POV Haris Tepat pukul sembilan malam acara resepsi sudah selesai. Kami ke kamar untuk mengganti pakaian dan bersih-bersih. Suasana diluar rumah Lintang begitu ramai sekali, karena keluarga besarnya berkumpul di sini. Perkenalan satu persatu keluarganya yang banyak membuatku susah untuk menginggat nama mereka satu persatu. "Wah indah sekali, kenapa kamarnya banyak bunga ya?" godaku pada Lintang. "Hmm ngedek, nih ceritanya," jawab Lingang seraya tersenyum di depan cermin. "Serius, nanya ich?" "Sejak kapan nih Pak Haris jadi norak dan kampungan gini?" tanyanya. "Sejak, ketemu kamu."Aku tertawa kecil. Melihat tingkah Lintang yang agak canggung bayangkan saja jauh di dalam hatiku aku sudah tak tahan ingin memeluk tubuh Lintang erat. Selesai mengatur napas, wanita cantik itu mulai melepas kerudung dan gaun pengantin. Menganti dengan baju biasa dan menghapus make up dengan kapas dan cairan pembersih wajah. Beberapa saat yang lalu aku telah mencipta rona kemerahan pada wajahnya. Linta
Aku menggeleng pelan dan tersenyum, dan mencium pipinya. Mataku perlahan-lahan memandang wajah Lintang yang sangat cantik, sudut bibirku terangkat melihat pemandangan yang sangat indah di depanku, dengan lembut aku menarik tangannya, dan aku menganggat tubuhnya berjalan menuju ranjang. Aku mengecup bibir tipis itu, lalu menciumi seluruh wajah Lintang. Dengan nafas yang tak beraturan aku bergerak di atas tubuh Lintang. Tangan dan bibirku mulai bicara, membuat Lintang mencekeram erat punggung bidangku.Aku menggila mendengar desah menyenangkan keluar dari mulut ranumnya. Sentuhan itu begitu lembut, hingga membuat tubuh Lintang menjadi lemas tak berdaya. Ia memejamkan matanya saat perlahan tanganku mulai menelusup masuk kedalam bajunya."Mas Haris ...."Lembut setengah desah dan berbisik ditengah kenikmatan, malah membuat aku kian bersemangat. Dan aku mulai berani. Tanganku aktif menjalar, meraba tubuhnya dengan hati-hati. Mengelusnya, merapatkan tubuhku dan menyentuh benda kenyal dibal
Kami berpegangan erat, rasa nyaman dan hangat kembali hadir debaran halus di dalam tubuhku kembali kurasakan, pelukan dengan lelaki ini membuat aku merasa melayang, saat kami berpelukan Jingga dan kedua adiknya merekan kami dan memfoto kami."Malu, Jingga ayo hapus." ucapku membuatku menjadi cemas."Sudahlah Mama ku sayang, ini bagus lo Ma?sayang kalau harus dihapus." Kami tertawa bersama, Sungguh ini membautku begitu bahagia,hari mulai gelap kami memutuskan untuk kembali ke Villa, sampai disana aku memesan beberapa masakkan yang menggoda lidah, sesaat pramusaji datang membaea berbagai pesanan. Aku dan Mama menyiapkan makanan di atas meja dibantu oleh Jingga juga Nisa kami lalu menikamati hidangan yang begitu memanjakan lidah kami.Kulihat Mas Haris sesekali mencuri pandang padaku, begitupun denganku dadaku berdetak lebih kencang dari biasanya, aku merasakan perasaan yang sulit aku ungkapkan dengan kata-kata. Rasa bahagia, sedih campur menjadi satu. ini pernikahan ketigaku, Namun se
Suara angin menembus kalbu. Aku menatap pantai dari kejauhan, bocah kecil berlari kesana sini, ada yang bermain layang-layang, membuat bangunan dari pasir, itulah anak-anak pantai. Apakah hati anakku bahagia? Aku pun tak tahu apa yang dirasakan oleh anak-anakku. Aku sudah berusaha menjadi Ibu yang baik, dan berusaha menjadi yang terbaik, mencoba berbicara sama ketiga anakku."Jingga, Nisa, Dimas sini, Nak." Panggilku kepada anak-anakku."Iya, Ma. Ada apa?" "Mau ikut, Mama tidak?" tanyaku pada ketiga anak kesayanganku."Mau dong, Ma!" ucap ketiganya bareng."Ayo kita lari?""Ok, siap takut."Aku mengajak mereka berlari kearah pantai dan membeli satu buah layang-layang. Aku melihat mereka begitu senang. Sesaat aku meminta Nisa untuk memegang layangannya dan Dimas yang menarik layangannya hingga terbang keatas."Horee, Mama. Aku bisa." ucap Dimas senang,Dimas memegang benang layang-layang terpancar ada raut bahagia di dalam wajahnya, hal sederhana yang bisa membuat Dimas sangat bahagi
Beberapa jam kemudian mobil sudah terparkir di halaman depan rumah Mas Haris, Jingga juga Dimas dan Nisa antusias ingin melihat rumah barunya, kami begitu takjub sambil menutup mulutnya. Rumah yang begitu indah juga elegan, mata kami tak berhenti berkedip."Ayah ini rumah siapa indah banget?" tanya Dimas pada Ayahnya."Ini rumah kita sayang.""Ya Allah ini indah sekali, Mas Haris, ini kejutannya." Aku mencium pipi suamiku."Sama-sama sayang,"Kami masuk kedalam, betapa kami sangat bahagia, Mas Haris memberikan kejutan pada kami, rumah yang luar biasa indah ada gazebo, kolam renang juga kolam ikan kesukaan anak-anak Dan tempat olahraga, untukku juga anak-anak kami."Wah indah ini Lintang besar juga.""Iya, Pa dan Mama boleh juga tinggal disini." Jelasku. "Boleh, Papa. Ma. Biar dekat sama kami." Seru Mas Haris. "Biar, Papa dan Mama tinggal dirumah Lintang saja. Lagian dekat ini kan, gak ada lima menit sampai kan.""Ya terserah Mama dan Papa saja."Ya Allah semoga kebahagian ini terus
Aku meminta tolong Mas Haris buat pindahin barang dibutik ke rumah Mas Haris, kata Mas Haris selesai butik tutup Dion satpam kami dan beberapa temanya sudah mengangkut semua barang ke butik baru dan butik yang lama aku suruh Ayah buat usaha Mama, kata beliau mau bisnis Bunga disini, karena makanannya banyak bagaimana ya jika aku kirim buat mereka yang lembur di rumah Mas Haris dari pada mubazir."Mas dari pada makanan banyak, apa kita kasih ke yang lembur angkut barang kerumah Mas Haris saja ya?" tanyaku pada Mas Haris semoga saja ia setuju."Boleh sayang tadinya mau, Mas belikan nasi goreng, ya sudah kalau begitu, siapkan sayang biar Mas antarin sama Mang Jaja," jawabnya membuatku senang.Aku dan Bibi menyiapkannya, makanan sudah siap tinggal diantar ke rumah Mas Haris. Aku penasaran pengen ikut boleh tidak ya sama Mas Haris."Mas, boleh tidak Lintang ikut, Mas Haris?" tanyaku pada Mas Haris."Sudah nalam sayang, istirahatlah nanti kamu masuk angin, ga bagus angin malam nanti kamu sa
Kami masuk dan benar saja, Mas Haris mendisain ruangan ini jadi begitu indah, wajah berbinar terlihat dari wajah mereka, dan ruang kerjaku pun sangat luas dan bagus."Elsa. Promosikan ke sosial media ya bahwa kita pindah? "Baiklah, Mbak. Siap!""Terus butuk yang lama tidak dijual, Mbak?""Tidak mau dibuat Mama buat bikin toko bunga, Elsa.""Wah keren.""El, pastikan pelanggan kita tahu jika kita pindah, dan hari ini barang akan datang lagi.""Siap, Mbak Lintang."Kami sibuk menyiapkan barang datang, yang lain juga sibuk menata baju yang baru datang, hari ini kebetulan pengunjung belum ada, mungkin belum tahu jika kita pindah, jadi kita bisa dengan leluasa menyiapkannya. Matahari mulai terik Mas Haris datang ia membawakanku dua porsi gado-gado."Pasti belum makan gimana kalau sakit, kerja boleh sayang, tapi jaga makan yang teratur," ucapnya menasehatiku."Sudah Mas, tapi pagi Lintang makan sama Mie Ayam pedas tuh di depan." Mas Haris tersenyum manis. "Ya sudah ini dimakan,"Aku memak
Aku segera mengambil ponselku yang berada di dalam tas. segera ku telepon dan tidak ada jawaban, bagaimana jika anak-anak tahu kalau Mas Haris masih tidur di dalam selimut? Rasa cemas ada di dalam benakku, duh rasanya malu setengah mati jika sampai ketahuan sama anak-anak.Tuh kan aku mendengar gelak tawa mereka keras banget dari sini. Ya Allah selamatkan aku dari rasa maluku ini, selang beberapa menit rasa cemasku masih menghantui, terlihat mereka sedang turun tangga dan menghampiriku, mungkin saja wajahku sudah memerah karenanya."Ma, kami izin ya mau diajak, Ayah mancing?" Sapa Dimas sambil memelukku.Ada sedikit lega kurasakan, mereka terlihat biasa saja tidak ada yang aneh berarti aman.... "Mancing kemana?" tanyaku pada Dimas."Ikut Ayah, Ma. Ayah yang janji pada kami, katanya hari ini kami diajak sama Ayah, makanya kami kesini." "Oh, Ayah mana?" tanyaku ingin tahu penasaran. "Masih mandi Ma, katanya biar seger."Alhamdulillah, tidak ketahuan, terlihat suamiku turun dari tang