Share

Keraguan Kendra

Penulis: DeealoF3
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-11 04:58:53
Selamat membaca.

***

Kepalaku mendongak saat lelaki berwajah mirip Rafif itu mendekati meja kami. Begitu pun dengan Rafif yang merasa sedikit terkejut.

"Hai, Ibu Pengacara, kita ketemu lagi," sapa Kendra yang sore itu berpenampilan lebih rapi daripada pertemuan pertama kami. Kali ini ia mengikat rambutnya yang panjang dan tak membiarkan rambut-rambut halus menghuni wajahnya. Kuakui dengan wajahnya yang seperti itu, ia terlihat lebih manusiawi.

"Boleh saya bergabung dengan kalian?

Aku masih terdiam dan mengamati penampilan Kendra, hingga dia mengulang pertanyaaanya tadi. Telapak tangannya ikut dilambaikan tepat di depan wajahku.

Sebelum menjawab, aku melihat ke arah Rafif yang tampak tak suka dengan kehadiran Kendra. Jelas saja, kami kan sedang membicarakan hal pribadi. Akan sangat canggung rasanya jika tiba-tiba Kendra ikut duduk bersama kami.

"Maaf, tapi saya sedang membicarakan hal yang penting dengan teman saya."

"Owh, Oke. No problem, " jawab Kendra tampak kecewa.

"Oh, iya, P
DeealoF3

Kira-kira apa langkah Riana selanjutnya untuk membuat Kendra percaya kalau Rajata sudah tidak ada, ya?

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Menghilangnya Rajata

    Aku masih memandangi ponsel yang terus berbunyi. "Bu, kenapa nggak diangkat?" tanya Liana yang tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangku. Aku sedikit terkejut. Terlebih saat itu pikiranku tengah kalut karena dilingkupi oleh sosok Kendra yang sewaktu-waktu bisa saja mengambil Rajata dari sisiku. Membayangkannya saja sudah membuat aku tak sanggup. "Biarin aja, Kak. Bukan telepon yang penting, kok."Liana memicingkan mata. "Tapi dari tadi dia telpon terus, Bu. Siapa, sih?" Liana mendekat lalu bermaksud mengambil ponsel milikku yang terletak di atas meja ruang makan."Eh, eh, Kak. Jangan diangkat. Nanti juga mati sendiri. Udah cuekin aja. Sekarang, yuk, kita lanjutin masak aja," ucapku sambil mendorong tubuh anak perempuanku menuju dapur. Tak lupa sebelumnya kuraih ponsel dan menekan tombol off untuk mematikannya. "Bu, apa jangan-jangan yang nelepon tadi itu papa kandungnya Rajata?" tanya Liana lagi. Duh, anak itu benar-benar, deh. Tidak bisa kualihkan perhatiannya, persis seperti alma

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Rajata, Oh, Rajata

    Jika kemarin aku mengabaikan panggilan Kendra, tidak kali ini. Tanpa menunggu deringnya terputus, aku langsung mengangkatnya. "Halo. Ada apa Tuan Kendra? Cepat bicara, waktu saya tidak banyak, " tanyaku tak sabar. Pikirku, jka ia memang sedang bersama Rajata, sudah pasti ia akan langsung bicara tanpa basa-basi. "Weiss, santai ibu pengacara. Saya hanya ingin menanyakan mengenai anak saya? Anak dari mendiang Friska."Sontak, aku bernapas lega. Mengetahui kalau Rajata sedang tidak ada bersama Kendra, membuat Ikatan dalam dadaku pelan-pelan mengendur. "Kan, sudah saya bilang anak itu sudah tidak ada," jawabku sambil memyandarkan kepala ke kursi pengemudi. "Maaf, tapi saya buru-buru."Segera kuputus panggilan sebelum Kendra bertanya macam-macam lagi. Taklama kemudian, ponselku berbunyi lagi. Namun, kali ini Bik Sumi yang menelepon. "Gimana, Bik? Rajata sudah pulang?""Sudah, Bu. Tapi ....""Tapi kenapa, Bik? Ada apa dengan Rajata?"Wajahku mendadak tegang. Jantungku yang tadi sudah ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kepasrahan

    Berkali-kali kucoba lagi menekan nomor Kendra, tapi hasilnya tetap sama. Tidak tersambung. Ke mana orang itu? Setelah beberapa hari kemarin selalu menggangguku, kenapa sekarang malah menghilang. Arrgh! Tenang, Riana. Tenang. Melupakan Kendra sejenak, lekas kuhubungi nomor Om Sahid dan Rafif. Menanyakan apakah golongan darah mereka B negatif. Kepalaku kembali berputar saat mereka mengatakan tidak satu pun di antara keduanya yang memiliki golongan darah yang sama seperti Rajata. Kucoba lagi untuk menghubungi Kendra,tapi hasilnya masih sama. Jika biasanya memandang tanaman yang hijau membuatku merasa nyaman. Saat itu tidak lagi. Bahkan, suara air mancur yang bergemericik saat bersentuhan satu sama lain membuatku terganggu. Taman yang berada persis di sisi kanan ruang UGD tak lagi membuatku menikmati keindahannya. Pikiranku hanya berisi bagaimana cara mendapatkan dua kantung darah lagi untuk Rajata. Tak lama kemudian Rafif muncul. Lelaki itu duduk di sebelahku seraya menenteng dua ge

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Syukurlah

    Waktu yang diberikan oleh dokter Marco hanya tersisa lima belas menit. Aku bersiap untuk kemungkinan yang paling buruk. Bahkan, bayangan Friska mendatangiku pun tergambar jelas di kepalaku. Ia memakiku karena tidak bisa menjaga anaknya dengan baik.Maafin gue, Fris. Kupanjangkan sujud sambil memohon keajaiban. Meski Rajata bukan anak yang kulahirkan dari rahimku, tetap saja aku tidak bisa membayangkan jika ia diambil dariku secepat ini. Tidak akan ada lagi senyum dan tingkah usilnya yang akan membuat hidupku berwarna sepeninggal bayi lelakiku yang wafat sepuluh tahun lalu. Namun, kalau Tuhan berkehendak demikian, aku bisa apa?Ponselku bergetar. Telepon dari Liana. "Assalamualaikum, Kak. Adek kenapa, Kak? Adek nggak pa-pa, kan?""Bu, orang yang bawa Rajata ke rumah sakit ada di sini. Katanya dia mau ketemu ibu," ujar Liana setelah menjawab salam. "Ya udah, Kak. Ibu ke sana."Sambil menuju tempat Rajata berbaring, kusempatkan untuk menghubungi Rafif. Sayangnya dia masih belum puny

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-17
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kejutan Kendra

    "Enak saja! Sampai kapan pun Rajata tidak akan pernah kuserahkan padamu!"Kendra melipat tangan lalu memicing. "Ibu pengacara, harusnya anda lebih mengerti hukum daripada saya, kan? Tapi anda malah bersikap seperti ini, Anda juga berbohong." Nada suaranya terdengar merendahkanku. Aku diam tak bisa menjawab. Saat ini posisiku lemah. Tidak, kami berdua berada di posisi yang sama, tidak berhak atas Rajata secara hukum. Ah, andai saja aku sudah mengadopsi Rajata secara resmi. Bodohnya aku karena berpikir bahwa sosok Kendra sudah hilang ditelan bumi dan tidak akan muncul lagi!"Biar bagaimanapun saya akan tetap membawa Rajata.""Tuan Kendra, saya sudah menganggap Rajata seperti anak saya. Lagipula, anda kan hanya ayah biologisnya. Secara hukum, anda tidak berhak karena anda dan Friska tidak pernah menikah.""Itu hal yang mudah, aku bisa membuat Friska menikah denganku. Bukankah hanya perlu bukti selembar surat? Lagipula Friska sudah tidak ada di dunia ini. Dia tidak akan bisa protes seanda

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-19
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Bertemu Friska

    "Dasar gila!" Aku bergegas pergi sambil menyentakkan kaki. Apa-apaan, sih, dia? Aku sedang bingung begini, dia malah bercanda. Nggak lucu! "Hei, ibu pengacara! Tunggu! Saya serius!" Teriakan Kendra tidak kutanggapi. Sambil setengah berlari aku bergegas kembali ke kamar Rajata. Untung saja dia tidak mengejar. "Ri, lo dari mana? Terus kenapa pucat gitu?" ujar Rafif yang sudah menunggu di depan kamar Rajata. Ia duduk sambil menopang dagu dengan kedua tangan. Aku senang sekali melihatnya. Sontak, kegundahan di hatiku bertukar dengan kenyamanan. "Eh, Fif. Udah lama? Sorry, tadi gue abis dari taman. Nggak pa-pa, biasalah, paling kepanasan," ucapku sambil menyeka dahi dengan telunjuk. "Nih, minum dulu.""Makasi, Fif." Aku duduk di sebelah Rafif sambil meminum isi botol air mineral yang ia berikan. "Terus lo kenapa nggak masuk? Malah sendirian di sini.""Nggaklah, Ri. Gue di sini aja. Nggak enak gue gangguin mereka. Kelihatannya lagi asyik." Ekor mata Rafif bergerak ke kiri, ke arah kamar

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-21
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Dibegal

    Aku menjejakkan kaki lebih kuat di posisiku, seraya berpikir sejenak langkah apa yang harus kuambil. Mereka pasti preman yang berasal dari wilayah dekat pemakaman ini. Kutarik napas panjang sebelum melangkah menuju mobilku. Semoga saja mereka hanya menginginkan uang. Kalau seratus dua ratus, rasanya bisa kuberikan. "Permisi." Dengan gerakan cepat kubuka pintu mobil dengan kunci di tanganku, kemudian bergegas masuk ke dalamnya. Namun, seseorang dari mereka menghalangiku. Tangannya yang penuh tato menahan pintu yang hendak kututup. "Kalian itu mau apa, sih?" Aku terpaksa keluar sambil menyerahkan tiga lembar uang berwarna merah. "Nih, ambil. Sekarang lepasin pintu mobil saya!""Santai, kami cuma mau kenalan," ucap pria yang berdiri di depan mobil. Ia berjalan mendekat sambil mengepulkan asap rokok tepat ke arahku. Sialan! Sontak, asap rokok yang menerobos masuk membuatku terbatuk. Dadaku pun mulai sesak. Sekejap kemudian pria bertato itu memaksaku masuk ke kursi belakang. Sedangkan d

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-22
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Jawaban Riana

    "O-Om Sahid?" Wajahku yang menegang sontak meregang. Bahuku melorot seakan tak disangga belikat. Sambil mengucap syukur, kristal bening meluncur deras dari kedua mataku. "Loh, Ri. Kau sedang apa di situ? Kenapa bajumu robek-robek begitu?" ucapnya setelah keluar dari mobil. "Pak Sahid kenal ibu ini?" tanya penjaga warung yang langsung berdiri menyambut Om Sahid. Ia lalu mengambil gelas dan menyeduh kopi hitam favorit Om Sahid. "Iya, Gas. Dia itu anak angkatku. Pengacara juga.""Ri, ini Bagas. Kalau lagi sidang di PN JakSel, Om sering mampir ke sini. Kopinya juara, nggak kalah sama buatanmu." Om Sahid menjawab pertanyaan dalam kepalaku. "Om kenal dia waktu dia datang ke kantor dan minta Om jadi penasihat hukumnya, soal sengketa tanah warung ini.""Oh, jadi ibu pengacara juga?"ujar Bagas seraya memberikan segelas kopi yang sudah dialasi piring kecil kepada Om Sahid. "Iya, Pak Bagas.""Waduh maaf, saya nggak tahu. Kalau tahu saya pasti akan langsung menghubungi Pak Sahid. Pak Sahid in

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23

Bab terbaru

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Sontak mata Damar membesar bersamaan dengan cairan kental yang keluar dari perutnya. Tak lama kemudian tubuh tegapnya pun rebah ke atas lantai. Rafif yang masih berada tak jauh dari ruangan sontak menghentikan langkah. Ia memutar tubuh dan melebarkan mata. "Damar!" Ia meletakkan Riana kembali di lantai dan menghampiri Damar. Sebelumnya Rafif mendekati Darma yang tengah syok sambil membuang pisau dari tangan lelaki itu. "Mar, bertahan, ya. Gue yakin lo pasti bisa."Damar hanya mengangguk pelan. "Cepat bawa Riana pergi dari sini." Sekejap kemudian Damar pun tak sadarkan diri. Rafif mendadak diselingkupi kegundahan karena Riana pun harus cepat ditolong. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa Riana turun lebih dulu. Beruntung saat Rafif tiba di bawah, ambulan sudah datang. Setelah menusuk Damar, Darma hanya mematung. Ia panik kala saudara kembarnya tak sadarkan diri dan bersimbah darah. "Mar, bangun, Mar. Maafin gue. Gue nggak mau lo mati! Gue cuma mau membalas sakit hati gue dulu," peki

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pertarungan Dua Saudara

    Setelah mendapat informasi dari Damar kalau lokasi Darma ada di Bekasi, mereka berdua segera meluncur ke lokasi. Tak lupa keduanya memberitahu informasi tersebut pada Sahid dan Liana. Sahid pun segera menghubungi pihak kepolisian. "Fif, gue rasa biar gue sendirian aja yang masuk ke sana," ucap Damar setibanya mereka di depan rumah dua lantai berdinding putih gading. Rumah yang dulu pernah ada di mimpi Damar dan juga pernah Damar datangi. "Loh, kenapa, Mar? Gue kan juga mau nyelamatin Riana.""Gue rasa, Darma lagi nungguin gue. Dan dia mau gue dateng sendirian," ucap Damar sambil menatap tajam bangunan angkuh di depannya. "Gue harus bayar hutang masa kecil gue dulu ke dia. Dulu gue seharusnya datang ke sini, buat nyelamatin dia, tapi gue malah pura-pura nggak tahu kalau dia ada di sini."Sontak, kedua alis Rafif merapat. "Guelah yang sebenarnya Darma tunggu, Fif. Bukan orang lain.""Tapi, Mar, gue nggak bisa ngebiarin lo masuk sendirian. Bisa jadi Darma punya senjata, nyawa lo bisa b

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Keluarga Baru

    33 tahun lalu. "Mama," isak seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang tengah menangis di tengah mall. Sudah sekitar sepuluh menit berlalu, Darma menangis sambil berjongkok, tapi tidak ada seorang pun yang peduli. Terlebih tidak ada seorang penjaga keamanan pun yang terlihat berlalu lalang. Di kota besar seperti Jakarta, pemandangan seperti itu tampak sudah biasa. Orang-orang yang mengatasnamakan kesibukan berdampak pada terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain. Berbeda dengan saudara kembarnya, Darma memang memiliki sifat penakut. Ia jarang sekali keluar rumah, selain pergi ke sekolah dan ke tempat sanak saudara. Itu pun tidak pernah sendirian. Selalu bersama Damar, kakaknya atau kedua orang tuanya. Akhirnya sejenak kemudian, seorang pria bersama istrinya, yang kebetulan sedang berkunjung ke mall itu, menghampiri Darma. Sejak melihat Darma, Flora, nama wanita itu, bagai mendapatkan durian runtuh. Rasa rindunya yang setinggi Rinjani akan kehadiran sang buah hati, membuat Fl

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Penyesalan Damar

    Mendengar kalimat Dodi, Rafif dan Damar saling pandang. "Amar? Maksud Bapak Amar anaknya Pak Suryadi, mantan direktur PT. Niskala Semesta?" ucap Damar dengan ekspresi keterkejutan yang sama dengan Dodi. Seketika alis Dodi merapat. "I-ya. Amar itu suaminya Arini, keponakan saya.""Saya Damar, Pak. Saya menantunya Rafif dan juga seorang hakim pengadilan negeri.""Maafkan saya, Pak Damar. Tapi Bapak mirip sekali dengan Amar. Bahkan terlalu mirip." Untuk kedua kalinya di malam itu, kedua pria di depan Dodi saling beradu tatap. Harapan untuk segera menemukan Riana membanjiri dada keduanya. "Oh, iya, silakan duduk dulu, Pak. Mau pesan apa?" Rafif lalu melambaikan tangannya. Tak lama kemudian, seorang pemuda berkemeja putih dan bercelana hitam datang mendekat seraya menyodorkan buku menu. "Saya pesan kopi susu aja, Mas. Sama roti bakar selai kacang," kata Dodi bersamaan dengan menarinya tangan pramusaji di atas kertas."Ada lagi, Pak?" "Sementara cukup, Mas.""Baik, silakan ditunggu,"

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Petunjuk

    "Puas kamu? Itu kan yang mau kamu dengar?" Sontak, mata Liana memanas dan tanpa bisa ditahan lagi matanya sudah memproduksi banyak air mata."Li, aku itu lagi pusing banget mikirin soal Riana yang belum tahu di mana. Tolong kamu jangan nambahin. Nggak usah mikir sesuatu yang belum jelas!"Raga Liana meluruh. Di depan Damar ia mengira dan memohon maaf. "Maaf, Mas. Aku cuma mau menyampaikan apa yang ada dalam pikiranku aja."Damar menarik napas dalam. Melihat Liana menangis seperti itu membuat hatinya sedikit terenyuh. Ia tahu tidak seharusnya ia berkata sekadar itu pada Liana. Bahkan, Liana yang biasanya tegas dan keras menjadi wanita yang sangat lemah tanpa daya di hadapannya. Damar juga tahu bahwa niat Liana baik. Ia juga pasti sama khawatirnya seperti Damar.Pelan-pelan, tangan Damar terulur ke atas kepala Liana yang tengah rebah di atas kakinya. Ia lalu mengusapnya lembut. Sosok Riana yang tengah tersenyum seakan hadir di hadapannya. "Mar, perlakukan Liana dengan baik, ya. Jaga di

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pengakuan Damar

    Diam-diam, Arini menahan kesal. Ia tidak menyangka jika Damar tiba-tiba mencurigainya. Padahal niatnya hanya ingin mengucap turut berduka cita pada keluarga mereka. "Mas, udah. Nggak baik menuduh orang tanpa bukti. Dia belum tentu melakukan apa yang tadi Mas bilang.""Kamu diam, Li! Aku tahu yang aku katakan," ucap Damar hingga membuat Liana tersentak. Lagi-lagi Damar membentaknya. Bahkan, kali ini suaminya itu melakukannya di depan umum hingga membuat Liana malu. Damar kembali memutar kepalanya ke arah polisi yang sedang menanyainya. Ia bahkan tidak sadar jika Liana sudah beranjak dan memilih masuk ke dalam kamarnya. "Saya yakin kalau wanita tadi pelakunya, Pak. Dan ada satu lagi, yaitu lelaki bernama Darma.""Pak Damar tahu dari mana? Sedangkan rekaman CCTV saja tidak menunjukkan gambar apa pun pada saat kejadian," sanggah petugas polisi bernama Alfred. "Itu karena Darma sudah merusak CCTV-nya, Pak!" Damar mulai emosi. Alfred mendengkus kasar. Sedangkan Rajata yang tidak menget

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Riana Menghilang

    "Tolooong! Pergi kamu!" Riana terus melempari Amar dengan benda-benda di dalam kamarnya. Ia pun berteriak sekuat tenaga. "Kamu mau apa? Jangan mendekat!""Saya mau anda merasakan apa yang ayah dan keluarga kami rasakan!" Amar mendekati Riana lalu menarik tangan wanita itu. Setelahnya ia membenturkan kepala Riana ke dinding berkali-kali. Seketika kepala Riana bagai terkena sengatan listrik jutaan volt. Bayangan hitam pun perlahan menutupi semua pandangannya. Di depannya tidak tampak apa pun lagi. Telinganya hanya samar-samar mendengar tawa Amar yang membahana. ***Rajata yang baru selesai kerja mendadak merasa ingin bertemu dengan Riana. Sejak awal ia terus memikirkan sang ibu angkat sampai tidak konsentrasi bekerja. Ia lalu mengambil ponsel yang diletakkan di saku belakang, lalu menekan nomor Riana. "Ayo dong, Bu. Angkat," ujar Rajata karena sampai dengan dering ke tiga, ponsel Riana masih juga belum diangkat. Ia bahkan mengulang sampai tiga kali tapi hasilnya masih sama. "Tumben

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Terpojok

    Di kediamannya, Damar yang sedang makan malam berdua dengan Liana, seketika teringat kembali pada Darma. Suami dari Liana itu tidak tahu kenapa bayangan Darma tiba-tiba mendatanginya lagi. Terakhir kali itu terjadi saat Darma baru saja hilang, seakan-akan Darma ingin mengatakan pada Damar tempatnya berada. Namun, saat itu, Damar kecil tidak mengatakan apa pun pada kedua orang tuanya. Ia bahkan sengaja diam karena merasa saingannya di rumah sudah tidak ada. Tanpa diketahui Sasti dan Narto, Damar kecil kerap kali menyimpan rasa iri pada saudara kembarnya. Darma yang pintar, baik dan penurut selalu menjadi kebanggan keluarganya. Tidak hanya Sasti dan Narto, kakaknya pun lebih menyayangi Darma daripada Damar. Sedangkan Damar hanya dijadikan pembanding. Kelakuannya yang 180 derajat berbanding terbalik dengan Darma. Namun, itu dulu. Seiring bertambahnya usia, Damar pun merasa kehilangan dan bersalah pada Darma. Saat Damar pergi ke tempat yang Darma tunjukkan dalam mimpinya, tentu saja Dar

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Teror

    Rafif, Riana, Liana dan Damar menuju ke teras dan melihat ke rumah sebelah. Namun, sosok yang keluar dari mobil itu bukanlah sosok yang mereka nantikan. Dia sama sekali tidak mirip dengan Damar. "Dia siapa?" gumam Riana yang hanya bisa didengar telinganya sendiri. Riana lalu mengenakan sandal dan menuju ke rumah sebelah. "Ri, kamu mau ke mana?""Mau ke sebelah, Mas. Aku mau tanya langsung sama dia tentang orang yang semalam datang."Langkah Riana langsung diikuti Damar. Sedangkan Rafif dan Liana tetap menunggu di teras. "Assalamu'alaikum, Permisi. Maaf kalau saya mengganggu," kata Riana sesopan mungkin. Ia lalu mengulurkan tangan pada wanita di depannya. "Wa-ala-ikumsalam." Wanita itu menerima uluran tangan Riana lalu membalas senyum. "Saya Riana, tinggal di sebelah. Ini Damar menantu saya. Sedangkan yang di teras itu Suami dan anak saya." Setelah menjabat tangan Damar, wanita itu lalu mengarahkan pandangan ke arah teras rumah Riana. Ia tersenyum sambil sedikit mengangguk, membal

DMCA.com Protection Status