“Kenapa kalian ada di sini?” Samudera bertanya dengan dingin. Membuat suasana yang tadinya ramai menjadi hening.
“Emm, Ka- kak? Kami....”
Melihat raut tidak bersahabat dari sang kakak, membuat Rio melangkah maju. Kemudian, menarik Celline ke balik punggungnya sembari mencoba untuk menjelaskan. “Tadi Bang Rein mau ngambil baju Kakak di rumah utama. Karena itu kami berdua minta ikut. Dan tentang dia....” Ucap Rio sembari menunjuk Tasya. “Dia meminta ijin pada mama, karena itulah dia ada di sini. Maaf jika Kakak dan Kak Agni tidak nyaman dengan kehadiran kami.”
Rio tau, hal yang membuat sang kakak marah bukan karena kehadiran mereka berdua, tetapi karena kehadiran Tasya. Wanita yang jelas-jelas menyukai kakaknya dan selalu mencari celah agar bisa dekat dengan sang kakak. Apalagi dia tau kakak tertuanya itu tengah berjuang mendapatkan hati Agni. Akan sangat riskan jika orang ketiga muncul ditengah hubungan yang bahkan
“Mbak Agni!”Agni yang tengah sibuk di ruangannya dikejutkan dengan teriakan Rara. Terlihat Rara dengan nafas memburu berhenti dihadapan Agni. Membuat wanita itu mengerutkan keningnya.“Ada apa, Ra? Kenapa kamu kelihatan sepanik itu?”Rara masih mencoba mengatur deru nafasnya. “Gawat, Mbak! Gawat!”“Gawat kenapa? Apa yang gawat, Ra?”“Itu, mbak. Kopi... Supplier kopi.”“Ada apa dengan supplier kopi, Ra? Bicara yang jelas. Mereka minta bayaran di muka? Kalau begitu kasih saja.” Namun, Rara menggelengkan kepalanya dengan keras.“Bukan... Bukan itu, Mbak. Tapi... Tapi, mereka mau membatalkan kerjasama dengan kita!”“Apa maksud kamu, Ra? Kita masih punya kontrak selama 2 tahun ke depan, mana mungkin mereka mau membatalkan kerjasama.”Agni tidak percaya dengan perkataan Rara. Pasalnya supplier yang mereka bicarakan, telah bekerjasa
Saat sampai di dalam mobil, tubuh Agni mulai bergetar hebat. Wanita itu kemudian mengeluarkan telepon genggamnya, dan mendial nomer Samudera. Agni ingin mendengar suara dari ‘obat penenangnya'.Setelah menunggu beberapa saat, telepon itu mulai tersambung.“Halo, Agni.” Agni ingin menangis, saat mendengar suara pria itu.“Agni?”“Ha- halo, Sam.”“Agni ada apa? Apakah kamu sakit?” suara pria itu sarat akan kekhawatiran.“Ha? Em... Ekhm, aku tidak apa-apa, Sam. Apa aku mengganggu?”“Tidak sama sekali! Kau sedang apa?” meskipun dari suaranya, Samudera merasa ada yang aneh dengan Agni, tetapi pria itu tetap mengimbangi obrolan Agni.Mereka berbicara tentang berbagai hal. Namun, tidak sekalipun Agni menyinggung tentang apa yang dialaminya tadi. Dia hanya ingin menceritakan hal-hal yang indah pada Samudera, kesakitannya cukup dia simpan sendiri. Saat panggil
Dentuman musik EDM yang memekakkan telinga terus menggema di Klub malam elit di pusat kota. Terlihat, orang-orang dengan jenis kelamin berbeda, serta berasal dari latar belakang berbeda pula, tengah meliukkan tubuhnya di lantai dansa. Berbanding terbalik dengan suasana di lantai dansa yang semakin memanas dengan musik dan keringat, ketegangan justru tengah menyelimuti salah satu ruangan VVIP di klub itu. Aura dingin yang sangat kuat, terpancar dari seorang pria tampan yang tengah duduk di sudut ruangan. Dihadapan pria itu, berdiri seorang wanita cantik yang mengenakan dress ketat berwarna merah, dan seorang pria dengan penampilan parlente. Kedua orang itu terus saja mengucapkan kata maaf sejak tadi. Namun, pria tampan itu tidak menggubris perkataan mereka. “Ma- maafkan saya, Tuan. Saya... Saya benar-benar minta maaf.” Air mata sudah mengalir di pipi wanita itu, tetapi tidak membuat pria tampan itu tergugah. “Aku minta maaf, Sam. Aku sama sekali tidak
Samudera berlari disepanjang koridor Rumah sakit. Raut panik tergambar jelas di wajah pria itu. Sementara dibelakangnya, puluhan Bodyguard ikut berlari bersama dengannya. ‘Atraksi’ dadakan yang mereka tampilkan mengundang perhatian dari para pengunjung Rumah sakit.Jonatan yang sama paniknya dengan sang tuan sampai lupa dengan tugasnya untuk ‘mensterilkan’ keadaan. Akibatnya, kedatangan mereka membuat heboh seisi rumah sakit. Untungnya Reinhart sedikit lebih tenang, sehingga pria itu sedikit demi sedikit bisa mengendalikan situasi.Sepertinya jiwa mereka berdua tengah tertukar.Sebenarnya, Reinhart bisa memaklumi kenapa Jonatan sepanik itu. Jonatan merupakan orang yang paling tau sedalam apa perasaan Samudera pada Agni. Dan bisa dibayangkan, akan sehancur apa Bos Besar mereka itu jika sampai terjadi sesuatu pada Agni.Diluar dari itu, Jonatan juga mengkhawatirkan keselamatan mereka semua. Jika terjadi sesuatu pada Agni, mereka semu
Sherly ikut tenggelam dalam pikirannya. Seperti baru menyadari sesuatu, wanita itu kemudian menoleh ke arah dokter Rini. “Jadi... Maksud dokter teman saya keracunan? Ah, maksudnya di racuni, begitu?”Dokter Rini mengangguk, “benar sekali. Ada kemungkinan makanan yang terakhir kali di makan oleh nyonya Agni, mengandung racun arsenik di dalamnya.”“Tapi...” Sherly menggantungkan ucapannya.....Samudera menoleh pada Jonatan. Paham dengan maksud tuannya, Jonatan mengeluarkan telepon genggamnya kemudian berjalan ke sudut koridor sembari melakukan panggilan telepon.“Bagaimana?” Dengan masih menggendong Aska, Samudera menghampiri Jonatan yang tengah berdiri di sudut lorong.“Sudah di pastikan, racun yang di telan nyonya Agni, berasal dari cokelat yang dimakannya, Tuan.” Samudera kembali tenggelam dalam pikirannya. Pria itu kembali berjalan kearah ruang rawat Agni.“Kapan Ask
Samudera mengetatkan rahangnya. Ucapan pria bernama Tony itu terus terngiang di telinganya. ‘Siang tadi... Kerjasama... Poseidon... Keluarga Aditama...’Samudera mencoba untuk menyatukan puzzle yang ada. Lalu dia tersentak. Kenapa dia begitu bodoh. Harusnya dia sudah bisa menebak ada yang tidak beres, saat Agni meneleponnya siang tadi. Dia terlalu bahagia karena wanitanya mengambil inisiatif untuk menghubunginya. Sehingga mengabaikan kecurigaan tentang tingkah aneh Agni.“Bodoh... Bodoh... Bodoh kamu, Sam.” Sam memukul kepalanya sendiri.Samudera kembali duduk di samping ranjang Agni. Menggenggam tangan wanita itu, kemudian mengecup punggung tangan Agni. “Maafkan saya, Agni. Maaf karena saya kurang peka dengan keadaan kamu. Maaf.”Pria itu terus mengucapkan maaf sembari menempelkan keningnya di punggung tangan Agni. Kemudian memejamkan matanya.....Kira-kira seperti itulah pemandangan yang di saksikan Jon
Setelah teriakan nyaring dari Aska. Beberapa orang masuk kedalam ruang rawat Agni.Terlihat Aska tengah di gendong oleh seorang pria paruh baya yang Agni perkirakan berusia awal 50-an.Dibelakang mereka, Rio, Celline, Sherly, Mbok Inem dan seorang wanita paruh baya yang terlihat elegan dan cantik, turut masuk.Agni ingin bertanya pada Samudera tentang siapa dua tetua ini, tetapi saat dia menoleh ke arah Samudera, pria itu tengah menunjukkan wajah dingin. Sangat dingin. Entah kerena apa.Untuk itulah Agni mengurungkan niatnya dan hanya diam melihat interaksi Aska dan pria paruh baya itu.“Tolong turunkan Aska, Kek. Aska mau meluk Bunda.” Pria paruh baya yang dipanggil Kakek oleh Aska, menuruti permintaan bocah lima tahun, dan mendudukkan anak itu di samping Agni.Sebelum melepaskan Aska, pria paruh baya itu lebih dulu mengusap kepala Aska dengan lembut.Agni mengangkat sebelah alisnya, saat mendengar panggilan Aska. ‘
Setelah pintu tertutup, Sherly sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Wanita itu langsung mengeluh dengan keras.“Ya ampun, Tha... Lo buat gue sport jantung kemaren. Gue bawa mobil sambil gemetaran,” Sherly meluapkan semua yang ditahannya selama beberapa hari.Agni melepaskan tawa kecil. “Lebay kamu, Sher....”“Lebay gimana, gue serius Tha... Gue takut terjadi apa-apa sama, Lo.”“Memangnya aku kenapa? Bukannya hanya kelelahan dan masuk angin, makanya muntah muntah?” Agni mengertutkan keningnya.Sherly menepuk keningnya. “Masuk angin apanya, Lo keracunan Tha... Keracunan!”Agni semakin mengerutkan keningnya. “Keracunan?”Sherly mengangguk dengan keras. “Iya... Lo keracunan—““Kamu makan cokelat yang sudah kadaluarsa. Karena itu kamu muntah muntah, dan di rawat di sini.” Samudera memotong ucapan Sherly.Dia tidak ing
Hari berlalu dengan cepat. Tak terasa lima tahun telah berlalu. Putri kecil yang dulu selalu di timang, kini beranjak menjadi gadis kecil yang cantik dan sangat ceria.Kepribadian kedua anak Samudera dan Agni sangat bertolak belakang. Jika Aska sang kakak bersikap dingin dan tidak banyak omong. Maka sang adik Lillian justru sebaliknya. Gadis kecil itu selalu ceria, bahkan mereka sampai menjulukinya little Sunshine.Karena dimana pun ia berada, Lillian selalu menjadi sumber keceriaan, kehangatan dan kebahagiaan.Oh, harus di garis bawahi. Lillian akan sehangat matahari kecil, bagi mereka yang bersikap baik pada keluarganya, tapi akan sebaliknya bagi mereka yang bersikap buruk apalagi yang sengaja ingin menghancurkan keluarganya.Seperti sekarang ini. Samudera yang sangat memanjakan putri kecilnya, sering membawa Lillian ke Kantor. Selain karena tidak bisa jauh dari si kecil, Samudera juga ingin memberikan waktu istirahat pada Agni. Mengingat keaktifan Lill
Samudera berlari di sepanjang koridor Rumah Sakit, dengan diikuti Jona, Rein serta Sherly. Mereka sedang rapat, saat Lautan meneleponnya mengabarkan keadaan Agni.Ternyata tanpa ia sadari, Agni sudah merasa sakit perut sejak subuh, tetapi ditahan sendiri olehnya karena tidak ingin merepotkan orang-orang. Samudera berlari sembari menyekah sudut matanya. Ia merasa menjadi suami paling bodoh yang tidak peka dengan keadaan istrinya.Saat sampai di depan ruang bersalin, Samudera langsung menghampiri Lautan. “Bagaimana keadaan Agni, Yah?”“Dia baik-baik saja, sebaiknya kamu masuk. Sejak tadi dokter terus mencarimu.”Tepat saat Lautan mengatakan hal itu, pintu ruang bersalin terbuka. “Pak Samudera?” Panggil suster.“Saya.”Suster itu tersenyum tipis. “Syukurlah Anda sudah datang. Mari ikut, Saya.”Samudera mengikuti langkah sang Suster.Sepeninggal Samudera, semua orang masih
Tempat pemakaman umum itu terlihat sepi. Ya, kalau ramai namanya pasar. Hehehe Agni dan Samudera saat ini tengah berada di makam kedua orang tua Agni serta ibunda Samudera. Diusia kandungannya yang memasuki 7 bulan, Agni memang berkeinginan untuk mengunjungi makam orang tersayang mereka. Selagi masih bisa ‘kan, karena ia yakin kedepannya pasti mereka akan lebih sibuk lagi mempersiapkan kelahiran. Apalagi nanti saat si kecil sudah lahir. Perhatian mereka pastilah untuk kedua anak mereka. Karena itulah, selagi masih ada waktu seperti sekarang. Lebih baik dimanfaatkan untuk see Hay dengan para orangtua. Agni meletakkan sebuket tulip orange di atas makam ibunya. Ia lalu bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, dan berdoa dengan khusyuk. Hal yang sama juga dilakukan oleh Samudera dan Aska. “Halo Ayah, Bunda, aku kembali. Terakhir kali aku datang, dengan perasaan yang hancur. Waktu itu aku bersimpuh dan menangis sendirian di sini.” Agni menarik
Setelah mengeluarkan isi perutnya, Agni terduduk lemas di sofa ruangan Samudera. Ia sedikit mengerutkan keningnya, saat tidak sengaja menduduki sesuatu. Dan saat melihat benda itu, Agni membelalakkan matanya.“Siapa yang baru datang kemari, Kak?”“Jona, Reinhart? Hanya mereka.”Agni menggeleng. “Perempuan.”“Flora?” Samudera mengangkat sebelah alisnya.“Ck, bukan Bella??” Tuding Agni sembari melipat tangannya di depan dada.“Ada apa?” tanya Sam tanpa daya.“Jawab, kak... Apa Bella berusan kesini?”Samudera memijat pelipisnya. “Ya. Dia baru saja kemari,” jawab Sam sembari menatap Istri cantiknya. “Perusahaan mereka ingin mengajukan kerjasama. Dan dia yang di tunjuk sebagai perwakilan,” jelas Samudera.“Hmm... Pantas saja.”“Ada apa?” Samudera menghampiri Agni, lalu membawanya dalam pel
Namun, suara dari luar berhasil menghentikan aksi gila Mario. Mereka berdua sama-sama terkejut dibuatnya.“Rio!?”Sherly mengembuskan napas lega, berpikir kalau Rio akan berhenti. Nyatanya tidak. Pria itu tetap melanjutkan aksinya.“Rio!?”Barulah saat panggilan kedua, pria itu mengehentikan tindakannya. Ia lalu mengumpat pelan. Kemudian keluar dari paviliun. “Urusan kita belum selesai,” ucapnya. Lalu benar-benar keluar.Setelah bayangan Rio menghilang, kaki Sherly langsung lemas seperti jelly, ia sampai terduduk di lantai.Dia Lalu mengusap pelan dada-nya, sembari bergumam. “Selamat, selamat. Hampir aja, bibir gue nggak perawan lagi.”Dari dalam paviliun, Sherly bisa mendengar percakapan mereka. Ternyata yang memanggil Rio adalah Reinhart. Pria itu mengatakan kalau Rio tengah di cari oleh Samudera. Rio terdengar menolak, tetapi Reinhart menegaskan kalau ini penting. Dan harus sekarang.
Mobil Samudera perlahan memasuki pekarangan rumah. Setelah tadi mereka singgah di pasar tradisional untuk membeli bahan-bahan Ketam Cili pesanan Agni.Kepulangan mereka di sambut oleh Lautan dan Mayang, si kembar serta Aska, yang tengah menunggu mereka di teras.Mayang yang melihat Samudera menuntun Agni, bergegas menjemput menantunya itu. “Kalian dari mana, Sayang?” Tanya Mayang.Namun, ia langsung mendapatkan jawabannya, saat melihat Reinhart membuka bagasi dan mengeluarkan belanjaan.“Kalian ingin masak?” Tanya Mayang lagi. Dan kali ini Agni mengangguk cepat.“Iya, Ma. Kita mau masak kepiting pedas,” ucap Agni, sembari menelan ludahnya. Baru menyebut namanya saja, sudah membuatnya lapar.Tingkah Agni berhasil membuat mereka semua tertawa. Terkecuali Rio, yang justru tengah menahan geram karena melihat Reinhart memegang pinggang Sherly. Padahal kenyataannya Sherly hampir jatuh, dan Reinhart sigap menahan
BRAKKK Bunyi bantingan pintu, membuat semua orang yang tengah berada di ruang rapat Aditama Corp itu, terlonjak kaget. Bahkan Samudera yang sejak tadi memejamkan matanya, sembari mendengar laporan bawahannya pun, ikut terkejut. Saat menoleh, terlihat Reinhart berdiri dengan nafas memburu. “Tuan!!” Samudera mengangkat sebelah alisnya. Dengan masih mengatur nafasnya, Reinhart menunjuk kearah meja. Bukan, lebih tepatnya pada benda di depan Samudera. “Handphone, Anda.” “Ada apa, Rein?” Tanya Jonatan penasaran. Pasalnya, tidak biasanya sahabat somplak nya itu, mengacau seperti ini. Apalagi di tengah rapat tahunan seperti sekarang. Reinhart tidak menjawab, dia terus menatap Samudera. Sementara Samudera yang ditatap seperti itu, semakin tidak mengerti. “Ada apa?” tanya Sam. “Handphone Anda mati?” Samudera mengambil telepon genggamnya. Dan ya, seperti kata Reinhart, handphonenya memang mati. Mungkin keha
Aska, Marni, Indira serta Stave dan istrinya, terkejut mendengar ucapan Samudera.“Ayo pulang.” Samudera menggendong Aska dengan sebelah tangan, sementara tangan yang lain, merangkul pinggang Agni, kemudian pergi.Indira mencoba mengejar, tapi ia di halangi oleh para bodyguard Samudera. Reinhart yang baru saja tiba, menatap Indira tajam. “Ekhm... Ibu Indira, benar?” Indira mengangguk.“Oh, bagus. Ada pesan dari Tuan Aditama....” Indira memiliki firasat buruk. Dan benar saja, ucapan Reinhart berikutnya berhasil membuatnya terpaku.“Karena sekolah ini sudah lalai menjaga tuan muda kami, mulai sekarang Aditama Corp akan menghentikan pendanaan untuk sekolah ini. Dan, saya di sini juga bermaksud untuk mengurus kepindahan tuan kecil. Sekian.” Reinhart menutup laporannya dengan wajah datar.Indira pucat pasih. Ingin protes, tapi tidak bisa. Karena kalau salah bertindak, bisa-bisa perusahaan ayahnya yang menj
“Ada apa ini?” Suara berat seorang pria, membuat Indira menghentikan ucapannya. Agni dan Indira sama-sama menoleh ke arah pintu. Di sana berdiri seorang pria bertubuh tambun, yang mengenakan jas biru Dongker. Wajah pria itu terlihat marah, nafasnya juga memburuh. Sepertinya pria itu baru saja berlari kemari. “Sayang....” Wanita bertubuh tambun yang sejak tadi berdiam diri, tiba-tiba berjalan cepat kearah pria di depan pintu. “Ayah....” Anak kecil berpipi chubby yang sejak tadi diam, langsung berbinar saat melihat orang di depan pintu. “Kenapa dengan wajah mu? Kenapa merah seperti ini?” pria itu mengusap wajah istrinya. Wanita bergaun merah tadi, langsung menunjuk Agni. “Karna dia! Dia yang membuat aku seperti ini... Padahal yang salah itu putranya dan aku hanya menegur, tetapi dia langsung marah dan menamparku.” “Benar Ayah! Semua ini perbuatan Tante itu.” Bocah chubby itu ikut memprovokasi. Indira yang melihat