Suara seruan meriah terdengar. Para karyawan sudah berkumpul di pantai. Pun Arvin dan Arletta sudah bergabung dengan para karyawan lainnya. Tampak perlombaan sudah dimulai. Begitu banyak perlombaan yang diadakan. Hanya saja perlombaan yang paling konyol yaitu perlombaan balap karung. Suasana meriah. Karyawan yang hadir dalam acara family gathering ini memang dikatakan sangatlah meriah. Arletta sampai tersenyum-senyum melihat para karyawan yang turut serta dalam perlombaan.Bisa dikatakan acara ini memang sangat baik. Acara ini bisa menguatkan hubungan antar para karyawan. Terkadang, Arletta berpikir bahwa dia menyukai cara Keevan dalam memimpin perusahaan. Di balik sifat Keevan yang seperti itu, tapi pria itu tetap memikirkan kesejahteraan karyawannya.Tidak! Buru-buru, Arletta menepis pikirannya. Dia tidak mau berpikir positive tentang Keevan Danuarga. Segala hal tentang pria itu, tidak ada baiknya. Itu yang harus Arletta tanamkan dalam pikirannya.“Arletta, ayo kamu ikutan lomba.
“Akh—” Arletta meringis pelan kala Keevan melepaskan cengkraman tangannya. Kini Arletta berada di kamar Keevan. Bahkan pria itu pun mengunci pintu kamar agar Arletta tidak bisa melarikan diri. Sungguh, Arletta tak mengerti apa tujuan Keevan membawanya ke kamar pria itu.“Apa maumu, Keevan? Kenapa kamu mengurungku di sini?” Arletta berseru dengan nada tinggi. Tatapan Arletta menatap Keevan dengan tatapan yang begitu tajam.“Sejak kapan Merla memperilakukanmu seperti itu, Arletta? Kenapa kamu nggak pernah bilang sama aku?” Suara Keevan bertanya dengan nada penuh selidik tercampur dengan amarah pria itu. Emosi Keevan tersulut kala Merla menghina Arletta. Pria itu mendengar semua hinaan Merla pada Arletta. Itu yang membuat emosi Keevan terpancing.Senyuman samar di wajah Arletta terlukis mendengar apa yang diucapkan oleh Keevan Danuarga. Ingin rasanya Arletta menertawakan pertanyaan Keevan itu. Padahal jelas pria itu tahu siapa yang menciptakan masalah. Jika bukan karena tindakan tak wara
“Thanks, sudah mengantarku.” Kalimat dingin Arletta di kala mobil Keevan sudah memasuki lobby apartemennya. Tidak banyak kata yang bisa Arletta ucap. Meski kesal, tapi setidaknya Arletta mengucapkan terima kasih, karena Keevan mengantarnya.“Apa anakmu ada di rumah?” Keevan tak mengindahkan ucapan terima kasih Arletta. Entah kenapa Keevan menanyakan tentang Keanu.“Ada. Anakku ada di rumah.” Arletta membuka seat belt-nya. “Aku harus masuk. Anakku sudah menungguku.” Lalu, tanpa lagi berkata—Arletta membuka seat belt-nya—dan melangkah keluar dari mobil Keevan.Keevan mengembuskan napas berat melihat Arletta sudah pergi. Matanya terpejam sebentar. Benaknya terus mengingat laporan dari Angga yang mengatakan Arletta belum pernah menikah. Jika mengingat itu, perasaannya semakin campur aduk.Keevan menepis pikiran yang mengusiknya itu. Dia kembali melajukan mobilnya, meninggalkan lobby apartemen Arletta. Hatinya tidak tenang, tapi dia segera menggunakan logikanya.“Mama.” Keanu menghamburkan
Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu bergeming di tempatnya, menatap dalam-dalam bocah laki-laki yang ada di depannya. Mata cokelat itu. Rambut cokelat gelap tebal. Bulu mata lentik. Hidung mancung nan mungil. Bibi ranum merah muda.Semua ciri yang dimiliki bocah laki-laki yang ada di depannya mengingatkannya pada seseorang. Berkali-kali wanita paruh baya itu sampai mengerjapkan mata beberapa kali, meyakinkan dirinya—tapi memang benar dirinya sama sekali tidak salah.“Astaga, Keanu hati-hati, Sayang.” Arletta buru-buru menghampiri Keanu bersama dengan seorang wanita paruh baya. Dia mempercepat langkahnya agar segera tiba.Keanu membenarkan posisi berdirinya, memiringkan kepala menatap sosok wanita paruh baya di depannya. “Maafkan aku. Aku nggak sengaja menabrakmu, Bu.”Senyuman di wajah wanita paruh baya itu terlukis. Lalu dia membawa tangannya mengelus pipi bulat Keanu. Hatinya tersentuh mendengar ucapan maaf dari Keanu. “Nggak apa-apa, Sayang. Terpenting kamu nggak ada yan
Otak Keevan tak bisa tenang mengingat apa yang ibunya katakan. Semuanya seakan terekam di dalam pikirannya. Berkali-kali, Keevan berusaha menepis pikirannya, akan tetapi semua seakan memang benar adanya.Keevan bergeming di tempatnya, dengan pandangan lurus ke depan menerawang jauh. Manik mata cokelat gelap pria itu memancarkan rasa takut dan cemas. Debar jantungnya berdebar tak karuan memikirkan semua yang mengusik pikirannya.Keevan mengembuskan napas panjang seraya memejamkan mata singkat. Detik berikutnya, pria itu melangkah menuju ke laci minuman—yang ada di dalam kamarnya—mengambil botol wine dan menuangkan ke gelas berkaki tinggi kosong yang ada di hadapannya.Keevan menenggak wine tersebut. Pikirannya benar-benar sangat kacau dan tak mampu berpikir jernih. Kepingan memori masa lalu mulai bermunculan di dalam pikirannya. Masa lalu yang tak bisa dilupakan begitu saja.Tiba-tiba, sesuatu hal muncul di dalam pikiran Keevan. Raut wajah Keevan berubah ketika sekelebat sesuatu ada di
Sinar matahari menyinari bumi. Cahayanya sudah cukup terik. Arletta terbangun dari tidurnya. Wanita itu menyeka matanya, mengerjap beberapa kali. Detik selanjutnya, Arletta turun dari ranjang—dan melangkah menuju ke kamar mandi.Arletta mematut cermin sebentar di kala ada sesuatu hal yang mengusik pikirannya. Tak menampik bertemu dengan Keevan dan ibu pria itu—membuat hatinya merasa cemas dan takut. Rasa cemas dan takut itu seakan membuat Arletta terpojok dan seolah diadili karena melakukan sesuatu kesalahan. Yang dia takutkan adalah Keevan tahu tentang Keanu.Arletta memutar keran wastafel, dan membasuh wajahnya dengan air bersih. Dia menggosok gigi dengan wajah yang masih muram akibat rasa cemas dan takut mulai menyerang dirinya.Setelah selesai mencuci muka dan menggosok gigi, Arletta melangkah keluar dari kamar mandi, dan hendak keluar menuju ke kamar Keanu. Wanita itu ingin melihat putranya sudah bangun tidur atau belum.Namun, langkah Arletta terhenti di kala melihat Mirna berla
Tubuh Keevan membeku melihat hasil test DNA yang ada di hadapannya. Otaknya seakan menjadi blank, tidak mampu lagi berpikir jernih. Dia tak lagi bisa menepis fakta yang ada, karena bukti nyata sudah ada di depan mata. Hasil test DNA yang ada di tangannya tidak mungkin salah.Keevan masih belum mengeluarkan sepatah kata pun. Lidahnya seakan kelu belum bisa merangkai kata. Dia masih menatap selembar keras yang ada di tangannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Wajah Keevan begitu pucat. Sebuah selembar kertas hasil test DNA dengan tingkat kecocokannya adalah >99.99% membuat Keevan terasa kehilangan cara dirinya untuk berpikir.Sejenak, Keevan kembali mengingat kejadian lima tahun lalu. Tepat di malam pesta kelulusannya—kejadian di mana dia menghabiskan malam panas dengan Arletta. Entah ekspresi apa yang sekarang harus ditampilkan oleh Keevan. Karena dia tidak menyangka atas apa yang dia lakukan lima tahun lakukan meninggalkan benih yang bahkan tak pernah Keevan ketahui.Keanu anaknya
Arletta melangkah masuk ke dalam ruang kerja Keevan. Dia mengikuti Keevan yang entah ingin membahas apa padanya. Kembali melihat Keevan mengingatkannya akan ucapan Keanu. Tidak! Buru-buru, Arletta menepis pikirannya. Tidak akan pernah Arletta biarkan Keevan tahu tentang Keanu.“Pekerjaan apa yang Anda ingin bahas dengan saya, Pak?” Suara Arletta bertanya dengan nada formal seraya menatap Keevan yang berdiri di hadapannya. Wanita itu menuruti perintah Keevan yang meminta ke ruang kerjanya.Keevan tak mengindahkan pertanyaan Arletta. Pria itu terus menatap lekat manik mata cokelat Arletta. Tampak Keevan menatap Arletta dengan tatapan yang memiliki jutaan arti. Seolah Keevan tersesat di dalam hutan dan tak bisa lagi kembali.Mereka saling bertatapan. Arletta menatap Keevan lekat. Wanita itu menunggu sampai Keevan mengeluarkan suaranya. Sedangkan Keevan seakan enggan untuk mengeluarkan suara.Yang Keevan lakukan menyelami manik mata Arletta. Pancaran mata Keevan menunjukan rasa bersalah.