Seorang gadis cantik yang duduk di depan cermin seorang diri, menyisir pelan ujung-ujung rambut panjangnya yang berwarna coklat karamel dan tergerai indah ke samping, menutupi sebelah dadanya. Mata coklatnya yang seakan-akan menatap ke arah cermin kini membayangkan sosok seorang pria bertubuh tinggi tegap, berambut silver dan memiliki mata musim gugur yang menatap tajam.
Irene Wilson, seorang model cantik nan seksi, icon dari produk Kotowari Fashion, kini hatinya sedang bermekaran rupanya. Ia tidak bisa melupakan sosok pria tampan yang telah membantunya ketika terjatuh di atas catwalk. Walaupun model-model yang lain menganggap pria itu begitu menakutkan karena kening pria itu tak henti-hentinya mengerut, semuanya menduga bahwa pria itu mungkin memiliki sifat yang kasar. Namun bagi Irene, kerutan di kening pria itu malah membuat sang pria terlihat semakin tampan dan… macho. Matanya terlihat
Nanda memasuki klub malam. Musik morena daridisc jockeymengalun begitu kencang diikuti goyangan heboh para pengunjung yang berjoget ria serta lampu warna-warni yang berkelap-kelip. Berminggu-minggu kerja ternyata membuat Nanda rindu pada dunianya. Nanda mengambil duduk di depan counter bar seorang bartender pria bertubuh tinggi besar, berambut coklat tua bergelombang dan berkulit eksotis. "Hai, Chad…" sapa Nanda ke sang bartender yang sedang beraksi dengan lemparan-lemparan botol berisi beberapa jenis minuman alkoholnya itu. "Hai, Nanda… apa kabar?" balas si bartender bernama Chad, sahabat Nanda sejak Nanda kuliah di luar negeri, tepatnya di Cambridge, Amerika Serikat. Waktu itu, Chad juga sedang menempuh pendidikan khusus untuk menjadi seorang bartender profesional karena kakeknya memiliki banyak koleksi wine yang sudah disimpannya bertahun-tahun lamanya. Sewaktu di Cambridge, apartemen mereka bersebelahan dan karena asal negara mereka sama, mere
"Nanda… kau tidak apa-apa, Nak?" Nanda mendengar suara wanita… suara lembut dan itu adalah suara ibunya. Ini pertama kalinya lagi aku mendengar suara ibunya lagi… "Nanda…" Nanda mengerjap-ngerjapkan matanya. Ternyata tadi ia memimpikan ibunya tapi ini pertama kalinya ia memimpikan ibunya setelah ibunya tiada. Nanda terbangun dan mendapati dirinya kini berada di dalam suatu kamar yang bukan sama sekali kamarnya. Nanda tidak tahu kamar siapa itu, ia langsung bangkit duduk dan… "Aaaaaaahh…" tiba-tiba Nanda merasakan rasa sakit yang terasa menjalar di bagian betis dan mata kakinya saat sedikit menggerakkan kakinya. "Nanda, kau sudah sadar?" Nanda menoleh ke samping. Ariel duduk di kursi samping ranjang tempat Nanda berbaring sekarang, tangannya memegang bungkusan berisi bongkahan es batu. Nanda lalu mengingat kejadian waktu menunggang kuda, ia ingat kalau ia tadi terjatuh rupanya dan… Sialan kuda itu! &nbs
Dua bulan lebih Nanda telah bekerja di Kotowari Fashion. Pelan-pelan ia mulai terbiasa dengan lingkungan kerjanya dan ia jadi berkeinginan untuk bekerja serius, bahkan ia tak segan-segan lagi bertanya pada Kiki. "Kiki, bisa jelaskan ini bagaimana?" tanyanya pada Kiki sambil memperlihatkan beberapa lembaran dokumen. Kiki pun menjelaskan sedetail-detailnya dan Nanda memperhatikan dengan seksama penjelasan Kiki. Nanda mengangguk mengerti akan penjelasan Kiki. Sementara Kiki masih menjelaskan, Nanda menengadah sebentar untuk berpikir lalu kembali menatap ke arah lembaran dokumen namun ia refleks menengadah kembali ke arah yang tadi. Dari jauh terlihat Ariel sedang berjalan bersama Wulan sambil tertawa bersama. Perhatian Nanda kini beralih ke Ariel, ia terus memandang wajah gadis itu, wajah gadis yang kini sedang tertawa lepas. Nanda bahkan enggan melepaskan pandangannya sehingga Kiki kini sedang berbicara sendiri. "Nanda… Nanda?" panggil Kiki yang sadar bahwa Nan
Selesai acara pernikahan putra Bu Yohana, Ariel mengajakNanda ke belakang gedung. Kata Ariel, di sana ada taman dengan danau kecil dan ia sangat ingin ke sana menikmati pemandangan sambil menunggu sopir keluarga Kujo datang menjemputnya. Beberapa ranting pohon yang mulai gundul dan daun-daun kecil kering yang beterbangan, ah… benar-benar pemandangan indah. Ariel mengajak Nanda untuk duduk di kursi taman panjang yang berada di dekat danau, di danau terlihat ada sepasang angsa yang sedang mengapungkan diri. Sambil tersenyum Ariel menatap sepasang angsa itu. "Hal yang paling membahagiakan… ketika kita tahu orang yang kita cintai ternyata juga mencintai kita, mengetahui perasaan sendiri tidak bertepuk sebelah tangan lalu bersatu di pernikahan…" kata Ariel pelan, "bukankah begitu, Nanda?" "…Kurasa tidak." Ariel menoleh ke a
Seorang wanita berambut hitam sebahu berkimono tidur berwarna putih menghentikan langkahnya begitu ia menyadari kamar yang baru saja ia lewati masih terang. Ia mundur selangkah lalu menoleh ke arah pintu kamar tersebut, mata bulatnya yang lembut menatap ke celah pintu yang tak tertutup rapat. Pemilik mata itu bukanlah milik Ariel, melainkan seseorang yang begitu identik dengannya namun lebih dewasa, Hana Kujo, kakak kandung Ariel. Hana memegang gagang pintu lalu mendorongnya pelan hingga tak menimbulkan suara, takut-takut jika si pemilik kamar yang mungkin sedang tertidur akan terbangun karenanya. "Ariel…" panggilnya dengan suara yang amat pelan, dari dalam ruangan nampak sosok adiknya yang sedang duduk menyandar di ranjang, kedua tangannya memegang buku, gadis itu sedang membaca. Yang dipanggil pun tidak memberi sahutan, pandangan Ariel begitu fokus ke arah buku, begitu seriusnya ia membaca hingga tidak menyadari kini Hana tengah memasuki kamarnya. "
Ariel menatap begitu telitislidedemislideyang bergantian di layar, di dalam suatu ruangan yang hanya mendapat pencahayaan dari proyektor LCD. Semua isi tiap slidetak luput dari perhatian pemilik iris hitam, sambil menyimak dengan seksama presentasi yang dibawakan oleh desainernya. Seorang pria dengan potongan rambut seleher berwarna hitam legam, bulu mata palsu panjang nan lebat berwarna merah dan kuning menghiasi ujung matanya, seorang pria yang begitu mencintai kecantikan hingga penampilannya pun menyerupai seorang wanita. Bernama Yumichika, seorang desainer pria yang terkenal akan kecantikannya. "…Walau ukurannya cenderung oversize tapi modelnya tetap modern dan unik, untuk bahannya, seperti biasa yang kita gunakan, bahan yang menyerap keringat, lembut dan nyaman, terasa hangat untuk cuaca yang mulai dingin saat ini, untuk anak muda yang gaul dan energik… sekian dan terima kasih." Yumichika berbungkuk sekali lalu berjalan ters
Waktunya makan siang, Ken yang sedang merencanakan strategi "perdamaian" antara Ryan dan Ariel mengajak Ryan makan siang di kantin kantor. Kantin yang menyediakan berbagai masakan, mulai masakanWestern, Chinese food, Japanese food, Korean food,Arabian food, dan Indonesian food. "Kenapa kita masih duduk saja? Aku sudah lapar!" Ryan sudah tidak sabaran, sepuluh menit ia dan Ken hanya berduduk manis di kantin dan belum memesan makanan. "Sabar Ryan…" Ini sudah kedua kalinya Ken mengundur waktu, berusaha menahan ketidaksabaran Ryan, "sebentar lagi mereka datang…" "Mereka? Memangnya siapa yang kita tunggu?" "Nah, itu mereka!" Ken menunjuk ke arah dua gadis yang kini memasuki kantin, Elena dan… Ariel? Ryan langsung cengo, lalu menggeram ke arah Ken. Apa-apaan kau, Ken?! Batinnya. Sudah tahu Ryan dan Ariel sedang ada perang,eh malah diajak makan bersama, apa mereka ingin mencetus terjadinya perang lagi? Begitu memasuki kantin
Ini sudah jam pulang kantor namun gadis pemilik mata bulat indah masih berada di dalam ruangannya. Bukan karena alasan ia masih memiliki pekerjaan hingga masih berada di ruangannya namun karena ia tidak ingin jika ia keluar sekarang ia akan bertemu dengan pria yang sering membuatkan kesal dan naik darah. Tidak ada yang ia kerjakan, ia hanya duduk berdiam diri sambil menunggu hingga kantor mulai sepi. Tok tok tok… Seseorang di luar mengetok pintu ruangan Ariel. "Siapa?!" Ariel bertanya menyeru sambil menatap ke arah pintu. "Kau masih di dalam, Riel? Ini aku… Alvin!" "Oh… masuklah!" Ceklek… Seorang pria bertubuh tinggi dengan kemeja biru langit membuka pintu ruangan Ariel, begitu ia melihat sosok pemilik ruangan yang kini duduk di sofa, pria itu tersenyum. "Tadi aku cuma ingin memastikan, di sini masih ada orang atau tidak karena ruanganmu masih terang…" ujarnya lalu melangkah masuk ke dalam, "kudengar… kau dan Ryan berte
Ishan berjalan dengan dagu terangkat menuju Instalasi Gawat Darurat bagian trauma. Tidur selama empat jam dan mandi pagi membuat wajah pria berusia mendekati setengah abad itu terlihat sangatfresh. Beberapa perawat dan dokter magang yang sempat berpapasan dengannya membungkukkan badan dengan segang ke arahnya, tentu saja karena Ishan termasuk dokter senior di sana.Kepala Ishan celingak-celinguk begitu berada di dalam ruangan. Di meja batu hanya ada tiga perawat dan dua orang dokter yang telah lama magang. Kesal sekali Ishan karena pagi itu ia tidak melihat seorang dokter ahli pun yang menjaga di ruangan tersebut, setidaknya harus ada satu dokter ahli yangstandbydi sana.Ishan lalu berjalan-jalan mengitari ruangan itu untuk melihat-lihat pasien yang sementara dirawat oleh dokter yang baru magang di hari pertamanya. Pagi ini tidak begitu banyak pasien, mungkin itu alasan dokter ahli yang seharusnya jaga pagi itu memilih
Sudah hampir sejam Gerry duduk menyandar di kepala ranjang, di suatu kamar hotel, tanpa memakai pakaian dan hanya selimut yang menutupi bawahannya. Ia tidak sendirian, di sampingnya ada seorang wanita berambut blonde, panjang nan bergelombang, tanpa balutan busana, masih tertidur tengkurap dengan sangat nyenyak, punggung mulusnya terekspos karena selimut hanya menutupi bawahnya hingga sepinggang, wanita yang telah menghabiskan malam bersamanya.Gerry terlihat sedang melamun, wajahnya terlihat murung ke depan. Beberapa kali terdengar pria itu mendesah kecewa. Bukan karena wanita yang kini berada di sampingnya tidak memberikannya kepuasan, sebaliknya mereka berdua telah melakukan pertempuran yang begitu hebat dan liar. Namun, kebahagiaan itu bukanlah didapat dari kepuasaan sex, keduanya adalah hal yang berbeda. Intinya, pria itu tidak berbahagia, satu-satunya yang dapat membuatnya benar-benar merasakan kebahagiaan adalah bersama dengan gadis yang ia cintai yaitu, Ariel.
Gerry kini duduk di suatu restoran mewah prancis, bersama dengan para pengunjung lain yang tengah menikmati hidangan makan malamnya. Bukan karena di restoran tersebut tidak menyediakan ruangan VIP namun pria itu memang sengaja makan malam bersama pengunjung lain karena ada sesuatu yang ia rencanakan.Gerry tak henti-hentinya melengkungkan senyumnya, jelas sekali bahwa pria itu terlihat sangat senang dan bersemangat. Beberapa kali ia menatap jam tangannya dengan tak sabaran dan menengok ke arah pintu masuk, menantikan kehadiran gadis yang akan ia lamar.Lamar?Yeah, pria itu berniat melamar Ariel malam ini juga walaupun masih belum resmi karena bagaimana pun dia harus menghadapi keluarga Ariel terlebih dulu sebelum menikahinya. Tapi, setidaknya jika Ariel menerimanya, Gerry akan`memiliki keberanian dan semangat yang besar untuk menghadapi keluarga Kujo, terutama kakak ipar Ariel yang kini menjadi kepala keluarga Kujo.Betapa percaya dirinya pria itu
Ini sudah jam pulang kantor namun Ariel masih berada di dalam ruangannya. Gadis itu merenung akan sikap Nanda tadi pagi. Pria itu membuang pandangannya dan berbalik arah ketika melihat Ariel, tidak mungkin pria itu melakukan demikian tanpa alasan. Ariel berusaha mengingat-ingat apakah ia mengatakan atau melakukan sesuatu yang menyinggung Nanda tapi seingatnya ia sangat jarang berinteraksi dengan pria itu dan seingatnya lagi, beberapa hari yang lalu pun saat ia menyapa Nanda, pria itu masih bersikap normal.Lalu… sebenarnya apa masalahnya? Pikir Ariel.Ariel merasa sedih jika nantinya Nanda tidak lagi peduli padanya, atau yang paling parah malah memusuhinya seperti yang dilakukan Ryan. Ariel sudah menganggap Nanda adalah teman yang baik setelah menjalankan proyek bersama.Dengan lesu Ariel menarik tasnya dan beranjak keluar dari ruangannya. Gedung KotowariFashionsudah sepi rupanya, Ariel terus berjalan menujuliftna
Malam semakin larut namun Nanda masih saja gelisah di ranjangnya. Berkali-kali sudah ia merubah posisinya, sebentar berbalik ke kanan kemudian kembali ke kiri, begitu seterusnya untuk menemukan posisi senyaman mungkin. Nanda lalu bangkit dan duduk, ia sadar bahwa yang membuatnya sulit tidur bukanlah masalah posisinya atau ranjangnya tapi pikirannyalah yang kacau. Bukan hanya karena gosip mengenal Ariel yang telah memiliki kekasih namun sewaktu pulang kerja Nanda sempat melihat Ariel menaiki mobil mewahFerrari599xxx berwarna merah, tipe mobil pelit karena hanya menampung dua orang dan idealnya pemilik mobil itu tentunya seorang pria. Berarti, kemungkinan besar gosip tersebut memang benar.Nanda melirik ke arah laci, tangannya mencoba menjangkaunya untuk mengambil selembar foto di dalam, foto Ariel bersama dirinya. Nanda terus menatap foto tersebut, tiap kali pria itu menatap foto itu hatinya berubah menjadi melankonis."Ariel…" dengan suara l
Rupanya, gosip bahwa Ariel telah memiliki kekasih bukan hanya Nanda saja yang dengar tapi kabar tersebut sudah terdengar oleh karyawan lainnya termasuk Ryan. Sebagai pria yang juga "diam-diam" menyukai Ariel, sama halnya Nanda, Ryan juga merasa terusik. Pikirannya begitu kacau hingga ia tidak bisa berkonsentrasi bekerja, rapat tim label miliknya yang seharusnya dijadwalnya hari ini pun dibatalkan. Terdengar tidak profesional karena ini masalah pribadi namun gosip tersebut benar-benar membuat pria bertattoo itu risau tak karuan.Berada di dalam ruangannya terlalu lama sambil memikirkan Ariel membuat kepala Ryan terasa pusing. Ia pun akhirnya memutuskan untuk beranjak dari ruangannya, mencari angin sebentar, atau mungkin ia harus membasuh wajahnya untuk menyegarkan pikirannya kembali.Sekretaris dan orang kepercayaan Hideyoshi, Sandy dan Novita, tampak tergesa-gesa sambil membawa map putih."Ryan!" panggil Novita berseru ke arah Renji. Gadis bertubuh mungil dan be
Musim panas yang sangat cerah membuat semuanya bersemangat beraktifitas, termasuk Nanda. Pemilik rambutsilver itu bahkan telah membuat skedul semalam mengenal pekerjaan apa saja yang harus ia selesaikan untuk hari ini. Ia ingin semua pekerjaannya dapat selesai dengan tertata rapi dan penuh perencanaan. Kini gairah kerjanya semakin berkobar-kobar, apalagi di kantor ia bisa bertemu dengan sang pujaan hati. Dengan penuh percaya diri Nanda memasuki gedung KotowariFashion. Mata coklatnya bersinar cerah, menampakkan semangat dan gairah kerjanya yang sangat besar, langkahnya yang lebar-lebar dan terkesan tergesa-gesa menandakan pria itu tidak sabar ingin mengerjakan beberapa pekerjaannya yang masih tertunda kemarin. "Kemarin… aku lihat Nona Ariel bersama pacarnya di parkiran…" Nanda langsung menghentikan langkahnya ketika mendengar suara seorang wanita yang asyik bergosip bersama dua wanita lainnya, indra pendengarannya begitu peka jika
Ini sudah jam pulang kantor namun gadis pemilik mata bulat indah masih berada di dalam ruangannya. Bukan karena alasan ia masih memiliki pekerjaan hingga masih berada di ruangannya namun karena ia tidak ingin jika ia keluar sekarang ia akan bertemu dengan pria yang sering membuatkan kesal dan naik darah. Tidak ada yang ia kerjakan, ia hanya duduk berdiam diri sambil menunggu hingga kantor mulai sepi. Tok tok tok… Seseorang di luar mengetok pintu ruangan Ariel. "Siapa?!" Ariel bertanya menyeru sambil menatap ke arah pintu. "Kau masih di dalam, Riel? Ini aku… Alvin!" "Oh… masuklah!" Ceklek… Seorang pria bertubuh tinggi dengan kemeja biru langit membuka pintu ruangan Ariel, begitu ia melihat sosok pemilik ruangan yang kini duduk di sofa, pria itu tersenyum. "Tadi aku cuma ingin memastikan, di sini masih ada orang atau tidak karena ruanganmu masih terang…" ujarnya lalu melangkah masuk ke dalam, "kudengar… kau dan Ryan berte
Waktunya makan siang, Ken yang sedang merencanakan strategi "perdamaian" antara Ryan dan Ariel mengajak Ryan makan siang di kantin kantor. Kantin yang menyediakan berbagai masakan, mulai masakanWestern, Chinese food, Japanese food, Korean food,Arabian food, dan Indonesian food. "Kenapa kita masih duduk saja? Aku sudah lapar!" Ryan sudah tidak sabaran, sepuluh menit ia dan Ken hanya berduduk manis di kantin dan belum memesan makanan. "Sabar Ryan…" Ini sudah kedua kalinya Ken mengundur waktu, berusaha menahan ketidaksabaran Ryan, "sebentar lagi mereka datang…" "Mereka? Memangnya siapa yang kita tunggu?" "Nah, itu mereka!" Ken menunjuk ke arah dua gadis yang kini memasuki kantin, Elena dan… Ariel? Ryan langsung cengo, lalu menggeram ke arah Ken. Apa-apaan kau, Ken?! Batinnya. Sudah tahu Ryan dan Ariel sedang ada perang,eh malah diajak makan bersama, apa mereka ingin mencetus terjadinya perang lagi? Begitu memasuki kantin