Beranda / Pendekar / Keris Bunga Bangkai / 11 - Keanehan Di Bibir Pantai

Share

11 - Keanehan Di Bibir Pantai

Penulis: Rytíř
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-21 06:56:17

Panglima Adipati Labdajaya serta pasukannya tidak ikut dalam pertempuran tersebut. Mereka semua berdiam diri menjaga benteng. Terutama Mergo dan rekan-rekannya yang memang dibayar hanya untuk membantu mempertahankan benteng tersebut dari serangan musuh.

Meski kalah jumlah, 700 pasukan yang dipimpin oleh dua orang Panglima yang diutus dari pusat Kerajaan Cakradwipa nampak dominan menguasai pertempuran. Sebagian besar dari mereka adalah pasukan berkuda, sementara hampir dari 1000 pasukan musuh itu semuanya adalah infanteri kelas rendah. Tak banyak dari mereka yang berkuda karena datang dengan kapal lewat jalur laut.

Menjelang senja, mereka akhirnya berhasil memukul mundur pasukan musuh. Sebagian besar pasukan berkuda itu terus memburu mereka yang kabur hingga menuju bibir pantai. Banyak dari pasukan musuh yang melarikan diri itu dibantai selama di perjalanan.

“Kejar terus, tanamkan ketakutkan pada para

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Keris Bunga Bangkai   12 - Ambisi Adipati Labdajaya

    Dalam satu hari, Mergo dan rekan-rekannya menjadi buah bibir di Benteng Watukalis. Cerita itu pun sampai ke telinga Panglima Abimana dan Panglima Kawiswara, dua orang panglima perang yang diutus dari pusat Kerajaan Cakradwipa.“Jadi benar Kangmas Adipati Labdajaya mempekerjakan pasukan prajurit bayaran?” tanya Panglima Kawiswara di saat jamuan makan bersama para petingi pasukan lainnya.“Aku tak menyangka seorang Kangmas Adipati Labdajaya sampai berbuat sejauh itu. Apa pasukan kita tidak cukup kuat?” tanyanya sedikit bernada menyindir.“Aku hanya tidak ingin pendekar-pendekar hebat seperti mereka justru membela pihak musuh,” jawab Adipati Labdajaya.“Aku yakin cerita soal reputasinya sudah sampai di telinga pejabat-pejabat yang ada sini,” jelasnya.“Tentu, tentu saja!” jawab Panglima Abimana, membalas penjelasa

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Keris Bunga Bangkai   13 - Rangkahasa Dan Mergo

    Di sebuah padang rumput di tepi sebuah rimba, Rangkahasa bersama Yasa baru saja berhasil menangkap dua ekor rusa. Mereka menyeret masing-masing satu rusa hasil tangkapan itu menuju tepi hutan.Di pinggir hutan itu ada seorang lagi rekan mereka, Yodha, sedang berbaring di bawah sebuah pohon yang rindang. Yasa dan Rangkahasa langsung melemparkan kedua ekor rusa tersebut ke atas tubuh Yodha dan membuatnya terbangun.“Sudah, kita balik ke markas,” seru Yasa pada temannya tersebut.Yodha tersenyum hingga matanya nyaris tak kelihatan. Dia berdiri dan langsung memanggul kedua ekor rusa tersebut dan membawanya sendirian. Namun Yasa bergegas menghampiri Yodha, seperti terlupakan akan sesuatu.“Tunggu sebentar, Yodha,” serunya sebelum akhirnya memegang anak panah yang tertancap di leher rusa tersebut.Yasa meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Keris Bunga Bangkai   14 - Kekecewaan

    Orang yang selama ini membantunya bertahan hidup, dan menjadi alasan baginya untuk terus hidup, ternyata sedang mempersiapkan dirinya untuk menjadi tumbal. Sebagian dari dirinya ingin berteriak, memberontak ke arah Mergo. Namun kakinya malah membawanya keluar dari rumah tersebut. Karena sebagian besar dari dirinya masih ingin membuat Mergo bangga padanya.“Hey, kenapa denganmu?” tanya Yasa yang baru saja datang, menggoyang bahu Rangkahasa dan menyadarkan dia dari lamunannya.Rangkahasa terkejut, namun dia tak bisa bersuara. Mulutnya tersekat meski dia ingin berpura-pura menanggapi Yasa seperti biasanya.“Di mana Mergo? Ada hal penting yang ingin aku laporkan,” ujarnya sebelum memasuki rumah tersebut.Rangkahasa hanya diam saja, menoleh ke arah Yasa yang baru saja melewatinya masuk ke dalam rumah. Begitu dia melihat

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Keris Bunga Bangkai   15 - Tujuan Hidup

    Namun belum jauh dia berbelok, Rangkahasa melihat Yasa dari kejauhan berusaha menjaga jarak dari prajurit-prajurit Adipati Labdajaya. Sudah menjadi kebiasaan Yasa untuk selalu menjaga jarak sembari menembaki musuhnya satu persatu dengan panah. Namun prajurit yang mengejarnya terlalu banyak.Satu prajurit di tembaknya, puluhan prajurit lain datang mengejarnya. Dia terus mendaki bukit itu untuk menghindari mereka. Hingga akhirnya semua persediaan anak panahnya habis tak lagi tersisa setelah membunuh cukup banyak dari prajurit-prajurit tersebut.Yasa pun terpojok saat panik mencoba meraih anak panah di punggungnya yang sudah tak lagi tersisa.“Sialan, habis!” gumamnya mulai panik.Satu prajurit datang menghadang. Yasapun mengeluarkan belati dari pinggangnya, satu-satunya senjata yang tersisa. Meski dia masih bisa menusuk leher satu prajurit itu, namun tubuhnya yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Keris Bunga Bangkai   16 - Pergolakan Batin Rangkahasa

    Diapun tak bisa menyangkal bahwa Mergo jugalah yang telah menyelamatkannya, dan sempat memberinya alasan untuk tetap hidup ketika dulu dia memilih untuk menyerah. Dia semakin kebingungan tak bisa menemukan jawaban atas apa yang harus dilakukannya. “Bu, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya bergumam.“Mungkinkah saat ini aku dibutakan oleh keinginanku sendiri, meski aku sendiri tidak tahu apa yang aku inginkan?” Namun bayangan sahabat-sahabatnya itu akan tewas mengenaskan juga tak bisa hilang dari pikirannya. Meski bimbang, langkahnya tergerak untuk menuruni bukit tersebut. Ketika sampai di markas Panji Keris Bertuah, Rangkahasa melihat sudah begitu banyak prajurit yang bersimbah darah. Namun masih lebih banyak lagi prajurit-prajurit yang belum di kerahkan oleh Adipati Labdajaya. Sementara itu, beberapa rekannya sudah ada yang tewas terlihat olehnya. Rangkahasa melompat dari lereng bukit dan mendarat di salah satu atap rumah. Setelah itu dia kembali melompat, menebaskan parangnya me

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Keris Bunga Bangkai   17 - Bisikan Hasrat

    Satu orang prajurit lain datang, menendang temannya sendiri yang baru dibunuh Mergo. Hal itu membuat Mergo terpaksa melepaskan pedangnya. Dia sedikit panik namun akhirnya memungut pedang lain yang tergeletak di tanah. Tentu pedang itu tak sebagus pedang hitam damaskus kesayangannya. Namun dia tak punya banyak pilihan. Dia mulai nekat, tak lagi berpikir untuk menghemat staminanya. Itupun membuat sebagian prajurit mulai ragu mendekatinya. “Apa yang kalian takutkan?” bentak Adipati Labdajaya.“Itu hanya gertakan anjing yang terjepit. Dia pasti sudah kelelahan.”“Cepat bunuh dia!” perintahnya. Mendengar penjelasan Adipati Labdajaya itu, justru membuat para prajurit itu semakin enggan mendekati Mergo. Pikir mereka, jika memang Mergo sudah kelelahan, biarlah prajurit lain saja yang mengambil resiko untuk menyudutkannya. Anehnya, hampir semua prajurit itu memikirk

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Keris Bunga Bangkai   18 - Tetaplah Hidup

    Dia masih tak bisa mengabaikan apa yang sudah didengarkannya. Setiap kali dia teringat kata-kata Mergo itu, suara itu kembali menghasutnya untuk segera membunuh Mergo. Sementara itu Mergo semakin panik mengkhawatirkan Rangkahasa yang masih saja tak merespon panggilannya. “Rangkahasa!” teriak Mergo begitu keras, bahkan nampak mulai marah tak bisa menahan kesabarannya.“Sial, sepertinya dia benar-benar tak mendengarkanku,” gumamnya semakin panik, sementara para prajurit itu masih menyibukkannya. Sabdo mulai menyadari keanehan itu, dan tahu hal itu cukup mengganggu ketenangan Mergo. Diapun mengalihkan targetnya ke Rangkahasa, berjalan pelan ke arahnya sembari menyeringai ke arah Mergo. “Hey, Sabdo!” teriak Mergo nampak marah, mulai khawatir dengan apa yang hendak diperbuat oleh Sabdo pada Rangkahasa. Namun keti

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21
  • Keris Bunga Bangkai   19 - Kemarahan Yodha

    Di sebuah curug yang cukup tersembunyi, terdapat sebuah gua kecil yang tertutup oleh derasnya air terjun. Yasa bersama beberapa temannya sudah sampai di tempat persembunyian itu, berdiam diri di sana menunggu kedatangan sahabat yang lainnya. Satu persatu dari mereka datang. Tak seorangpun yang berkata apa-apa. Ini momen paling tragis yang pernah dialami oleh kelompok itu bahkan sejak mereka masih berprofesi sebagai perampok gunung. Seiring waktu, mereka semakin tak bisa mengendalikan diri. Sudah cukup lama tak ada lagi teman mereka yang datang. Hanya ada 9 orang di sana dibandingkan jumlah awal mereka yang hampir mencapai 30 orang. "Bagaimana ini Yasa? Apa kita kembali?" tanya seorang rekannya bernama Lindo Aji. Mereka berdua, bersama Yodha yang berbadan besar, adalah orang yang paling lama bersama Mergo. Empat orang sekawan ini yang dulu menjadi cikal bakal Pera

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-21

Bab terbaru

  • Keris Bunga Bangkai   197 - Pendekar Misterius Di Daerah Perbatasan

    Dia terlihat menggerak-gerakkan tangannya seperti mencoba memeriksa apakah tangannya sudah bisa digunakan. Sesaat kemudian, Nyi Lorong menarik tenaga dalamnya, seperti berniat menghadapi pendekar misterius itu lebih serius.Namun tiba-tiba, potongan kepala pria yang bernama Mantir itu tergeletak di dekat kakinya. Sementara tubuh si Mantir masih berdiri dengan leher seperti terbakar oleh api. Begitu juga dengan bagian leher di potongan kepala tersebut, seperti terselubung oleh api.Anehnya, tubuh tak berkepala itu masih bisa berjalan ke arah Nyi Lorong seperti mencari kepalanya. Tubuh itu memungut kepala tersebut dan kembali menempelkannya.“Apa-apaan kalian ini?” guman salah seorang pendekar misterius itu.Nyi Lorong pun mulai tertawa seperti merasa begitu senang mempermainkan kewarasan mereka.Tiba-tiba, pendekar misterius lainnya berseru memanggil temannya itu untuk menjauhi Nyi Lorong.“Lindo Aji, menjauhlah!” panggilnya. “Sudah jelas mereka adalah sebangsa siluman. Pedang biasa ta

  • Keris Bunga Bangkai   196 - Ajian Peluruh Indra

    Sementara itu, kondisi di perbatasan antara wilayah Marajaya dan Telunggung masih belum juga reda seperti yang mereka kira. Memang, Benteng Kalaweji yang dijaga oleh Panglima Danadyaksa masih terlihat aman tanpa ada gangguan. Begitu juga dengan benteng perbatasan bagian utara dari Kerajaan Telunggung. Namun hutan-hutan belantara di antara kedua benteng itu mengalami kekacauan. Para genderuwo masih berkeliaran mengusik ketenangan hutan. Mayat-mayat dari sebagian mereka juga semakin bertambah bergelimpangan di tengah hutan tersebut. Sebagian dari prajurit yang menjaga Benteng Kalaweji memang menyadari kegaduhan itu. Mereka sering melihat burung-burung ataupun kelelawar di senja haru berterbangan seperti terganggu oleh sesuatu. Namun tak satupun dari mereka yang berani untuk pergi memeriksa, dan memang Panglima Danadyaksa tak sekali pun memberikan perintah. Sekelebat bayangan bergerak cepat di atara pepohon, dan sesaat kemudian dia pun bersuara begitu keras. “Saprol! Apa kau belum jug

  • Keris Bunga Bangkai   195 - Keputusan Rangkahasa

    Namun ternyata, apa yang mereka khawatirkan sedikit meleset. Ki Bayanaka tak pernah menolak permintaan orang yang ingin belajar padanya. Yang ada, hampir semua yang ingin berguru padanya memilih berhenti karena beratnya latihan yang diberikan. Sementara itu, Rangkahasa sendiri tak pernah sekali pun meminta berguru pada orang tua tersebut. Dia hanya mendirikan sebuah gubuk sederhana di tengah-tengah hutan, sedikit agak jauh dari padepokan Ki Bayanaka. Namun tempatnya tak juga terlalu jauh agar dia selalu bisa berkunjung menemui Dharma dan Indra. Sering kali dia datang hanya untuk mengganggu teman-temannya itu. Karena sudah memilih untuk hidup mengasingkan diri, dia tak sekalipun menyia-nyiakan waktu untuk tetap bersama selagi masih ada kesempatan. Malamnya, dia selalu pergi mengasingkan diri di gubuk yang dia bangun sendiri di tengah-tengah hutan. Sesekali Dharma ikut menemaninya, tapi tak juga terlalu sering karena harus meneruskan latihannya. Panglima Tarendra sendiri pada akhirnya

  • Keris Bunga Bangkai   194 - Perpisahan

    Setelah menyelesaikan kekisruhan di kekeratonan Marajaya, Tarendra memerintahkan Bayantika untuk membawa semua prajurit khususnya untuk kembali ke pusat kekeratonan. Sementara itu, Panglima Danadyaksa tetap bertahan menjaga daerah perbatasan di Benteng Kalaweji.Panglima Adji Antharwa pun diperintahkan kembali oleh Prabu Yashaskar menjaga wilayah bagian timur. Tarendra sendiri memilih kembali ke Gunung Saringgih. Seperti yang dikatakan oleh Ki Bayanaka, dia harus kembali mengulangi ujian Tapa Adi Luhur sebelum menerima tahta kerajaan dari Prabu Yashaskar.Seperti biasanya, Ki Bayanaka sudah pergi lebih dulu di malam hari tanpa memberikan kabar seorang pun. Tinggal Tarendra sendiri yang akan melakukan perjalanan itu bersama Dharma.“Apa akan lama?” tanya Bayantika pada Tarendra.“Ditambah dengan waktu yang harus kutempuh untuk perjalanan, serta waktu untuk persiapan sebelum melakukan ujian tersebut, paling tak akan sampai dua minggu. Ujian Tapa Adi Luhur sendiri hanya berlangsung tiga

  • Keris Bunga Bangkai   193 - Melepaskan Beban

    Melihat Tarendra yang murka seperti itu, semua yang ada di ruangan itu pun langsung bereaksi.“Lihatlah! Pada akhirnya, wajah aslimu pun akhirnya keluar,” sanggah Wisanggeni.Wisanggeni pun memegangi gagang pedangnya, langsung berteriak untuk memanggil semua prajurit kekeratonan untuk segera masuk melindungi sang Prabu.Semua prajurit kekeratonan yang baru saja dipanggil masuk oleh Wisanggeni sudah memenuhi ruangan tersebut. Tarendra pun melirik ke sekelilingnya, namun tak sedikitpun raut wajahnya berubah.“Kau pikir prajurit sebanyak ini bisa menyelamatkan lehermu dari pedangku, Wisanggeni?” tanya Tarendra dengan mata berbinar tajam.“Kau lupa, Panglima Adji Antharwa juga memiliki prajuritnya di kekeratonan ini. Tak peduli seberapa hebatnya kemampuanmu, kau tak akan bisa menghentikan semuanya,” balas Wisanggeni dengan sedikit senyum getirnya.“Adji Antharwa, segera keluar dan bawa pasukanmu ke sini!” seru Wisanggeni.Namun Panglima Adji Antharwa masih diam saja di sana. Hal itu membu

  • Keris Bunga Bangkai   192 - Kudeta

    Sementara itu, Panglima Adji Antharwa yang sudah sampai di kekeratonan langsung menghadap pada Prabu Yashaskar. Tentu saja dia mendapatkan teguran, dan hilangnya nyawa ratusan prajurit pun dipermasalahkan. Di situlah isu soal penyerangan segerombolan genderuwo pun mau tak mau mencuat kepermukaan.Tentu cerita itu sulit mereka terima. Namun, Putri Tanisha yang beberapa tahun sebelumnya diserang oleh para dedemit hutan ikut menambah keruhnya suasana.“Sebetulnya, kegagalan aku dulu menyerang benteng perbatasan Telunggung juga karena munculnya dedemit hutan ke perkemahan kami. Ayahanda bisa tanyakan langsung ini nanti pada Panglima Danadyaksa, ” sahut Tanisha memotong.Sontak semua yang hadir di hadapan Prabu Yashaskar terpancing oleh keterangan Putri Tanisha. Begitu juga dengan sang Prabu sendiri.“Kenapa kamu baru cerita sekarang, Tanisha?” tanya sang Prabu.“Kalau waktu itu aku cerita, memangnya tanggapan seperti apa yang akan Ayahanda berikan padaku?” balas Putri Tanisha beretorika.

  • Keris Bunga Bangkai   191 - Perempuan Dalam Pengasingan

    Mereka meneruskan memantau area tersebut sedikit lebih jauh ke arah selatan. Memang tak terlalu banyak, namun mereka terus saja menemukan mayat-mayat genderuwo lainnya. Sementara itu, para dedemit pun sudah mulai tak ada yang datang menghampiri mereka. “Jangan bilang kalau para genderuwo ini dibunuh oleh para dedemit,” tutur Arsa sedikit berkelakar. “Mana mungkin. Kita sudah merasakan sendiri bagaimana buasnya mereka. Lagi pula, sedari tadi kita sama sekali tidak didatangi oleh para dedemit,” balas Bayantika penasaran. “Apa perlu kita telusuri lebih jauh?” tanya Rangkahasa. Namun Bayantika terlihat ragu untuk meneruskan pemeriksaan tersebut. Meski tentu dia penasaran juga. “Kita sudah terlalu jauh meninggalkan kawasan Benteng Kalaweji. Sebaiknya kita kembali dulu ke utara. Lagipula, sebentar lagi fajar akan menyingsing,” papar Senopati Bayantika. Setidaknya, Bayantika cukup yakin bahwa tidak ada tanda-tanda akan datangnya penyerangan dadakan yang akan menyerang Benteng Kalaweji.

  • Keris Bunga Bangkai   190 - Sikap Dingin Adji Antharwa

    Bayantika pun langsung menundukkan kepalanya berlagak pura-pura kikuk di depan Panglima tersebut. Sebagai seorang prajurit spesialis pengintai, dia tahu pentingnya untuk tidak terlalu menarik perhatian.“Ngomong-ngomong, apa prajurit khususmu tidak ikut denganmu?” tanya Danadyaksa.“Ada tiga orang. Mereka aku suruh bertahan di luar,” jelas Bayantika pelan sembari geleng-geleng kepala seakan berkata tidak ada.“Kalau begitu, ikutlah denganku!” ajak Danadyaksa membawa ketiga orang itu naik ke lantai dua.Mereka pun menemui Panglima Adji Antharwa yang sedari tadi masih belum menjauhkan tatapan dinginnya.“Kangmas, kebetulan Senopati Bayantika datang ke sini. Biasanya setiap ikut denganku, dia akan keluar di malam hari untuk melakukan pengintaian. Dia memang sudah sering me

  • Keris Bunga Bangkai   189 - Kembali Jadi Pengintai

    Ketika Rangkahasa sibuk melilitkan kembali pedang hitamnya dengan pita kain, Arifin datang menghampirinya dengan baju yang sudah kering juga. “Apa kau akan pergi saat ini juga?” tanya Arifin. Rangkahasa pun mengintip ke atas dan melihat matahari juga sudah hampir berada tepat di atasnya. “Katanya aku harus segera ke perkemahan prajurit saat tengah hari,” balas Rangkahasa. “Aku hanya ingin mengingatkan soal suara wanita malam itu. Aku rasa dia bukan wanita sembarangan. Sekarang sudah bisa dipastikan kalau para genderuwo itu memang ada yang menggerakkan mereka untuk menyerang Benteng Kalaweji,” papar Arifin mengingatkan. “Ya, bagaimana pun juga, mereka sudah membunuh dua orang rekan kita,” balas Rangakahasa dengan wajah sedikit murung dan tatapan yang cukup dingin. “Sebaiknya kamu tak usah berpikir untuk balas dendam dulu. Aku khawatir itu hanya akan membuat tugas Tuan Senopati menjadi sulit nantinya,” kembali temannya itu mengingatkan. Rangkahasa pun tersenyum lirih mendengarkann

DMCA.com Protection Status