Saat Karina hendak mengangkat, Rafael mendekat dan ingin melihat layar ponselnya. "Siapa yang telepon?" tanyanya.Karina merasa kesal dan menutup layar ponselnya. "Teman kampusku," jawabnya."Teman kampus?" Rafael mengernyit dan lanjut bertanya, "Pria atau wanita?""Wanita!"'Kenapa dia mengatur-ngatur hidupku sih?'Karina memelototi Rafael, lalu berjalan ke samping dan menjawab telepon, "Halo?""Karina, kenapa kamu nggak datang ke kelas hari ini?" tanya Safira."Ada urusan pribadi .... Kenapa? Dosen melakukan absensi?" tanya karina dengan gugup. Dosen yang kelasnya santai seperti ini sangat mengutamakan kehadiran para mahasiswa.Jika dia ketahuan membolos, dia mungkin akan gagal dalam kelas tersebut"Nggak kok, hanya putar film di kelas. Oh ya, ada hal bagus yang ingin kuberi tahu. Kamu harus tenang dan jangan terlalu bersemangat setelah mendengarnya," ujar Safira.Karina menjadi penasaran apa yang bisa membuat Safira begitu bersemangat. Safira pun melanjutkan ucapannya, "Pak Neo diun
"Aku nggak ada maksud seperti itu." Karina berbalik, dia tidak ingin melanjutkan topik ini dengan Rafael.Namun, sikap Karina itu dianggap Rafael sebagai jawaban ya.Rafael menatap Karina cukup lama, mengepalkan tangannya dengan erat dan melepaskannya. Dia melakukan ini beberapa kali. Setelah pergulatan di dalam hati berlangsung beberapa saat, pada akhirnya, dia melepaskan kepalan tangannya.Kekecewaan yang mendalam terpancar dari matanya. Meskipun begitu, dia masih tidak sanggup menyakiti Karina sama sekali."Ayo pulang," ujar Rafael yang suaranya terdengar begitu lelah.Melihat reaksi Rafael, Karina merasa sepertinya Rafael salah paham lagi. Namun, dia tidak tahu harus berkata apa untuk menghilangkan suasana canggung ini.Selain itu, dari awal sampai akhir, dia tidak berpikir dirinya telah melakukan kesalahan.Karina tahu bahwa Rafael begitu marah hanya karena otoritasnya telah diusik orang, bukan karena dia sendiri yang telah melakukan kesalahan.Meskipun berpikir seperti itu, ketik
Di sebuah kamar hotel VIP, suasana di dalamnya dipenuhi ambiguitas kenikmatan dan beberapa pakaian berserakan di lantai.Sinar matahari yang masuk dari jendela, samar-samar menyinari selimut yang menutupi pria dan wanita yang sedang tidur di kasur yang besar.Suara ketukan pintu yang tergesa-gesa membuat kening Karina Valerio berkerut. Dia membalikkan badannya dengan perasaan tidak nyaman.Kepalanya terasa sangat sakit, tubuhnya terasa nyeri seperti habis tertindih sesuatu. Ketika dia mengangkat tangannya untuk mengusap kepalanya, dia menyadari ada sesuatu yang hangat menempel di belakangnya.Karina Valerio pun terbangun dengan kaget, tubuhnya menjadi kaku seperti patung. Dia perlahan menundukkan kepalanya, mendapati ada sebuah tangan besar terlentang di depan dadanya.Sekujur tubuhnya seketika merinding. Ketika rasa panik menyerang dirinya, dia pun berteriak dengan keras.Suara teriakan itu langsung membuat pria di sampingnya terbangun. Begitu si pria melihat Karina, sorot matanya sek
Semua orang menghela napas lega, seolah-olah mereka mendapatkan pengampunan. Mereka terbirit-birit keluar dari kamar, seolah-olah mereka akan ditelan oleh binatang buas jika mereka terlambat selangkah.Karina juga buru-buru mengambil pakaiannya yang terlempar ke mana-mana. Dia masih bingung dengan situasi ini, tetapi nalurinya mengatakan bahwa dia harus segera meninggalkan tempat berbahaya ini. Dia masih memegang erat selimut yang menutupi dirinya dengan satu tangan.Rafael tidak bergerak, hanya menatap Karina yang sedang panik itu. Terlihat jelas ada beberapa bekas merah di bagian punggung Karina yang tidak tertutup selimut. Melihat itu, Rafael merasa sedikit kesal. Dia pun memanggil Karina dengan dingin, "Hei!"Karina seketika membeku di tempat dan mulai gemetar. Dia tidak berani berbalik untuk melihat Rafael.Dia ketakutan dan merasa tidak berdaya. Dia ingat dengan jelas bahwa kemarin dia sedang merayakan ulang tahun Simon bersama teman-teman sekampus. Namun, mengapa pagi ini begitu
'Penjahat?''Pelanggan bordil?''Atau pria mesum?'Karina terlalu takut untuk melanjutkan pemikirannya. Dia menyalakan pancuran dan membiarkan air mengalir membasahi tubuhnya.Di bawah air pancuran, warna bekas ciuman di tubuhnya semakin merah, seperti bunga mawar merah yang baru mekar. Seakan-akan menunjukkan betapa gila dan intensnya semalam. Melihat semua bekas ciuman itu, sekujur tubuh Karina semakin gemetar.Dia merasa dunianya menjadi gelap dan orang yang selama ini dia kagumi semakin menjauh darinya.Perlahan-lahan dia menurunkan tubuhnya, meringkuk seperti anak kecil yang tidak berdaya. Hanya ada satu hal yang muncul di benak Karina sekarang.Hidupnya sudah tamat.Di sisi lain, Rafael sudah berpakaian lengkap, hanya rambutnya masih sedikit berantakan. Meskipun begitu, dia tidak terlihat seperti orang yang baru saja bangun. Dia duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya yang jenjang itu di atas meja kopi sambil memainkan sebuah liontin berantai perak. Liontin itu berbentuk hati d
Wajah Rafael sedikit berpaling ke satu sisi. Pipi kirinya memerah dan terasa sakit. Dia tertegun sejenak karena sedikit bingung dengan situasi saat ini. 'Wanita ini menamparku?'Detik berikutnya, sorot matanya dipenuhi amarah. Siapa pun yang menatapnya akan langsung merinding.Rafael menoleh, hendak membuat wanita yang tidak tahu diri ini membayar harga yang setimpal, tetapi malah mendapati kedua mata Karina merah dan berkaca-kaca. Karina masih seperti ingin menampar Rafael, tetapi sekujur tubuhnya gemetar hebat. Dia gemetar seperti itu entah karena merasa takut atau marah. Kemudian, Karina berkata dengan suara yang menahan tangis, "Bajingan, jangan menilai diriku dengan pikiran dangkalmu itu! Sungguh menjijikkan!"Setelah mengatakan itu, dia menundukkan kepalanya dan mengambil liontinnya yang ada di meja kopi. Tanpa menunggu Rafael mengatakan sepatah kata pun, dia keluar dari pintu tanpa menoleh ke belakang.Jonny dan yang lainnya berdiri di luar kamar. Jonny bahkan menempelkan teling
Jonny tersenyum canggung, mencoba menghidupkan suasana dengan berkata, "Rafael, kami melakukan ini karena memikirkan dirimu. Sebagai pria dewasa yang sehat, kebutuhan fisiologis seperti ini adalah hal yang normal. Kamu selalu menahan dirimu hanya karena seorang wanita, apa kamu nggak menderita?"Mendengar ini, Rafael tertawa kecil, memperlihatkan gigi-giginya yang rapi. Dia memiliki paras yang tampan, tetapi tatapannya saat ini sangat menyeramkan. Dia menoleh, menatap Jonny dan berkata, "Jonny, yang kutanya adalah ini ide siapa? Kamu nggak bisa langsung menjawabnya?"Begitu mendengar itu, Jonny tahu bahwa dia tidak bisa lagi berdalih. Dia langsung memasang wajah sedih dan memohon belas kasihan, "Rafael, aku melakukan ini benar-benar demi kebaikanmu! Aku mencarikanmu seorang wanita agar kamu bisa meredakan hasrat yang kamu tahan-tahan! Tapi aku nggak sangka wanita itu benar-benar nggak tahu diri dan menamparmu!""Apa dia benar-benar melakukan pekerjaan ini?" tanya Rafael sambil menatap
Bagi Rafael, kejadian ini hanyalah sebuah peristiwa kecil yang tidak terlalu menyenangkan yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya yang tidak berubah. Karena itu, dia dengan cepat kembali ke dalam kesibukannya.Sebaliknya, bagi Karina, kejadian ini sudah cukup untuk menghancurkan kehidupannya yang damai, menyebabkan perubahan yang besar dalam hidupnya.Cinta satu malam hanyalah hiburan semata bagi para pemuda kaya raya seperti mereka.Namun, bagi orang biasa, hal tersebut jelas bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.Di mata orang biasa, hanya wanita yang tidak baik yang mau melakukan cinta satu malam.Alasan itulah yang membuat Karina tidak berani memberi tahu keluarganya tentang kejadian tersebut. Dia tidak berani menghadapi reaksi keluarga ketika mengetahui hal ini dan juga tidak berani menghadapi cacian yang dilontarkan orang lain di masa depan.Ketika dia berpikir untuk melupakan kejadian itu, menganggapnya tidak pernah terjadi, dia merasa tidak rela.Namun, dia juga merasa tak