Beranda / Historical / Keris Darah Candramaya / 96. Mantan Maha Patih Harsa Loka

Share

96. Mantan Maha Patih Harsa Loka

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-26 00:01:05
Semua orang kembali ke ruang tamu, mereka kembali duduk bersama. Wismaya tampak masih kesal. Dia duduk bersandar di kursi dengan melipat kedua tangannya dengan wajah masam.

Aji Suteja yang merasa tidak enak hati memilih duduk berjauhan. Dia merasa canggung karena telah menyinggung hati Wismaya.

Wismaya yang tenang dan bijaksana, emosinya sering kali meledak setiap ada bahaya yang mendekati keponakannya.

Mereka berdua memang sering berbeda pendapat.

Kebo ireng mengutarakan tujuan mereka kembali ke Tanah Para Dewa. Selain berkunjung dan berterima kasih, mereka juga ingin menjalin persekutuan.

"Ada hal yang ingin kami utarakan, Tuan," ujar Kebo Ireng. Dia duduk dengan tegap dan memasang wajah serius. "Kami berniat melakukan pembrontakan," lanjutnya setengah berbisik.

Ranu Baya tertegun, dia melihat satu persatu wajah anggota Mawar Hitam dengan tanpa ekspresi. Ranu Baya tidak mengucapkan sepatah kata pun, dia hanya tersenyum tipis lalu kembali mengesap tehnya.

Melihat Ranu B
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   97. Desa Kuningan

    "Sepagi ini?" tanya Wirata dengan dahi berkerut karena merasa heran. Matahari saja baru bangun dari peraduan. Langit masih terlihat mendung dan udara juga masih lembab."Tentu! Aku akan kembali ke waringin," ujar Danumaya dengan memutar bola matanya dengan jengah. Dia merasa bosan di sini. Sebenarnya karena Candramaya dan Indrayana semakin hari semakin dekat. Apalagi ada bekas merah di leher gadis itu. Dia rasa sebentar lagi dia akan menjadi paman. Dia masih belum rela.Danumaya sebenarnya tidak habis pikir, kenapa gadis jahat dan sedingin itu bisa jatuh di pelukan pemuda bodoh seperti Indrayana. Memang apa kelebihannya di bandingkan dirinya ataupun Adhinatha.Wirata menghela nafas dengan berat, mengingat cucunya ini sangat pemarah sangat berbeda dengan ayahnya yang kalem dan tenang. "Kalau begitu hati-hati kalian."Saat Danumaya keluar rumah, terlihat ada empat orang dewasa yang sedang berbicara dengan Indrayana dan Candramaya. Dan Danumaya mengenalinya, "Romo!" batinnya."Romo ...

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Keris Darah Candramaya   98. Pengamatan Aji Suteja

    Wismaya menginjak kaki Aji Suteja dengan keras, namun wajahnya terlihat biasa saja tanpa rasa bersalah. "Hais!!!" Aji Suteja meringis lalu menoleh ke arah Wismaya dengan bingung. "Apa salahku!" batinnya. Wismaya menoleh dengan tatapan tajam dan memberi isyarat dengan menggerakkan jarinya dengan aneh. Aji Suteja yang paham mendadak kaku, rupanya dia telah salah bicara. "Kakiku kram," elaknya. Dia berbohong agar Candramaya tidak curiga. Dia tahu ambisi gadis itu sungguh mengerikan. Walaupun dia juga sama, namun sebagai orang dewasa dia tidah akan gegabah dan lebih banyak menggunakan akal sehat dari pada sekedar perasaan. Candramaya menyadari sikap aneh Wismaya dan Aji Suteja. Tiba-tiba wajah dingin gadis itu berseri dan seringai muncul di wajahnya. Melhat ekspresi wajah keponakannya membuat Wismaya berdecak lalu memijit pelipisnya yang sakit. Melihat reaksi Aji Suteja, Kebo Ireng berinisiatif untuk mengalihkan perhatian gadia itu. "Eh ... dia yang bernama Indrayana kan?" t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Keris Darah Candramaya   99. Pria Posesif

    Langkah Indrayana seketika berhenti, dia bahkan menoleh. Candramaya akhirnya juga ikut berhenti lalu bertanya dengan bingung, "Apa ada Adhinatha?" Deg!! Indrayana akhirnya tersadar, tidak seharusnya dia berhenti dan menoleh. Tapi rasanya dia sedang di panggil seseorang. Indrayana buru-buru celingak-celinguk dengan wajah bodoh seolah-olah sedang mencari seseorang. "Sepertinya tidak ada," ujarnya sambil cengengesan untuk menutupi kegugupannya. Candramaya hanya menghela nafas, lagian dia tidak perduli jika Adhinatha datang. Indrayana kembali memeluk pinggang gadis itu dengan mesra dan berjalan beriringan. Lalu diam-diam menoleh ke arah Aji Suteja yang tersenyum. Pemuda itu hanya menatap datar kearahnya. Hampir saja dia membuat kesalahan di depan Candramaya dan membuatnya curiga. Dia belum siap jika jati dirinya di ketahui oleh gadis itu. "Apa yang kakang katakan," Kebo Ireng menegur. "Aku hanya ingin memastikan," ujarnya sambil tersenyum simpul. "Kalian lihatkan! Sepertin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Keris Darah Candramaya   100. Misi Danumaya

    "Hais!!" Indrayana berdecis. Menoleh kearah sosok yang dengan lancang membuka pintu kamarnya. Untungnya mereka berdua baru pemanasan. Walaupun Indrayana sudah bertelanjang dada. "Tuan ... " panggil Kumala. Sosok itu mematung, matanya terbelaklak saat melihat adegan yang cukup dewasa. Membuat jantungnya terasa di remas. Mereka memang sepasang suami istri. Tapi Kumala tidak menyangka akan melihat adegan intim diantara mereka berdua. Bagaimana pun dia suka pemuda itu. Dan masih mengharapkannya. Candramaya terlonjak kaget saat pintu kamarnya terbuka, dia mendorong tubuh Indrayana hingga terjatuh dari ranjang. Tersungkur dengan sangat menyedihkan. "Aauuuwwww!!!" Indrayana memekik pantatnya sangat sakit. "Kamu tidak bisa mengetuk pintu," ujar Candramaya dingin. Gadis itu buru-buru merapikan pakaiannya. Wajahnya merah karena malu dan kesal secara bersamaan. Kumala menggigit bibirnya, dia juga malu dan kesal. Matanya memerah lalu reflek membanting pintu dengan tidak sopan. Bra

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Keris Darah Candramaya   101. Cerita Panjang Danumaya

    "Bagaimana bisa kamu mendapatkan ini?" tanya Wismaya, cukup penasaran. Dia tidak menyangka, putranya yang hanya suka mabuk-mabukan ini bisa di handalkan juga. Sedangkan Pemuda itu berdiri dengan angkuh. Dia merasa bangga. Danumaya menghela nafas lalu mulai bercerita dengan wajah yang serius, "Awalnya karena ada pencuri di istana Harsa Loka, jadi aku berniat untuk memanfaatkan keadaan itu untuk mengambil stempel kerajaan di kamar Gusti Adi Wijaya. Sayang beliau ada di dalam kamar dalam keadaan terjaga. Jadi mana berani aku melempar batu kecil itu. Aku takut di gantung, Romo," ungkapnya sambil tertawa kikuk. "Heh! Rupanya kamu takut mati juga," Sindir Wismaya, menatap malas pada putranya yang biasanya bersikap selayaknya jagoan. Sedangkan dia saja belum di katakan lulus. Karena telah keburu kabur dari padepokan Gagak Hitam. Untung Guru Naladhipa pemilik padepokan Gagak Hitam adalah gurunya. Dan mereka dekat, jadi dia memohon untuk di pinjamkan sebuah kitab untuk Danumaya belajar

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Keris Darah Candramaya   102. Restu Kakak Ipar

    Seno Aji Dan Kebo Ireng saling memandang lalu mereka mengangguk. Mereka memang harus selalu waspada. "Kami tidak akan berhenti apapun yang terjadi," ujar Seno Aji penuh keyakinan.Wismaya menepuk pundak Kebo Ireng, "Kalian tetap lah di sana. Kami akan segera menyusul bersama Bima Reksa.Kebo Ireng menjawab, "Baiklah!"Aji Suteja dan Wismaya mengantar Kebo Ireng dan Seno Aji keluar. Mereka berdua pergi menggunakan kuda. Saat kuda mereka melaju dan mulai tidak terlihat, Wismaya menghela nafas. Dia merasa khawatir. "Semoga tidak ada kendala," batinnya.Gulungan surat itu benar-benar harus sampai ketangan Arya Balaaditya. Karena surat itu yang akan membersihkan namanya. Candramaya kini sudah berada di kamar. Dia berdiri dan bersandar pada pintu kamar dan masih memegang keris kecil itu. Dia memutuskan untuk ikut bersama Pamannya dan mempercayainya untuk yang terakhir kali.Dia memilih percaya pada pamannya, hanya saja dia harus lebih waspada sekarang.Tubuh Indrayana menggeliat lalu mereg

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Keris Darah Candramaya   103. Susena ... Lurah Desa Kuningan

    Candramaya mengelus dadanya karena terkejut, matanya mengerjab-erjab. Dia sebenarnya sudah terbiasa menghadapi amarah kakak sepupunya yang tempramental itu. Hanya saja dia tetap kaget karena teriakan Danumaya yang menggelegar.Sedangkan Indrayana mengacungkan jempol kearah Danumaya, "Terima kasih kakak ipar," ujarnya sambil tersenyum bahagia.Danumaya hanya berdecis sinis, "Cih!!!" Pemuda itu melengos tidak suka. Dia menuju balai di depan rumah. Di mana Wismaya dan Aji Suteja berada.Kumala hanya bisa mengikuti kemauan Danumaya, karena dia sangat takut dengan pemuda yang telah menyelamatkan nyawanya. Kedua tangan Kumala saling meremas, dia hanya bisa melihat Candramaya dan Indrayana naik ke atas kuda yang sama. Candramaya duduk di depan. Tangan kanan Indrayana memegang tali pengengkang dan tangan kirinya memeluk pinggang gadis itu dengan kuat. Mereka melajukan kuda dengan pelan.Gadis itu merasa cemburu karena mereka tampak mesra dan akur.Wismaya tersenyum melihat hubungan rumah tan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Keris Darah Candramaya   104. Menonton Pertempuran

    Kebo Ireng mengedarkan pandangannya keseliling, jumlah mereka sekitar dua puluh orang. Cukup ramai. Tapi sepertinya murni perampok, terlihat dari penampilannya yang urakan.Mereka semua mendekat, "Turun! Jatuhkan senjata kalian," teriak ketua dari perampok itu.Kebo Ireng tentu turun lalu melempar pedangnya. Dia mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. Matanya melirik kearah Seno Aji, kedua mata mereka bertemu. Mereka prajurit terlatih, mereka pasti tahu jalan keluar di saat keadaan terdesak seperti ini."Gledah," perintah sang ketua. Sosok yang berdiri dengan tubuh tinggi besar.Salah satu dari mereka mendekati Kebo Ireng dan menggeledah pinggang pria berkumis tebal itu. Dia menemukan sekantong koin. "Wah berat juga ya ... sekantong penuh logam perak. Lumayan, haha ... " pria itu terkekeh saking girangnya.Sang ketua yang bernama Barja memicingkan matanya, mata elangnya tertuju pada buntelan yang ada di punggung pria berkumis itu. "Buntelan apa yang dia bawa? Cepat ambil! Siapa ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   133. Minuman Beracun

    Sudut bibir Kumala berdarah, kedua tangannya terus saja memberontak tanpa memperdulikan resikonya. Dia bahkan menangis histeris karena rasa sakit yang luar biasa. Saat pinggul Narendra terus menghujami miliknya.Pria kejam tak punya empati seperti Narendra tidak akan terpengaruh. Sekalipun Kumala menangis darah, hatinya tidak akan tergerak. Yang dia pikirkan hanya kesenangannya saja, "Diam!!" eramnya."Hiks! Hentikan Pangeran! Hiks!" gadis itu berteriak-teriak sampai suaranya serak, dia berharap belas kasihan pangeran Harsa Loka itu."Tolong! Tolong!" Kumala kembali berteriak meminta tolong, namun tidak ada siapapun yang datang menolongnya.Narendra hanya menyeringai, lalu melumat bibir gadis itu agar diam. Tubuh Kumala semakin menegang dan terasa panas.Semakin mangsanya memberontak, semakin Narendra merasa tertantang dan hilang akal. Pria itu memegang kedua tangan gadis itu dengan kuat. Dan pinggulnya terus bergerak, darah kesucian itu mengalir seiring tangisan pilu gadis itu. Naren

  • Keris Darah Candramaya   132. Pasangan Gila

    Kumala terlentang secara menyedihkan di atas ranjang, tubuhnya kaku dan gemetar hebat. Nafasnya naik turun tidak beraturan. Saat menyadari ajalnya sudah dekat. Dia tidak ingin nasibnya sama seperti gadis lain, mati setelah di hisap madunya."Tu-tunggu," ujar Kumala dengan gagap, lidahnya mendadak kelu seiring punggungnya yang terasa panas dan tegang.Pangeran Narendra yang telah kesetanan, hanya menyeringai. Dia tidak perduli dengan gadis yang sedang ketakutan dan memilih untuk melepaskan mahkotanya, lalu perhiasan yang dia kenakan juga. Namun matanya penuh dengan hawa nafsu tidak lepas dari mangsanya.Semakin mangsanya ketakutan maka akan semakin menantang."Tubuhmu sangat indah," suara deep Narendra mengalun. Kumala menelan salivanya dan merinding, dia meremas kedua tangannya, wajahnya pucat dan matanya mulai berair. Dia menyakinkan dirinya dan berusaha berpikir dengan cepat. Dia harus lepas dari tragedi ini, jika tidak hidupnya akan hancur dan berantakan."Ja-jangan!" gadis itu me

  • Keris Darah Candramaya   131. Kelinciku Yang Manis

    Bima Reksa tidak mengucapkan sepatah katapun, dia melengos dan pergi menaiki kudanya. Tentu membuat Kumala semakin bingung. Akhirnya Kumala mengambil salah satu kuda yang berjejer terikat di pohon. Dia sekilas melirik kereta kencana yang kemarin mengantarnya dengan perasaan sedih. Baru saja dia merasakan kemewahan dan sekarang dia sudah tidak punya harapan lagi. Di tepi pantai ada Ki Sentot dan Darma yang berjaga di tempat itu. Mereka tampak acuh dan dingin seolah-olah tidak perduli dengan keberadaan Kumala. Mereka hanya sibuk membakar ikan dan saling berbincang ringan. Kumala juga tidak menyapa, dia memilih mengikuti kakeknya yang terlihat marah. "Pulang! Jangan sampai Aki bersikap kasar padamu," ancam Bima Reksa tanpa menoleh sedikit pun. Kumala menghela nafas dalam-dalam dan naik ke atas kuda dengan patuh, dia bergumam, "Untuk saat ini aku patuh, Aki!" Mereka berdua melakukan perjalanan menuju desa Kuningan. Menembus gelapnya malam dan rimbunnya pepohonan. Hanya menga

  • Keris Darah Candramaya   130. Omelan Emak-emak

    "Huaaa!!!" Kumala jatuh terjerembab di dalam perahu dengan menyedihkan. Perahu yang Kumala naiki juga bergoyang-goyang di atas air. Kumala segera bangun dan menyesuaikan duduknya agar perahu bisa seimbang. Dia memegangi dua sisi perahu dan berteriak marah, "Jangan keterlaluan! Kamu ingin aku tenggelam!" Danumaya tertawa sinis sambil melempar dayung ke arah Kumala, "Cepat pergi!" Mata Kumala seketika melotot dan giginya berkertak, "Awas kamu!" "Jika lain kali kamu mendapatkan kesulitan. Aku tidak akan pernah menolongmu lagi," ujar Danumaya dengan sinis. Dia tidak seharusnya menyesal karena telah menolong seseorang. Hanya saja orang yang dia tolong ternyata orang yang tidak tahu diri. Kumala membuang muka lalu berbalik badan, sejenak dia merenung. Gadis itu menggenggam dayung kayu itu dengan erat. Dia harus melawan rasa takut yang dia rasakan. Jarak antara pulau Wijaya Kusuma dan pulau Jawa memang tidak terlalu jauh. Hanya saja dua pulau itu di pisahkan oleh sebuah lautan. Jad

  • Keris Darah Candramaya   129. Pesan Singkat Seorang Saka

    Wanita lemah lembut itu menatap ke arah Kumala yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang, matanya berkilat dengan amarah. "Pantas putraku tidak menyukaimu! Selain kasar, kamu juga tidak tahu malu. Bagaimana bisa kamu berteriak dan mengumpat di depan orang tua. Apa kamu tidak tahu adab dan sopan santun?"Kumala merasa malu, pipinya memerah dan wajahnya tertunduk. Dia kembali duduk dan berkata lirih tanpa berani menatap mata Asri Kemuning, "Maaf, Tuan Putri."Suasana menjadi hening, semua orang tertunduk dan kembali melanjutkan makannya. Berbeda dengan Candramaya yang terang-terangan menatap wajah Ibu Mertuanya. Dia merasa kagum terhadap wanita yang begitu lembut namun sangat tegas.Dia jadi teringat dengan ibunya, mereka sangat mirip.Merasa sedang diamati, Asri Kemuning ikut menatap Candramaya. Mereka saling memandang untuk beberapa detik. Hingga tatapan itu berubah menjadi tatapan canggung. Wajah Candramaya yang dingin melembut, dia tersenyum tipis. Asri Kemuning juga ikut tersen

  • Keris Darah Candramaya   128. Tamu Tak Di Undang

    Kesedihan meliputi semua orang, gadis ceria seperti Cempaka sekarang hancur karena kematian orang yang dia Cintai. Cempaka terus menangis di atas jasad Saka, cinta pertama dan mungkin cinta terakhirnya.Sebuah tangan terulur dan menyentuh pundak Cempaka yang bergetar, "Lepaskan dia, biarkan dia beristirahat dengan tenang."Cempaka mendongak dan membiarkan Indrayana dan Baladewa mengangkat jasad Saka. Cempaka memeluk tubuh Candramaya dan menangis di pelukannya."Menangislah Cempaka! Itu akan membuatmu semakin lebih baik," ucap Candramaya dengan penuh kasih sayang."Terima kasih, Adik," ujar Cempaka dengan suara parau.Memang benar kata pepatah, 'Hanya wanita yang bisa mengerti wanita.'Asri Kemuning sangat tersentuh, dia tidak menyangka gadis dengan wajah dingin itu sangat begitu lembut dan dewasa. "Mungkin ini alasan Indrayana berselingkuh dengannya. Tapi alangkah baiknya jika aku memastikannya lebih dulu," batinnya.Setelah semua mayat di kebumikan termasuk Saka. Cempaka berdiri di

  • Keris Darah Candramaya   127. Tekad Saka

    "Sebentar Romo," Candramaya berlari dan mengambil air dalam sebuah kendi besar. Ada gayung yang terbuat dari cangkang kelapa. "Ini Romo, basuh mata Romo," ujar Candramaya.Arya Balaaditya membasuh matanya, perlahan matanya terasa lebih baik dan pandangannya kembali membaik."Siapa gadis itu?" tanya Asri Kemuning. Dia tersenyum melihat perlakuan manis gadis itu. Dia kira gadis itu sangat kejam, terlihat dari wajahnya yang dingin dan galak. Apalagi saat gadis itu membunuh satu persatu para pemanah dengan keji dan sadis. Seperti pembunuh berdarah dingin.Asri Kemuning mulai semakin meragukan kata-kata Kumala.Indrayana sedang bertarung dengan Saka. Dia menyerang dengan membabi buta, Marah karena orang itu berani melukai ayahnya.Kumala semakin terdesak, dia kira Candramaya tidak ikut. Dengan begitu dia bisa membujuk Asri Kemuning untuk membujuk Putra dan suaminya.Beraninya Paman melukai Romoku!" teriak Indrayana dengan marah. Karena dia mulai kewalahan jadi Indrayana menarik cemetinya.

  • Keris Darah Candramaya   126. Pertumpahan Darah

    "Kang Mas!!" Asri Kemuning bangkit. Rasa lega dan bahagia bercampur membuatnya semakin terharu. Air mata kebahagian mengalir dari matanya yang indah. Dia hendak pergi menuju sumber suara, namun sayang Saka menghalanginya. Wajah pria itu terlihat semakin dingin, dia bahkan memberi isyarat agar Asri Kemuning kembali duduk dengan tenang.Suara riuh itu semakin kencang dan semakin mendekat. Mata Asri Kemuning semakin liar, bergerak-gerak mencari sosok yang dia kenal.Tangan Kumala bergetar, dia sedikit panik kalau kebohongannya akan terbongkar. Tapi dalam sekejab dia berusaha mengendalikan emosinya dan bersikap wajar. Asalkan mendapatkan dukungan Ibu dan Kakek Indrayana, pemuda itu pasti akan patuh.Arya Baladitya dan pasukannya yang dipimpin oleh Baladewa telah sampai di pulau Wijaya Kusuma. Indrayana, Candramaya, Cempaka dan Danumaya juga ikut bersama mereka.Perasaan Arya Balaaditya berkecambuk. Kerinduannya semakin besar dan tak terkendali lagi. Rasa ingin bertemu semakin menggebu-geb

  • Keris Darah Candramaya   125. Pulau Wijaya Kusuma

    Saat pintu terbuka mata Saka terbelaklak, dia tercengang bukan main. Bukan karena terpesona melainkan kaget dengan dandanan Kumala yang begitu mewah dan terkesan norak. Dia memakai kain sutra terbaik dan rambutnya terlihat begitu berat dan ramai dengan banyak hiasan yang terbuat dari emas. Begitu juga dengan riasannya yang begitu tebal. Dan perhiasan emas yang dia kenakan."Apa gadis ini benar-benar waras," batin Saka. Pria yang biasa selalu acuh dengan sekitar dan sibuk dengan dunianya kini teralihkan.Pemandangan itu benar-benar membuat matanya sakit."Aku sudah selesai," ujar Kumala, dia mengangkat dagunya dan berjalan lebih dulu.Ketakutan Saka saat ini bukanlah pertempuran yang mengancam hidupnya. Dia lebih takut jika perahu yang nanti mereka tumpangi terbalik dan Kumala akan tenggelam ke dasar laut akibat tubuhnya yang terlalu berat karna emas-emas yang dia kenakan.Saka naik ke atas kuda, sedangkan Kumala hanya berdiri dengan wajah masam. Gadis itu mulai bertingkah, " Apakah k

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status