Eliana menatap Dafa dan Bian yang sedang tertidur. Tatapan dan sorot mata teduh yang dulu selalu membuat Eliana terpaku karena rasa bahagia. Perlahan rasa hangat menjalar, mengusik sekelumit kenangan beberapa tahun silam. Dulu bersamanya Eliana selalu nyaman. Eliana selalu merindu saat ia jauh. Ada debar di dalam sini saat jemari saling menggenggam. Atau tanpa sengaja saling bertukar tatap. Dia Reindra pria tampan kakak kelasnya dulu, teman sekelas wanita Eliana banyak yang suka kala itu. Kala itu ia marah saat pernah tanpa sengaja melihat Satria bersama gadis lain. Dan bahkan saat itu Eliana mendiamkannya hingga berhari-hari dan meninggalkannya dengan sepeda mini kesayangannya. Eliana sadar bahwa ia jatuh cinta padanya. "Masuklah El, udaranya sangat dingin lo." Reindra menyadarkannya dari lamunan. la mendekati Eliana dan memeluknya dari belakang. Entah perasaan apa yang di rasakan Eliana tenggorokannya tercekat, jantungnya naik turun, rasa yang selama ini hilang telah kembali lagi.
Bagaimana, mau mandi sekarang sayang? sudah aku siapkan air hangatnya bangunlah?" tanyanya yang masih dalam posisi memeluk tubuh istrinya. Eliana mengangguk. "Iya dingin malas bangun.""Ayolah keburu habis waktunya Subuh sayang.'"Hu um.""Ayo."Eliana menggeleng. "Kenapa lagi?''"Gak mau maunya di gendong. Mas."Reindra membantu Eliana berdiri, lalu menggendong tubuh istrinya ke arah kamar mandi. Eliana membawa bajunya ke dalam kamar mandi. Selesai ia mengganti baju, lalu menjalankan Shalat Subuh berjamaah. karena Reindra menunggu Eliana keluar kamar mandi dengan keadaan bersih. Eliana bahagia, lalu menggeleng pelan. Eliana merasa serba salah. Seandainya dulu ia tahu jika suaminya memanjakannya, namun semua sudah suratan takdir. dengan perceraian itu membuat Eliana menemukan cinta baru juga kebahagiaan baru. "Sayang aku mau ke kampus? ga ingin nitip apa gitu? "Tidak, Mas, kapan-kapan saja.""Yakin?''"Hu um."Mereka saling pandang, mata Reindra menunjukkan kebahagiaan. Hingga me
"Ayah...." Panggil Daffa dan langsung memeluk Ayahnya. Satria berdiri menyambut pelukan putranya. "Jagoan Ayah gimana sehat.""Ayah, Daffa bangga, Ayah adalah yang terbaik.""Jangan berlebihan, sayang!""Tidak, Ayah, Daffa hanya kagum sama Ayah. Terus menjadi Ayah yang hebat untukku dan keluarga kita Ayah."Sementara ini rasa was-was Dafa begitu mendalam, karena ia tak ingin jika keluarganya kembali terpecah. Daffa sangat mencintai sang mama. Hingga ia tak rela jika ada orang yang menyakitinya. Namun tidak bagi Daffa. Ia sangat berharap bahwa hari-hari ke depannya akan lebih indah lagi. "Cika mana Ayah?''" Di dalam sayang."Satria terharu dan menitikkan air mata. Ia bisa merasakan kasih sayang dari semuanya dari anaknya. Eliana orang baik yang sudah menganggapnya seperti mantan terbaik. Justru dari Eliana, saat ini ia merasakan kehangatan sebuah keluarga.Satria memandang ke arah keluarganya, Tak terasa ia sudah memiliki anak yang sudah remaja. Satria menatap bahagia kedua anaknya
Mereka sudah siap dengan pakaian batik, mereka semua menunggu rombongan pengantin dari keluarga Sonya, akad nikah dan temu manten sudah digelar kemarin. Semua sudah berkumpul di luar halaman menanti arakan pengantin datang, Reindra berada di dekat Eliana. Sementara anak-anak berada di tak jauh dari tempat Eliana berada. Eliana tersenyum, Bian sudah bisa berbaur dengan yang lain, juga Daffa yang selalu mengajak Bian berkomunikasi. Membuat Bian jadi lebih percaya diri, Eliana tersenyum melihat keluarganya berkumpul menjadi satu dan satu hal yang Eliana selalu bersyukur bahwa kata maaf itu sudah ia dapatkan. Arakan pengantin sudah datang, keluarga Eliana menyambut kedatangan pengantin. Sesaat pengantin sudah berada di pelaminan sederhana, berbagai acara telah dilaksanakan, rasa syukur dalam diri Eliana kembali ia rasakan. Sahabatnya Sonya yang sekarang menjadi kakak iparnya. Takdir telah membuat Eliana bahagia. "El, Mbak rindu. Apa kabarmu selama ini?" tanya kakaknya Laras. Eliana ter
Apa kabar, Rein?" sapa seseorang yang menghampirinya."Mas Gio. Alhamdulillah, selamat ya semoga samawa," sahut Reindra sambil memeluk lelaki berwajah sendu itu.Gio duduk di samping Reindra. "Makasih," candanya yang mendapat pukulan di lengannya. Lalu mereka tertawa bersama."Sudah sembuh, benar?""Alhamdulillah, sudah, Mas."Tak ada satu pun manusia bisa menentukan ukuran panjang atau pendek perjalanannya. Tak ada satu pun dari kita mengetahui rahasia umur kita. Dan Reindra berterima kasih saat ini karena masih di beri umur panjang. Tak selayaknya Reindra sia-siakan waktu untuk memburu yang fana juga nafsuIa pun takut pernah menjadi manusia yang merugi kala harus berada di pengadilan sang Ilahi. Menjadi manusia yang berhati-hati karena kehidupan hakiki itu adanya pasti. "Sayang." Suara seorang wanita reflek membuat mereka menoleh bersamaan."Mas, selamat ya." Gio berdiri lalu merangkul adik wanita kesayangannya itu.Gio tersenyum kecil, sambil menepuk punggung, adiknya. "Kau bahag
Udara dingin menembus poro-pori kulit Eliana, ia menatap jauh ke arah balkon kamarya, rumah Reindra yang kini juga menjadi rumahnya. Menjadi begitu luas dan sangat indah. Eliana menatap takjub ke arah bangunan yang berdiri tegak di gang sana. Matahari mulai terbangun dari peraduannya, memancarkan sinarnya yang menghapus titik-titik embun di dedaunan. Menghangatkan tubuh Eliana dari udara dingin, dan membakar semangat baru di hari yang baru. Selamat pagi dunia yang kini seolah berpihak kepadanya. Eliana menatap wajah suaminya yang tertidur pulas, Eliana menatap wajah polos suaminya. Kehidupan memiliki alur yang tak pernah bisa ditebak oleh siapa pun. Entah besok akan berjalan lancar tentu menjadi jawaban yang paling menyenangkan. Setiap orang memiliki kesempatan yang bisa digunakan dengan sebaik mungkin. Tentu akan sayang jika Eliana lewatkan begitu saja. Begitupun dengan suaminya sebaik mungkin untuk menjemput segala kesempatan baik. Ia mengharapkan bisa mendapatkan banyak kesempatan
Udara dingin menembus poro-pori kulit Eliana, ia menatap jauh ke arah balkon kamar barunya, rumah yang baru dibelikan oleh Reindra lengkap dengan toko bunga yang ada di depan rumah. Karena Reindra tak mau melihat Eliana kelelahan. Eliana menatap takjub ke arah bangunan yang begitu indah hadiah dari suaminya. Matahari mulai terbangun dari peraduannya, memancarkan sinarnya yang menghapus titik-titik embun di dedaunan. Menghangatkan tubuh Eliana dari udara dingin, dan membakar semangat baru di hari yang baru. Selamat pagi dunia yang kini seolah berpihak kepadanya. Eliana menatap wajah suaminya yang tertidur pulas, Eliana menatap wajah polos suaminya. Kehidupan memiliki alur yang tak pernah bisa ditebak oleh siapa pun. Entah besok akan berjalan lancar tentu menjadi jawaban yang paling menyenangkan.Setiap orang memiliki kesempatan untuk berjuang sembuh dari penyakitnya yang bisa digunakan dengan sebaik mungkin. Tentu akan sayang jika Eliana lewatkan begitu saja. Begitupun dengan suaminya
Satria sudah berada ditempat dimana ia bertemu dengan rekan kerjanya. Rekan kerjanya setuju bengkel Satria akan mengerjakan di sebuah pabrik. Satria bernapas lega kali ini proposalnya disetujui. Rasa bahagia hinggap di dalam hatinya. Selesai meeting ia duduk dan minum air mineral kali ini akan memberi hadiah istrinya karena besok ulang tahun Eliana, Saat ia keluar kafe ponselnya berdering. [Kau bahagia ... bisa lepas dariku? Ingat! Jika aku tak bisa mendapatkan kamu lagi. Siapapun tak akan bisa mendapatkanmu.] Ancam wanita itu dari sebrang sana. Satria kesal suara Yolanda nyaring di telinganya dengan cepat ia mematikan ponselnya tanpa menjawabnya. Ia berjalan mendekati motor dan berjalan ia ingin cepat sampai di toko emas. Ia sudah ada janji dengan pemilik toko yang akan memilihkan sebuah kado untuknya buat Cika. Di ujung jalan Yolanda dan kekasihnya membawa mobil sedang mengawasi Satria. Ia akan berusaha mencelakai Satria kali ini rencananya tak boleh gagal. Bahkan ia sangat sulit