Ekspresi Salma sedikit berubah. Dia berjalan cepat ke susuran balkon dan melirik ke ruang tamu di lantai bawah. Saat dia melihat puluhan pria jangkung dan kekar berpakaian hitam-hitam di ruang tamu, ekspresinya berubah lagi."Tuan, Nyonya, kacau!” Lapor seorang pembantu yang datang berlari dengan ekspresi ketakutan di wajahnya. Masih sambil terengah-engah, pembantu itu berkata, "Tiba-tiba ada tiga puluhan orang berpakaian hitam datang dan mereka langsung menerobos masuk ke dalam rumah. Orang-orang kami tidak bisa menghentikan mereka sama sekali. Mereka sekarang sedang naik ke atas. Mereka mengatakan...kalau..."Pembantu itu berbicara sambil melirik Ellena dengan hati-hati. Ekspresi Revan juga berubah tiba-tiba ketika dia mendengar jika ada puluhan orang telah menerobos masuk ke dalam rumahnya. Dia bertanya, "Apa yang mereka katakan?"Pembantu itu melirik Ellena lagi, kemudian menjawab, "Mereka mengatakan kalau mereka datang untuk mencari Nona Ellena."Begitu pembantu selesai berbicara
Ellena menatap Revan dengan tenang. Suaranya juga sangat tenang saat dia menjawab, "Aku tidak ingin melakukan apapun. Tetapi, jika seseorang bersikeras memaksaku, jangan salahkan aku saat aku memalingkan wajahku seolah tidak melihat dan tidak mengenal.""Gadis pemberontak! Kamu mengancam ayahmu sendiri?!" rutuk Revan. Pria tua itu sangat marah hingga urat nadinya menyembul di dahinya.Ekspresi Ellena sangat biasa dan nada bicaranya juga setenang biasanya. Tetapi, ada sedikit ketangguhan dan kekuatan dalam ketenangan ini saat dia menegaskan, "Kamar Ibuku harus tetap sama seperti semula. Siapapun juga tidak diizinkan untuk pindah dan menempatinya."Ellena mengalihkan pandangannya ke wajah Salma yang memucat. Lalu, dia mengucapkan kata demi kata dengan jelas dan jernih, "Ini adalah satu-satunya permintaanku. Tidak peduli apa yang dikatakan dokter, itu semua adalah urusan kalian tidak ada hubungannya dengan aku dan ibuku.”"Kalian melakukan sesuatu secara keterlaluan, jadi jangan salahkan
"Ibu!" seru Salma dengan mata terbelalak dan wajah memucat. Dia pun bergegas berjalan menghampiri ibunya dan mengulurkan tangan untuk membantu ibunya berdiri dari lantai.Tiara meletakkan tangan di pinggangnya dan semua fitur wajahnya mengerut karena dia meringis kesakitan. Wajahnya terlihat penuh kesakitan dan dia berkata sambil menangis, “Revan, kamu harus membantuku… Ooooh... aku sudah tidak tahan tinggal di rumah ini. Aku ditindas seperti ini oleh Ellena, jadi kami sudah tidak punya muka untuk terus bertahan di sini."Beberapa pelayan yang mencoba memblokir pengawal ikut terlempar ke lantai. Pelayan keluarga Lewis ini belum menjalani pelatihan militer apa pun. Jadi, bagaimana bisa mereka menjadi tandingan para pengawal profesional? Seorang pengawal memukul sekelompok orang hingga babak belur. Ketika orang lain melihat pertempuran ini, mana mungkin mereka masih berani maju?"Ellena, kamu keterlaluan!" Salma membantu Tiara untuk berdiri. Kemudian, dengan wajah yang pucat, dia berkat
Nada bicara Revan menjadi jauh lebih sopan ketika ia berbicara dengan Hanzero. Dia tidak berani sembarangan menyinggung perasaan Hanzero sebelum dia tahu identitas spesifiknya. Apalagi dia mengatakan sesuatu yang mengancamnya barusan.Kedengarannya seperti dia yang menyebabkan kebangkrutan Grup Raharja dalam semalam itu? pikir Revan. Perlahan ekspresi wajahnya pun berubah lagi, menjadi sedikit lebih takut dalam hati.Hanzero melirik dingin ke arah wajah Revan dan mengulang pertanyaannya, "Anda masih belum menjawab pertanyaan saya barusan. Anda yang memukulnya?"Revan sontak tercengang dan mengerutkan keningnya. Dia merasa bahwa pemuda ini agak sombong. Jelas-jelas pemuda ini dan putrinya bersikap begitu akrab, bahkan terlihat seperti sepasang kekasih. Tetapi, pemuda itu tidak memperlakukan orang yang lebih tua dengan sedikitpun rasa hormat yang pantas mereka dapatkan.Dia juga terlalu tidak menghargainya! Jika dia benar-benar kekasih putriku, dia seharusnya memanggilku Paman dengan ho
Ellena seketika tertegun. Tangannya yang menggantung di samping tubuhnya kini terkepal dengan kuat. Kata-kata Revan ini bagaikan belati tajam yang dua kali menghujam jantungnya. Hubungan mereka sebagai ayah dan putrinya memang telah banyak memudar. Meskipun Ellena tidak berharap apa-apa dari Revan yang masih harus disebutnya sebagai ayah, dia masih merasa sakit saat mendengar kata-kata ini."Cepat panggil ambulans! Bawa istriku dan Nona Salma ke rumah sakit secepatnya!" Revan memerintah pelayan.Setelah Revan memarahi Ellena, dia menatap ke arah Tiara dan Salma yang terjatuh ke lantai dengan sangat cemas. Dibandingkan dengan rasa jijik yang dia tunjukkan saat menghadapi Ellena barusan, saat ini dia tampak seperti suami dan ayah yang baik yang sedang mengkhawatirkan istri dan putrinya.Pemandangan kontras ini terlihat sangat mencolok sekaligus konyol bagi Ellena yang terus saja menunduk. Lalu sebuah senyum mencibir terbit di sudut bibirnya. Dia jelas-jelas sudah tahu sejak awal jika di
Mata Hanzero yang sedingin es itu menatap tajam ke arah Revan dan Salma. Lalu, bibir tipisnya sedikit melengkung. Suara Hanzero tidak keras, tetapi perkataannya terdengar jelas di telinga semua orang, "Revan Lewis, dalam hubungan ini, aku masih menganggapmu sebagai ayah Ellena. Jadi, aku masih sedikit sopan padamu. Tapi, sekarang kamu telah membuat wanita kesayanganku ini menderita. Kamu tidak layak lagi mendapatkan penghormatan ini."Tak hanya sampai di sana, Hanzero juga memperingatkan dengan tegas, "Dengar baik-baik. Bagaimana keadaan kamar Ibu Ellena dulu, sekarang dan nanti masih harus tetap sama. Jika wanita kesayanganku mengatakan kalau tidak boleh ada orang lain yang masuk dan menempatinya, tidak ada yang diizinkan untuk pindah ke sana. Aku sudah memberikan pesan, jika kalian bersikeras menentangku, percayalah. Kalian pasti tidak akan mampu menanggung konsekuensinya. Kali ini anggap saja sebagai sebuah peringatan. Tapi, urusannya tidak akan sesederhana itu untuk lain kali.”"L
Dia merengkuh pundak Ellena dengan ringan, mengerutkan kening, dan menatapnya sebentar. Setelah beberapa saat, dia menghela napas rendah dan berkata, "Menangislah. Menangislah jika kamu mau. Menangis saja kali ini. Kelak, jangan menangis lagi untuk hal yang sia-sia. Orang-orang itu tidak layak untuk membuatmu meneteskan air mata."Setelah Hanzero selesai berbicara, dia mengulurkan tangan dan memeluk Ellena dengan lembut. Jari-jarinya yang ramping dan bersih menyibakkan rambut yang menempel di wajah Ellena dengan lembut. Dia memegang wajah Ellena yang cantik saat sedang menangis. Kemudian, pria itu menundukkan kepalanya dan mengecup lembut pipi Ellena yang basah. "Sayang, sedih tidak perlu ditahan. Menangislah jika kamu mau, itu akan membuatmu lega. Tidak akan ada yang menertawakanmu.""Aku suamimu, seseorang yang akan menemanimu disampingmu seumur hidup. Di depanku, kamu tidak perlu menjadi kuat dan kamu tidak perlu memiliki keraguan apa pun."Ellena berbaring di dada Hanzero yang han
Bip! Bip!Baru saja Hanzero mengunci layar ponselnya, ponsel itu bergetar lagi dua kali. Dia menundukan kepala dan melihatnya sekilas, lalu melihat pésan yang dikirimkan Intan. Setelah dia membacanya, dia langsung membalas.|Intan: Hanz, aku sudah kembali. Aku sekarang bersama Khale dan teman-teman lainnya. Dia bilang, dia baru saja menelponmu, tapi kamu bilang kamu tidak ada waktu untuk datang dan makan bersama kami. Kalau begitu, apa kamu ada waktu sore ini?||Hanzero: Tidak ada waktu.|Tak butuh waktu lama, Intan segera membalasnya kembali. Hanzero memandang Ellena yang tidur dengan pipi yang memerah dan seketika ragu-ragu. Lalu, ia mengangkat ponselnya dan membalas lagi.|Intan: Kalau begitu, aku akan pergi ke perusahaanmu untuk menemuimu di sore hari? Aku sudah tidak bertemu denganmu selama setahun lebih, jadi aku ingin melihatmu lebih cepat.||Hanzero: Aku sangat sibuk sore ini, aku tidak akan punya waktu untuk menyambutmu.||Intan: Kamu tidak perlu mempedulikanku. Kamu bisa sib
Kemudian dia menggeleng, “Aku tidak tahu.”Hanzero mengerutkan alisnya. “Tidak tahu bagaimana?”“Aku tidak tahu.” Ellena kembali menggeleng lalu cepat-cepat menunduk dan menenggelamkan wajahnya kembali di dada Hanzero.“Ini sudah malam, ayolah kita tidur.” Ellena berkata demikian untuk mengganti topik pembicaraan.Hanzero tahu jika saat ini wajah Ellena memerah karena malu, dia tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Dia kemudian mendorong tubuh Ellena dengan lembut, mengangkat kembali wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menatap dalam-dalam kedua mata hitam Ellena.Lalu dia mencium bibir Ellena. Awalnya hanya ingin mencium karena iseng saja. Tetapi akhirnya Hanzero tidak bisa mengendalikan diri dan dia benar-benar mencium Ellena dengan serius dan dalam. Tadinya Ellena hanya pasrah saja, tetapi perlahan ciuman Hanzero terasa begitu manis dan menggetarkan hatinya. Desir-desir indah mulai menyerang nadinya dan mengalir ke seluruh tubuhnya. Perlahan Ellena pun mulai bergerak dan me
Di ujung sana dia melihat seorang pelayan wanita dan dia langsung bertanya, “Apa kamu melihat Nyonya muda kalian?”Pelayan wanita itu menoleh, menatap wajah khawatir Tuan mudanya. Dia tersenyum, kemudian berkata, “Tadi saya melihat Nyonya muda mengantar Nyonya besar ke kamarnya.”“Apa? Nyonya muda mengantar Nyonya besar ke kamarnya?” Hanzero terkejut mendengar perkataan pelayan wanita itu.“Iya benar, Tuan muda. Dan sejak masuk ke dalam kamar Nyonya besar, Nyonya muda belum keluar hingga sekarang.”Mendengar pelayan wanita mengatakan itu, Hanzero tidak bisa untuk tidak khawatir. Dia langsung berbalik tanpa berkata lagi pada pelayan wanita itu untuk pergi ke kamar ibunya. Pikirannya benar-benar tidak bisa tenang memikirkan apa yang akan dilakukan ibunya atau setidaknya apa yang akan dikatakan ibunya pada Ellena.Ibunya tidak menyukai Ellena, sudah pasti ibunya akan melakukan sesuatu untuk membuat Ellena tidak nyaman. Memikirkan hal itu Hanzero benar-benar khawatir. Dia bergegas ke kama
Ellena yang melihat itu tidak mungkin diam saja. Meskipun dia sangat sungkan dan canggung, tapi dia tetap bergerak mendekati dan menopang kedua bahu Nyonya besar.“Ibu kenapa? Apa kaki ibu sakit?” tanya Ellena dengan lembut.Nyonya besar mendongak menatap wajah Ellena sebentar kemudian menggelengkan kepalanya, “Tidak, tidak apa-apa. Pergilah ke kamarmu saja. Aku juga harus pergi ke kamarku.”Nyonya besar langsung bergerak untuk pergi, tapi lagi-lagi dia mengeluh dan merasakan sakit di lututnya.“Ibu, biar aku membantumu ke kamar dulu. Sepertinya kaki Ibu ngilu karena cuaca dingin ini.”Nyonya besar membeku. Dia sebenarnya sangat ingin melepaskan kedua tangan Ellena yang masih memegangi kedua pundaknya. Tapi entah kenapa hatinya tidak sanggup untuk melakukan hal itu. Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya dia mengangguk dengan pelan.Ellena mengantar Nyonya besar sampai ke kamarnya. Dia membantu Ibu Hanzero itu naik ke atas tempat tidur.“Ibu, aku akan membantu mengoleskan minyak telo
Jujur saja, Kimmy merasa sedih melihat gadis yang selama ini selalu dicintainya itu menderita seperti ini. Tapi dia juga tidak bisa berbuat banyak. Orang yang dicintai Intan sudah memilih wanita lain. Jika dipikir-pikir, tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini. Hanzero sudah menemukan cintanya. Sejak dulu mereka bersama-sama, semua orang juga tahu jika Hanzero memang tidak pernah menaruh ketertarikan pada Intan. Bukan Kimmy tidak pernah memberitahu Intan, tetapi gadis ini memang sangat keras kepala. Dia selalu yakin jika suatu saat Hanzero akan menaruh hati padanya.Beberapa saat kemudian, Intan terlihat membuka matanya.“Intan, bagaimana? Apa kamu merasa sangat tidak nyaman? Aku akan memanggil dokter untuk kemari agar memeriksamu,” kata Kimmy.Kimmy sudah akan berdiri untuk mengambil ponselnya, tetapi Intan langsung menahan pergelangan tangannya. “Tidak perlu, Kim. Aku baik-baik saja.”Kimmy mengerutkan alisnya. “Baik-baik saja bagaimana? Kamu demam.”“Beri saja aku obat, ini ha
Hanzero keluar dari ruang ganti setelah mengganti pakaiannya, tetapi dia tidak melihat Ellena. Dia pergi ke kamar mandi dan melihat-lihat, tetapi tetap tidak ada orang yang terlihat. Tidak hanya orangnya yang menghilang, ponselnya juga menghilang.Hanzero berpikir sejenak, mengeluarkan ponselnya, dan mengirimkan pesan teks.| Hanzero: Di mana?Tidak ingin melihatnya berganti pakaian, jadi dia takut dan bersembunyi.Ellena segera membalas. Hanzero mengaitkan bibirnya dan segera menjawab.| Ellena: Aku pergi menemui Kelvin. Sekarang masih pagi, kita keluar agak terlambat sedikit saja.| Hanzero: Baiklah, jangan terburu-buru. Bicaralah baik-baik dengannya. Hubungi aku kapan pun kalau kamu membutuhkan bantuanku.Ternyata Ellena pergi untuk menemui Kelvin. Setelah membalas pesan teks itu, Hanzero berjalan keluar dari kamar tidur dan memanggil Ryan.Ryan menyilangkan kedua tangan, berdiri di depan Hanzero dengan hormat, dan bertanya, "Tuan, apa Anda punya perintah?"Hanzero terdiam selama b
"Tidak masalah. Hanya saja, suasana hati Kelvin sedang buruk. Apa dia akan bersedia pergi keluar dengan kita? Aku masih tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang.""Karena suasana hatinya sedang buruk, dia harus jalan-jalan keluar."Setelah memasuki ruang ganti, Hanzero menggendong Ellena dan dengan lembut meletakkannya di satu sofa di samping. Lalu, dia berbalik dan berjalan ke lemari. Dia mengeluarkan satu set kemeja dan celana panjang dari dalam lemari.Ellena mengangkat kepalanya dan melihat bahwa kemeja dan celana panjang di tangan Hanzero sama-sama berwarna hitam. Dia tidak dapat menahan diri dan berceletuk, "Apa semua pakaian dan celana di dalam lemari berwarna hitam? Dan tidak ada warna lain?"Hanzero sangat suka memakai kemeja hitam dan celana panjang hitam. Ellena melihat sekilas ke dalam lemarinya sekarang dan sebagian besar yang dilihatnya adalah pakaian berwarna hitam.Meskipun Ellena juga berpikir bahwa Hanzero terlihat bagus dengan kemeja hitam dan celana panjang hitam k
Hanzero hanya ingin mempermainkan Ellena dengan kurang ajar seperti bajingan.Ellena tidak bisa berkata-kata.Tangan Ellena sangat sakit sekarang. Bahkan, rasanya sangat sakit meskipun dia hanya menggerakkan jari-jarinya saja. Saat Ellena melihat pelakunya berada di depan matanya, dia bangkit dengan sangat berani dan berkata dengan suara yang kejam, "Hanzero, kamu tidak tahu malu.""Ya, aku tidak tahu malu," Hanzero mengangguk, menunjukkan bahwa dia setuju.Di depan istri sendiri, wajah seperti apa yang Hanzero ingin tampilkan? Jika dia peduli dengan reputasinya di depan Ellena, apakah dia masih bisa menikmati kenikmatan seperti barusan? Menurut Hanzero, memikirkan reputasi dan hal semacam ini harus membedakan orang. Sedangkan, jika dia merasa malu dengan istri sendiri, itu adalah sebuah sikap yang bodoh.Ellena tidak bisa berkata-kata.Setelah Hanzero dengan senang hati mengakui bahwa dia adalah seorang bajingan dan tidak tahu malu, Ellena menyadari bahwa sepertinya tidak ada cara la
Seluruh tubuh Ellena menjadi lunak di lengan Hanzero dan seluruh tubuhnya seperti mati rasa. Da merasa hampir tersentuh. Kemampu berciuman Hanzero yang luar biasa membuat Ellena sangat pusing dan dia bertanya dengan terengah-engah, "Ha... Hadiah apa?"Ketika Ellena tidur tadi dia mengulurkan tangannya untuk menarik piyamanya karena - kepanasan. Beberapa kancing piyamanya terlepas, tetapi ia sendiri tidak menyadarinya.Saat ini, Ellena sedang berbaring di pelukan Hanzero. Begitu Hanzero menundukkan kepalanya, pria itu langsung bisa melihat kulit putih yang menyilaukan di dadanya. Ini benar-benar seperti giok yang menyilaukan, namun empuk saat dipegang. Pemandangan ini membuatnya tidak bisa melepaskan matanyaMata Hanzero menggelap dan memanas. la meraih salah satu tangan kecil Ellena, membawanya ke suatu tempat, dan berkata dengan suara serak, "Aku sudah menahannya sepanjang hari dan rasanya sangat tidak nyaman. Sayang, bisakah kamu membantu suamimu menyelesaikannya?"Ellena merasakan
Tidak lama setelah Reno mulai mendiskusikan pernikahan dengan Ellena, Salma langsung hamil. Kemudian, Ellena mengetahui tentang masalah mereka sehingga memutuskan Reno. Karena ada anaknya di kandungan Salma, Reno akhirnya bersama dengan Salma. Saat Reno memikirkan kemungkinan tertentu di dalam hatinya, ekspresi wajahnya berubah menjadi sangat buruk."Kak Reno, kamu... ada apa denganmu?" tanya Salma sambil menatap Reno dengan hati-hati. Hatinya terasa sangat gugup dan dia membatin, Kak Reno jadi seperti ini. Apakah dia... menemukan sesuatu?Reno menatap Salma dengan tatapan yang berat untuk beberapa saat. Dia perlahan-lahan mengerutkan sudut bibirnya, mengulurkan tangan dan menyentuh kepala Salma, seolah berangsur-angsur kembali bersikap normal, "Tidak apa-apa. Aku hanya merasa masih harus membawamu ke rumah sakit untuk memeriksanya, baru bisa tenang. Kalau tidak, aku akan mengkhawatirkanmu."Sekarang, jika Reno memikirkannya, Salma yang selalu mengatakan tentang masalah kehamilannya.