Bastian berada di dalam mobil itu beberapa saat lamanya. Pesan singkat dari Ezra menambah bukti baru keterlibatan Elsie menyabotase perawatan Ayunda. Ia menatap rumah bertingkat yang ia bangun tiga tahun yang lalu sebagai rumah pernikahan mereka. Tidak ada yang keluar menyambutnya sore itu karena mobil Ferari GTB 296 itu memang nyaris tidak bersuara sehingga tidak ada yang menyadari kedatangannya. Bahkan saat ia akhirnya masuk ke dalam rumah, tudak ada yang menyadari kedatangannya. Di dalam rumah, Elsie sedang memarahi salah satu ART. Beberapa ART juga berdiri di sana. Mereka semua terdiam, tidak ada yang berani mengatakan sesuatu. Bukan kali pertama Elsie seperti ini. Ia kerap memarahi ART di rumah itu, terlebih saat Bastian tidak ada di rumah. Lagipula dialah sang nyonya rumah. “Saus apa ini? Kenapa rasanya seperti ini? Kalau tidak becus bekerja, pergi sana! Tidak usah kerja di sini!” “Maaf Bu Elsie, nanti akan saya perhatikan. Tolong beri Nanda kesempatan lagi.” Citra, ART
Elsie terkejut. Bagaimana Bastian bisa mengetahuinya?Bastian menarik nafas dalam, terlihat sekali ia kecewa pada istrinya itu.“Kita sudah sepakat bahwa kamu tidak akan mengganggu dia lagi. Dan bahkan sehari sebelumnya kamu sudah berjanji padaku! Kenapa kamu tetap melakukan hal itu?” suara Bastian bergetar karena menahan rasa yang berkecamuk. Ia masih menahan diri untuk tidak membuka senua yang ia ketahui, berharap istrinya itu masih mau berkata jujur.Namun Elsie adalah Elsie. Ia menduga Bastian hanya mengetahui kejadian saat ia melabrak Kanaya di rumah sakit, dan bukan hal lainnya. Ia menduga Ezra mungkin melihat kejadian itu. “Bas… aku melakukan itu karena aku kecewa, kesal dan marah sama kamu. Kamu sudah melanggar kesepakatan kita untuk tidak bertemu dengannya! Tapi kenyataannya, kamu justru menemui dia di rumah!” Kembali Elsie playing victim.Bastian menggeleng dan tersenyum mencibir. “Kita sudah membahas hal itu. Kanaya yang menemuiku karena dia tidak bisa menghubungiku. Dan
“Pak Bas,” panggil Kanaya. Ia menepuk pipi Bastian perlahan untuk membangunkannya Kedua mata Bastian terpejam. Ia tidur sambil memeluk maternity pillow milik Kanaya. Kanaya sendiri sudah bangun sejak tadi. Ia bahkan sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Bastian. Namun sampai ia selesai memasak, pria berwajah tampan itu belum juga bangun. “Pa Bas…” Kanaya mendekatkan wajah. Ia tersenyum melihat wajah Bastian dari dekat. Tulang rahang yang kokoh, hidung yang mancung, alis tebal serta bulu mata Bastian yang juga hitam tebal semakin terlihat kontras dengan kulit wajah Bastian yang bersih. Kanaya hendak memencet hidung pria itu, saat tiba-tiba sepasang tangan kokoh melingkari pinggangnya dan tubuh Bastian merapat. “Aah!” Kanaya memekik terkejut, lantas tertawa kecil menyadari ulah Bastian. Bastian tersenyum dengan mata terpejam. Wajahnya merapat ke perut Kanaya dan mendaratkan kecupan di sana. “Apa kabar sayang?” ucapnya diantara kecupan-kecupan kecil. Kanaya tertawa dan me
Kanaya lalu menggiring Bastian ke meja makan dan mereka makan bersama pagi itu. “Kamu mau pergi kemana?” tanya Bastian sambil ia menyantap sarapan paginya. “Aku mau ke mall sebentar. Ada sesuatu yang ingin aku beli” jawab Kanaya sambil melirik Bastian. “Tidak bisa pesan online? Aku bisa menyuruh orang—” Kanaya menggeleng. “Aku sudah lama tidak keluar. Sekalian cari udara segar, bergerak, mencari aktifitas,” ucapnya memotong ucapan Bastian. “Jangan kuatir. Naya ajak Bi Sifa. Lagipula Naya cuma sebentar,” tambah Kanaya melihat Bastian mengerutkan keningnya. Kali ini Bastian mengangguk. Ia tidak bisa menemani Kanaya pergi. Jadwalnya yang padat serta hubungan mereka yang tidak boleh diketahui publik membuat Bastian tidak bisa leluasa pergi bersama Kanaya. “Ajak Emran menemanimu di mall. Dia bisa membantu membawakan barang belanjaanmu.” “Tidak apa. Kan ada Bi—” “Ajak saja. Kalau tidak, aku tidak ijinkan kamu pergi.” Bastian bersikeras. Emran adalah anak buah Jay yang
Siang itu Kanaya pergi ke sebuah butik. Ia tidak pergi ke mall seperti pengakuannya pada Bastian tadi pagi.Butik itu adalah butik langganan Bastian. Sebagian besar setelan kerja Bastian berasal dari butik itu.Kanaya sengaja pergi ke sana untuk membelikan Bastian pakaian.Kanaya menyadari jika baju kerja Bastian didominasi oleh warna-warna gelap. Padahal dengan kulit Bastian yang bersih, dia akan pantas memakai warna apa saja.Dan Kanaya ingin memberikan setelan Jas dengan warna yang lebih terang untuk suaminya itu.Selain sebagai ucapan terima kasih karena telah menolong ibunya, Kanaya juga ingin memberikan Bastian sesuatu yang akan dikenakan Bastian.Kanaya sudah menyuruh Emran untuk menunggunya di mobil, akan tetapi dia menolaknya. “Pak Bastian menyuruh saya membantu ibu belanja,” ujarnya beralasan.Alhasil Kanaya mengijinkannya ikut sampai di depan pintu butik. Ia merasa risih jika Emran mengikutinya kemana pun ia pergi. Lagipula mereka hanya berada di sebuah butik dan pengunju
“Baik, Pak—” kasir butik melihat lagi kartu di tangannya sebelum tersenyum canggung dan meneruskan, “—Afrizal.”Rizal tersenyum pada kasir itu, kemudian ia menoleh pada Kanaya yang tengah menatapnya dengan heran.“Halo Kanaya. Apa kabar?” sapanya.Sejak kedatangan Dokter Nathan ke rumah sakit ERC kala itu, Kanaya tidak lagi bisa menghubungi Rizal. Pria itu hilang jejaknya bagaikan ditelan bumi.Nomor teleponnya selalu tidak aktif dan dia tidak memberi kabar apa pun.Kanaya teringat pesan Bastian, bahwa Rizal mungkin memiliki motif lain dibalik sikap baiknya. “Kamu tidak perlu melakukannya,” ucap Kanaya menolak menggunakan kartu member milik Rizal itu.“Tidak apa, saya tidak jadi membeli ini.” Kanaya lanjut berbicara pada kasir butik. Kanaya terpaksa mengurungkan niatnya untuk membeli kedua setelan jas itu.Bagaimanapun, jika benar Rizal punya motif lain untuk mendekatinya, ia sebaiknya menghindar dan menolak bantuannya.Kasir butik itu tampak bingung. Ia melihat bolak balik antara
“Kanaya!” panggil Rizal sambil menahan pergelangan tangan gadis itu.“Aku tidak tahu apa yang kamu maksudkan.” Ia masih saja bersikukuh seakan tidak paham.Kanaya menarik nafas dalam dan mengangkat wajahnya. “Bastian benar. Kamu ternyata tidak sesederhana yang terlihat.”“Apa kamu memang merencanakan semua itu?” Kanaya menatap Rizal dengan intens menunggu jawaban.“Merencanakan apa maksudmu?” Rizal memberi Kanaya tatapan bingung.“Saat pertama kali kita bertemu di cafe dekat kampus, itu bukan kebetulan ‘kan?” Kanaya memaparkan kecurigaannya.Rizal menatap Kanaya dengan dingin. Lengkungan di bibirnya hilang, dan raut wajahnya berubah tak sehangat tadi.“Apa sebenarnya tujuanmu? Aku hanyalah mahasiswi miskin yang tidak punya apa-apa. Apa untungnya buatmu mendekatiku?” Kanaya mengangkat wajahnya memperhatikan Rizal dengan seksama.Yang ditatap justru tertawa pelan, menertawakan pernyataan gadis itu. “Apa itu yang kamu pikirkan mengenai dirimu?” Kedua manik mata Kanaya bergerak, mencari
Tidak hanya Kanaya yang terkejut dengan pertemuan mereka, namun Clara pun demikian.Clara melirik ke arah korset yang ada ditangan Kanaya sebelum ia lanjut berjalan, kemudian menaruh keranjang belanjaannya di meja kasir.Kanaya berdiri di meja kasir lain yang ada di sebelah Clara, juga menyerahkan korset yang ia pilih.Mereka berdiri bersisian, namun tidak saling bicara.“Kalian seharusnya tidak menerima sembarang pembeli. Apa lagi kalau yang datang ke sini istri simpanan,” cetus Clara sambil melirik Kanaya.Seperti mengerti siapa yang sedang dibicarakan Clara, kedua kasir toko itu refleks melirik Kanaya. Meskipun kedua kasir itu tidak melontarkan kalimat penghinaan ataupun berlaku kasar, akan tetapi tatapan mata mereka menatap dengan merendahkan. Tak bisa dipungkiri, kehadiran seorang perempuan yang berstatus istri simpanan menjadi momok bagi perempuan lainnya.Wanita mana yang tidak khawatir suaminya mempunyai wanita idaman lain?Kanaya berusaha bersikap acuh pada ucapan Clara, da
“Freya,” ucap Bastian dengan senyum di wajahnya. “Freya Jacinta Dwipangga.” Miranda dan Ayunda saling bertukar pandang sebelum tersenyum dan mengangguk. “Freya. Nama yang Indah,” gumam keduanya menyetujui. Hari itu semua yang ada di Alpine Nest menyambut baik kehadiran bayi mungil bernama Freya Jacinta Dwipangga. Begitu pula Kenzo yang begitu senang ketika diperbolehkan melihat langsung adiknya itu. Mulai hari itu, ia telah menjadi seorang kakak. Apalagi, adiknya itu hadir sebagai hadiah ulang tahun terindah baginya. Keluarga besar Dwipangga hari itu sangat berbahagia. Bukan hanya karena ulang tahun pertama Kenzo, namun juga hadirnya Freya dalam keluarga mereka. Berita kelahiran Freya langsung tersebar ke seantero Emerald City, meskipun sosok bayi tersebut masih dirahasiakan dan belum di perlihatkan kepada publik. Publik ikut merasa senang dan tidak sabar untuk segera melihat sosok putri keluarga Dwipangga yang diberitakan memiliki paras yang rupawan. Berita persalinan Kanaya p
“Ama… Ama.. atit?” tanya Kenzo pada Haidar, kakeknya. Tampak ia mengkhawatirkan mamanya.Apalagi ia melihat Papanya begitu panik saat membawa mamanya pergi masuk ke dalam ruangan dengan kolam besar yang ada di dekat mereka. Haidar tersenyum dan menggeleng. Ia berusaha untuk tidak tampak gelisah atau khawatir. “Mama tidak sakit, tapi saat ini sedang melahirkan adiknya Kenzo,” terangnya pada cucu kesayangannya itu.“Kenzo di sini dulu ya sama Kakek. Nanti kalau adik sudah keluar dari perut mama, Kenzo bisa ketemu sama adik.” Haidar pun duduk dan memangku Kenzo di sofa.Kanaya sudah pernah menceritakan pada Kenzo mengenai adik bayi yang ada di dalam perutnya, sehingga Kenzo tidak terlalu bingung atau panik saat mengetahui Kanaya akan melahirkan. “Sini, Kenzo boboan di sini.” Haidar menepuk ruang kosong diantara dirinya dan Azhar, agar cucunya itu bisa beristirahat dan tidur. Ia tahu Kenzo tidak akan mau pergi tidur ke kamarnya mengetahui mamanya tengah melahirkan adiknya.Akan tetapi
Ardyan dan Aliya telah menikah sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang kandungan Aliya telah menginjak 3 bulan.Mereka berdua memang tidak menunda kehamilan dan berharap segera diberikan keturunan. Selain itu, Ardyan juga sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga dia tidak ingin lagi menunda.Dan meskipun kehamilan Aliya masih muda dan belum terlihat benar, namun jika diperhatikan dengan seksama, akan terlihat benjolan kecil di perutnya.Saat ini, Aliya masih bekerja di LiveTV, namun ia tidak lagi bekerja di lapangan untuk mencari berita setelah mengetahui kehamilannya. Ia memilih bertugas di dalam studio untuk sementara waktu. Sedangkan Ardyan, dia masih menjalani hari-harinya sebagai the best neurosurgeon di Emerald City, sekaligus Direktur Emerald Restorative Centre, Rumah Sakit terbesar dan tercanggih di Emerald City.“Bagaimana kehamilanmu kali ini? Ah, Kenzo pasti senang sekali akan segera memiliki seorang adik!” Aliya memegang perut besar Kanaya dan mengelusnya.“Untuk yang
Acara ulang tahun berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak panti yang diundang untuk datang tampak sangat senang. Berbagai macam permainan, hiburan bahkan hadiah-hadiah yang dibagikan membuat mereka tertawa sepanjang acara.Tamu undangan lainnya, keluarga, dan kerabat yang membawa anak-anak mereka juga menikmati acara itu. Mereka membawa berbagai macam hadiah, dari mainan anak-anak yang sangat populer dan diminati, hingga hadiah yang bernilai fantastis.Berbagai macam hidangan disajikan. Dari mulai hidangan berbentuk lucu bertemakan kerajaan untuk anak-anak hingga hidangan estetik dan lezat dari chef terkemuka yang menggunakan bahan-bahan berkualitas premium.Dan Kenzo, bocah berulang tahun yang memiliki paras rupawan perpaduan antara Kanaya dan Bastian, menjadi pusat perhatian di acara itu. Tidak hanya parasnya, tingkah polah anak berusia 1 tahun itu selain menggemaskan juga telah membuat decak kagum tamu undangan. Di usia yang masih sangat kecil, Kenzo telah menunjukkan sikap
Hari itu, di Alpine Nest ramai dengan banyak orang yang datang. Azhar, Haidar, Miranda, Ayunda, Laila, dan Fadly—sepupu Kanaya. Tidak lupa Alea, Fariz dan Clara juga sudah hadir di sana.Mereka semua datang untuk menghadiri ulang tahun pertama Kenzo yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat, keluarga dan teman serta anak yatim yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara itu.Acara dilangsungkan di halaman belakang rumah mereka, dengan mengusung tema Royal Prince. Sesuai dengan tema, maka di dekat danau itu dibangun sebuah miniatur kastil kerajaan, dengan dekorasi balon dan hiasan lainnya yang berwarna emas, biru dan putih.Makanan yang dihidangkan pun dibuat sesuai tema. Mewah, namun dengan bentuk yang lucu dan menggemaskan sesuai dengan usia baby Kenzo yang baru berulang tahun pertama.“Apa semua sudah siap? Di mana Kenzo?” Kanaya baru selesai berpakaian, dan ia memastikan kembali persiapan mereka untuk acara itu.Ia dan Bastian juga ikut mengenakan kostum Royal King dan Queen
“Bos, itu orangnya!” Seorang pria dengan banyak tato di tangannya melapor pada seorang pria yang duduk di dalam sebuah mobil SUV.Jendela mibil SUV itu diturunkan dan tampaklah wajah seorang pria. Dia mengenakan jaket hitam dan kaca mata hitam. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang, dicepol kecil dibagian atas, sehingga menampakkan potongan rambut pendek undercut dibagian bawah yang rapi.Pria itu membuka kaca matanya dan melihat ke luar pada sosok dua orang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka yang berjarak cukup jauh. Kedua orang itu berpakaian parlente, kemeja rapi dengan sepatu kulit yang mengkilap.“Hanya berdua saja?” tanya Jono—pria berjaket hitam di dalam mobil.“Hanya mereka dan supir di dalam mobil.” Anak buah Jono menunjuk sebuah mobil Mercedes Benz S class berwarna hitam terparkir di ujung bagian jalan itu.Jono tidak mengetahui siapa orang itu. Mereka berpenampilan rapi dan parlente, namun mereka berdua bukan berasalah dari Emerald City.Jono memberi isyarat
Mobil Rolls Royce limited edition itu, memasuki halaman rumah besar dan luas bernama Alpine Nest, dan berhenti tidak jauh dari pintu utama rumah itu.Kanaya dan Bastian turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah yang kali pertama Kanaya datangi belum memiliki furnitur yang lengkap, saat ini telah berubah menjadi sebuah rumah yang indah dengan berbagai kelengkapan yang memberi kesan tersendiri.Kanaya sengaja memilih furnitur, korden, wallpaper serta berbagai aksesoris rumah lainnya dengan warna dan model yang memberi kesan homy, sebuah tempat tinggal yang hangat dan nyaman untuk ditinggali keluarga mereka.Saat memasuki rumah itu, tidak terasa suasana kaku ataupun asing. Ruangan demi ruangan seakan membuat siapa pun merasa di nyaman berada di sana. Dari mulai ruang tamu, ruang keluarga, dapur, hingga setiap kamar tidur di rumah itu, memberi kesan hangat. “Kenzo mana Bi?” Kanaya bertanya saat ia bertemu Sifa di ruang keluarga.Perempuan yang menjadi pengasuhnya saat menga
“Maaf… maaf, aku tidak sengaja…” ucap orang itu dengan segera. Ia kemudian tampak terkejut ketika melihat Bastianlah yang ia tabrak.“Lain kali jalanlah dengan hati-hati.” tegur Bastian sambil mengingatkan dengan nada dingin.Untung saja dia tidak menabrak Kanaya! Jika sampai itu terjadi, ia akan sangat marah.“Tentu, lain kali saya akan jalan dengan hati-hati.” Mahasiswi yang menabrak Bastian itu tampak tersipu malu. Ia melirik Bastian dengan tatapan menggoda sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.Bastian bersikap acuh tak acuh pada perempuan itu dan sibuk merapikan kemeja yang dikenakannya.Lain halnya dengan Bastian, Kanaya justru menangkap gestur perempuan yang dengan sengaja menggoda Bastian. Dan ini membuat Kanaya kesal.Jelas, bukan hanya dirinya saja yang menyadari betapa menariknya Bastian.Selama ia menjadi istri Bastian, tidak sedikit wanita lain yang mengagumi Bastian, bahkan ada yang dengan berani dan terang-terangan berusaha mendekati suaminya itu.Mahasis
“Kulit lebih bersinar, atau di sebut dengan pregnancy glowing…” Bastian membaca sebuah artikel melalui telepon genggamnya. Ia tampak berpikir sebelum bergumam, “Sepertinya benar.”Ia membayangkan kulit istrinya itu memang terlihat lebih glowing di kehamilan kedua. Jadi, apakah semua mitos itu benar?Bastian kembali membaca lanjutan artikel itu.“Payudara sebelah kiri lebih besar dari yang kanan…” Bastian mengerutkan keningnya. Ah, ada-ada saja. Apa iya perbedaan kehamilan bayi perempuan dan laki-laki bisa dilihat dari besarnya payudara kanan dan kiri?Ujung-ujungnya, Bastian geleng-geleng kepala dan lanjut membaca. “Sifat lebih moody, sensitif dan cerewet…” Bastian terkekeh pelan. Mungkin untuk yang satu ini ada benarnya. Sejak kehamilan kedua, Kanaya menjadi sangat perasa dan sensitif, bahkan sebelum mereka mengetahui jenis kelamin anak yang dikandungnya.Walau begitu, Bastian tidak pernah mempermasalahkannya. Apalagi ia memang tidak keberatan direpotkan oleh istrinya itu.“Ehem…