Pria yang berada di luar segera masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku kemudi.
"Tuan, saya sudah pesankan buket yang Anda minta. Dan saya sudah memberikan tips. Sekarang, kita mau kemana, Tuan?" tanya sang pria yang saat ini masih menunggu intruksi dari sang majikan yang tidak lain adalah Darren Stockholm.
Pria yang memesan buket bunga tersebut adalah Darren Stockholm, pria yang Anne temui saat di hotel. Namun, baik Darren maupun Anne tidak mengetahuinya. Dikarenakan, Komo yang memesan buket bunga tersebut.
"Kita ke kantor saja, tanyakan gedung yang akan kita gunakan untuk acara nanti, saya tidak mau acaranya sampai gagal dan ingat harus mewah, kamu mengerti?" tanya Darren.
"Semuanya sudah sesuai yang Anda inginkan, dan tidak ada yang kurang. Nanti pihak EO akan kasih tahu kepada kita jika sudah selesai," jelas Komo yang memberitahukan jika gedung yang Darren pesan sudah sesuai dengan yang Darren inginkan.
"Bagus, sekarang ke kantor." Darren memerintahkan Komo untuk ke kantor.
Komo menganggukkan kepala, mobil melaju menuju perusahan Darren. Perusahaan properti Stockholm yang ada di Jakarta Pusat. Darren, mengirimkan pesan ke supir pribadi yang biasa mengantar kesayangannya. Darren, menanyakan apakah kesayangannya sudah di jemput atau tidak.
"Sudah dijemput?" tanya Darren dalam pesan singkat pada supir.
"Sudah, Tuan Darren," balas sang supir dengan singkat.
Membaca balasan pesan dari supir, Darren lega, karena kesayangannya sudah dijemput. Darren, kembali membuka pekerjaannya dari tablet android. Akhir-akhir ini, Darren sangat sibuk karena kerja samanya dengan perusahaan luar, hingga Darren tidak punya waktu untuk kesayangannya.
****
Anne begitu serius mengerjakan rangkaian bunga pesanan pria Yunani tersebut, tidak terasa waktu cepat berlalu, dan akhirnya bunga tersebut sudah selesai tepat waktu. Anne melihat jam dinding, pukul 4 sore pas sekali, dia selesaikan semuanya.
"Anne, sudah selesai belum? Jika sudah, ayo kita antar ke alamatnya. Nanti, kita di komplain oleh mereka. Ayo cepat!" ajak Marlin pada Anne yang masih merapikan bunga yang akan dia bawa.
Anne sangat senang, bunga yang dia rangkai sangat cantik dan mewah, tidak lupa dia membawa bunga mawar beberapa tangkai di saku depan. Kebiasaan Anne yang selalu membawa beberapa mawar jika ingin berpergian mengantarkan pesanan, tujuannya untuk memberikan kebahagiaan ke orang-orang di sekitarnya.
"Sudah, ayo kita pergi. Kita naik apa ini?" tanya Anne.
Marlin mendekati Anne, Marlin takjub saat melihat buket bunga yang sangat indah. Tidak sia-sia, dirinya merekrut Anne. Anne, menatap ke arah Marlin yang saat ini bukannya menjawab pertanyaannya dan membantunya untuk mengangkat buket bunga, Marlin malah mematung menatap buket bunga yang dia rangkai.
"Ikan Marlin, mau berapa lama kamu memandang itu bunga, yang ada kita kena denda karena tidak bisa mengantar buket ini tepat waktu," ujar Anne yang mengambil tas dan menyandangkan ke bahunya.
"Eh, maaf, Anne. Habisnya buketnya bagus banget, ayo kita pergi dari sini. Kita naik mobil operasional saja. Sekarang, bantu aku untuk bawa buket bunga yang super besar ini, ayo cepat bantu aku."
Anne yang mendengar perkataan Marlin membolakan matanya. Keduanya membawa buket bunga bersama. Perlahan bunga dibawa oleh keduanya ke mobil. Setelah aman, keduanya tertawa.
"Haha, kita emang super women ya. Sekarang ayo kita pergi, nanti telat!" ajak Marlin yang berjalan ke arah pintu kemudi.
Anne ikut berjalan ke arah pintu penumpang, setelah keduanya naik sedangkan Marlin di kursi kemudi. Mobil membelah jalan menuju rumah sang pemesan buket tersebut. Satu jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di perumahan mewah, kawasan Andara.
"Ini rumah Sultan atau rumah Raja ya? Lihatlah, mewah sekali bukan? Aku rasanya seperti kacang hijau, kecil banget di bandingkan dengan rumah ini," kata Marlin yang takjub melihat rumah yang ada di perumahan elite tersebut.
"Iya benar sekali, kamu seperti kacang hijau. Ya sudah sekarang ayo kita lapor ke satpam, kita katakan jika kita mau ke rumah pria Yunani itu," sahut Anne yang meminta Marlin untuk meminta izin pada satpam perumahan.
Mobil mendekati portal dan berhenti tepat di depan satpam. Marlin dan Anne tersenyum mengembang ke arah Pak Satpam.
"Permisi, Pak. Kami mau ke rumah ini, untuk mengantarkan buket bunga itu, apa bisa kami ke sana?" tanya Marlin sambil menyodorkan alamat yang tertulis di nota dari toko bunganya yang ada nama dan alamat sang pemesan.
"Oh iya, silahkan. Sebentar ya saya buka portalnya," jawab Pak Satpam yang langsung membuka portal dan mempersilahkan mobil Marlin masuk.
Mobil Marlin masuk tidak lupa Marlin mengklakson mobil ke arah Pak Satpam. Mobil melaju menuju rumah pria tersebut."Ini rumahnya dan ini cocok dengan nomor rumahnya. Kita sudah sampai, ayo kita turun!" ajak Marlin saat sampai di tempat pria tersebut.
Anne turun dari mobil dan segera membuka tali yang mengikat buket bunga. Setelah terbuka, baru lah Anne dan Marlin membawa buket bunga bersama-sama sampai di pagar rumah."Permisi, Pak Satpam. Maaf kami mau mengantarkan pesanan buket bunga, bisa kami bertemu dengan pemilik rumah ini?" tanya Anne yang menyerahkan nota pembelian ke arah Satpam.
"Oh, ya mari masuk. Bisa saya bantu bawa, ini pasti berat. Mbak-mbak bisa masuk ke dalam, silahkan."
Pak Satpam mengambil buket bunga dan mempersilahkan Anne dan Marlin masuk ke dalam rumah untuk bertemu dengan pemilik rumah.
Anne melihat sekitar rumah, luas dan sangat indah. Tapi, saat Anne melihat ke arah taman ada anak kecil memandang ke arah Anne. Anne tersenyum dan melambaikan ke arah anak kecil tersebut."Duh, lucunya. Lihat itu, wajahnya imut tapi sayang dia murung. Kenapa dengan anak kecil itu ya? Hmm, aku samperin lah," gumam Anne yang melangkahkan kakinya.
"Mar, aku ke sana dulu kamu masuk saja. Nanti jika sudah kelar kamu ke sini," kata Anne yang meminta kepada Marlin untuk masuk sendirian dan dia menunggu di luar."Ok, tunggu aku di sana ya," sahut Marlin yang berjalan mengikuti Pak Satpam menuju rumah sang empunya.
Sampai di dekat anak kecil imut tersebut, Anne jongkok di depan anak kecil itu. Anak kecil itu memandang ke arah Anne. Tiba-tiba, anak kecil tersebut menangis.
Anne yang melihatnya anak kecil tersebut menangis merasa terenyuh. Anne heran, kenapa anak kecil ini tiba-tiba menangis, apa dia anak manusia atau bukan, pikir Anne.
"Halo, Sayang," sapa Anne dengan lembut dan perlahan mengangkat tangannya dan mengusap air matanya.
"Uuuu, Mama, jangan pergi. Mama, Danda rindu sama Mama," ucap anak kecil itu yang mengatakan Anne adalah Mamanya.
Sontak saja, Anne terkejut dengan apa yang anak kecil itu katakan. Danda memeluk Anne dengan erat. Anne yang dipeluk pun ikut memeluk Danda. Perlahan, Anne mengusap punggung Danda dengan lembut dan mencoba menenangkan Danda.
"Cup ... Cup ... Sudah ya, jangan nangis. Anak cantik jangan nangis," ucap Anne yang mencoba menenangkan Danda yang perlahan menghentikan tangisannya.
Pelukkan keduanya lepas perlahan, senyum cerah diperlihatkan Danda di depan Anne. Anne benar-benar, tidak menyangka bisa bertemu gadis kecil yang imut dan cantik ini.
"Maaf, Mbak. Danda merepotkan Mbak ya?" tanya seseorang dari belakang yang membuat keduanya saling memandang satu sama lain.
Anne yang mendengar suara wanita dari arah belakang segera berbalik dan melihat siapa yang datang dan menanyakan apakah Danda si gadis kecil ini merepotkan dirinya atau tidak.
"Tidak, Danda tidak merepotkan. Maaf, Mbaknya siapa ya?" tanya Anne ke wanita cantik tersebut karena saat ini Danda memeluknya dengan erat seolah Danda takut dengan wanita di depannya ini.
"Perkenalkan saya calon Ibunya Danda, Raya Maharani. Danda, sini sama Mama, kamu tidak boleh seperti itu. Apalagi dengan orang yang tidak dikenal," ucap Raya yang memperkenalkan dirinya sebagai Ibu dari Danda dan meminta Danda untuk mendekatinya. Danda yang mendengar perkataan dari Raya, menatap nanar ke arah Anne, Danda makin mempererat pelukkannya. Danda, sepertinya tidak mau jika Raya membawanya pergi. Melihat Danda tidak ingin bersamanya membuat Raya kesal setengah mati padahal tangannya sudah terulur ke arah Danda. "Nggak Ayah, nggak anak sama saja, menyusahkan sekali. Jika bukan karena harta aku tidak sudi untuk dekat dengan anak sialan ini," ucap Raya dalam hati yang menarik paksa tangan Danda agar lepas dari pelukkan Anne. Anne yang melihat tangan wanita tersebut menarik paksa merasa kesal, Anne bisa melihat jika Danda kesakitan akibat tarikkan Raya. Anne mencoba melepaskan tangan Raya dari tangan Danda yang terlihat kesakitan. "Mbak, jangan memaksanya, nanti tangannya sak
Saat mendengar suara berat dan dingin yang seperti dikenalnya, dia teringat suara pria yang ditemuinya di hotel. Anne ingin menoleh, tapi seolah lehernya kaku karena tegang. "Suara Tuan Tanah, apa benar itu dia? Tidak-tidak, aku yakin itu bukan dia, iya benar itu bukan si Tuan Tanah. Anne, kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh ya," gumam Anne yang meyakinkan dirinya jika itu bukan suara dari pria yang disebutnya Tuan Tanah.Semua orang yang berada di taman seketika berbalik dan melihat sosok yang bertanya itu. Dan, saat akhirnya Anne bisa berbalik ke belakang, Anne seperti tersambar petir. Ternyata firasatnya benar jika suara itu adalah suara Tuan Tanah. "Ka~kamu, Tuan Tanah." Anne dengan terbata-bata bersuara karena melihat Darren Stockholm di hadapannya. "Oh, ternyata ada si gadis nakal di sini. Ketemu juga kamu ya, tapi tunggu dulu ... Danda sayang, kamu kenapa nangis, Nak? Hei, gadis nakal kamu apakan anakku? Sini, Sayang." Darren memanggil Danda dan menuding Anne yang menyebab
Darren membawa Anne ke ruang kerjanya, niat hati ingin membalaskan apa yang sudah Anne lakukan tapi Darren mengingat bagaimana anaknya Danda yang begitu dekat dengan Anne membuat Darren mengurungkan niatnya. Darren membuka pintu ruang kerjanya dan melangkahkan kaki masuk ke dalam. "Masuk!" Darren meminta Anne untuk masuk mengikuti dirinya. Anne yang mendengar suara Darren memintanya masuk, dengan cepat masuk ke ruangan tersebut dengan jantung yang berdebar Anne memberanikan diri melangkahkan kakinya. Jangan di tanya kakinya saat ini sudah seperti kaki ubur-ubur lemes. Anne mengerjapkan matanya karena takjub melihat ruang kerja yang terlihat mewah dengan furniture yang terbuat dari kayu jati yang berwarna coklat dan kursi yang mahal dan kalau dijual akan membuat si penjual kaya raya pikir Anne dengan senyum jahatnya. "Ehmm, apa yang kamu pikirkan? Jangan pernah berpikir dan mempunyai niat untuk menjual barang ini, paham kamu!" ketus Darren dengan tatapan tajam. Anne yang mendengar
Anne hanya bisa menganggukkan kepala mendengar Marlin meminta dia menjelaskan semuanya. Mobil pickup melaju meninggalkan rumah mewah Andara milik Darren. Di perjalanan tidak ada yang berbicara sampai akhirnya mereka sampai di toko bunga. Marlin dan Anne turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam toko. "Hari ini kita tutup saja, gue lelah." Marlin meminta kepada Anne untuk tutup lebih cepat, biasanya mereka akan tutup jam 8 malam, tapi kali ini mereka tutup lebih awal. "Iya," jawab Anne singkat. Anne membawa papan bunga yang di depan untuk dibawa masuk dan Anne juga menyusun bunga di luar untuk disimpan di dalam toko. Setelah selesai, Anne dan Marlin duduk di kursi santai tidak lupa mereka membawa minuman dan makanan kecil untuk menemani mereka melepas rasa lelah sebelum pulang. "Jadi, apa dia Tuan Tanah yang kamu katakan itu? Dan apa dia yang katakan kepadamu di ruangan itu? Apa dia melakukan sesuatu?" tanya Marlin yang menatap Anne dengan tajam. "Hmm," jawab Anne singkat. Mar
"Komo, cepat kejar elu kenapa lelet bener sih, gue udah katakan ke elu jangan lelet, elu udah sarapan apa belum sih? Ngejar sepeda aja elu kagak bisa," omel Darren yang kesal karena Komo tidak bisa mengejar orang yang dia yakini adalah Anne. "Lu dengar ya baik-baik, gue ini bingung sama lu sebenarnya lu itu ngejar siapa sih?" tanya Komo yang sudah terlanjur kesal karena dia diminta untuk terus mengejar sedangkan dia sendiri tidak tahu siapa yang dia kejar. "Wanita nakal orang yang sudah membuat anak gue dari tadi malam hingga pagi dan mungkin nanti dan seterusnya akan terus menyebut nama dia sekarang lu kejar itu sepeda butut dia cepat!" ketus Darren yang meminta kepada Komo untuk mengejar sepeda yang ada di depannya. "Maksud lu sepeda yang berwarna pink itu, apa lu yakin itu sepeda wanita pengantar bunga yang Danda panggil Mama?" tanya Komo yang penasaran dengan pengendara sepeda yang ada di depannya. "Iya gue yakin tuh wanita nakal itu, cepat kejar lu jangan banyak cerita deh.
"Iya gue yakin itu pasti dia tapi kenapa wajahnya berbeda. Coba lihat itu apa dia tukar sepeda maksudku apa tadi .... Komo tunggu sebentar gue mau tanya dengan tu orang jika memang salah maka kita langsung saja balik ke kantor," ucap Darren yang turun dari mobil untuk bertanya kepada si pengendara sepeda. Komo hanya mengganggukkan kepala, dia tidak mengatakan apapun. Hanya saja Komo heran kenapa bisa sahabatnya itu mengejar wanita penjual bunga walaupun hanya untuk anaknya tapi perlakuan yang Darren lakukan tidak sampai seperti ini. Darren mendekati wanita tersebut dengan wajahnya yang datar. "Permisi Ibu, saya ingin bertanya bukannya tadi sepeda ini yang bawa gadis ya maksud saya wanita yang sedikit lebih muda tapi kenapa Anda yang membawa sepeda ini?" tanya Darren. Wanita tersebut memandang ke arah Darren yang wajahnya datar dan juga dingin. "Maaf sebelumnya Mas, yang membawa sepeda ini dari rumah itu saya. Kalau Anda bertanya yang bawa sepeda ini wanita muda, Anda salah karena
Mendengarkan tantangan dari Anne, Raya mendekati Anne yang saat ini memandangnya dengan tajam, keduanya saling menatap satu sama lain. "Lu berani dengan gue, dengar baik-baik gue tidak segan-segan untuk menghabisi lu jika lu berani mendekati calon suami gue dan anak tiri gue maka hidup lu tidak akan lama lagi, gue pastikan itu!" ancam Raya yang membuat Anne dan Marlin terdiam. Marlin yang mendengar ancaman dari Raya langsung emosi tanpa babibu Marlin balik mengancam Raya. "Hei, perempuan tidak tahu diri, lu harusnya berkaca pada diri sendiri, lu nggak tahu semalam itu calon suami lu itu malah memilih sahabat gue daripada lu. Jadi, elu jangan bermimpi deh lagi pula siapa juga yang mau merebut calon suami lu yang dingin dan kaku itu, harusnya lu bilang sama calon suami lu itu jangan berusaha untuk mendekati sahabat gue jika tidak gue sendiri yang akan laporin calon suami elu ke kantor polisi sekarang lu keluar dari toko gue. Dan satu hal lagi jika lu berani macam-macam dengan sahaba
"Kalau ke rumah sakit harus sakit apa? Gue mau konsultasi dan gue mau bertanya beberapa hari ini jantung gue nggak aman. Jadi, mau gue tanyakan kenapa dia tidak aman," jawab Darren yang membuat Komo mengerjapkan matanya. "Lu sakit jantung ya, tapi bukannya elu kagak ada riwayat sakit jantung kenapa elu mengatakan jantung elu nggak aman, elu salah makan atau coba elu ingat kira-kira elu ada makan apa beberapa hari belakang ini tidak? Hingga buat elu merasa jantung elu seperti itu?" tanya Komo yang panik karena sahabatnya ini mengatakan jika jantungnya tidak aman dan dia juga menanyakan apakah sahabatnya ini salah makan atau tidak. "Hahhh, makanya gue juga heran kenapa jantung gue seperti ini, sudah lah elu lanjut kerja sana!" usir Darren yang saat ini fokus dengan isi dalam amplop tersebut. Jadi, di sini rumah kamu wanita nakal. Baiklah, aku akan menemuimu nanti bathin Darren yang segera menyimpan kertas tersebut. Darren melihat ke arah depan si Komo masih di depannya dengan senyu
Raya tidak menjawabnya, dia membuang wajahnya. Mustafa pasrah, dia akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Tidak akan memaksa wanita jika tidak mau menikah dengan dirinya. Lebih baik dirinya pergi dan menjauh. Sejak kejadian tersebut Mustafa tidak lagi bertemu dengan Raya. Dia bekerja di tempat penjual bunga milik Marlin. Toko bunga yang dia kelola sangat ramai karena wajah rupawan Mustafa membuat toko bunganya ramai di datangi oleh pelanggan terutama pelanggan wanita. Anne dinyatakan hamil, Danda dn Darren juga Nyonya Dini ikut bahagia, begitu juga dengan Komo juga mendapat kabar jika Marlin hamil. Bulan berganti bulan, baik Darren dan Komo sudah mendapatkan buah hati mereka. Tepat satu tahun, anak kedua Darren berjenis kelamin laki-laki di beri nama Dafa Putra Stockholm berulang tahun."Mama, adik tidak mau pakai pakaiannya!" teriak Danda mengatakan jika adiknya Dafa tidak mau memakai pakaiannya.Darren dan Anne yang mendengar teriakkan Danda menggelengkan kepala. "Lihat anakmu itu,
Darren menggelengkan kepala dia tidak tahu apa yang terjadi. Baginya anak dan istrinya sudah selamat itu yang terpenting. Tidak berapa lama mobil polisi tiba. "Itu mobil polisi, ayo kita keluar dan lihat apakah dia selamat atau tidak." Darren mengajak Anne dan anaknya turun. Komo yang sudah menghubungi Surya bisa bernapas lega, Surya sudah sampai di lokasi dan sudah membawa ambulan untuk mengevakuasi kecelakaan. "Aku harap Darren dan keluarga kecilnya selamat." Komo memarkirkan mobil sedikit jauh dari lokasi kecelakaan. Jalanan yang tadinya sepi mulai ramai. Warga sekitar mendengar terjadinya kecelakaan berbondong-bondong ke lokasi kejadian. Garis polisi terpasang. Komo berlari mencari Darren dan saat melewati kerumunan warga akhirnya Komo bisa bertemu dengan Darren serta anak dan istrinya. "Syukur lah, elu bisa selamat. Gue pikir elu yang kenapa-napa. Apa yang terjadi sebenarnya, kenapa elu bisa diserang oleh si rubah itu. Dan kenapa si rubah itu yang kecelakaan?" tanya Komo pe
Mustafa, pria tersebut sudah berubah menjadi pria pada umumnya. Dia tidak lagi berbicara seperti biasanya. Dia jatuh cinta dengan Raya pada pandang pertama. Tentu saja itu membuat Mustafa senang karena gaya bicaranya yang semula seperti pria gemulai sekarang dia menjadi pria sejati. "Aku yakin dia pasti bertemu dengan Dinda, si rubah itu. Aku tidak mau Raya terpengaruh lagi. Aku harus selamatkan Raya," ucap Mustafa yang segera mengikuti Raya. Raya yang tahu di mana sekolah Danda segera ke sana. Raya melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, dia ingin segera bertemu dengan Dinda dan tentunya dia ingin membantu Dinda karena sedari awal dia membantu Dinda. "Sayang, bawa mobilnya pelan saja, jangan ngebut. Lagi pula masuk sekolah juga masih lama, tapi tumben ya tidak macet," ucap Anne meminta ke Darren untuk tidak terburu-buru. "Ini standar saja, Sayang. Tidak ngebut juga. Kamu tenang saja. Jalan masih lenggang karena besok hari libur, jadi banyak yang malas kerja," jawab Darren. "Ck
Paman Boni segera menjawab panggilan telpon yang masuk. Panggilan tersebut dari anak buahnya yang mengikuti Dinda. "Hmm, ada apa?" tanya Paman Boni. "Dia baru membunuh satu orang lain. Kami tidak tahu dia siapa dan mayatnya dibuang di jurang," jawab anak buah paman Boni mengatakan jika Dinda membunuh orang. Paman Boni mendengar apa yang dikatakan oleh anak buahnya terkejut. "Apa? B~bunuh orang? Apa tidak salah?" tanya Paman Boni yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh anak buahnya. "Iya, kami tidak salah sama sekali. Kami ada di sana saat dia membuangnya. Kami juga ada rekaman saat dia membuang mayat itu. Segera kami kirim, Tuan," jawab anak buah Paman Boni. Paman Boni tidak pernah menyangka jika Dinda lagi-lagi membunuh orang. Entah yang ada di pikiran wanita itu. Dia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. "Baiklah, sekarang kalian awasi dia. Jangan sampai ketahuan. Nanti saya hubungi lagi," ucap Paman Boni mengakhiri panggilan dengan anak buahnya. Darren dan Ko
"Ini tidak salah? Benar ini suara dia dan dia mengatakan hal itu?" tanya Darren lagi memastikan apa yang terjadi dengan suara rekaman tersebut. "Benar, itu suara dia. Gue juga dengar sendiri dia mengatakan itu. Jadi, apa rencana lu?" tanya Mona. "Sebentar dulu, suara elu kenapa berat gitu. Apa ketelan balok lu saat di dekat Raya? Atau suara lu baru di cor?" tanya Komo yang sedikit curiga kenapa suara sahabat istrinya berubah seperti itu. "Bener bos, suaranya berubah. Apa tadi ke sini elu. . Makan biji kedongdong ya, makanya nyangkut di tenggorokan elu. Bos, ini tidak bisa dibiarkan, dia harus di operasi. Kalau tidak suaranya tidak pulih," ucap Paijo meminta ke Komo membawa Mustafa atau Mona untuk operasi suara. Mona menghela nafas, dia tidak mengerti kenapa keduanya mempermasalahkan suarnya yang seperti itu. Mona menatap ke arah Darren yang masih terus mengulang suara dari Dinda terlihat juga wajahnya mengetat saat suara Dinda yang meminta menghabisi kesayangannya itu. "Jadi, apa
Raya akhirnya mengikuti apa yang Mustafa katakan. Dia menjawab panggilan dari seseorang yang tidak lain adalah Dinda. Raya mengaktifkan speaker dan berjalan menuju Mustafa. Raya duduk di sebelah Mustafa. Dia melihat ke arah Mustafa dengan wajah ketakutan. Mustafa memberikan kode kepada Raya untuk tidak khawatir dan takut kepadanya. Raya pun memberanikan diri untuk menjawabnya. "H~halo, ada apa?" tanya Raya dengan suara terbata-bata. "Wah, kamu senang sekali aku tidak menghubungi kamu. Apa selama ini kamu tidak tahu aku menunggu hasil kerjamu. Jangan katakan kalau kamu sedang bersama pria dan bermain di ranjang. Ck, dasar perempuan murahan!" hina Dinda yang membuat Mustafa mengetatkan rahangnya mendengar perkataan dari Dinda. Raya yang tidak terima di hina segera angkat bicara. "Aku perempuan murahan. Kamu yang murahan, aku tidak pernah sedikitpun mengejar suami orang. Dan aku juga tidak mengakui jika suami orang itu suamiku, tidak sepertimu. Sudah selingkuh tapi masih mengakui suam
Anak buah Paman Boni mengikuti Dinda mereka ingin tau kemana Dinda pergi dan mereka ingin mencari tahu apa yang Dinda lakukan. Dinda terus melaju menuju tempat yang akan dia tuju. Walaupun menempuh perjalanan yang cukup jauh Dinda tidak peduli. "Aku harap tidak ada yang menemukanmu, aku akan buat kamu di tempat yang jauh dan ini balasan atas apa yang terjadi. Aku pastikan kamu akan membusuk di sana," gumam Dinda yang terus menerus mengomel sepanjang perjalanan. Perjalanan yang cukup jauh akhirnya membawa Dinda sampai di tujuannya. Suasana sudah gelap gulita saat sampai di tepi jurang. Dinda melihat suasana yang cukup sepi. 'Baiklah, saatnya aku membuang ini semuanya. Aku akan membuangnya di sana. Semoga tidak ada yang tahu apa yang aku lakukan.' bathin Dinda yang turun dari mobil dan berjalan ke arah bagasi mobil. Dari kejauhan anak buah Paman Boni sudah merekam semua yang di lakukan Dinda. Mereka terkejut melihat apa yang dikeluarkan oleh Dinda. "Lihatlah, dia bawa apa itu. Apa
"Kita tunggu kabar dari Mona sahabatmu itu dan paman Boni karena saat ini Paman Boni mengumpulkan data. Sekarang sudah jangan kamu pikirkan itu. Kita harus berjaga-jaga, jangan sampai kita lengah," jawab Darren memeluk Anne. Anne balas memeluk Darren dia percaya suaminya akan melindunginya. Keduanya berada di kamar mandi dan tentu saja saat ini, Darren ingin bermain panas di kamar mandi. "Baby, mandikan aku boleh?" tanya Darren dengan senyum mengembang. "Kalau mandi saja aku mau, tapi kalau mandi keringat aku tidak mau, Sayang. Kasihan Danda dia pasti menunggu kita di bawah, nanti saja," jawab Anne yang berjalan ke arah kamar mandi. Anne bukan menolak suaminya, tapi saat ini dia sudah mandi dan anaknya juga pasti menunggu mereka. Jika terlalu lama yang ada Danda akan mencarinya terlebih lagi dengan mertuanya. "Baby, ayo dunk. Udah tegang ini, lihatlah, kamu tidak kasihan. Masa aku harus main solo. Nggak enak, Baby," rengek Darren yang mengikuti ke Anne kemana saja. Anne menghel
Mendengar perkataan Raya, Mona atau Mustafa langsung melumat bibir Raya. Tidak peduli dengan jawaban dari Raya. Baginya sudah terlanjur gairahnya keluar jadi dia harus menuntaskannya. "Jangan menyalahkan aku jika nanti kamu kehilangan sesuatu dari dirimu, Baby," ucap Mustafa yang memperingati jika dia akan mengambil sesuatu dari Raya. Mustafa mengira jika Raya sudah tidak virgin lagi. Jadi, dia berkata seperti itu untuk membuat Raya mencegahnya tapi nyatanya Raya tidak melakukannya dia ikut dalam gairahnya alhasil keduanya melanjutkan tanpa lgi peduli apa yang terjadi nanti. "Euhmm, aku ingin lebih," racau Raya. "Aku akan memberikannya lebih padamu, Sayang. Tunggulah dulu," jawab Mustafa. Mustafa merobek pakaian Raya begitu saja dan membuangnya di sembarangan tempat. Mata Mustafa membola saat melihat lekuk tubuh Raya. Walaupun masih tertutup segitiga dan penghalang gunungnya tapi kemolekan tubuh Raya benar-benar menggoda. "Sangat cantik, tubuh yang aku sukai, ayo kita lakukan s