Tidak seperti malam-malam sebelumnya, meski telah bekerja penuh semangat, malam itu Hera kesulitan untuk memicingkan mata. Tak ada yang memanggil Hera dengan gelar basíleia yang berarti ratu selain para dewa dan dewi di Olympus. Hal itu membuat Hera benar-benar penasaran ingin mengetahui sosok yang memanggilnya tersebut.Ia merasa gelisah karena bisikan yang didengarnya kemarin menandakan bahwa ada seseorang atau sesuatu yang mengenal siapa dirinya. Memiliki sosok yang senasib dengannya di dunia baru akan sangat membantunya menjalani keterasingan. Tapi Hera tak memungkiri kalau ia memiliki banyak musuh di hampir setiap pelosok wilayah kekuasaan Olympus. Dan, ia merasa khawatir kalau-kalau bisikan yang didengarnya kemarin datang dari salah satu musuhnya."Hera!"Sebuah suara membuatnya tersentak dan langsung terduduk di atas ranjang. Kedua matanya terbuka lebar. Ia terkejut mendapati hari telah terang. Entah kapan ia tertidur. Ia sama sekali tak bisa mengin
Hera menikmati hembusan angin meski merasa seakan-akan bisa terjatuh dari motor kapan saja. Ia berpegangan pada apa saja yang bisa diraihnya. Namun yang paling membuatnya merasa aman adalah ketika Hera berpegangan pada pinggang lelaki itu. Ia kagum bagaimana Eggy bisa menjaga keseimbangan kuda besinya. Seperti anak kecil, Hera menoleh ke kiri dan kanan mengamati setiap bangunan dan kendaraan lain yang ia lewati.Hari masih cukup pagi. Namun jalanan sudah mulai sepi karena waktu berangkatnya para karyawan kawasan industri telah terlewati. Eggy telah memasuki area perniagaan Karawang di mana jejeran toko yang memamerkan barang dagangan mereka nampak sudah mulai buka. Hera melihat setiap toko yang mereka lewati dengan kekaguman di matanya. Banyak pertanyaan muncul di kepalanya. Tapi suaranya tak mungkin mengalahkan suara berisik motor Eggy.Mereka tiba di pelataran parkir sebuah gedung kembar yang cukup tinggi dengan jembatan di atas jalan raya sebagai penghubungnya.
Hera berjalan di sebelah Caca dengan beberapa jinjingan belanjaan dalam genggaman. Mereka sudah selesai membeli pakaian, skincare, perlengkapan mandi dan keperluan yang lainnya. Caca bahkan menjelaskan fungsi setiap barang yang dibeli dengan rinci. Pembawaannya yang periang membuat Hera langsung menyukai Caca."Apa? Kau sudah menikah?" tanya Caca kaget setengah berteriak. "Memangnya berapa umurmu? Kau pastinya lebih muda dariku, Ra!"Kebiasaan manusia di dunia itu rupanya memotong nama menjadi satu suku kata. Hera mendapat pelajaran penting tentang salah satu kode etik pergaulan tersebut. Dan, tentunya Hera tak akan pernah menjawab pertanyaan Caca dengan jujur bahwa ia berumur lebih dari satu millenium. Ia tak mau dianggap gila oleh teman barunya itu."Memangnya menurutmu umurku berapa tahun?""Umm... kurasa antara dua puluh dua sampai dua puluh tiga tahun.""Dua puluh tiga," Hera mengambil angka paling besar."Kau sepuluh tahun
Delapan lelaki kekar di hadapan Hera serempak berdiri dan mengacungkan tangan. Mereka tampak bersemangat sambil sesekali melirik ke arah Hera yang masih mencerna situasi yang tengah berlangsung."Caca!" Eggy mendelik ke arah perempuan yang menyeringai penuh kemenangan itu."Sekarang kau harus melawan mereka semua, Profesor!""Profesor?" tanya Hera."Itu julukan yang diberikan pada Eggy karena dia pandai membaca gerakan lawan dan memanfaatkan peluang sekecil apapun untuk memenangkan pertarungan," jelas Caca."Kenapa kau mempertaruhkan Hera?" Eggy merasa kesal oleh akal-akalan Caca."Tidak apa-apa," tukas Hera. "Dengan begitu, aku jadi bisa tahu seberapa besar kepedulianmu padaku."Sementara Caca dan Angga tertawa, Eggy tercengang menatap Hera yang tersenyum jahil padanya. Lelaki itu tak menyangka kalau perempuan polos tersebut ternyata bisa membuatnya terpojok. Eggy akhirnya tertawa terbahak-bahak lalu mencubit pipi perem
Beberapa hari telah berlalu sejak Hera menyaksikan Eggy bertarung di Wai Gym. Seluruh warga di sekitar Moliendo Cafe sudah tahu bahwa Hera adalah adik dari Eggy. Dengan demikian, para suami yang sebelumnya telah diresahkan oleh ketampanan Eggy semakin bertambah merana karena istri mereka juga resah oleh kecantikan Hera.Seperti biasa, di lingkungan ibu-ibu, gosip beredar dari mulut ke mulut seperti bergulirnya bola salju yang semakin membesar oleh serpihan-serpihan salju yang menempel dari atas lereng gunung hingga ke lembah. Meski para wanita mengidolakan Eggy seakan lelaki itu tak punya kekurangan sedikitpun, mereka selalu mencela Hera sebagai penyebab berbagai permasalahan rumah tangga yang terjadi di lingkungan itu.Hera merasa sangat hina dan terpukul ketika buah bibir yang sudah sangat besar oleh keburukan hati para pelontarnya sampai ke telinga perempuan itu. Ia merasakan kemarahan yang luar biasa hingga ingin mengutuk semua perempuan di lingkungan itu. Namu
Perempuan yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang Hera tiba-tiba membelalakkan matanya. Dengan cepat, ia segera bangkit dan duduk tegak dengan wajah tegang menatap Hera. Perempuan itu sebetulnya cantik andaikata kulitnya tidak putih pucat seperti tak pernah terkena sinar matahari."Kau sudah siuman, Hecate?" tanya Hera seraya tersenyum.Meski tinggal di Dunia Bawah, dewi keturunan titan itu tahu kalau Hera hampir tak pernah tersenyum. Tapi kengerian yang ia rasakan jauh melampaui keheranannya. Hecate baru hendak membuka mulut mungilnya ketika pintu kamar mendadak diketuk dari luar. Rasa takut yang amat sangat terlukis jelas di wajahnya manakala Hera membuka pintu. Eggy terlihat berdiri di sana."Kau belum makan malam, Hera," ujar lelaki itu sambil menatap sang dewi dengan lembut.Hera berusaha untuk tetap bersikap dingin pada Eggy. Tapi wajahnya malah tersipu saat teringat pada kata-kata lelaki itu."Kau juga belum makan." B
Kedua mata Hecate bertatapan dengan mata Hera dan Eggy. Sekilas, sebuah pendapat muncul dalam pikiran sang dewi misteri. Hera yang berwujud manusia perempuan cantik tak hanya tampak serasi tapi juga bahagia berdampingan dengan Eggy yang berwujud manusia lelaki tampan, tinggi dan atletis itu.Tapi Hecate segera mengenyahkan pikiran tersebut. Ia tahu siapa Eggy sebenarnya. Kala terlepas dari jasad manusianya setelah bersentuhan dengan Eggy, ia ditarik oleh kekuatan yang sangat besar menembus dinding kamar Hera sesaat setelah lelaki itu meninggalkan sang ratu sendirian. Eggy memperlihatkan wujudnya yang asli pada Hecate. Dan hal tersebut membuat sang dewi Dunia Bawah merasa sangat ketakutan."Kenapa kau malah melamun, Hecate?" Pertanyaan Hera membuyarkan pikiran sang dewi."Ah, tidak," kilah Hecate yang takut dengan tatapan Eggy. "Aku hanya teringat pada Argyre setelah melihat wujud kalian berdua.""Kita memang berada di wilayah Salakanagara yang kau
Hera terkejut hingga matanya yang indah terbelalak. Namun belum sempat ia berkata apapun, terdengar bunyi pintu belakang digedor. Perempuan itu hanya bisa menatap punggung Eggy yang bergegas meninggalkan kedai. Setelah menghela napas untuk menenangkan diri, Hera pun mengikutinya ke pintu tempat ia pertama bertemu lelaki yang membuatnya jatuh cinta itu.Di ambang pintu belakang, Hera melihat sesosok pria tinggi besar berbicara serius dengan Eggy. Hera yang sebelumnya merasa agak kecewa oleh penolakan Eggy menjadi tegang melihat lelaki itu tampak gusar. Ia baru pertama kali melihat lelaki yang biasanya tersenyum itu berwajah seakan sedang marah. Bahkan saat bertarung pun, ia selalu tersenyum. Tapi pembicaraan mereka yang pelan membuat Hera tak bisa sedikit mencuri dengar."Oh! Hai, Hera! Kukira kau sudah tidur," pria tinggi besar berambut cepak itu berkata."Aku sedang berada di kedai, Angga. Dimana Caca?""Dia di rumah. Kami bukan kembar siam yang