“Mengapa kau menikah denganku?” tanya Tegar dengan amarah yang meraja di hatinya.
“Karena aku Cinta,” jawab Cinta berusaha tetap terlihat tenang meskipun sedang diliputi oleh rasa takut.
Tubuh mungil Cinta kini sudah bersandar pada dinding dan sepasang lengan kekar mengungkung sisi kiri dan kanannya, hingga dia sudah tidak bisa bergerak lagi.
“Argh!” jerit Cinta kala secara tiba-tiba mendengar suara dentuman tepat di telinga kirinya, dengan mata yang terpejam Cinta memalingkan wajahnya ke kanan. Napasnya pun mulai tidak beraturan karena rasa takut yang tidak bisa dia sembunyikan lagi.
“Ya! Dan aku Tegar dengan segala kepalsuanmu!” teriak Tegar dengan wajah garang dan tangan yang masih terkepal setelah memukul dinding tepat di sisi kiri kepala Cinta.
Tubuh Cinta meluruh ke bawah, dipeluknya dengan erat dua kaki yang tertekuk dan dengan kepala yang tertunduk, Cinta menangis tergugu. Seandainya bukan untuk menutupi aib keluarganya, tentu Cinta tidak akan terjebak dalam pernikahan yang tidak didasari oleh perasaan cinta seperti yang dia jalani bersama Tegar saat ini.
***
Di jari manis nan lentik, melingkar cincin yang bertahtakan berlian yang berkilau dengan indah. Binar matanya tak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang meraja di hati, hingga di bibir mungil itu terukir senyuman yang manis.
“Bersediakah kau menjadi istriku?” tanya Damar dengan dada yang berdegup kencang.
Damar memegang tangan Cinta sambil mengucapkan kalimat singkat itu dengan gugup, detak jantungnya terasa mengalami percepatan yang berkali lipat hingga seperti hampir meledak. Menunggu memang merupakan suatu hal yang sangat tidak menyenangkan, meskipun baru beberapa detik mulut mengutarakan lamaran tetapi terasa sangat lama menunggu jawaban dari wanita yang dia cintai.
Cinta menatap mata Damar, bibirnya terasa kelu seakan tak bisa berucap, air mata bahagia menetes perlahan membasahi pipi dibarengi dengan anggukan pelan kepalanya. Cinta dan Damar saling bertukar pandang dan melempar senyum, dengan lembut kedua ibu jari Damar menghapus lelehan air mata di pipi Cinta.
“Terima kasih … aku sangat mencintaimu,” ucap Damar dengan wajah yang sumringah.
Dengan perlahan Damar mendekatkan wajahnya ke wajah Cinta. Tampak pasrah, Cinta pun menutup matanya. Hampir saja dua bibir yang belum halal untuk bersentuhan saling menempel andai saja pintu ruang kerja Damar tidak terbuka.
“Oh … maaf!” seru Hesti saat memasuki ruang kerja putranya secara tiba-tiba.
Cinta segera memalingkan wajahnya karena malu telah kepergok hampir berciuman dengan Damar, sedangkan Damar sendiri justru melempar senyum bahagia ke arah Hesti dan Adnan, pengacara yang selama ini selalu mendampingi Keluarga Sanjaya ataupun Sanjaya Furniture saat harus mengurus hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan legalitas.
Merasa akan ada pembicaraan yang serius di ruang kerja Damar, dan juga tatapan mata dari Adnan yang sangat kentara menunjukkan rasa tidak sukanya, membuat Cinta memutuskan untuk undur diri dari ruang kerja pria yang baru saja melamarnya.
Sungguh jeli mata Adnan memperhatikan Cinta, hingga pria yang selama ini sudah Damar anggap seperti ayah sendiri, bisa melihat ada yang berkilau di jari manis Cinta, cincin pemberian Damar tidak luput dari perhatiannya. Dengan sorot mata yang tajam, Adnan memperhatikan Cinta yang melangkah meninggalkan ruang kerja Damar, hingga gadis itu tak terlihat dibalik pintu.
“Kau memberi cincin berlian kepadanya?” tanya Adnan kepada Damar, seraya menginterogasinya.
“Ya!” jawab Damar dengan penuh keyakinan. “Saya baru saja melamarnya,” sambungnya dengan senyum bahagia.
“Sungguh?” tanya Hesti dengan penuh antusias. “Apakah Cinta menerima lamaranmu?” cecar Lisa yang terlihat sangat penasaran dan anggukan kepala dari putra semata wayangnya itu membuatnya langsung memberikan pelukan hangat sebagai ucapan selamat.
“Kau sungguh-sungguh akan menikahi perempuan itu?” tanya Adnan dengan ketus, hingga membuat ibu dan anak itu segera mengurai pelukan mereka.
“Ya! Kami saling mencintai, dan saya rasa waktu dua tahun sudah cukup bagi kami untuk saling mengenal.”
“Kau yakin jika perempuan itu mencintaimu, bisa saja dia hanya mencintai hartamu,” ucap Adnan seperti sedang menasihati Damar.
“Saya yakin Cinta bukan gadis yang seperti itu, Pak!” bela Hesti yang merasa mengenal Cinta dengan baik. “Bahkan sejak Cinta bekerja di sini, perusahaan ini justru mengalami banyak kemajuan,” sambung Hesti.
“Saya hanya mengingatkan, jika perempuan itu tidak selevel dengan kita,” ucap Adnan dengan nada dingin.
Damar menghembuskan napas kasar, sebenarnya pewaris tunggal Sanjaya Furniture itu tidak suka dengan sikap Adnan yang telalu ikut campur dalam urusan pribadinya. Tetapi karena rasa hormat kepada orang yang lebih tua, membuat Damar tetap menjaga sikap di hadapan pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut.
***
Sedangkan di luar, Cinta melangkahkan kaki menuju ke kubikelnya, tempat dimana biasanya dia mengerjakan tugas-tugasnya, mendesain berbagai model furniture. Senyum terus mengembang, mengambarkan betapa bahagia hati Cinta saat ini.
Wanita mana yang tak akan bahagia kala kekasih tercinta melamarnya, memintanya untuk menjadi pendamping hidupnya. Bagai kisah Cinderella, Cinta yang hanya seorang pegawai biasa bagian design, lahir dan tumbuh dari keluarga sederhana dilamar seorang pemuda kaya yang tak lain adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Damar Sanjaya pewaris tunggal Sanjaya Furniture melamar Cinta Maharani untuk menjadi istrinya.
Hubungan Cinta dengan Hesti, pun sudah sangat dekat, calon mertuanya itu menerima Cinta apa adanya tanpa melihat latar belakang keluarganya. Bahkan sejak pertama bertemu, Hesti sudah tertarik dengan Cinta yang bisa membuat hidup Damar lebih berwarna dan bersemangat dalam menjalankan perusahaan yang saat itu hampir bangkrut. Dan sejak Cinta bekerja di Sanjaya Furniture, perusahaan pun mengalami kemajuan yang cukup berarti.
Waktu telah berlalu dan kini senja pun sudah menjelang, tetapi senyum Cinta belum juga pudar saat memasuki teras rumah petak yang selama ini menjadi tempat tinggalnya berdua bersama dengan sang ibu setelah ayahnya meninggal dunia. Cinta sudah berencana akan menyampaikan kabar gembira tentang lamaran Damar kepada wanita yang telah melahirkannya.
“Cinta!”
Saat Cinta berada beberapa langkah dari pintu rumahnya, didengarnya panggilan dari suara pria yang sangat dia kenal. Cinta pun mengalihkan pandangannya ke sumber suara, tampak Damar dan Hesti melangkah beriringan dengan senyum sumringah yang menghiasi bibir mereka.
“Damar sudah nggak sabar untuk segera menikah, makanya meminta mama untuk menemui ibumu, sekalian menentukan tanggal pernikahan kalian,” ucap Hesti sambil mengusap lembut bahu Cinta.
Cinta dan Damar saling bertukar pandang dan melempar senyuman. Kebahagiaan terlihat jelas di mata sepasang anak manusia yang sudah berniat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.
“Mari masuk!” ajak Cinta sambil membuka pintu rumahnya.
Tampak Damar dan Hesti mengikuti langkah Cinta memasuki rumah sederhana yang selama ini menjadi tempatnya berlindung. Senyum cinta pun semakin lebar saat melihat Aura, adik kandungnya yang selama ini melanjutkan pendidikan di Solo kini telah pulang.
“Aura! Kenapa tidak bilang kakak kalau kau pulang, kakak bisa menjemputmu.” Cinta menghampiri sang adik yang sedang duduk berdampingan dengan Utari, ibu mereka.
Raut bahagia di wajah Cinta seketika berubah kala dia melihat mata sembab ibu dan dan adiknya. Sisa-sisa air mata terlihat jelas di mata dua wanita yang sangat Cinta sayangi.
Damar dan Hesti pun hanya saling memandang, seolah keduanya saling melempar tanya, penyebab Utari dan Aura terlihat sangat bersedih.
“Ada apa, Bu?” tanya Cinta dengan lembut sambil memegang tangan sang ibu.
“Aku hamil, Kak!” Bukan Utari yang memberi jawaban kepada Cinta tetapi Aura, adiknya.
“Apa?” Cinta benar-benar tidak percaya dengan suara yang baru saja mengetarkan gendang telinganya.
“Aku hamil, Kak! Aku hamil anak Kak Damar,” lanjut Aura dibarengi dengan tetesan air mata dan pandangan yang tertuju kepada Damar yang masih berdiri di dekat pintu berdampingan dengan Hesti.
Apa yang baru saja diucapkan Aura membuat Cinta langsung menjatuhkan dirinya ke lantai, tak percaya, kecewa dan sakit hati menjadi satu. Bagai disambar petir saat Cinta mendengar pengakuan Aura, sebuah pengakuan yang membuat Cinta harus memikir ulang rencana pernikahannya dengan Damar.
“Itu tidak benar!” sanggah Damar setelah mendengar namanya disebut oleh Aura.Bukan hanya emosi, tetapi Damar terlihat sangat frustrasi, hingga membuat pewaris tunggal Sanjaya Furniture itu menyugar rambutnya dengan kasar. Damar menghampiri Cinta yang masih terduduk di lantai.“Ta!” panggil Damar sambil meraih tangan Cinta. “Aku mohon percayalah kepadaku, kita akan segera menikah, Ta!” sambung Damar sambil membimbing Cinta untuk duduk di kursi yang berada di dekat posisi Utari.Cinta masih terdiam karena belum sepenuhnya percaya dengan pengakuan Aura. Bagaimana mana mungkin Aura bisa hamil oleh Damar jika selama ini mereka terpisah jarak antara Jakarta dan Solo.“Kau yakin sedang mengandung? Kau tidak sedang berbohong?” cecar Hesti dengan ketus kepada Aura yang sedari tadi duduk di samping Utari.Tatapan mata tajam Hesti tampaknya membuat Aura merasa terintimidasi dan tidak berani memberikan jawaban, hingga membuatnya menggenggam erat tangan Utari, seolah meminta bantuan kepada sang i
“Kak! Kak Cinta marah padaku?” Pertanyaan yang Aura lontarkan berhasil menyadarkan Cinta dari lamunannya.“Apa?” tanya Cinta yang terlihat tergagap karena tidak mendengar dengan jelas pertanyaan dari adiknya.“Apa Kakak marah padaku?”“Tidak, aku tidak marah padamu.”Cinta tidak berbohong, dia memang tidak marah, hanya merasa kecewa karena pengkhianatan dari dua orang terdekatnya. Pengkhianatan yang menorehkan luka begitu dalam“Kalau Kak Cinta tidak marah, mengapa tidak mengucapkan selamat kepadaku?”“Untuk?” tanya balik Cinta dengan menatap ke arah Aura sambil mengerutkan keningnya.“Untuk pernikahanku dengan Kak Damar.”Cinta terdiam sejenak menatap wajah polos sang adik. Kamus dalam otak Cinta seakan memudar, hingga dia tidak menemukan kata-kata lagi untuk menanggapi ucapan Aura.Seandainya yang berada di hadapannya saat ini bukan adiknya, ingin rasanya Cinta menyumpal mulut Aura yang berucap tanpa mempedulikan perasaannya yang sedang terluka. Tidak ada ucapan terima kasih dari Au
“Apakah kau akan menjadi duri dalam pernikahan adikmu?”“Apa maksud ibu bertanya demikian?”Bukan jawaban yang diberikan oleh Cinta, gadis yang masih berusaha untuk mengobati luka hatinya sangat terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh wanita yang telah melahirkannya.Lelah tubuh Cinta karena bekerja seharian, belum sempat dia beristirahat, Utari sudah menyambutnnya dengan kata-kata yang pedas. Sebuah pertanyaan yang dengan jelas menyiratkan sebuah tuduhan.“Lebih baik kau keluar, jangan bekerja di sana lagi! Kamu harus bisa menjaga jarak dengan Damar, dan juga menjaga perasaan adikmu, karena dia sedang mengandung.”“Bu! Kalau saya keluar, terus saya nggak kerja, nanti kita makan apa, Bu?” tanya Cinta yang terdengar nelangsa, sambil menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi usang yang berada di ruang tamu.Sebenarnya tanpa di suruh pun Cinta sudah berpikir akan resign dari Sanjaya Furniture. Tetapi darah tinggi sang ibu yang sering kambuh, hingga membuat Cinta harus menyiapkan dana
“Mbak!” panggil Tegar yang merasa khawatir dengan keadaan Cinta. “Ta!” Dalam waktu yang bersamaan Utari memanggil Cinta. “Siapa Ta? Kenapa tidak di suruh masuk?” cecar Utari dari dalam rumah.“Teman, Bu!” jawab Cinta sekenanya dengan sedikit berteriak.Beberapa kali Cinta menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya agar tetap bisa berpikir dengan jernih. Cinta tidak ingin ibunya mengetahui siapa apa yang sedang terjadi antara Tegar dengan Aura.“Kita bicara di luar saja, Mas!” ucap Cinta sambil menatap mata Tegar. Cinta bergegas memasuki rumah dan tak lama kemudian dia keluar dengan menjinjing tas yang biasa dibawa kerja. “Ayo!” ajak Cinta sambil melangkah meninggalkan rumahnya.Tidak ada pilihan lain bagi Tegar selain mengikuti Cinta. Untuk saat ini hanya Cinta satu-satunya orang yang dia anggap bisa mempertemukan dirinya dengan Aura. Dua orang yang baru berkenalan dan hanya sekedar saling mengetahui nama itu, kini berjalan bersama melangkah meninggalkan rumah Cinta.“S
Siapa ayah dari anak yang berada dalam kandungan Aura sebenarnya? Tegar atau Damar?Pertanyaan itu terus saja menghantui pikiran Cinta. Ingin rasanya Cinta membagi beban ini dengan orang lain, tetapi sepertinya hal itu tidak mungkin Cinta lakukan, karena bagaimana pun ini adalah aib keluarganya. Hamil di luar nikah saja sudah merupakan aib, apalagi sampai melibatkan dua orang lelaki yang diduga sebagai ayah si jabang bayi.Tidak bisa dipungkiri jika kehadiran dan pengakuan Tegar merusak suasana hati Cinta, hingga membuat gadis yang masih belum sembuh dari pedihnya patah hati itu tidak bisa konsentrasi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.Cinta tidak habis pikir bagaimana Aura bisa kenal dengan pria seperti Tegar, bahkan sampai melakukan hal yang terlarang. Jika memang mereka tidak pernah melakukannya sudah tentu Tegar tidak akan mengakui anak yang sedang dikandung oleh Aura sebagai anaknya. Sedangkan Damar, sosok yang telah menikahi Aura, sampai saat ini tidak mengakui jika anak yang dik
Cinta merapikan selimut yang menutup tubuh Utari. Dipandanginya dengan saksama sang ibu yang sudah memejamkan matanya. Cinta harus memastikan jika Utari sudah benar-benar tidur, karena dia tidak ingin jika sang ibu sampai mendengarkan pembicaraannya dengan Aura. Cinta bergegas keluar dan menutup pintu setelah yakin jika sang ibu sudah tidur.“Mengapa harus menunggu ibu tidur?” tanya Aura dengan wajah polosnya.“Kenapa?” tanya balik Cinta dengan ketus.“Ng nggak apa-apa sih, Kak! Cuma aku jadi kemalaman pulangnya.”“Takut pulang kemalaman atau takut bicara sendiri denganku? Karena nggak ada ibu yang selalu membelamu,” ucap Cinta dengan sorot mata yang tajam membidik tepat ke arah Aura. “Aura! jangan libatkan ibu lagi dalam masalahmu yang super rumit itu! Kasihan ibu, nanti darah tingginya kambuh lagi,” sambung Cinta memberi peringatan kepada adiknya.Aura tidak bisa menutupi rasa takut saat harus menghadapi Cinta sendirian, biasanya Utari akan berada di sampingnya dan memberikan pembel
Lega?Tentu tidak, setelah meluapkan segala amarahnya, Cinta justru merasa menyesal. Apalagi saat harus melihat sang ibu yang kini terbaring lemah karena kesehatan kembali menurun.“Pulanglah! Suamimu pasti sudah menunggumu,” ucap Cinta tanpa memandang Aura yang masih berdiri di dekat pintu.Aura menatap jam dinding yang berada di kamar sang ibu, sudah hampir jam sembilan malam. Tentu bukan hanya karena waktu yang sudah merangkak semakin malam, tetapi pembicaraan dengan Cinta sepertinya tidak akan menemukan titik temu lagi, hingga akhirnya Aura mengambil jas jinjing terbarunya yang merupakan keluaran terbaru dari sebuah brand ternama.“Aku pulang dulu, Kak!” pamit Aura dengan suara lirih karena tidak ingin Utari yang baru saja istirahat setelah meminum obatnya.“Hmm,” gumam Cinta yang terlihat enggan untuk menjawab.Dengan langkah gontai, Aura meninggalkan rumah masa kecilnya. Perempuan yang sedang hamil muda itu menyeka air matanya sebelum menyusuri gang sempit menuju tempat mobil ya
Dua gelas kopi hitam yang masih mengepulkan uap panas tersaji di sebuah meja kecil. Tegar dan Janmo duduk mengapit meja tersebut sambil berbincang santai menikmati suasana pagi sebelum mereka memulai aktifitas.“Apa rencanamu berikutnya?” tanya Janmo sambil meletakkan kopi yang baru saja dia sesap.Janmo adalah teman Tegar saat masih berada di panti asuhan di kota Solo. Mereka tumbuh bersama, kedekatan yang terjalin di antara kedua sudah seperti saudara.“Tak tahu lah!” jawab Tegar yang terdengar pasrah, mungkin lebih ke arah putus asa.“Mungkin kau bisa bekerja dulu, lalu pelan-pelan cari dia,” saran Janmo kepada sahabatnya.Bekerja, berarti Tegar harus menetap di Jakarta dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Sama sekali tidak pernah terpikir oleh Tegar untuk kembali ke kota Jakarta, kejadian buruk di masa lalu membuat Tegar sempat berjanji untuk tidak pernah menginjakkan kakinya di ibu kota. Jika bukan karena tanggung jawab atas darah dagingnya yang telah tumbuh di rahim Aura, su
Waktu terus berjalan, dan lima tahun telah berlalu. Tegar dan Cinta mencoba berjuang mendirikan usaha mereka sendiri. Meskipun harus merangkak dari bawah tetapi pasangan suami istri itu tetap terlihat bahagia dan sangat menikmati setiap prosesnya. Sebagai anak yang lahir di luar nikah, Tegar sadar dirinya tidak memiliki sedikitpun hak atas Sanjaya Furniture. Semua itu adalah milik Damar, dan dia tidak akan mengganggunya. Begitu juga dengan Mulia Abadi Mebel, perusahaan itu adalah hasil kerja keras Lisa saat menjadi istri dari seorang Widiantoro Muliawan, dia pun tidak memiliki hak di sana, meskipun ibunya bekerja lebih dominan. Apalagi saat perceraian Lisa dengan Widi harta bersama yang mereka miliki langsung dilimpahkan kepada Cantika. Tegar bersyukur karena Cinta bisa memahami keputusannya tersebut, meskipun dirinya harus ikut bekerja keras dalam membantu Tegar menjalankan usaha yang benar-benar dari nol. Ketekunan Tegar dan Cinta pun membuahkan hasil, meskipun usaha mereka masih b
“Ini bukan malam pertama kita, Gar! Walaupun kita baru saja menikah tetapi kita bukan pengantin baru lagi,” ucap Cinta yang merasa tidak mampu mengimbangi gairah sang suami.Melihat sang istri yang terlihat sudah kelelahan akhirnya Tegar pun mengalah. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuh polos mereka. Tegar merapatkan tubuhnya dan berbaring dengan kepala bertumpu pada lengan kekarnya, hingga dia bisa memandang dengan saksama wajah pucat sang istri karena kelelahan melayaninya.“Apa kau sudah dengar kabar?” tanya Tegar sambil merapikan anakan rambut yang menjuntai ke wajah sang istri, lalu diselipkannya di belakang daun telinga.“Apa?” tanya balik Cinta dengan mata yang hampir terpejam karena sudah tidak kuat lagi menahan kantuk.“Pak Adnan akan menikah, lamarannya tadi diterima.”“Ha!” Kabar yang baru saja menggetarkan telinganya, membuat kantuk Cinta hilang seketika. “Sama ibu? Kapan?” cecar Cinta yang tidak bisa menahan rasa penasarannya.“Buka,” jawab Tegar sambil menggelengan
Perbincangan yang terasa sangat private berlangsung di ruang kerja Lisa. Dengan didampingi oleh sang ayah yang merupakan seorang pengacara, Randy memberanikan diri untuk melamar Cantika. Tetapi tampaknya keinginan Randy tidaklah mudah untuk bisa terwujud, karena di hadapan Tegar, Cinta dan juga Lisa, dengan terang-terangan Cantika menolak niat Randy tersebut.“Itu sudah menjadi keputusan saya,” ucap Cantika dengan tegas.“Pikirkan masa depan anak yang sedang kau kandung saat ini,” sahut Adnan yang terlihat masih belum percaya jika janin yang saat ini dikandung oleh Cantika adalah calon cucunya.“Saya mengambil keputusan ini karena benar-benar memikirkan masa depan anak yang sedang saya kandung. Saya tidak ingin anak saya tumbuh seperti saya, tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan kepalsuan.” Cantika tetap teguh dengan pendiriannya, seolah tidak ada yang bisa mengubah keputusannya lagi.Setelah lelah memohon kepada Cantika, kini Randy hanya mengandalkan sang papa untuk bisa membujuk C
Hesti memejamkan mata sambil mengatur napasnya. Wanita yang dinikahi secara sah oleh Dharma Sanjaya itu mencoba menahan segala amarah setelah mendengar pengakuan dari Lisa. Damar meraih jemari mamanya, berharap wanita yang telah melahirkannya bisa lebih tenang.Berpuluh tahun Hesti menyimpan amarah dan kebencian. Sungguh sangat sulit dipercaya jika ternyata sumber malapetaka dalam kehidupan rumah tangganya adalah orang yang begitu dekat dengannya.Hesti menghembuskan napas dengan kasar lalu membuka matanya dan memandang Lisa yang sedang menangis tergugu di hadapannya. Sudah bukan waktunya lagi untuk membalas dendam, tanpa harus mengotori tangannya ternyata Tuhan telah memberi keadilan kepada Lisa.Meskipun memiliki harta yang melimpah dan usaha yang maju dengan pesat, Lisa terjebak dalam pernikahan yang tidak sehat dengan Widiantoro Moeliawan. Berpuluh tahun Lisa harus hidup bersama seorang suami yang tukang selingkuh. Hingga membuat Lisa memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaa
Tegar langsung menghampiri Cantika yang saat ini sudah berdiri di hadapannya. Sesaat dua bersaudara yang lahir dari rahim yang sama meskipun dari benih pria yang berbeda itu saling berpelukan untuk melepas kerinduan.Tegar segera mengurai pelukannya kala merasa ada yang membatasinya. Ya, perut Cantika yang terlihat mulai menyembul. Diusapnya perut sang adik, ada rasa bangga kala mengetahui Cantika masih tetap mempertahankan kehamilannya meskipun harus menghadapi banyak rintangan dan hinaan.Di sudut yang berbeda, Cinta menyaksikan interaksi antara Tegar dengan Cantika. Rasa cemburu yang dahulu sempat membuat Cinta kalap kini raib berganti haru. Hubungan dua bersaudara di depannya, mengingatkan Cinta pada Aura, adiknya yang belum lama meninggal. Kesedihan kembali mendera hati Cinta karena rasa kehilangan dan kerinduan kepada Aura yang sudah tidak mungkin lagi bisa dia temui. Belum lagi perut Cantika yang membuncit mengingatkan Cinta pada calon anak yang harus pergi sebelum melihat ind
Dengan langkah lebar dan terlihat tergesa-gesa, Adnan memasuki sebuah restaurant. Pandangan matanya menyapu seisi ruangan mencari sosok yang sudah melakukan janji untuk bertemu di tempat tersebut. Tidak butuh waktu yang lama, akhirnya netra Adnan menemukan sosok yang dia cari.“Maaf! Orang-orang suruhanku belum mendapatkan kabar tentang Cantika,” ujar Adnan kala menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi yang berada di depan Lisa. “Tapi orang-orangku masih terus mencarinya, semoga Cantika bisa secepatnya ditemukan.Lisa hanya mengangguk pelan menanggapi ucapan Adnan. Ada rasa kecewa yang sedang dia redam, bagaimana pun dia sangat ingin segera mengetahui kabar putrinya yang sudah beberapa hari meninggalkan rumah.“Selain masalah Cantika, sebenarnya ada urusan lain yang membuatku ingin menemuimu.”Pandangan Adnan langsung terfokus pada Lisa. Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu terdiam menunggu wanita yang duduk di hadapannya untuk mengungkapkan kepentingannya.“Bantu aku untuk mengurus
“Dia sudah pergi?”Hesti terjingkat kaget saat mendengar suara yang sudah beberapa hari dia nantikan. Bersama dengan senyum yang ditemani oleh lelehan air mata Hesti melangkahkan kakinya mendekati brankar putra semata wayangnya.“Kau sudah sadar?”Hesti tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya kala melihat Damar sudah sadar. Tidak lupa dia menekan tombol nurse call agar Damar segera mendapat pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui keadaannya saat ini.Senyum di bibir Hesti semakin melebar saat dokter menjelaskan jika organ-organ vital Damar dalam keadaan yang baik dan bisa berfungsi dengan normal. Hanya kaki Damar yang membutuhkan tindakan lebih berupa fisioterapi agar bisa berjalan seperti sedia kala.“Aku akan mengabari Tegar,” ucap Hesti setelah dokter dan asistennya meninggalkan ruang perawatan Damar.“Apakah Tegar juga akan mengambil mama dariku?” tanya Damar dengan mata yang berkaca-kaca. “Tegar sudah mengambil papa, dia juga mengambil Cinta dariku, apakah sekarang mama juga aka
Pagi-pagi sekali Lisa sudah tiba di ruang perawatan Cinta. Bukan hanya untuk melihat keadaan anak dan menantunya tetapi juga pelarian atas masalah Cantika yang sampai saat ini belum ada kabarnya.Rasa canggung itu masih ada, hingga Cinta hanya melempar senyum untuk menyambut kedatangan wanita yang telah melahirkan Tegar terseb.ut. Cinta yang awalnya sibuk memainkan ponselnya pun bergegas meletakkan ponsel tersebut di nakas untuk menghargai kedatangan Lisa.“Sudah mau pulang?” tanya Lisa saat melihat Tegar sedang berkemas.“Ya, hanya tinggal tunggu visit dokter saja,” jawab Tegar.Sebenarnya untuk proses kuretase, Cinta tidak harus menjalani rawat inap. Tapi karena kondisi mental Cinta yang terlihat sangat terpuruk dan juga kesibukan Tegar mengurus pemakaman Aura dan juga anak mereka membuat Tegar memutuskan agar Cinta menjalani rawat inap.“Syukurlah, ibu akan menghubungi Bi Ani agar menyiapkan apartemen kalian.”“Kami akan pulang ke rumah dulu, masih banyak tetangga yang datang untuk
Cinta mulai membuka matanya saat mendengar sayup-sayup suara panggilan untuk melaksanakan ibadah di pagi hari. Ada rasa kehilangan kala tangannya menyentuh perutnya yang rata. Janin yang baru beberapa hari dia sadari kehadirannya kini sudah pergi meninggalkannya.Air mata Cinta kembali menetes saat dia teringat jika dia bukan hanya kehilangan calon anaknya tetapi juga Aura. Dan Cinta tidak bisa mengiring keduanya saat menuju ke tempat peristirahatan yang terakhir. Dengan dibarengi oleh lelehan air mata, bibir Cinta merapalkan doa-doa untuk orang-orang yang dia sayangi yang telah meninggalkannya.Cinta bergegas menyeka air matanya saat mendengar suara pintu dibuka. Penampilan yang berbeda dari sosok yang sangat dia kenal membuat Cinta sedikit terpana. Mungkin berbagai ujian dan cobaan yang menghampiri mereka akhir-akhir ini membuat Tegar membutuhkan pegangan yang kuat, yang hanya bisa dia dapatkan dari Tuhannya.Biasanya di waktu subuh, Tegar sedang nyenyak-nyenyaknya tidur, dan sulit