Elena berjalan memasuki venue wedding. Disaat yang sama, ia melihat Azalea yang tengah menahan amarah.
Azalea bingung dengan perubahan yang terjadi pada Elena. Beberapa menit yang lalu ia masih ingin kabur bersama Lucas, akan tetapi kini malah berada di sini. Apa dia sudah tidak mencintai Lucas?
Elena duduk di samping Arion. “ Maaf, aku sebelumnya selalu membuat mu kesulitan."
Arion membuang muka, merasa kesal dengan hal kekanak-kanakan yang selalu Elena lakukan.
Elena meraih tangan Arion dan mengusapnya. “Aku tahu, kau takkan langsung memaafkan ku. Tapi, aku berjanji takkan mengulangi hal yang sama."
Lagi-lagi, Arion tak menjawab. Ia terlalu malas berbasa-basi dengan Elena. Helaan napas berat terdengar dari bibir Elena. Ia tahu, mengembalikan kepercayaan Arion akan membutuhkan waktu.
“Arion, akhirnya kau menikah juga,” ucap seorang pria setengah baya yang hampir menginjak usia kepala lima.
“Selamat atas pernikahan mu, dan ku harap kau bisa mencairkan es balok ini, Elena." Pria itu beralih berbicara pada Elena dengan diselipi candaan.
“Terima kasih sudah hadir, Kak,” ucap Arion pada pria di depannya ini.
Andrian Dominic. Dia adalah putra tertua keluarga Dominic. Hubungannya dengan pria itu terbilang akrab.
“Ku harap kau bisa menjaga istrimu ini, Arion. Agar dia tidak menyukai keponakannya sendiri,” ujar Maria, istri Andrian.
Arion menipiskan bibirnya, mengulas senyum tipis dan menanggapi perkataan itu. “Tentu, Kak. Ku harap putramu juga berhenti menyukai Bibinya,”
Maria membuang muka mendengar pembelaan Arion untuk Elena. Sementara itu, Elena tersenyum senang mendengar jawaban suaminya.
Melihat pembicaraan menjadi rumit, Andrian segera membawa Maria untuk pergi dari hadapan Arion dan Elena. Sebelum pergi ia berkata, “Kalau begitu kami pergi dulu. Sepertinya banyak yang ingin menghampiri kalian berdua."
Setelah mendapatkan anggukan persetujuan, mereka lekas pergi untuk menikmati pesta. Arion kembali memasang wajah datar, dan tak memperdulikan Elena yang ada disampingnya.
Elena merasa tertekan dengan keadaan yang canggung. Ia memberanikan diri untuk meraih tangan Arion, akan tetapi dengan cepat Arion langsung mepis itu. “Hentikan sandiwara mu! Itu takkan membuat ku berubah pikiran untuk melepaskan mu,” Sarkas Arion.
“Aku tidak sedang bersandiwara, aku jujur padamu,” ucap Elena dengan penuh keyakinan.
Arion melihat hal yang berbeda dari sorot mata Elena. Namun, ia kembali menepisnya dan berpikir ini adalah trik baru yang sedang Elena lakukan.
Saat Elena berusaha meyakinkan pria itu, tiba-tiba Lucas datang dan memberikan selamat. “ Elena, selamat ya atas pernikahan mu,” ucap Lucas dengan senyuman yang menawan.
Mungkin jika saat ini Elena masih mencintai Lucas, ia akan kembali tertipu. Melihat ada Lucas, Arion menarik halus pinggang Elena ke sisinya. Ia kesal ketika Luas memanggil Elena secara langsung dengan namanya.
“Kini dia Bibimu. Panggil dia bibi,” ucap Arion sinis dan penuh penekanan.
Lucas membuang muka, ia muak melihat pamannya itu. Dan rasa benci dalam hatinya semakin bertambah.
"Tapi, orang yang dia cintai aku kan?” sambil menaikan sedikit alisnya, Lucas sengaja memancing emosi Arion.
Tangan Arion terkepal kuat. Melihat itu, Lucas merasa senang. Ia yakin hal yang akan Elena lakukan adalah membelanya, dan akan memilih untuk kabur.
“Benar, kini aku Bibi mu. Panggil aku bibi,” ucap Elena yang membuat Lucas terkejut sama halnya dengan Arion yang tak menduga jawaban itu terlontar dari mulut seorang Elena Mauren.
Detik berikutnya, Elena menecup pipi Arion singkat. Menyadarkan pria itu dari keterkejutannya.
“Paman mu suamiku, tentu aku bibi mu bukan?” tanya Elena.
Lucas mengepalkan tangan dengan kesal, ia pergi begitu saja. Setelah Lucas menghilang dari hadapannya, Arion kembali menjauhkan diri dari Elena. Hal kecil yang baru saja terjadi, cukup membuatnya berpikir bahwa Elena gila.
“Lucas mengecewakan ku beberapa hari yang lalu,” ucap Elena tiba-tiba yang kembali menghancurkan kepercayaan Arion yang mulai keluar ke permukaan.
Elena tahu, mendapatkan kepercayaan Arion akan sulit. Mengingat dulu ia selalu menunjukan rasa benci pada pria itu. Dan, jika tiba-tiba ia menjauhi Lucas, justru akan semakin membuat Arion curiga dan menilai itu hanya sandiwara.
Arion terkekeh, sedikit goyah dengan ucapan manis Elena. “Aku hanya menegaskan statusmu! Jangan berpikir aku mencintai mu,” ucapnya dengan skeptis.Elena tahu, ucapan dan hati Arion berbeda. Mungkin mulutnya mengatakan tidak cinta, tapi hatinya mengatakan hal lain. Wajar saja jika Arion demikian, mengingat bagaimana untuk pertama kalinya Elena tidak dipihak Lucas.Senyum di wajah Elena terukir. Respon yang Arion tunjukan sesuai dengan harapannya. “Tentu. Bagaimana mungkin aku mencintai mu? Karena hatiku hanya untuk Lucas,” ucapnya sengaja memancing emosi Arion.Elena akan memulai pendekatan dengan terus menumbuhkan rasa cemburu pada diri Arion.Elena memutar haluan rencananya. Sebelumnya, ia berpikir untuk langsung berterus terang pada Arion. Namun, sepertinya hal itu justru akan menambah kecurigaan Arion.Dan kini, keduanya berada di mobil yang sama menuju rumah utama keluarga Dominic. Setelah acara yang melelahkan itu akhirnya mereka bisa segera beristirahat. Selama perjalanan, ta
Tenggorokan yang terasa kering, mendorong Elena untuk melangkahkan kakinya ke dapur. Saat akan kembali tak sengaja matanya menangkap siluet seseorang.Itu adalah ayah mertuanya. Elena pikir ini kesempatan bagus untuk memerbaiki hubungan mereka. Ia merasa sangat bersalah karena sebelumnya begitu tak peduli. Bahkan, saat kematiannya Elena tak menitikan air mata sedikit pun. Kejam bukan, Elena bahkan merasa benci pada dirinya mengingat itu.“Pah...” ia memanggil dengan sebutan yang sama seperti Arion.Damian menoleh, mendapati menantu barunya berdiri disampingnya. “Elena, kau belum tidur? Ini sudah larut,” ucapnya dengan alis yang bertaut.Elena ikut duduk di kursi kosong, sebelum akhirnya menjawab. “Belum, Pah. Aku masih belum terbiasa dengan suasana kamarnya,” jawab Elena. Ia mengutarakan isi hatinya saat ini.“Arion membuat mu tidak nyaman?” tanya Damian. “Tidak. Mungkin, justru aku yang membuatnya tidak nyaman,” jawab Elena, ada sededikit jeda dalam ucapannya. Wajah Elena menampilk
Suara rintihan Elena membuat langkah Arion terhenti. Dan ketika berbalik, ia mendapati Elena jatuh di tangga terakhir.Arion memutar bola mata malas, sebelum akhirnya ia membantu Elena untuk berdiri. “ Lain kali perhatikan langkah mu ketika berjalan!” perintah Arion tegas.Wajah Elena sudah terlihat sayu dengan mata yang berkaa-kaca. Ia yang tiba-tiba terpeleset hingga membuat kakinya terkilir, sungguh di luar prediksinya. Tapi hal itu membuat Arion mau mendengarkannya.Saat Arion membantunya untuk berjalan, Elena benar-benar merasakan sakit di kakinya. Bulir bening nan hangat itu menetes dari pelupuk mata Elena, membuat Arion merasa iba dan akhirnya menggendong Elena untuk duduk.“Jangan pergi,” seru Elena sambil menarik ujung jas Arion saat melihat pria itu hendak beranjak pergi.“Aku akan mengambil obat untuk kaki mu,” balas Arion dan melepaskan cekalan Elena.Ketika menunggu Arion, Elena baru menyadari ia tidak melihat keberadaan ayah mertuanya. Entah kemana perginya pria paruh
Arion bangun dari duduknya, tanpa menoleh ia berkata. “Jika tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan pergilah. Kau mengganggu waktu sarapan ku,”Arion dapat melihat dengan ekor mata perginya Lucas.Lucas pergi dengan perasaan kesal dan marah, Arion tahu pasti keponakannya akan menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai sempurna.Semua itu dilihat oleh Elena yang sendari tadi memperhatikan dari lantai dua. Ia buru-buru kembali masuk ke kamar saat melihat Arion kembali naik dengan membawa sarapan pagi mereka.Sepotong roti dan segelas susu di sodorkan, keduanya memang belum sarapan. Dan apa ini hanya untuknya? Elena bertanya dalam hati sebelum akhirnya pertanyaan itu terjawab oleh ucapan Arion. “Makanlah, dan habiskan,”Elena menerima makananya dan segera mengisi perut. “Kau tidak makan?” ia bertanya sebelum memakan makanannya.Hanya gelengan kepala sebagai respon sebelum kembali pergi meninggalkan Elena sendirian. Elena lekas memakan sepotong roti dan menghabiskan segelas susu hang
Ketika masih sibuk dengan kabar terbaru, tiba-tiba ada sebuah pesan masuk di ponsel Elena. Pesan itu dari Lucas. Ia mengajak Elena untuk bertemu nanti malam, tanpa bertanya apapun Elena langsung mengiyakan ajakan untuk bertemu.Di sana Lucas tersenyum licik. Ia yakin hal yang Elena lakukan sebelumnya hanyalah sebuah gertakan untuk dirinya karena beberapa hari terakhir ia mengabaikan Elena.“Aku berjanji. Arion hanya suami sementara, dan aku takkan mau disentuh Arion,” ucap Elena saat itu dengan bersungguh-sungguh.“Dia itu pamanku! Kau kira untuk lepas darinya akan mudah?” tanya Lucas dengan kesal.“Begini saja. Kau ingin menjadi pewaris berikutnya bukan? Aku akan membujuk Arion untuk memberikannya pada mu. Dan, kita bisa hidup bersama!” seru Elena dengan bersemangat.Gadis itu sudah dibutakan dengan cinta, dan akan melakukan apapun untuk kekasihnya.Lucas setuju dengan usulan Elena, tetapi untuk kalimat terakhir yang di ucapkan Elena ia ragu untuk menyetujui itu.“Kau janji?” Lucas k
Elena melajukan mobilnya kembali ke rumah. Di tengah perjalanan, tanpa di sangka ia berpapasan dengan mobil Arion. Ia menjadi gugup dan baru ingat bahwa sebelumnya ia tidak meminta izin keluar pada suaminya.Arion yang melihat mobil Elena, segera memutar arah dan berbalik ke rumah. Sesampainya di sana, Elena juga baru memasuki kamar, ia berusaha menghindari kemarahan Arion.“Darimana saja kau?” suara Arion terdengar begitu datar membuat Elena merasa merinding.“Hanya menemui Lucas sebentar. Tidak ada hal penting yang terjadi,” jawab Elena jujur. Ia belajar dari kesalahan, jika ia berbohong maka Arion akan semakin marah padanya.“Tidak ada hal penting? Ku kira kalian sedang bernostalgia dengan tempat favorit kalian,” seru Arion dengan sinis.Elena menghela napas. Ia tahu posisinya salah dan ia takkan melakukan banyak pembelaan untuk dirinya. “Maaf, aku lupa meminta izin pada mu,” lirih Elena.Hal yang sangat tak di duga oleh Arion. Dalam bayangannya gadis itu akan mengamuk karena dia m
Arion terbangun dengan kepala yang sakit. Efek samping dari mabuknya semalam membuatnya sedikit linglung. Ia menyadari waktu sudah menunjukan pukul sepuluh pagi, bisa dikatakan pagi menuju siang.Arion menyadari ada yang berubah dengan pakaian yang ia kenakan. “Sejak kapan aku berganti pakaian,” gumamnya kebingungan.Pada akhirnya ia memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum turun untuk sarapan.Di halaman belakang kediaman Dominic, terdapat sebuah kolam ikan yang cukup besar. Kolam itu berisi ikan hias salah satunya ikan koi. Dan di sinilah Elena berada sekarang.“Elena, apa kau merasa terpaksa dengan pernikahan ini?” tanya Damian.Elena yang sedang asik bermain air menghentikan kegiatannya dan menoleh pada mertuanya yang bernama Damian. “ Tidak, Pah, “ jawab Elena jujur.“Aku tahu penikahan ini hanya pernikahan bisnis. Tapi, Arion begiu mencintaiku, mengapa aku tidak,” sambungnya lagi. Damian menghela napas panjang, matanya masih terpaku pada kolam ikan yang dangkal.
“Apa kalian bodoh! Membiarkan Nyonya sendiri di dapur, kalian sudah bosan bekerja dengan ku?” pekik Arion penuh emosi. Semua pelayan di sana tertunduk ketakutan, memang salah mereka juga yang membiarkan Elena sendirian. Elena merasa sangat bersalah karena ulahnya kini para pelayan itu dimarahi. “Arion, jangan salahkan mereka. Ini salahku,” ucap Elena pelan agar suaminya tak semakin marah. “Ini salah mereka karena lalai! Kau jangan berniat membela mereka,” seru Arion dengan tegas. “Baiklah, apa karena aku ingin memasak untuk mu, kau sampai harus memarahi mereka?” tanya Elena yang membuat Arion terdiam. Elena menarik Arion kembali ke dapur, menunjukan makanan yang baru saja dimasaknya. Sebelum itu, ia mengisyaratkan agar para pelayan itu pergi meningglkan mereka berdua. Saat melihat makanan tersebut Arion makin terdiam. “Apa ini makanan?” tanya Arion skeptis. Elena yang mendengar itu menjawab dengan semangat, tanpa mmperdulikan ekspresi wajah di depannya. “ Tentu saja,” “Kau sud
“Lucas? Sedang apa kau disini?”Elena menatap tidak percaya, saat ini dirinya sedang menikmati liburan akhir pekan bersama suaminya, Arion. Keduanya berada di sebuah taman bunga tulip yang terkenal di kota.Dan, hal yang tidak ia sangka adalah bertemu dengan Lucas. Pria itu berdiri dengan berani tak jauh darinya, sementara Arion tengah membeli makanan untuk Elena. Bahkan suaminya itu rela untuk mengantri demi membawakan makanan yang ia inginkan.Lucas semakin mendekat dan berdiri tak jauh dari Elena berada, “Mungkin kita memang jodoh, terus saja dipertemukan,” ucap Lucas sambil menaiki turunkan alisnya.Elena mendengus kesal dan membuang muka ke sembarang arah. Akan tetapi ia kemudian tersenyum, inilah kesempatan lain yang akan ia gunakan untuk membalaskan dendam selama ini pada Lucas. Pelan-pelan saja, tidak perlu terburu-buru.Elena berbalik menatap Lucas sambil tersenyum, membuat pria itu mengerutkan keningnya, “Ah, iya kau benar. Kita sepertinya memang jodoh,” ucap Elena dan mende
Elena benar-benar di buat terkejut dengan pemandangan di depannya, ruangan yang biasanya tersimpan banyak berkas di meja kini sudah berubah seketika.Gorden menutupi kaca-kaca besar itu, ada sebuah meja dengan lilin aroma dan bunga yang menghiasinya. Elena masih berdiri mematung, “Arion, ini—““Ayo, kita makan siang bersama,” ucap Arion sambil mengulurkan tangannya.Suasananya begitu temaran, bahkan Elena hampir lupa bahwa ini masih siang hari. Elena membalas uluran tangan sang suami, dan berjalan bersama pria itu.Arion menarik kursi untuk Elena duduk, memperlakukan lembut wanita itu layaknya seorang ratu. Senyuman bahkan terus terukir di wajah kakunya.Setelah memastikan Elena merasa nyaman, ia duduk di kursi yang ada di sebrang Elena. Berhadapan dengan istrinya, Arion menggenggam tangan mungil Elena.Hal itu membuat Elena mendongak menatap heran ke arahnya, “Maafkan aku, untuk yang kemarin. Aku tidak berniat membohongi mu, tapi aku lupa memberitahu mu,” ucap Arion pelan.Elena terd
“Apa yang masih bekerja di kediaman Mauren sekarang tak ada yang mengenal wanita ini?” Elena menggeleng pelan, ia tidak yakin mereka masih mengenal wanita yang ia cari, “Aku tidak kenal dengan para pelayan di rumah. Pengasuh ku yang dulu sudah pergi entah kemana,” jawab Elena dengan lesu.Dua hari telah berlalu, Elena telah menyelesaikan tugasnya di kota Gotham. Dan, sekarang mereka sedang dalam perjalanan pulang.Baru Elena akan memejamkan mata, merasa kantuk mulai mendera. Padahal matahari masih begitu terik, akan tetapi ia sudah mengantuk. Ponsel Elena berdering, membuatnya urung untuk memejamkan mata, “Arion?” gumam Elena.“Halo, Sayang...” sapa Arion dengan manja di balik telepon.Elena terkekeh pelan mendengar suara Arion yang begitu manja, sementara Vero yang mendengar nya menunjukkan ekspresi mual membuat Elena memukul kepalanya pelan.“Iya, kenapa Sayang?” balas Elena.“Kau pulang hari ini kan?” tanya Arion.Elena mengerutkan kening, merasa tidak biasanya Arion bertanya dem
“El, ayolah. Kumohon,”Wajah Vero sudah memelas, ia menatap lesu pada Elena yang masih kekeh. Sementara paman nya meninggalkan mereka begitu saja, dan Elena malah duduk di kursi yang ada di depan rumah.Pada akhirnya Vero ikut duduk di kursi yang ada disamping Elena, “Aku yakin paman mu tahu sesuatu,” ucap Elena dengan yakin.Beberapa saat kemudian, paman Vero keluar. Pria tua itu menyodorkan sebuah foto kecil pada Elena, “Jawaban yang kau cari ada di rumah mu sendiri,” ucap paman Vero.Tanpa kata pria tua itu kembali masuk, kakinya yang sedang dalam keadaan sakit membuat nya sedikit kesulitan saat berjalan.“Apa maksud paman?” tanya Elena.Paman Vero tak menjawab, ia bahkan menunjukkan wajah tak suka pada Elena. Menutup pintu dengan kasar tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun lagi.Melihat itu, Elena segera mengalihkan pandangannya pada foto yang baru saja di berikan paman Vero. Foto kecil dengan gambar tiga wanita di sana, seketika Elena membulatkan matanya lebar.“Foto ini...”Ver
“ Kita sudah sampai,”Elena melihat ke luar jendela, pemandangan kota Gotham yang begitu ia rindukan. Ini bukan pertama kalinya Elena datang, tentu ia sudah sering ke sana.Salah satu kota besar dari lima kota paling terkenal di negara Themyscira ini, kota Gotham di kenal dengan kemajuan di bidang pendidikan. Banyak perguruan tinggi terbaik berada di kota ini, bahkan pelajar yang datang pun berasal dari berbagai negara.“Kita makan siang dulu,” ucap Elena yang diangguki Vero.Keduanya masuk ke salah satu restoran yang tak jauh dari mereka berada, memesan makan siang untuk mengisi perut mereka yang sudah terasa begitu lapar.“Paman mu tinggal dimana?” tanya Elena.Keduanya masih duduk menunggu makanan tiba, Vero menoleh saat Elena bertanya padanya, “Iya, hanya lima blok dari sini,” jawab Vero.Selesai dengan makan siang, mereka segera pergi menuju tempat tinggal paman Vero. Sesampainya di sana, Elena melihat rumah sederhana yang memiliki banyak tanaman hias di depannya.Vero segera men
“Maaf, maaf Tuan aku tidak sengaja,” ucap Vero membungkukan tubuhnya berkali-kali.“Tidak masalah, aku baik-baik saja,” balas pria di depannya.Saat kembali dari pos keamanan Vero tak sengaja menabrak seorang pria. Vero terdiam sejenak dan menatap lekat ke arah pria di depannya, wajah pria itu seperti sangat Vero kenal akan tetapi ia bingung itu siapa.“Nona?” “Ah, iya?”Vero melamun, membuat pria di depannya melambai-lambaikan tangannya. Ia tersadar dan segera berlalu dari sana.Elena melihat Vero yang seperti sedang memikirkan sesuatu, “Apa yang kau pikirkan?” tanya Elena.“Tidak ada,” jawab Vero sambil menggelengkan kepalanya.Vero sibuk dengan batinnya sendiri, ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Sejenak ia menatap ke arah Elena, “Dia mirip Elena,” batin Vero.Elena yeh menyadari Vero menatapnya begitu lekat merasa terganggu, sehingga ia tidak bisa fokus mengerjakan pekerjaan di hadapannya.Elena menutup laptop nya, menatap ke arah Vero, “Kenapa kau menutup laptop mu
“Kak, sebaiknya kita berteduh dulu,”Elena merasa khawatir dengan keadaan hujan yang begitu deras, jalanan tertutupi kabut dan cukup sulit untuk di lalui. Angin yang berhembus kencang membuat pepohonan melambai-lambai dan sebagian condong ke jalanan.Vero mengangguk, memang cukup sulit untuk berkendara di tengah hujan deras seperti ini, “Baiklah, kita cari tempat berteduh dulu,” balas Vero.Pandangan Vero mengedar untuk mencari penginapan di sekitar mereka, akan tetapi tiba-tiba saja Elena berteriak.“Awas di depan!”Brugh!Cittt! Suara Vero menghentikan laju mobil yang tiba-tiba, di depan sana sebuah pohon besar tumbang ke arah jalanan yang akan mereka lalui. Untung saja Vero dengan cepat menginjak rem, hal itu berhasil membuat mereka selamat.“Huhh, hampir saja,” ucap keduanya merasa lega.Jika saja Vero tidak bergerak cepat, mungkin mereka saat ini sudah tak berada di jalanan lagi. Sebelum hujan semakin deras, mereka menemukan sebuah hotel yang tak jauh dari mereka berada.“Seperti
“Kira-kira berapa lama kita akan sampai?”Perjalanan menuju kota Gotham akan mereka tempuh dengan mobil. Elena memilih dengan mobil karena berpikir akan memudahkan nya jika sewaktu-waktu harus segera kembali.“Kita akan sampai dalam lima jam,” balas Vero.Perjalanan dari Everbloom ke Gotham memang bukanlah perjalan sebentar. Mereka harus memakan banyak waktu, namun demi bisa mencapai tujuan selama apapun perjalanan akan tetap Elena tempuh.“Kau sudah sarapan?” tanya Vero sambil melirik Elena yang mulai membuka laptop nya.Elena menggeleng, “Belum,”Masih terlalu pagi bagi Elena untuk sarapan, bahkan langit di luar masih menunjukkan warna biru keunguan. Sengaja mereka berangkat sepagi ini agar bisa tiba tidak terlalu siang.“Di belakang ada roti dan susu hangat, ambilah,” ucap Vero.Elena menoleh ke jok belang dan melihat bungkusan yang Vero maksud, asistennya itu membelikan sarapan untuknya.Sebab Vero memang tidak memiliki waktu makan yang teratur, kadang ia akan sarapan pagi dan kad
“Ke kota Gotham? Kenapa mendadak?”Elena menghentikan kegiatan mengemas barangnya sejenak, ia berbalik dan mendapati Arion berdiri di belakangnya dengan ekspresi penuh tanda tanya.“Sebenarnya tidak mendadak, tapi aku baru bisa memberitahu mu,” jawab Elena.Elena kembali merapikan barang yang sekiranya penting dan wajib ia bawa. Arion mendekat dan memeluk sang istri dari belakang, membuat Elena kembali menghentikan kegiatan tangannya.Arion menenggelamkan kepalanya di punggung Elena, dan keduanya terdiam tanpa kata. Elena tetap membiarkan Arion tanpa menolak ataupun bergerak.Hembusan napas pria berahang tegas dengan wajah kaku itu terasa hangat di punggung Elena, “Kau masih marah padaku?” tanya Arion.“Tidak,” balas Elena singkat.Keduanya kembali diam, Arion bisa merasakan napas berat Elena yang tidak beraturan. Ia melepaskan pelukannya dan membalikan tubuh Elena menghadap ke arah nya.Keduanya saling tatap satu sama lain, menimbulkan keheningan yang bermakna, “Kenapa kau masih mend