lisa yang melihat wajah ceria Sean, langsung tersenyum senang. Kebahagiaan Sean adalah segalanya untuknya.“Terima kasih, Ryan,” ucap Lisa tulus.“Sama-sama, Lisa,” balas Ryan langsung. “Biarkan Se
“Jangan cemas, Bibi! Aku pasti bisa mengatasi ini semua,” ucap Ryan meyakinkan. “Percayakan semuanya padaku!”Maria hanya menatapnya cemas. Namun, dia hanya mengangguk dan menepuk pundak Ryan seraya berkata. “Semoga saja kami masih tahu batasannya dan bisa menghargai semua ini, Nak. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”“Amin. Terima kasih, Bibi.” Ryan berkata tulus.Kemudian dia bangkit. “Aku akan menemui Lisa dan Sean, meminta maaf. Mereka pasti ketakutan karena ulahku tadi,” ucapnya dengan wajah sesal.Sementara telinga Lisa sudah lebih baik, tetapi tatapan cemas Nania dan Sean belum mereda. Melihat perhatian Nania, Lisa benar-benar tersentuh. Ibunya kembali seperti dulu, penuh cinta dengan tatapannya.
Ryan terkejut. Dia akhirnya sadar sudah membuat keributan karena rasa takutnya yang berlebihan. Wajahnya panik dan bingung.“Ryan, apa yang kamu lakukan?” Maria muncul dengan tatapan tak percaya.“Maaf, aku lepas kontrol,” ucap Ryan menyesali tindakannya.Kemudian Maria menoleh pada Lisa yang masih memegangi telinganya. Lisa mengeluarkan alat bantu dengarnya, berhadap bunyi dengungnya menghilang. Sedikit lebih baik.“Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanya Nania panik muncul di belakang tubuhnya.Lisa hanya mengangguk. Maria meminta Nania dan Sean untuk membawa Lisa ke dalam. Dia lantas menatap Ryan yang masih terdiam dengan raut wajah bersalah.“Ada apa denganmu, Ryan? Kenapa kamu menjadi arogan dan emosional?” tanya Maria dengan tatapan marah. Ryan menunduk. Bibirnya bergetar dan air mata penyesalannya mengalir deras. “Aku ... aku tak tahu, Bibi Maria. Tiba-tiba saja aku merasa sangat takut, hingga tak bisa mengendalikan diriku,” jawabnya jujur.Maria menoleh ke belakang. Lisa sudah tak