“Aku baru tahu kalian sangat dekat?” Serena terdiam takut, meskipun dia merasa tidak bersalah sama sekali. Namun dia terlanjur menundukkan kepala, bahkan Varrel juga ikut menundukkan kepala. Mereka berdua sekarang tampak seolah tertangkap basah sedang berselingkuh. “Lidah kalian tertelan?” Roderick menandas kejam. Pupil merahnya belum terlihat santai. Apalagi saat memandang Varrel. Mengapa tiba-tiba dia merasa bahwa sekretarisnya adalah pria busuk?Serena terbatuk kecil, pura-pura tersedak dan memukul dadanya. “Kakak, tenggorokanku tersedak sisa macaron!” Roderick berhenti bersikap jahat, lantas berjalan cepat dengan langkah stabil. Kakinya yang panjang membuat pria itu berhasil mendekat dalam waktu singkat. “Berhenti memukul dadamu,” peringatnya, lalu menarik pergelangan tipis Serena. Roderick melirik tajam ke arah Varrel, berseru jengkel, “Kenapa kau masih diam di sana? Ambilkan air putih!”Varrel bergegas mengambilkan air putih, kemudian pamit undur diri. Merasa senang karena
“Berhenti omong kosong. Kau adalah adikku, selamanya akan begitu.” Jawaban tegas Roderick berhasil menambahkan lebih banyak ketenangan bagi Serena. Yah, setidaknya, pria itu sungguhan akan menepati janjinya.Lantas demikian, secara tidak langsung pembunuhnya bisa berkurang satu. “Aku tahu kakakku adalah yang terbaik!” balas Serena disertai senyuman bahagia. Setelahnya, gadis itu mengajak Roderick berbincang lebih banyak.Berkat kemampuannya dalam berbicara, Roderick sekarang telah santai. Tidak lagi memiliki kemarahan atau permusuhan aneh. Dan Serena lega mengetahui hal itu. Terkadang, dia merasa sulit memahami Roderick. Cara terbaik untuk saat ini, hanyalah dengan mengasah diri untuk lebih pandai merayu kakaknya.Keduanya berbincang tidak kurang dari satu jam. Lalu berpisah, sebab Roderick perlu pergi lagi bertemu kolega lain. Sedangkan Serena ingin pulang ke mansion dan mempersiapkan diri untuk besok sore.***Keesokan harinya. Keramaian dari ruangan luar berhasil masuk hingga k
“Siapa yang akan mati?” Serena menjawab acuh tak acuh. Nada suaranya melirih letih, “Aku.”Zachery mengerutkan kening. Heran dan bingung. Pria itu menarik kursi roda Serena ke arahnya, mempersempit sisa jarak sekaligus membuat Serena terkejut dengan gerakan tiba-tiba tersebut.Namun, Serena hanya bisa menghela nafas kasar. Dipandangnya dengan lesu lesu wajah tampan Zachery, “Apa?” tanya gadis itu.“Apa maksudmu?” tanya Zachery. “Kenapa kau akan mati?”“Karenamu. Memang siapa lagi?”Zachery makin mengernyit, “Kenapa karena aku?” Hening. Serena tidak langsung menjawab saat sadar dirinya kelepasan.Namun, pada akhirnya, ia beralasan, “Karena setelah aku menjadi bibimu, kita akan bermusuhan. Dan kita akan saling membunuh, karena berbeda kubu.”“Begitu?” Ekspresi Zachery tampak seperti ia tengah bermain-main. “Kau bersedia menjadi bibiku?”“Kau ingin menjadi bibiku?” Zachery bertanya setengah bercanda. Berhenti bermain-main, dan berkata serius, “Kau telah membantuku, jadi aku akan memba
Tiba-tiba kakak angkat Serena itu mencengkeram erat kemeja putih Zac dan menariknya agar menyingkir, sementara lengan tangannya yang kokoh kemudian melingkar di pinggang Serena, menarik gadis itu tanpa kesulitan.“Jauhkan tangan kotormu dari adikku,” desis Roderick. Iris merahnya tampak mengancam.Baru saat itu, Zachery mengangkat kedua tangannya, menyerah. Bibir tebalnya menipis, menjadi senyuman ramah. “Kenapa harus marah-marah, Rick? Bukankah aku pasangan yang cocok untuk adikmu?” “Dalam mimpimu!” sembur Roderick penuh permusuhan. Pria itu memeluk Serena dengan protektif. “Keluar sekarang!” “Baiklah, baiklah.” Zachery mengaku kalah. Ia beranjak pergi meninggalkan kamar, bersama Varrel. Keduanya berakhir menunggu di sofa ruang tamu. Sementara itu, di dalam kamar, Serena diturunkan ke atas ranjang. Gadis itu masih diam, tidak berani bicara. Ia membiarkan Roderick menetralkan emosinya terlebih dahulu. Baru setelah raut wajah sang kakak terlihat lebih bagus, Serena berucap, “Kaka
“Ternyata ada tamu terhomat sore ini.”Serena terhenti dari keinginan menjawab tawaran Zachery. Ia menoleh ke belakang, menemukan Guina bersama Jeremy datang menghampiri. ‘Waktunya dimulai.’ Sebelum Guina berhasil berjalan lebih dekat, Serena segera saja menarik lengan Zac. Lalu berkata sumringah, “Mahkota bunganya sangat cantik, terima kasih kakak Zac!” Zachery menyipitkan matanya. Berpikir, perubahan Serena harus diacungi jempol. Karena perempuan itu sudah berakting, dia pun tidak akan sungkan lagi. Dengan menarik kursi roda Serena lebih dekat. Keduanya hanya berjarak tipis, hampir memberikan ilusi dua orang berciuman. Dikejauhan, Guina sontak berhenti berjalan. Seluruh saraf ototnya terasa kaku. Begitu pula dengan Jeremy. Pasangan paruh baya tersebut terkejut.Meski kepala pelayan sudah memberikan informasi, tetapi melihatnya secara langsung tetaplah berbeda. Senyuman Guina mulai retak, apalagi saat menerima pandangan tak terbaca dari Zachery. “Suamiku, masalah sekarang sudah k
“Putriku, kondisimu baik-baik saja?” Guina bertanya perhatian usai membuka pintu kamar. Ditangannya terdapat nampan makanan, “Ibu membawakanmu camilan ringan.” Iris menahan diri dari keterkejutan, sedangkan Eve berjalan mundur menjauh. Membiarkan Guina lebih leluasa. Keduanya pergi dari ruangan setelah diberi aba-aba. “Ibu? Seharusnya anda beristirahat.” Serena bangun dari posisi tidur. Ia tidak menyangka, seorang Guina membawa nampan makanan. Dan itu untuknya. Sore tadi, Zac mengejutkan seluruh mansion begitu beritanya tersebar. Kepala pelayan paling terkejut. Sebab Serena saat keluar, biasanya izin hanya untuk bermain-main. Terpaksa, Serena berbohong. Berkata bahwa setiap dia izin pamit ke kantor Roderick. Sebetulnya dia bukannya ingin menemani kakaknya, melainkan bertemu Zac yang diam-diam datang juga ke sana untuk menghabiskan waktu tanpa menyebabkan rumor. Roderick pun turut memberikan kesaksian palsu bersama Varrel. Lalu Jeremy terlibat percakapan pribadi bersama Z
«Nona mencari saya? Ada sesuatu yang bisa saya bantu?» Tulisan tangan baru saja Eve tunjukkan kepada Serena. Mengingat Eve masih bisu, dia menggunakan tulisan untuk berkomunikasi. Serena membacanya sebentar, lalu berkata ramah, “Benar sekali.” Ia berhenti, kemudian mendorong secangkir teh. “Duduklah dulu, minum teh ini. Katakan padaku apakah enak atau tidak? Aku meraciknya sendiri.” Eve melirik was-was terhadap Serena. Sebelum akhirnya bersedia duduk bersama majikannya. Lantas meminum teh, setelahnya menulis pujian untuk rasanya. Serena mengamati gerakan halus Eve. Untuk ukuran seorang budak, gerakannya halus dan rapi. Tidak seperti orang biasa. Beberapa hal bisa dipalsukan. Namun, bawaan alami gerak tubuh cukup sulit direkayasa. Sehingga Serena bisa menebak status Eve secara kasar. ‘Kemungkinan besar, dia pernah menjadi nona muda dari wilayah timur.’ Pikir Serena. Gadis itu tidak terburu-buru menangkap Eve. Melainkan dengan sengaja melambat. Cara ini bisa membuat lawan t
Eve menunjukkan buku tulisnya. «Saya bisa. Namun saya perlu mencatat bahannya dulu. Malam nanti sudah selesai.»Serena tertawa riang, pergi memeluk Eve dengan senang. “Oke! Aku akan menunggunya.” Terkesiap karena dipeluk secara mendadak, Eve hampir jatuh ke samping. Gadis 16 tahunan itu terlihat sedang dilanda krisis rumit. Ekspresi wajahnya tampak tidak nyaman dan bingung. Serena tidak terlalu memperhatikan perubahan lain dari Eve. Terlanjur berjalan pergi lebih awal. Meskipun dia berhasil. Eve belum bisa dipercaya sepenuhnya. Oleh sebab itu, dia perlu mencari ahli herbal lainnya. Untuk memeriksa hasil racikan Eve nanti. “Seharusnya dia tidak berani berbuat macam-macam setelah tahu pelayannya bersama Zac,” gumam Serena, kaki jenjangnya masih berjalan seraya melompat kecil memasuki mansion. “Huft, masalah lain sudah diselesaikan! Sekarang saatnya menyempurnakan rencana bisnisku!” “Serena!” Sang empu berhenti sesaat kemudian. Punggungnya refleks berdiri tegak. Dia berbalik, men