Ellena menatap Revan dengan tenang. Suaranya juga sangat tenang saat dia menjawab, "Aku tidak ingin melakukan apapun. Tetapi, jika seseorang bersikeras memaksaku, jangan salahkan aku saat aku memalingkan wajahku seolah tidak melihat dan tidak mengenal.""Gadis pemberontak! Kamu mengancam ayahmu sendiri?!" rutuk Revan. Pria tua itu sangat marah hingga urat nadinya menyembul di dahinya.Ekspresi Ellena sangat biasa dan nada bicaranya juga setenang biasanya. Tetapi, ada sedikit ketangguhan dan kekuatan dalam ketenangan ini saat dia menegaskan, "Kamar Ibuku harus tetap sama seperti semula. Siapapun juga tidak diizinkan untuk pindah dan menempatinya."Ellena mengalihkan pandangannya ke wajah Salma yang memucat. Lalu, dia mengucapkan kata demi kata dengan jelas dan jernih, "Ini adalah satu-satunya permintaanku. Tidak peduli apa yang dikatakan dokter, itu semua adalah urusan kalian tidak ada hubungannya dengan aku dan ibuku.”"Kalian melakukan sesuatu secara keterlaluan, jadi jangan salahkan
"Ibu!" seru Salma dengan mata terbelalak dan wajah memucat. Dia pun bergegas berjalan menghampiri ibunya dan mengulurkan tangan untuk membantu ibunya berdiri dari lantai.Tiara meletakkan tangan di pinggangnya dan semua fitur wajahnya mengerut karena dia meringis kesakitan. Wajahnya terlihat penuh kesakitan dan dia berkata sambil menangis, “Revan, kamu harus membantuku… Ooooh... aku sudah tidak tahan tinggal di rumah ini. Aku ditindas seperti ini oleh Ellena, jadi kami sudah tidak punya muka untuk terus bertahan di sini."Beberapa pelayan yang mencoba memblokir pengawal ikut terlempar ke lantai. Pelayan keluarga Lewis ini belum menjalani pelatihan militer apa pun. Jadi, bagaimana bisa mereka menjadi tandingan para pengawal profesional? Seorang pengawal memukul sekelompok orang hingga babak belur. Ketika orang lain melihat pertempuran ini, mana mungkin mereka masih berani maju?"Ellena, kamu keterlaluan!" Salma membantu Tiara untuk berdiri. Kemudian, dengan wajah yang pucat, dia berkat
Nada bicara Revan menjadi jauh lebih sopan ketika ia berbicara dengan Hanzero. Dia tidak berani sembarangan menyinggung perasaan Hanzero sebelum dia tahu identitas spesifiknya. Apalagi dia mengatakan sesuatu yang mengancamnya barusan.Kedengarannya seperti dia yang menyebabkan kebangkrutan Grup Raharja dalam semalam itu? pikir Revan. Perlahan ekspresi wajahnya pun berubah lagi, menjadi sedikit lebih takut dalam hati.Hanzero melirik dingin ke arah wajah Revan dan mengulang pertanyaannya, "Anda masih belum menjawab pertanyaan saya barusan. Anda yang memukulnya?"Revan sontak tercengang dan mengerutkan keningnya. Dia merasa bahwa pemuda ini agak sombong. Jelas-jelas pemuda ini dan putrinya bersikap begitu akrab, bahkan terlihat seperti sepasang kekasih. Tetapi, pemuda itu tidak memperlakukan orang yang lebih tua dengan sedikitpun rasa hormat yang pantas mereka dapatkan.Dia juga terlalu tidak menghargainya! Jika dia benar-benar kekasih putriku, dia seharusnya memanggilku Paman dengan ho
Ellena seketika tertegun. Tangannya yang menggantung di samping tubuhnya kini terkepal dengan kuat. Kata-kata Revan ini bagaikan belati tajam yang dua kali menghujam jantungnya. Hubungan mereka sebagai ayah dan putrinya memang telah banyak memudar. Meskipun Ellena tidak berharap apa-apa dari Revan yang masih harus disebutnya sebagai ayah, dia masih merasa sakit saat mendengar kata-kata ini."Cepat panggil ambulans! Bawa istriku dan Nona Salma ke rumah sakit secepatnya!" Revan memerintah pelayan.Setelah Revan memarahi Ellena, dia menatap ke arah Tiara dan Salma yang terjatuh ke lantai dengan sangat cemas. Dibandingkan dengan rasa jijik yang dia tunjukkan saat menghadapi Ellena barusan, saat ini dia tampak seperti suami dan ayah yang baik yang sedang mengkhawatirkan istri dan putrinya.Pemandangan kontras ini terlihat sangat mencolok sekaligus konyol bagi Ellena yang terus saja menunduk. Lalu sebuah senyum mencibir terbit di sudut bibirnya. Dia jelas-jelas sudah tahu sejak awal jika di
Mata Hanzero yang sedingin es itu menatap tajam ke arah Revan dan Salma. Lalu, bibir tipisnya sedikit melengkung. Suara Hanzero tidak keras, tetapi perkataannya terdengar jelas di telinga semua orang, "Revan Lewis, dalam hubungan ini, aku masih menganggapmu sebagai ayah Ellena. Jadi, aku masih sedikit sopan padamu. Tapi, sekarang kamu telah membuat wanita kesayanganku ini menderita. Kamu tidak layak lagi mendapatkan penghormatan ini."Tak hanya sampai di sana, Hanzero juga memperingatkan dengan tegas, "Dengar baik-baik. Bagaimana keadaan kamar Ibu Ellena dulu, sekarang dan nanti masih harus tetap sama. Jika wanita kesayanganku mengatakan kalau tidak boleh ada orang lain yang masuk dan menempatinya, tidak ada yang diizinkan untuk pindah ke sana. Aku sudah memberikan pesan, jika kalian bersikeras menentangku, percayalah. Kalian pasti tidak akan mampu menanggung konsekuensinya. Kali ini anggap saja sebagai sebuah peringatan. Tapi, urusannya tidak akan sesederhana itu untuk lain kali.”"L
Dia merengkuh pundak Ellena dengan ringan, mengerutkan kening, dan menatapnya sebentar. Setelah beberapa saat, dia menghela napas rendah dan berkata, "Menangislah. Menangislah jika kamu mau. Menangis saja kali ini. Kelak, jangan menangis lagi untuk hal yang sia-sia. Orang-orang itu tidak layak untuk membuatmu meneteskan air mata."Setelah Hanzero selesai berbicara, dia mengulurkan tangan dan memeluk Ellena dengan lembut. Jari-jarinya yang ramping dan bersih menyibakkan rambut yang menempel di wajah Ellena dengan lembut. Dia memegang wajah Ellena yang cantik saat sedang menangis. Kemudian, pria itu menundukkan kepalanya dan mengecup lembut pipi Ellena yang basah. "Sayang, sedih tidak perlu ditahan. Menangislah jika kamu mau, itu akan membuatmu lega. Tidak akan ada yang menertawakanmu.""Aku suamimu, seseorang yang akan menemanimu disampingmu seumur hidup. Di depanku, kamu tidak perlu menjadi kuat dan kamu tidak perlu memiliki keraguan apa pun."Ellena berbaring di dada Hanzero yang han
Bip! Bip!Baru saja Hanzero mengunci layar ponselnya, ponsel itu bergetar lagi dua kali. Dia menundukan kepala dan melihatnya sekilas, lalu melihat pésan yang dikirimkan Intan. Setelah dia membacanya, dia langsung membalas.|Intan: Hanz, aku sudah kembali. Aku sekarang bersama Khale dan teman-teman lainnya. Dia bilang, dia baru saja menelponmu, tapi kamu bilang kamu tidak ada waktu untuk datang dan makan bersama kami. Kalau begitu, apa kamu ada waktu sore ini?||Hanzero: Tidak ada waktu.|Tak butuh waktu lama, Intan segera membalasnya kembali. Hanzero memandang Ellena yang tidur dengan pipi yang memerah dan seketika ragu-ragu. Lalu, ia mengangkat ponselnya dan membalas lagi.|Intan: Kalau begitu, aku akan pergi ke perusahaanmu untuk menemuimu di sore hari? Aku sudah tidak bertemu denganmu selama setahun lebih, jadi aku ingin melihatmu lebih cepat.||Hanzero: Aku sangat sibuk sore ini, aku tidak akan punya waktu untuk menyambutmu.||Intan: Kamu tidak perlu mempedulikanku. Kamu bisa sib
Begitu para sekretaris selesai menyapa, mereka langsung melihat Hanzero mengerutkan kening. Mereka mendadak terkejut hingga warna wajah mereka berubah karena mengira Hanzero marah. Mereka mengira karena melihat mereka tapi tidak menyambutnya dengan tepat waktu. Ketika para sekretaris hendak meminta maaf ternyata Hanzero langsung menoleh, menatap mereka dengan sedikit ketidakpuasan.Hanzero setengah menyipitkan mata dan berkata dengan suara rendah, "Kecilkan suara kalian. Jangan sampai membangunkannya."Sekelompok sekretaris itu sontak kebingungan, "???"Presiden Hanz bukan marah karena kami tidak menyapa tepat waktu? Tapi, justru karena suara kami terlalu keras saat menyapa dan khawatir akan membangunkan 'wanita misterius' dalam pelukannya? Beberapa sekretaris kembali terkejut hingga terpana. Sebenarnya, peri macam apa yang bisa membuat Presiden Hanz kesayangan mereka yang begitu murni selama bertahun-tahun ini tiba-tiba berubah menjadi seperti ini.Dua sekretaris wanita diam-diam men
Hanzero ternyata melakukan itu di depan banyak orang.Ellena sangat pemalu. Meskipun dia sudah mencoba untuk perlahan menerima kedekatan Hanzero, dia masih sedikit tidak terbiasa untuk menunjukkan kasih sayang di depan umum. Untungnya, Hanzero juga tahu diri. Hanzero hanya memberikan kecupan ringan di bibir Ellena dan dengan cepat melepaskannya.Nyala api berkedip-kedip di mata Hanzero yang berwarna gelap, dalam, dan menawan. Saat dia melihat wajah Ellena yang memerah hingga tampak seperti bunga mawar merah yang mekar sepenuhnya, suara Hanzero sedikit teredam saat dia berkata, "Terima kasih, Nyonya Hanz."Ellena bisa merasakan ada beberapa mata yang tertuju padanya di sekeliling. Dia membenamkan kepalanya di pelukan Hanzero dengan sedikit malu dan jantungnya berdegup kencang saat memikirkan ciuman barusan.Meskipun itu hanya kecupan singkat yang terasa ringan seperti kepakan sayap capung, itu adalah pertama kalinya Hanzero mencium Ellena di depan banyak orang. Apalagi, Hanzero juga me
Hanzero telah menekan keinginan di depan Ellena. Dia tidak berani berpikir terlalu banyak tentang menginginkan Ellena. Begitu dia berpikir terlalu jauh, dia akan menjadi sedikit tidak terkendali. Belum lagi, sekarang Hanzero sedang tidak bisa menyentuh Ellena.Untungnya, Ellena hanya berputar dua kali dan berhenti begitu saja. Semuanya pun akhirnya baik-baik saja. Wanita mungil itu tidak lagi berputar sembarangan di dalam pelukan Hanzero.Butuh beberapa saat bagi Hanzero untuk perlahan menenangkan keinginan di tubuhnya. Tak lama setelah Ellena tertidur, dia juga perlahan mulai mengantuk.Tidak ada mimpi sepanjang malam. Keesokan harinya, Ellena bangun dengan tenaga penuh dan bangkit dengan penuh semangat.Yunita takut Ellena lupa tentang audisi, jadi Yunita meneleponnya pagi-pagi untuk mengingatkannya.Saat sarapan, Ellena pun memberitahu Hanzero tentang audisi ini.Setelah mendengarkan Ellena, Hanzero meletakkan sepiring steak sapi yang sudah dipotong di depan meja Ellena. "Siapa nam
Hanzero meliriknya, seolah-olah itu sama sekali tidak mengherankan, dan berkata dengan tenang, "Iya, ini seharusnya sudah Nenek persiapkan dengan baik sejak lama. Rumah-rumah di atas tanah itu, semua disiapkan olehnya untuk diberikan kepadamu. Tunggu sampai besok, kamu serahkan semua dokumen yang relevan kepadaku. Aku akan meminta orang untuk mengurus prosedur hadiah ini untukmu.""....." Ellena terhenyak. Matanya terbelalak dan membulat seperti lonceng tembaga. Dia menelan ludah dengan begitu bersemangat hingga tidak bisa berkata-kata, "Diberi... Diberikan untukku?""Iya.""Semua? Semuanya diberikan untukku?""Iya."Ellena rasanya hampir pingsan. Semua ini juga terlalu menyenangkan.Nenek Brahmana sangat murah hati. Wanita tua itu jelas memberi Ellena beberapa kekayaan untuk dihabiskan seumur hidup... Tidak, itu tidak akan habis sampai beberapa masa kehidupan.Ellena sekarang adalah Dewa Kekayaan!Tempat mana pun dalam akta itu bernilai puluhan juta. Jika beberapa properti dikumpulka
Untuk beberapa saat, Ibu Hanzero merasa marah dan sedih. Dia juga sedikit bergidik. Hanya karena aku sedikit lebih dingin terhadap istrinya, Hanz menunjukkan sikap seperti itu padaku? Apakah ini anak laki-laki yang aku besarkan dan aku cintai selama lebih dari 20 tahun? pikir Ibu Hanzero.Nenek Brahmana kembali memperingatkan, "Selain itu juga, karena peristiwa besar sekali seumur hidup Hanz telah ditetapkan, jangan berpikir untuk melenyapkannya. Aku sudah menjelaskan kepada anak gadis keluarga Mahendra. Intan sangat mengerti dan agaknya dia juga tidak mungkin memikirkan tentang Hanz lagi."Nenek Brahmana melihat semuanya. Ketidakpuasan Ibu Hanzero terhadap Ellena dan keinginannya untuk menjadikan Intan sebagai menantunya, Nenek Brahmana dapat melihatnya.Alasan mengapa Nenek Brahmana mengatakan begitu banyak hal kepada Ibu Hanzero adalah di satu sisi untuk memberikan penghiburan dan di sisi lain untuk menegur dan mengingatkan.Ekspresi terkejut muncul di wajah Ibu Hanzero. "Bu, apa y
"Nenek, pesta pernikahan tidak terburu-buru untuk saat ini.”Hanzero meremas telapak tangan Ellena dan menggantikannya untuk menjelaskan, "Ellena masih sekolah, jadi kami tidak berencana mengadakan pesta pernikahan lebih awal. Tunggu dia lulus, baru kita bicarakan lagi masalah ini."Ellena segera menatap Hanzero dengan wajah bersyukur. Untung saja Hanzero menyelamatkannya tepat waktu. Jika tidak, dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya menjawab pertanyaan itu.Ellena benar-benar tidak berpikir untuk mengadakan pesta pernikahan sekarang. Umurnya masih belum sampai 20 tahun. Dia tidak ingin orang lain tahu bahwa dia menikah terlalu dini, apalagi sebelum dia lulus sekolah.Berdasarkan kondisi Hanzero, bisa dipastikan ada banyak sekali wanita yang ingin menikah dengannya. Meskipun menikahi Hanzero bukanlah fakta yang memalukan, Ellena selalu merasa bahwa tidak akan bagus sama sekali jika orang-orang mengetahui bahwa dia menikah begitu cepat. Meskipun dia memiliki hubungan yang baik d
Ibu Hanzero tidak menyukai Ellena dan dia juga tidak ingin menerima apa yang disebut 'sikap berbakti' dari menantunya ini. Hatinya masih sangat tidak nyaman selama dia berpikir bahwa anak yang dilahirkan dengan susah payah malah bersikap lebih baik terhadap orang lain daripada dirinya.Ibu Hanzero benar-benar memiliki puluhan ribu ketidakpuasan terhadap Ellena, menantu perempuannya ini.Tindakan Hanzero barusan membuat Ibu Hanzero memiliki lebih banyak prasangka tentang Ellena. Putranya benar-benar terpesona oleh wanita ini. Sekarang pikiran dan hati Hanzero terfokus pada wanita ini. Padahal aku hanya membuat Ellena menunggu sebentar. Apakah itu menyakitkan? pikir Ibu Hanzero.Ibu Hanzero memandangi semangkuk sup ayam yang mengepul di depannya. Dia menahan keinginannya untuk melempar mangkuk ke lantai dan mencari alasan, "Beberapa hari terakhir ini terasa sangat pengap sehingga aku tidak bisa minum sup ini."Mata Hanzero berkedip ringan dan menatap ibunya dengan serius selama beberapa
Nenek Brahmana hanya menggoda dan tidak benar-benar mengeluh untuk menyalahkan Ellena. Tetapi, ini masalah lain untuk Ibu Hanzero. Ia teringat kata-kata Intan sebelumnya, Aku takut Ellena lebih penting dari ibunya sendiri di hati Hanzero.Ibu Hanzero tidak merasakannya saat itu, tetapi sekarang ia melihat sendiri perilaku Hanzero dan tiba-tiba merasakannya. Ia tidak merasa senang karena mengetahui putranya mencintai istrinya. Sebaliknya, hatinya terasa sangat tidak nyaman.Seperti yang dikatakan Nenek Brahmana, bahkan Ibu Hanzero tidak pernah menikmati perlakuan seperti itu dari Hanzero. Seorang wanita yang belum lama tinggal bersama putranya bisa membuat putranya membuat pengecualian seperti itu. Apalagi, ia melihat putranya dengan rela melayani orang lain.Semakin Ibu Hanzero memikirkannya, semakin ia merasa marah dan sedih. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak merespons perkataan Nenek Brahmana itu, "Iya, benar. Aku sejak dulu tidak pernah menikmati perlakuan seperti itu. Sayangn
Tidak mungkin. Hanzero bahkan cemburu dengan Kakak Tertuanya sendiri? Padahal, aku hanya menanyakan beberapa kata dengan santai? pikir Ellena. Dia dan Elvaro bahkan belum pernah bertemu. Kecemburuan ini tidak bisa dijelaskan."...Tidak. Aku hanya sembarang bertanya. Kamu boleh kalau tidak mau menjawab," kata Ellena.Hanzero menatap wajah Ellena yang putih dan lembut selama beberapa detik, merapatkan bibirnya, lalu berkata, "Kakak sangat sibuk. Dalam satu bulan sudah termasuk lumayan kalau dia bisa pulang ke rumah satu atau dua hari. Kalau kamu ingin bertemu dengannya, aku akan memberitahunya dan memintanya meluangkan waktu untuk kembali.”Bagaimana mungkin Ellena berani mengatakan sesuatu seperti itu di depan Hanzero si pencemburu buta? Saat ia bertanya dengan santai sebelumnya, Hanzero cemburu. Jika sekarang ia mengatakan lagi bahwa ia ingin bertemu dengan Elvaro, kecemburuan Hanzero akan benar-benar semakin menjadi-jadi."Um... Lebih baik lupakan saja. Lagi pula, Kakak Tertua begitu
"Sayang, terima kasih sudah memaafkanku dan bersedia memberiku satu kesempatan. Aku akan m membuktikan jika pilihanmu tidak akan pernah salah."Bibir hangat dan lembut pria itu mendarat di sudut bibir Resta. Tetapi Resta merasa Elvaro seperti sedang mencium hatinya. Resta merasakan rasa begitu manis dalam ciuman ini. Penuh kasih sayang tanpa gairah sedikit pun.Penderitaan, keluh kesah, kesedihan, dan semua emosi negatif sebelumnya lumer dan bercampur dalam ciuman lembut ini.Ellena mengulurkan tangan mungilnya dan membungkus pinggang kurus Hanzero dengan lembut.Pria yang dipeluknya tampak menjadi kaku. Hanzero meliriknya sambil memanggil dengan suaranya yang rendah, "Sayang..."Ellena sedikit malu. Dia jarang mengambil inisiatif, kecuali saat ini mendadak dia berinisiatif mencium Hanzero. Setelah itu, masih sedikit malu, dia juga berinisiatif untuk memeluk Hanzero kali ini. Ketika sepasang mata yang dalam dan suram itu menatapnya, wajahnya sedikit panas dan ia mengerucutkan bibirnya