Melihat kedatangan Elena dan Arion, Nyonya Dominic atau yang kerap disapa Nyonya Lia merasa senang akan kehadiran mereka.Wajahnya langsuung nampak sumringah, wanita yang sudah tak lagi muda itu mennyambut dengan ramah, “Elena, Arion, kalian datang,” sapa Nyonya Lia.Elena langsung menghambur ke pelukan ibunya, “Aku merindukan mu, Ma,”tutur Elena dengan manja.Arion ikut menyapa mertuanya juga, ia membawa barang belanjaan Elena untuk bersikap sebagai menantu yang baik, “Astaga Arion, kau pati kesulitan. Serahkan itu pada pelayan,”Nyonnya Lia melihat banyaknya bawaan Arion, “Tidak, Ma. Lagipula itu barang Elena,” balas Arion sebelum menyerahkannya pada pelayan.Begitu banyak pelayan yang berlalu-lalang di sini, berbeda dengan kediaman Ayah Arion yang hanya boleh ada pelayan saat ada pekerjaann mereka.“Elena, jangan terlalu manja. Kau juga harus bisa memanjakan Arion,” tegur Nyonya Lia sambil mereka berjalan menuju sofa.Arion tersenyum saat mertuanya berbicara sambil menatapnya, “Ti
“Elena, dengarkan aku. Lepaskan pisau itu,” pinta Arion pelan-pelan.Elena menggelengkan kepala, kedua tangannya tetap memegang pisau yang diarahkan pada Arion.Dengan gemetar Elena tak mendengarkan ucapan Arion, “Tidak, aku tidak akan melepaskann pisau ini sebelum kau mengizinkan ku untuk pergi!” tolak Elena.Suasana diantara keduanya semakin menegangkan, Arion perlahan mendekati Elena agar gadis itu melepaskan pisau dalam genggamannya.Namun, detik berikutnya benda tajam dan runcing itu berhasil menusuk bahu Arion. Darah merah segar mulai menetes mewarnai kemeja Arion yang putih, diikuti dengan suara detingan pisau jatuh.Elena menggelengkan kepala, ia tak bisa berkata-kata.“Elena Mauren!”Suara bariton itu membuat Elena terhenyak, menyadarkan nya dari bayangan mengerikan yang baru saja menghantuinya.“Ah ya, maaf. Aku tadi tidak mendengar suara mu,” seru Elena sambil berjalan menghampiri Arion.Tanpa banyak berbicara Arion menyerahkan bukti yanng ada di ponselnya pada Elena.Elena
Elena menatap nanar lantai di hadapannya yang terbuat dari lapisan marmer, wajahnya masih terasa kebas dan namak memerah. Hampir saja air mata jatuh di pelupuk matanya jika tidak ia tahan.Elena bangun dan menatap orang-orang di hadapannya, “Mama rela menamparku hanya karena gadis itu?” tanyanya pelan.Nyonya Lia membuang muka, “Itu adalah akibat jika kau tak mengaku!” tukas Nyonya Lia.Sementara tuan Miller hanya bisa menunduk, ia tak dapat melawan istrinya. Sedangkan Azalea, gadis itu sudah tersenyum bangga karena mendapatkan pembelaan.Tanpa banyak bicara, Nyonya Lia pergi begitu saja. Disusul dengan Azalea yanng ikut pergi.Tuan Miller menghampiri Elena, “Maafkan ibumu, Elena. Jangan diambil hati, Nak,” ucap nya pelan sambil mengusap kepala Elena.Elena menggeleng, “Ini bukan salah Mama, Pah. Ini salah gadis sialan itu!” sergah Elena dengan kedua tangan yang mengepa kuat.---Arion melihat jelas satu sisi wajah Elena memerah, dan perbedaan ekspresi yang daritadi tertunduk.Arion m
"Sudah Cukup. Ayo kita pulang,"Arion langsung menarik lengan Elena untuk pergi. Tuan Miller yang baru kembali entah darimana merasa bingung, "Ada apa ini?"Arion sudah muak, ia tidak ingin menatap orang-orang yang meremehkan istrinya."Maaf, jika kedatangan ku membuat rumah ini tidak nyaman,"Nyonya Lia tidak peduli, sementara Azalea masih menghapus air mata yang dibuatnya.Tuan Miller paham, dan hanya bisa pasrah dengan perdebatan yang terjadi hari ini, "Tidak Elena, ini juga rumah mu. Jangan pernah merasa sungkan," ucapnya kemudian."Datanglah kembali jika kalian tidak sibuk," sambung Tuan Miller sambil menatap Arion.Elena hanya mengangguk, ia melirik ibunya yang hanya membuang muka saja."Baik, Pah. Kami pulang dulu," ucap Arion langsung membawa Elena pergi.Kali ini Azalea berhasil membuat hubungan baik Elena dan ibunya menjadi renggang.Jika sebelumnya, hubungan Elena renggang karena dirinya sering membantah Arion, yang membuat keluarga Mauren harus ikut menanggung malu akibat
Ting'Terdengar nada notifikasi dari ponsel Elena, "Aku tunggu kedatangan mu," pesan bertuliskan nama Lucas sebagai pengirimnya.Elena menepuk jidat sambil menyandarkan punggungnya, "Astaga, aku bahkan lupa ada janji hari ini," celetuk Elena.Ia benar-benar tidak ingat akan janjinya yang akan menemui Lucas malam ini."Oke, tolong tunggu sebentar," balas Elena.Elena langsung merapikan tempat kerjanya, mematikan layar monitor di depannya tak lupa memasukan ponsel kedalam tas kecil.Setelah selesai gegas ia pergi dan menghampiri tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.Saat tiba, Elena benar-benar melihat mobil Lucas sudah terparkir diantara mobil - mobil yang terparkir.Sesampainya di restoran, Elena langsung menyebut kan nomor meja yang sebelumnya sudah Lucas beritahukan."Terimakasih,""Sama-sama, Nona,"Ternyata Lucas memesan ruangan private, membuat Elena harus ekstra hati-hati dalam menghadapinya.Elena masuk dan mendapatkan sambutan hangat dari Lucas, "Maaf, aku terlambat," ucap
Elena tiba di rumah, ia melihat mobil Arion yang sudaah terparkir yang menandakan bahwa pria itu sudah pulang.Arion melihat Elena yang baru pulang bertanya, “Darimana saja?” tanya Arion. Ia baru saja kembali dari kamar mandi.Elena terdiam sejenak, “ Tadi aku bertemu dengan klien,” ucap Elena pelan.Arion menngangguk seolah tak peduli, namun saat ia akan memejamkan mata. Elena kembali berbicara, “Tadi aku bertemu Lucas,” lanjut Elena.Arion membenarkan posisi tidur, “Tadi kau membohongiku?” tanya Arion pelan tanpa membuka matanya.“Maaf,” ucap Elena pelan.Elena berniat menyembunyikannya, akan tetapi ada rasa bersalah bersemayam dalam hati saat ia melakukan itu pada Arion yang notabe suaminya sendiri.---Pagi ini suasana di ruangan Tuan Miller terasa berbeda. Elena duduk di hadapan Ayahnya dengan ekspresi yang sulit untuk di artikan.Ucapan Ayahnya barusan masih terngiang di telinga Elena, “Kenaikan jabatan mu akan ditunda,” ungkap Tuan Miller.Elena yang bingung tentu mempertanya
"Kau tidak perlu mencari siapapun yang kami temui,"Mendengar suara yang sangat familiar seketika membuat Elena dan Vero melihat ke sumber suara."Mama?" Gumam Elena.Nyonya Lia sudah berdiri di ambang pintu, " Alasan kenaikan jabatan mu ditunda, karena Mama yang melarang Papa mu melakukan itu," lanjut Nyonya Lia sambil duduk tak jauh dari Elena berada.Elena tidak menyangka, ibunya akan berkata demikian, "Tidak perlu terkejut, El. Mama ingin mendidik mu agar lebih baik, " ucap Nyonya Lia."Tapi Ma," sela Elena.Nyonya Lia nampak tak peduli dengan tolakan Elena, " Walaupun kamu sudah bersuami, Mama melakukan ini demi kebaikan mu," lanjut nya sebelum bangun dari duduknya.Nyonya Lia pergi setelah mengatakan itu, Elena semakin merasa kepalanya ingin pecah saja.Ia memejamkan matanya untuk menenangkan pikiran, sementara Vero masih mematung di tempat.Vero masih tak habis pikir dengan apa yang terjadi diantara anggota keluarga Mauren. Tapi, ia jelas tahu siapa dalang utama dibalik semua i
"Lucas. Pria itu yang mereka temui akhir-akhir ini," seru Vero dibalik telepon.Elena mengangguk walau Vero tak melihatnya, "Apa motifnya?" tanya Elena penasaran.Untuk apa pria itu menemui orang tuanya.Vero kembali menjawab, " Pria itu mengatakan ingin menebus kesalahannya yang telah mendekati mu. Padahal kau adalah calon istri pamannya sendiri," seru Vero.Vero menarik napasnya sejenak sebelum melanjutkan ucapan, " Yang kini memang sudah menjadi bibinya. Dan, pria itu ingin menjalin hubungan baik dengan keluarga Mauren," sambung Vero."Baiklah, minta seseorang untuk mengawasi orangtuaku," pinta Elena tegas."Baiklah,"Elena mematikan panggilan secara sepihak, bahkan Vero terdengar masih berbicara di sebrang sana.Melihat Azalea dan ibunya yang sudah pergi membuat Elena kesal, "Aku kehilangan mereka," sesal Elena sebelum kembali ke mobilnya.Pada akhirnya, Elena memutuskan untuk pulang. Saat tiba di rumah, keadaan sudah sore.Elena memilih untuk membersihkan tubuhnya dan ia akan men
"Aku harap aku bisa selalu bersama mu, El," Arion mencium kening Elena dengan lembut. Tersenyum menatap sang istri yang begitu terlelap.Namun, tiba-tiba Arion merasakan nyeri di bagian dada sebelah kiri, ia buru-buru keluar dan meraih telepon untuk menghubungi Jeff."Akh!" rintih Arion.Tangannya berpegangan pada dinding, mencoba menahan sakit sambil menekan tombol panggilan.Untungnya panggilan langsung tersambung, "Halo, Tuan," sapa Jeff di sebrang sana."Cepatlah datang kemari," perintah Arion.Suaranya terdengar bergetar, keringat sebesar biji jagung itu sudah membanjiri pundak. Dirinya bahkan sudah tidak bisa menopang beban tubuh hingga terjatuh."Tuan, saya akan segera kesana!" pekik Jeff.Jeff tahu bagaimana keadaan tuannya, sebab hal ini sudah terjadi berkali-kali sebelumnya.Sementara itu, Arion yang sudah tidak tahan kini terkapar tak sadarkan diri. Pria itu berada dibawah tangga dan untungnya kebetulan ada Bu Rah."Astaga, Tuan!" Bu Rah langsung menghampiri dan meminta b
Sore harinya, Noah memutuskan untuk mendatangi kantor Arion. Ia berniat ingin mengejutkan pasien kesayangannya. Namun, yang ia temui pada akhirnya hanyal Jeff seorang.Jeff yang melihat kehadiran Noah tentu bingung. Sementara pria yang usianya lebih muda darinya itu duduk santai tanpa merasa bahw kehadirannya mengganggu, “Apa yang kau lakukan di sini? Apakah tuan meminta mu datang?” tanya Jeff.Noah menggelengkan kepala santai, “Aku pindah tugas di kota ini, mungkin mulai sekarang kau akan sering bertemu dengan ku,” jawab Noah bangga.Jeff mendengus pelan, “Pulanglah, kau mengganggu pekerjaan ku,” usir Jeff secara terang-terangan.Noah menganga tidak percaya, pria lajang yang hampir berkepala empat itu mengusirnya secara terang-teraangan, “Kau mengusirku? Bahkan kau tidak memberiku minum,” rengut Noah kesal.“Minumlah di rumah, aku tidak ada waktu untuk meladeni mu. Urusan ku dengan mu hanya tentang kesehatan tuan,” ucap Jeff tak peduli.Jeff bahkan tak melihat Noah saat berbicara de
"Kau mengenal pria bernama Noah?" "Noah?" Lucas tampak berpikir, mengingat nama yang terdengar tidak asing di pendengarannya."Dia adalah putra dari dokter pribadi Arion, jika aku tidak salah ingat," seru Lucas setelah mengingat pernah mendengar nama tersebut."Sekarang dia dokter pribadi Arion," balas Azalea.Kening Lucas berkerut saat mendengar Azalea mengatakan hal itu, "Maksud mu?""Iya, sebelum kau tiba pria bernama Noah itu menghampiri ku," jawab Azalea menjawab kebingungan Lucas."Dia menganggap ku sebagai Elena, dan--" sengaja ia menggantungkan ucapannya, sambil menatap pada Lucas."Kau mengaku sebagai Elena?" tebak Lucas yang mendapatkan anggukan kepala Azalea."Bodoh! Bagaimana bisa kau lakukan itu? Jika Arion tahu rencana kita akan gagal!" pekik Lucas karena Azalea melakukan tindakan di luar rencana mereka.Azalea sedikit terkejut, "Apa maksud mu, seharusnya kau merasa bangga aku melakukan itu," kesal Azalea.Ia pikir Lucas akan senang karena ia bertindak demikian, tapi t
"Elena!" "Elena? Apa Elena ada disini?" batin Azalea.Wanita muda bermata coklat itu tak langsung melangkah masuk saat mendengar nama sang kakak disebutkan.Derap langkah yang semakin mendekat seirama dengan jantungnya yang berdegup kencang."Elena, kau Elena kan?" tanya seorang pria yang sama sekali tak Azalea kenal.Azalea berpikir sejenak, ia menoleh serta menelisik wajah pria yang tengah berdiri dihadapannya ini sebelum menjawab, "Iya, aku Elena,"Mengingat bagaimana Tuan dan Nyonya Mauren yang tidak menunjukkan Elena maupun Azalea pada publik, membuat orang-orang tak banyak yang tahu wajah dua wanita bersaudara itu."Emh, maaf. Kau sendiri siapa?" tanya Azalea yang mengakui dirinya sebagai sang kakak, Elena."Ah, Maaf. Sebelum itu perkenalkan aku Noah, dokter pribadi Arion," ucap Noah sedikit canggung.Pria berwajah garang yang ramah itu mengulurkan tangan dan disambung hangat oleh Azalea yang ia anggap Elena."Dokter pribadi? Apa Arion mengidap suatu penyakit?" batin Azalea.Az
"Data apa ini?" tanya Arion setelah melihat banyaknya berkas yang Vero bawa.Sementara wanita lajang yang bernama Vero itu menahan napas melihat adegan yang terlalu romantis di depan matanya."Teganya mereka melakukan ini di hadapan ku, bukankah bisa dilakukan dikamar saja," batin Vero kembali menjerit.Setiap detik dan menit yang berlalu begitu membunuhnya, Vero akui mereka memang pasangan baru yang masih romantis romantis nya tapi tidak sampai pangku-pangkuan di depannya juga."Aku perlu mengetahui hal-hal tentang perusahaan selama beberapa tahun ini," jawab Elena.Arion mengangguk paham, tapi ia kembali bertanya, "Untuk apa? Bukankah kau hanya Direktur Operasional?" "Arion, aku memang direktur operasional. Tapi, sebagai pewaris berikutnya tentu aku harus tahu semua ini," balas Elena lembut.Yang bernapas lega bukan Arion, melainkan Vero yang sedari tadi berperang dengan batinnya sendiri."Ah, dia masih menyebut nama. Tidak sampai tahap menyebut dengan kata sweet atau sejenisnya,"
“Aku mohon, Arion. Hanya kau yang bisa membantu kami,” mohon Tuan Miller saat itu.Arion memandang datar pria yang usianya sudah tak muda lagi, sebentar lagi pria itu akan menjadi mertuanya karena ayah dari Elena calon istrinya.“Apa jaminan yang akan kau berikan jika aku membantu mu?” tanya Arion.Setiap ucapan yang keluar dari mulut Arion penuh penekanan, pria itu tak memandang siapa lawan bicaranya saat ini. Ia tetap tegas seperti biasanya.“Aku akan mempercepat kenaikan jabatan Elena sesuai permintaan mu,” jawab Tuan Miller.Walaupun Elena pewaris satu-satunya, tapi melihat adanya Azalea membuat Arion merasa posisi Elena akan terancam. Maka dari itu, ia sering menanyakan kapan grup Mauren akan menjadi milik Elena seutuhnya.“Apa aku bisa mempercayai ucapan mu?” tanya Arion lagi.Terdengar jelas nada ragu dari setiap kata yang keluar dari mulut Arion, tapi kembali Tuan Miller meyakinkan.“Aku janji, setelah pernikahan kalian. Elena akan segera memegang grup Mauren sepenuhnya,” bala
"Kau cemburu?"Arion menatap lekat wajah sang istri yang terlihat begitu kesal."Iya!" balas singkat Elena.Arion terkekeh, merasa lucu melihat wajah cemburu Elena. Ia menghampiri Elena yang sudah duduk dan mulai menyalakan layar monitor di depannya."Kau cemburu pada wanita tadi?" tanya Arion.Pria berahang tegas itu menarik kursi yang Elena duduki dan memutar kursi tersebut hingga menghadapnya.Elena memutar bola matanya malas, "Iya, suamiku. Ku harap kau menjauh dari parasit itu," ucap Elena yang menekan setiap kata, bahkan ia mengatakan parasit bagi wanita yang membuat dirinya kesal.Alis Arion terangkat, "Bagaimana dengan asisten mu? Apa dia bukan wanita?" ejek Arion.Elena memalingkan wajahnya, baru menyadari bahwa asistennya sendiri Vero juga wanita."Tatap aku," Saat kembali berbalik, wajah Arion sudah berada di depannya. Bahkan hidung mereka saling beradu saking dekatnya jarak diantara keduanya.Arion memiringkan kepala, membuat dua benda kenyal itu saling menempel dan membu
"Azalea?" Arion mengernyit heran mendengar cerita sang istri, bagaimana mungkin Azalea ikut andil besar dalam pembagian kekuasaan itu."Iya, Mama mengatakan jika aku menjabat sebagai Presdir setidaknya Azalea harus memiliki nama juga atas perusahaan Mauren," tutur Elena.Jujur, dalam hati Elena juga merasa kesal dan dongkol. Semua orang tahu Azalea bukan bagian dari keluarga Mauren, wanita itu hanya keponakan ibunya yang dianggap sebagai keluarga dekat."Lalu, apa jawaban Papa?" "Papa akan mempertimbangkan jika Azalea sudah bergabung di grup Mauren,"Arion menghentikan mobil saat mereka ternyata sudah sampai di parkiran, "Jadi ini alasan mu agar memintanya bekerja bersama mu?"Elena melipat bibirnya, menatap Arion dengan kedua alis terangkat "Iya," balasnya singkat.Tentu Elena takkan mengatakan rencana sebenarnya. Ia akan melakukan pembalasan dengan pelan dan halus yang akan mengubur Azalea pelan-pelan."Ayo turun," Elena turun terlebih dahulu.Disusul Arion yang ikut turun juga, m
"Bibi, kau bisa ikut dengan ku untuk ke kantor," ucap Lucas tiba-tiba.Meja makan yang awalnya biasa saja menjadi mulai terasa berbeda saat keponakan sialan mereka itu berbicara."Arah kantor ku dan kantor mu satu arah bukan?" lanjutnya lagi.Elena menghela napas, semakin tidak tahu diri saja manusia dihadapkan nya ini. Ia melirik sang suami yang nampak santai dan tak ada beban.Berbeda dengan dirinya yang penuh dengan drama, "Terimakasih atas tawaran mu, aku bisa bersama suami ku," jawab Elena pada akhirnya.Elena paham kenapa suaminya ini tiba-tiba mengambil cuti, sepertinya pria itu sudah memprediksi akan terjadi hal ini. Mengingat mobil Elena yang masih dalam perbaikan, padahal mobil mereka banyak.Mendengar jawaban tersebut, Lucas menoleh pada sang paman, "Oh bukankah kantor kalian tidak satu arah?" sinis Lucas.Rasanya Arion ingin melayangkan tinju terbaiknya pada pria bernama Lucas ini. Sepertinya pria itu masih belum puas dengan peringatan yang sering Arion berikan."Lalu, apa