Rafael harus mengakui bahwa dia sekarang sangat terobsesi dengan Karina.Pada akhirnya, Rafael melepaskan Karina sebelum Karina kehabisan oksigen. Selanjutnya, dia menekan Karina dengan kuat ke dalam pelukannya. Sambil merapikan rambut panjang Karina, dia berkata, "Karina, seumur hidupku, aku hanya pernah membuat janji pada satu wanita, yaitu kamu. Aku bilang akan menikahimu dan nggak akan berubah pikiran."Perkataan yang penuh kasih itu sama sekali tidak membuat Karina tersentuh. Dia mendengus dan berkata, "Kamu berkata seperti nggak pernah berubah pikiran saja. Rafael, kamu kira aku bocah tiga tahun?"Mendengar itu, Rafael menjadi marah dan berseru, "Kapan bukan karena kamu aku berubah pikiran? Karina, kamu kalau bicara pakai logika!"Karina seperti tidak mau kalah, menengadah dan memelototi Rafael. "Karena aku? Kalau begitu, bisa saja kamu akan berubah pikiran untuk menikahiku karena aku, 'kan? Rafael, kamu pembohong! Kamu bilang nggak ingin melihatku lagi, tapi kenapa menarikku kem
"Bolos saja," ujar Rafael dengan santai."Rafael, kalau kamu nggak bersikap mendominasi bisa mati ya?" Karina terlalu kesal untuk berdebat dengannya lagi. 'Kenapa orang ini egois sekali sih?'Rafael menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Karina. Dia memikirkan kata-kata Karina barusan dengan serius untuk sesaat, lalu menjawabnya dengan serius, "Kalau aku nggak bersikap dominasi padamu, sepertinya bisa mati."'Kalau begitu, kamu mati saja!'Karina mengumpat di dalam hatinya.Namun, Rafael seperti seorang kaisar. Di matanya, perlawanan Karina sama sekali tidaklah berguna."Bisa cepat sedikit? Kenapa kamu lambat sekali, kelak perusahaan mana yang mau mempekerjakanmu?" ujar Rafael yang baru selesai mandi, mendapati Karina masih belum bersiap-siap dan malah berdiri melamun."Aku perlu siap-siap apa lagi?" tanya Karina dengan tidak kesal. Menurutnya, dia sudah selesai bersiap-siap.Rafael melihat Karina dengan saksama. Di pandangannya, Karina berpakaian sangat kekanak-kanakan, seperti
Tingkah kekanak-kanakan dua orang itu membuat Jeremy terus tersenyum canggung.'Mereka berdua saat nggak bersama, terlihat sangat elite, tapi kenapa bisa begitu kekanak-kanakan saat bersama?'Mobil melaju ke Mal Reufa, pusat perbelanjaan internasional yang besar. Meskipun tidak sebagus dengan merek-merek terkenal dan mahal di Parleen Street, barang-barang di sana jugalah tidak murah. Membeli satu pakaian di sana sudah setara dengan gaji pekerja kantoran selama sebulan."Lebih baik jangan beli di sini, deh." Karina terlihat tidak begitu senang, dia tahu bahwa harga pakaian di sini tidak murah.Selain itu, dia juga tidak akan bisa pakai ke luar.Rafael memandang Karina dengan kesal, "Pakaian-pakaian di sini sudah diambang batas yang bisa kutoleransi! Apa dengan memakai pakaian yang diproduksi secara massal dan di jual di kios-kios, kamu baru merasa senang?"'Bukankah wanita zaman sekarang senang mengenakan pakaian desainer terkenal? Kenapa dia sangat berbeda?'Karina menarik napas dalam-
Namun, setiap satu pakaian sudah setara dengan biaya hidup Karina selama dua atau tiga bulan. Di selalu merasa sangat sakit hati saat memakainya.Dia tidak punya pilihan selain memilih yang termurah. Ketika dia berbalik, dia melihat Rafael sedang menelepon, seperti sedang membahas kerjaan.Karina berjalan ke arah Jeremy dengan tenang dan bertanya dengan suara rendah, "Apa dia sangat sibuk hari ini?""Tuan Muda Rafael sangat sibuk setiap hari," ujar Jeremy."Serius?" Karina sedikit tidak percaya. Alasannya, sejak dia tinggal di vila, Rafael hampir selalu pulang lebih awal, sama sekali tidak terlihat seperti orang yang harus lembur.Jeremy tersenyum dan berkata, "Nona Karina mengira dia sangat senggang?""Menurutku ... dia nggak sesibuk yang kubayangkan ....""Haha, Tuan Muda Rafael adalah CEO Grup Stalin. Dia harus menangani banyak kerjaan setiap hari. Sering kali, dia langsung tinggal di kamar kecil di kantornya."Karina pun bertanya, "Kalau sangat sibuk, kenapa dia masih pulang tepat
"Eh ...."Jeremy mengagumi kejelian Karina. Dia tersenyum canggung dan berkata, "Nona Karina, meskipun aku memuji memang ada niat untuk menyanjung Tuan Muda Rafael, tapi semua yang kukatakan itu benar.""Benar atau nggak, aku bisa melihatnya sendiri. Pak Jeremy, aku harap kamu nggak lupa diri dan membuat kesalahan karena merasa sangat pintar."Setelah mengatakan itu, Karina berjalan ke samping untuk lanjut memilih pakaian.Sementara Jeremy, dia terus menatap Karina sambil tersenyum penuh arti.Setelah selesai telepon, Rafael mengernyit ketika melihat Karina masih memilih pakaian. "Kenapa baru memilih begitu sedikit? Kenapa lambat sekali sih?" tanyanya.Karina tidak menganggapnya serius. "Sering kali wanita pergi ke mal itu hanya lihat-lihat, nggak beli apa pun."Dia sudah berbaik hati menjawab seperti itu."Kenapa hanya lihat-lihat? Kenapa nggak beli?" tanya Rafael lagi."Eh, ada banyak alasan .... "Sebagian besar karena kondisi keuangan yang kurang memadai, tetapi ada juga karena tid
Saat Karina hendak mengangkat, Rafael mendekat dan ingin melihat layar ponselnya. "Siapa yang telepon?" tanyanya.Karina merasa kesal dan menutup layar ponselnya. "Teman kampusku," jawabnya."Teman kampus?" Rafael mengernyit dan lanjut bertanya, "Pria atau wanita?""Wanita!"'Kenapa dia mengatur-ngatur hidupku sih?'Karina memelototi Rafael, lalu berjalan ke samping dan menjawab telepon, "Halo?""Karina, kenapa kamu nggak datang ke kelas hari ini?" tanya Safira."Ada urusan pribadi .... Kenapa? Dosen melakukan absensi?" tanya karina dengan gugup. Dosen yang kelasnya santai seperti ini sangat mengutamakan kehadiran para mahasiswa.Jika dia ketahuan membolos, dia mungkin akan gagal dalam kelas tersebut"Nggak kok, hanya putar film di kelas. Oh ya, ada hal bagus yang ingin kuberi tahu. Kamu harus tenang dan jangan terlalu bersemangat setelah mendengarnya," ujar Safira.Karina menjadi penasaran apa yang bisa membuat Safira begitu bersemangat. Safira pun melanjutkan ucapannya, "Pak Neo diun
"Aku nggak ada maksud seperti itu." Karina berbalik, dia tidak ingin melanjutkan topik ini dengan Rafael.Namun, sikap Karina itu dianggap Rafael sebagai jawaban ya.Rafael menatap Karina cukup lama, mengepalkan tangannya dengan erat dan melepaskannya. Dia melakukan ini beberapa kali. Setelah pergulatan di dalam hati berlangsung beberapa saat, pada akhirnya, dia melepaskan kepalan tangannya.Kekecewaan yang mendalam terpancar dari matanya. Meskipun begitu, dia masih tidak sanggup menyakiti Karina sama sekali."Ayo pulang," ujar Rafael yang suaranya terdengar begitu lelah.Melihat reaksi Rafael, Karina merasa sepertinya Rafael salah paham lagi. Namun, dia tidak tahu harus berkata apa untuk menghilangkan suasana canggung ini.Selain itu, dari awal sampai akhir, dia tidak berpikir dirinya telah melakukan kesalahan.Karina tahu bahwa Rafael begitu marah hanya karena otoritasnya telah diusik orang, bukan karena dia sendiri yang telah melakukan kesalahan.Meskipun berpikir seperti itu, ketik
Simon langsung mengerti maksud Yani. Dia melirik ke arah Yani sambil setengah tersenyum. Namun, tampak kilatan kekejaman di matanya yang hijau itu. "Jadi, kamu ingin menabur perselisihan antara Karina dan Tuan Muda Jonny?"Yani menyeruput kopinya dan tersenyum puas. "Dengan mengandalkan statusnya sebagai wanita Jonny, wanita jalang itu mengira kita nggak bisa berbuat apa pun padanya. Sayangnya, siapa yang sudah membuatnya berani bertindak sembrono dan nggak setia? Tanpa diduga, dia berhubungan dengan pria lain dan kebetulan aku yang menangkap basah dirinya. Sangat disayangkan. Sepertinya Tuhan nggak menyukainya."Simon juga terlihat lega. Namun, dia tetap merasa tidak puas dan berkata dengan marah, "Aku sudah mengetahuinya sejak dulu kalau wanita itu polos di luar, tapi jalang di dalam. Sayangnya, aku nggak berhasil mendapatkannya waktu itu karena ada yang mengganggu.""Hehehe. Kalau kamu menyukainya, kenapa kamu nggak menunggu sampai Karina kehilangan posisinya, lalu perlahan-lahan me
"Kalian!" teriak Karina.Karina merasa kesal. Dia memandang para wartawan dengan marah, lalu hendak membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang berserakan di tanah. Akan tetapi, bagaimana mungkin orang-orang ini peduli? Demi mendapatkan berita utama, mereka semua tidak segan-segan menggunakan cara apa pun.Dokumen yang tercecer di tanah itu sudah diinjak-injak oleh mereka sebelum sempat diambil Karina. "Cukup! Hubunganku dengan Pak Rafael memangnya ada hubungan dengan kalian?" teriak Karina dengan kesal sambil kembali berdiri tegak.Orang-orang itu sudah menghabiskan kesabaran Karina."Nona Karina, apakah Nona marah karena pernyataan kami benar? Apakah Nona benar-benar merayu CEO Grup Stalin demi bisa menjadi bagian dari keluarga kaya raya?""Nggak!" balas Karina dengan cepat."Jika tidak, bisakah Nona mengungkapkan bagaimana Nona dan Pak Rafael bertemu? Apakah Nona merasa bisa menjadi seperti Cinderella?""Benar, Nona Karina, Keluarga Stalin adalah keluarga terkenal. Apakah Nona y
Pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan dari keseluruhan kejadian ini adalah Amy.Di dalam mobil.Karina berdebar-debar dan bergumam, "Hubungan kita telah diketahui publik, aku nggak tahu bagaimana reaksi dari pihak kampus ...."Memiliki hubungan dengan Rafael pasti akan menimbulkan sensasi. Karina tahu itu dan dia hanya berharap reaksi orang-orang tidak terlalu berlebihan.Namun, pasti akan menarik banyak perhatian orang terhadapnya.Karina menghela napas, dia merasa tidak ingin pergi ke kampus untuk sementara waktu.Begitu Karina selesai berbicara, Rafael sudah memegang tangannya. Sentuhan hangat itu membuat Karina terkejut. Karina menoleh, menatap Rafael dengan bingung. Terlihat Rafael sedang memandang keluar jendela mobil sambil menopang dagunya, seperti sedang menikmati pemandangan, dan berkata dengan datar, "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu berada di sisimu."Wanita mana pun pasti akan tersentuh hatinya mendengar perkataan itu.Sudut mata Karina melengkung. Dia menggeser p
Karina menggeleng, raut wajahnya tampak bimbang. "Nggak, hanya saja ini terlalu mendadak, aku merasa belum siap.""Apa yang perlu kamu takutkan? Bukankah aku ada di depanmu untuk melindungimu? Kamu hanya perlu bersembunyi di belakangku dengan tenang," jawab Rafael dengan sangat santai dan lancar seakan-akan dia telah berlatih berkali-kali.Hati Karina menjadi hangat. Awalnya dia merasa sedikit bimbang, tetapi sekarang semuanya seketika menjadi jelas. Apa pun yang terjadi, bukankah Rafael selalu ada untuknya?Mengapa dirinya harus khawatir berlebihan?Karina pun mengangguk dengan bersemangat, tersenyum manis dan berkata dengan gaya menggemaskan, "Mulai sekarang, aku akan mengandalkanmu."Rafael mengangkat alisnya ketika dia melihat ekspresi antusias Karina dan berkata, "Kalau aku nggak melindungimu, aku harus melindungi siapa?"Mendengar itu, Karina tertawa lebih bahagia.....Setelah itu, atas permintaan keras Rafael, Karina baru bisa keluar dari ruang perawatan khusus di rumah sakit s
"Eh?" Karina mengusap hidungnya, lalu menatap Rafael."Kamu sudah tahu aku sebaik ini, jadi kamu menikah denganku atau nggak?" tanya Rafael sambil memegang dagu Karina, tersenyum lebar.Karina mengangguk mantap dan berkata, "Asalkan kamu mau menikahiku, aku akan menikah denganmu."Rafael benar, jika kamu ingin memakai mahkota, harus siap menanggung bebannya. Rafael telah melakukan begitu banyak hal untuknya, lalu mengapa dirinya tidak menghadapi orang-orang yang datang untuk memprovokasinya demi Rafael?Jika sudah mencintai, mengapa dirinya tidak sanggup menghadapi sedikit kesulitan demi Rafael?Mendengar jawaban yang pasti, Rafael tersenyum lebar, matanya yang hitam penuh arti. "Kamu yakin?"Karina mengangguk tegas. "Aku yakin."Tiba-tiba, Rafael menekan bahu Karina, menghela napas panjang dan berkata, "Sekarang aku merasa lega.""Eh?"Karina tertegun, matanya berkedip-kedip. 'Apa maksudnya?'Ekspresi Rafael tiba-tiba tampak serius, menatap ke arah Karina dan berkata dengan sungguh-su
Dia bilang ingin berjalan bersama dengan Rafael, tetapi tidak dapat melakukan banyak hal untuk Rafael dan ini membuatnya merasa sangat tidak berdaya.Karina menghela napas, sorot matanya berkilap dan dia bertanya dengan tidak percaya diri, "Rafael, kenapa kamu begitu baik padaku? Kupikir aku sudah cukup baik, tapi setelah bersamamu, aku baru menyadari kalau aku masih jauh dari cukup baik. Apa aku benar-benar bisa menjadi wanita yang berdiri di sisimu?""Bisa atau nggak kamu menjadi wanita yang berada di sisiku, itu terserah padaku. Aku bilang kamu bisa, maka kamu bisa.""Tapi aku masih belum cukup baik," ujar Karina sambil menggigit bibirnya, kembali merasa ragu."Oh?""Aku punya temperamen yang buruk."Rafael mengangguk, mengakuinya, "Memang, temperamenmu ini sulit ditoleransi oleh kebanyakan orang. Selain itu, kamu suka mempermasalahkan hal-hal kecil, seperti landak yang bisa menyakiti orang jika ia terdesak."Mendengar komentar itu, Karina makin merasa tertekan, "Dan aku juga nggak
"Bukan begitu!" Karina tiba-tiba menjadi emosional, lalu berkata dengan tergesa-gesa, "Aku sungguh menyukaimu!""Tapi kamu bahkan nggak memiliki keberanian untuk menghadapi masa depan bersamaku. Kalau kamu ingin memakai mahkota, berarti harus siap menanggung bebannya. Apa kamu bahkan nggak mengerti prinsip ini?""Aku mengerti semua itu!""Kamu benar-benar mengerti?" Rafael mengangkat alisnya.Karina mengangguk dengan tegas, dia menggigit bibirnya dan wajahnya terlihat sedikit bingung."Aku sudah memikirkan semua ini sejak lama, tapi ... aku kurang percaya diri," ujar Karina.Karina menundukkan kepala, suaranya melemah, "Dibandingkan berurusan dengan keluargamu dan teman-temanmu, aku lebih suka berada di laboratorium dengan peralatan dingin. Aku punya temperamen yang buruk, kalau ada orang yang membuatku kesal, aku akan membalasnya. Nggak masalah kalau hanya dengan orang luar, tapi kalau itu terjadi pada orang-orang terdekatmu, aku khawatir akan membuat mereka marah. Aku nggak ingin mem
Karina tercekat.Melihat ekspresi konyol Karina, Rafael tersenyum dan mencubit wajah kecilnya. "Kenapa? Kamu sangat bahagia sampai nggak bisa berkata-kata?" tanya Rafael.Karina mengatupkan bibirnya dan menghindari tangan Rafael. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan muram, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak bercanda? Hal ini nggak mungkin terjadi.""Kenapa?" tanya Rafael, yang senyumannya sedikit memudar, sambil menatap Karina.'Kenapa?'Karina juga menanyakan hal sama pada dirinya sendiri di dalam hatinya.Karena kesenjangan status di antara mereka terlalu besar. Meskipun sekarang mereka bersama, tidak ada jaminan mereka tetap dekat seperti ini di masa depan.Dua orang dengan nilai dan pandangan hidup yang berbeda, Karina tidak berpikir mereka bisa melangkah jauh bersama.Secara rasional, dia dan Rafael tidak akan pernah bisa mencapai akhir, jadi sebaiknya mereka menghentikan hubungan ini. Akan tetapi, secara emosional, putus setelah jatuh cinta lebih sulit dari per
'Kenapa reaksi Rafael malah aneh?'Tepat ketika pikiran Karina melayang ke mana-mana, Rafael tiba-tiba tersenyum. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya itu sungguh membuat orang terpesona."Karina, jujur saja, cara kamu mengungkapkan perasaanmu berstandar rendah, nggak ada tekniknya sama sekali. Di antara wanita yang pernah menyatakan perasaannya padaku, kamu mungkin yang terburuk.""...."Senyuman Karina memudar.Namun, Rafael melanjutkan tanpa menyadari perubahan ekspresi itu, "Aku sarankan kamu untuk belajar bagaimana menyatakan cinta. Apa yang kamu katakan terlalu lugas dan nggak romantis sama sekali."Kali ini, senyuman di wajah Karina sepenuhnya hilang, lalu terdengar suara gertakan gigi.'Siapa pun tolong seret bajingan bermulut tajam ini keluar dari sini!''Di tengah suasana yang begitu indah, bisa-bisanya dia mengungkit wanita lain! Nggak hanya itu, dia bahkan mengatakan cara aku menyatakan perasaanku adalah terburuk!''Romantis! Romantis!''Kalau kamu begitu ingin romantis,
Karina bingung, dia menempelkan pipinya ke dada Rafael, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan merasakan detak jantungnya sendiri ikut sinkron.Karena begitu dekat, dia sepertinya dapat merasakan Rafael sedikit gemetar, gemetar yang disebabkan oleh rasa takut.'Dia sebenarnya sangat takut, bukan?'Karina berpikir, meskipun dirinya tidak bodoh, sebodoh apa pun dirinya pada saat ini, dia tetap tahu bahwa Rafael gemetar karena dirinya. Dirinya yang tiba-tiba menghilang pasti membuat Rafael sangat panik.Dia ingin memeluknya kembali Rafael dan memberitahunya bahwa dia ada di sini sekarang, bahwa dia tidak menghilang dan tidak akan menghilang.Begitu dia bergerak, Rafael menghentikannya dengan suara rendah."Jangan bergerak."Gerakan Karina tiba-tiba berhenti. Karina berbisik di pelukannya, "Rafael, apa kamu takut?"Berdasarkan sikap biasanya, Rafael pasti akan menyangkalnya. Bagaimana mungkin dia yang begitu arogan membiarkan dirinya merasakan ketakutan?Tepat ketika Karina mengira Ra