Matahari sudah tinggi. Keevan kini tengah duduk di kursi meja makan seraya melirik sebentar arloji di pergelangan tangannya. Tampak pria itu tengah menunggu Arletta dan Keanu untuk datang ke ruang makan.Jika biasanya setiap pagi Keevan sudah sibuk bergegas ke kantor kali ini berbeda. Khusus pagi ini Keevan meminta salah satu orang kepercayaannya untuk mengambil alih pekerjaannya. Tentu semua itu karena Keevan ingin meluangkan waktu bersama dengan Keanu.Sejak tadi malam Keevan tak bisa tidur nyenyak. Benaknya selalu memikirkan tentang perkataan Keanu yang sangat merindukannya. Perkataan sederhana yang sangat manis dan terngiang-ngiang dalam pikirannya. Sungguh, Keevan seperti telah melakukan sebuah kesalahan besar karena menutupi identitasnya padahal dia telah mengetahui semua tentang Keanu.Ingin sekali Keevan mengungkapkan semuanya, tapi dia merasa ini bukan waktu yang tepat. Bisa-bisa Arletta akan mengamuk marah dan nekat untuk kabur. Banyak hal yang Keevan pikirkan.Keevan menge
Tubuh Keevan mematung mendengar ucapan asistennya. Tampak sepasang iris mata cokelat Keevan menyorot begitu tajam. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Emosinya tersulut kala tahu dalang dibalik semua ini adalah Nasha.“Berengsekk!” umpat Keevan kasar. Luapan emosinya nyaris meledak. Berani-beraninya Nasha melukai putranya! Wanita itu rupanya mengantarkan sendiri nyawanya dalam jurang kematian.Napas Keevan memburu. Dalam hati, Keevan tak henti mengumpat kasar. Amarah telah menelusup ke dalam dirinya. Kemarahan itu merajainya hingga membuat Keevan ingin segera bertemu dengan Nasha memberikan pelajaran pada wanita itu. “Pak Keevan, Non Nasha melakukan ini tidak sendiri. Dia dibantu oleh seseorang,” ucap Angga lagi yang sontak membuat raut wajah Keevan berubah.“Katakan padaku, siapa yang membantunya?” seru Keevan dengan geraman kemarahan.“Merla. Dia adalah salah satu mantan arsitek di perusahaan Anda. Dia bekerja sama dengan Nasha untuk mencelakai putra Anda, Pak,” ja
Arletta terbangun di tengah malam. Matanya mengerjap beberapa kali dan menggeliat. Rasa kantuknya tiba-tiba saja hilang. Wanita itu menyeka matanya menggunakan punggung tangannya sebentar.Saat mata Arletta sudah terbuka—tatapan wanita itu teralih pada jam dinding—waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Dia ingin kembali tidur, tapi dirinya sudah tidak lagi mengantuk.Arletta menyibak selimut, turun dari ranjang dan melangkah keluar dari kamar. Tepat di kala dia keluar kamar—langkahnya terhenti di kala berpapasan dengan pelayan.“Non Arletta,” sapa sang pelayan.Arletta menatap sang pelayan. “Aku kebangun. Hm, putraku masih tidur, kan?”“Masih, Non. Den Keanu masih tidur,” jawab sang pelayan. Arletta mengangguk merespon ucapan sang pelayan. “Keevan juga masih tidur, kan?” Entah kenapa, dia ingin menanyakan Keevan.“Maaf, Non. Sekitar tiga puluh menit lalu, Pak Keevan keluar rumah,” jawab sang pelayan—yang seketika itu juga membuat raut wajah Arletta berubah.“Keevan keluar rumah?” u
Suara bentakan lantang keras, sukses membuat Nasha dan Merla mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu. Dan seketika tubuh Nasha dan Merla mematung melihat sosok pria yang melangkah menghampiri mereka. Tampak wajah Nasha dan Merla memucat. Kedua wanita itu begitu terkejut melihat sosok pria yang ada di hadapan mereka.“K-Keevan?” Tenggorokan Nasha tercekat. Lidahnya kelu. Otaknya blank seketika tak mampu merangkai kata. Bukan hanya Nasha saja yang tiba-tiba tak mampu merangkai kata. Tapi Merla yang ada di dekatnya pun tak mampu merangkai kata. Kedua wanita itu membisu dengan keadaan mulut sedikit menganga menunjukan bahwa mereka sangat terkejut melihat Keevan ada di hadapan mereka.Keevan melangkahkan kakinya mendekat pada Nasha dan Merla. Malam ini Keevan memang sengaja ingin menemui Nasha dan Merla. Lebih tepatnya dia tak mau menunda bertemu dengan dua wanita yang berani melukai putranya.Keevan sudah tahu keberadaan Nasha dan Merla dari asistennya. Ternyata kala dia datang
Keevan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah malamnya kota Jakarta. Pandangan Keevan menatap lurus ke depan. Dalam hati, Keevan sudah tenang karena sekarang Nasha dan Merla telah ditangkap. Paling tidak kedua wanita itu telah mendapatkan balasan yang setimpal.Keevan mengembuskan napas panjang. Saat ini yang Keevan pikirkan adalah bagaimana mengajak Arletta bicara tentang Keanu. Tak mungkin Keevan terus-terusan hanya diam saja. Pun Keevan ingin segera memberitahukan pada Keanu bahwa dia adalah ayah bocah laki-laki itu. Namun tak dipungkiri ada rasa ketakutan dan cemas dalam dirinya.Hari ini, Keevan bertindak cepat karena dia tidak ingin terlambat dalam bertindak. Yang dia selalu pikirkan adalah Keanu dan Arletta. Dia tak terima ada yang berniat melukai putranya. Pun ditambah tadi Keevan mendengar percakapan Nasha dan Merla yang berniat mencelakai Arletta dalam rencana kedua dua wanita iblis itu.Keevan bersyukur dirinya mampu mendapatkan informasi secepatnya. Jika saja d
“Good morning, Mama.” Keanu menyapa Arletta yang baru saja melangkah masuk ke dalam ruang makan. Tampak Keanu melukiskan senyuman manis. Pun Arletta memberikan senyuman membalas sapaan putranya itu.“Selamat pagi, Bu Arletta,” sapa Mirna dengan sopan pada Arletta. Pengasuh Keanu itu tengah menyuapi Keanu.“Pagi, Mirna.” Arletta duduk di kursi meja makan. Lalu Arletta memberikan kecupan di pipi bulat Keanu. “Morning, My Handsome Boy.” Detik selanjutnya, Arletta mulai menikmati sarapan yang sudah tersedia di hadapannya.“Mama, pagi ini Paman Keevan pergi ke mana? Kenapa Paman Keevan tidak sarapan bersama dengan kita, Ma?” tanya Keanu seraya menatap Arletta.“Paman Keevan memiliki urusan. Nanti pasti dia pulang.” Arletta mencium hidung mancung nan mungil Keanu. Menatap hangat dan lembut putranya itu.Suara dering ponsel terdengar, menandakan adanya pesan masuk membuat Arletta mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang ada di atas meja. Lantas Arletta mengambil ponselnya dan segera mel
Suara Keevan berseru dengan nada tinggi dan menggelegar memenuhi ruangan itu. Tampak emosi Keevan memuncak. Sepasang iris mata cokelat Keevan terhunus tajam penuh kemarahan pada Arletta yang berdiri di dapannya. Sorot mata Keevan menuntut meminta Arletta untuk segera menjawab ke mana wanita itu pergi.Arletta mendesah panjang melihat kemarahan di wajah Keevan. Raut wajah wanita itu nampak sangat jengkel dan kesal. Padahal ini adalah hidupnya. Keevan tak berhak ikut campur dengan hidupnya sama sekali. “Aku pergi ke mana pun bukan urusanmu, Keevan. Kamu nggak memiliki hak untuk melarangku. Aku bebas pergi ke mana pun yang aku mau.”Arletta menjawab dengan suara tegas dan penuh penekanan. Tatapan Arletta menatap dingin Keevan. Sungguh, Arletta tak mengerti dengan cara jalan pria di hadapannya itu berpikir. Baru saja dia pulang sudah disambut dengan amarah yang tak jelas.“Aku berhak tahu ke mana kamu pergi, Letta!” bentak Keevan keras. Dia tak suka mendengar apa yang Arletta katakan. Ya
Keevan menenggak vodka di tangannya. Kumpulan botol minuman keras ada di hadapan Keevan. Malam semakin larut, suasana klub malam di mana Keevan berada semakin meriah. Beberapa wanita cantik dan seksi berusaha menggoda Keevan, namun Keevan tak mengindahkan para wanita cantik itu. Malah dengan kejam, Keevan mengusir wanita-wanita yang menggodanya—dengan kata-kata kasar.“Pak, Anda sudah mabuk berat. Lebih baik Anda pulang,” ujar Angga mengingatkan Keevan.Keevan terus menenggak vodka wine di tangannya. “Arletta ingin mengundurkan diri dari perusahaan. Arvin sialan menawarkan pekerjaan pada Arletta.”Angga terdiam mendengar apa yang Keevan katakan. Rupanya akar masalah bersumber dari Arletta. Tidak heran kalau bosnya sampai serapuh sekarang ini. Sebelumnya memang Angga tak pernah tahu tentang kisah Keevan dan Arletta. Namun, seiring berjalannya waktu—bosnya itu mulai terbuka padanya memberi tahunya.“Pak, kenapa Anda belum cerita pada Bu Arletta?” ujar Angga serius.Keevan tersenyum para