"Aaaaaaaa!!! Mama tolong!!!"
Aku sangat terkejut sampai tidak menyadari bahwa aku telah meneriaki mamaku dengan sedikit histeris. Cepat-cepat aku menyelesaikan mandiku tanpa mempedulikan sisa-sisa sabun di tubuh sudah hilang atau belum.
Aku langsung keluar dari kamar mandi dengan badan yang hanya tertutupi oleh handuk. Sementara di luar kamar terdengar suara mama dan Mas Hanif yang menggedor pintu kamarku dengan panik.
Aku segera membuka kunci pintu dan langsung memeluk mama dengan erat. Seluruh badanku bergetar hebat, kakiku terasa lemas seperti tidak bertulang. Sambil di peluk mama, aku di bawa ke kursi kerjaku yang ada di dalam kamar. Mas Hanif memberikanku segelas minuman agar aku merasa lebih tenang.
"Kamu kenapa sayang? Kok teriak-teriak?" Tanya mama.
"Sarah lihat ada perempuan di kamar mandi mah. Dia liatin sarah sambil senyum yang serem gitu." Jawabku lemas. Mas Hanif tanpa bertanya lagi langsung beranjak ke dalam kamar mandiku untuk mengecek keadaan.
Dari dalam kamar mandi Mas Hanif berkata, "ga ada siapa-siapa disini Sar." Aku tidak memberi reaksi apapun atas ucapannya karena masih terkejut dengan kejadian barusan. Mas Hanif pun kembali menghampiriku yang sedang terduduk di kursi.
"Ga ada siapa-siapa di dalam nak. Mas mu sudah periksa barusan." Kata mama sambil mengusap-usap lembut punggungku.
Aku sudah sedikit merasa tenang karena ditemani oleh mereka berdua. Melihat aku yang belum mengenakan pakaian, maka Mas Hanif segera keluar dari kamar setelah memastikan keadaanku yang sudah baik-baik saja.
Kini hanya mama dan aku saja yang berada di kamar. Mama masih mengelus-elus punggungku dan mengingatkanku untuk segera mengenakan pakaian.
"Pakaiannya masih di kamar mandi ma. Sarah takut ambilnya." Ah sudahlah, dalam sekejap image pemberaniku di hadapan mama runtuh seketika.
Mama segera beranjak ke dalam kamar mandi untuk mengambil pakaianku dan memberikannya kepadaku. Dengan masih di temani mama, aku mangenakan pakaian dan kemudian mengepel lantai kamarku yang basah karena aku keluar terburu-buru dari kamar mandi tadi.
Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku minta izin ke mama agar diperbolehkan untuk menumpang istirahat sebentar di kamar mama dan papa. Jujur saja, masih tersisa sedikit rasa takut akibat peristiwa tadi. Mama mengizinkan dan mempersilahkan aku untuk menumpang istirahat di kamarnya.
Aku pun beranjak ke kamar kedua orang tuaku dengan masih di antar mama, "ma, nanti jam stengah 6 sore bangunin Sarah ya soalnya habis magrib Sarah mau ikut Mas Hanif ke rumah temennya."
"Iya." Mama lalu keluar dari kamar dan menuju dapur untuk menyiapkannya makan malam. Sementara di tempat aku menumpang istirahat, aku melihat keseluruhan isi kamar dan mengamatinya hingga tanpa terasa aku pun mulai tertidur dengan nyenyak.
********
"Sarah ayo bangun!" Aku tersentak dari tidur karena merasa ada seseorang yang membangunkanku dengan cara yang lumayan kasar. Aku merasakan pipiku seperti ada yang baru saja menamparnya, namun tak kulihat ada satu orang pun yang berada di dalam kamar bersamaku.
Kulihat jam yang menempel di dinding, ternyata sudah menunjukkan pukul 5.30 yang berarti sudah saatnya aku terbangun dari tidur. Aku masih mencoba untuk berpikir positif jika yang membangunkan aku barusan adalah suara mama yang berasal dari luar kamar, sementara bekas tamparan di pipi yang kurasakan ini berasal dari tanganku sendiri dengan kata lain adalah aku sedang sedikit mengigau. Perlahan mulai muncul kembali sifat diriku yang melihat segala sesuatu dengan logika.
Tidak lama kemudian aku beranjak dari tempat tidur dan segera keluar dari kamar mama. Aku menuju ke ruang keluarga untuk ikut berkumpul dengan yang lainnya. Sesampainya di sana sudah ku lihat papa dan kakakku yang sedang santai sambil menonton televisi.
"Pah, kak, Mas Hanif kemana?" Tanyaku kepada mereka. Dengan kompak mereka melihat kearahku secara bersamaan.
"Loh, kamu udah bangun dek?" Sapa kakakku yang justru tidak menjawab pertanyaanku.
"Iya barusan, Mas Hanif kemana?" Tanyaku kembali.
"Keluar sebentar katanya, paling ke minimarket depan." Jawab ayah sambil menepuk-nepuk sofa di sebelahnya yang artinya menyuruh diriku untuk duduk di sampingnya.
Aku lalu menghampiri ayah dan duduk sambil menaruh kepalaku di pundaknya. Aku memang akan berubah menjadi anak yang sangat manja jika sedang bersama ayah karena aku menjadi satu-satunya anak perempuan di keluarga ini dan kebetulan aku menjadi anak bungsu dari tiga bersaudara.
"Loh nak, kamu udah bangun? Baru aja mama mau ke kamar bangunin kamu tidur." Kata mamaku yang tiba-tiba saja muncul dari arah daput.
Aku terkejut mendengar ucapan mama sehingga akupun bertanya, "loh,bukannya mama tadi bangunin Sarah dari depan kamar?"
"Ga, dari tadi mama di dapur, ini baru selesai masak." Aku terdiam sesaat sambil memikirkan hal aneh yang terjadi saat di kamar orang tuaku tadi. Setelah di pikir-pikir memang benar jika yang membangunkan ku tadi bukan mama. Mama tidak pernah memanggilku hanya dengan sebutan nama, selalu dengan panggilan "sayang" atau "dek", sementara yang tadi membangunkanku hanya memanggilku dengan panggilan nama dan intonasi suara yang seperti orang sedang marah. Dan juga dari suaranya, suara mama terdengar lembut dan halus, sementara suara tadi yang ada di kamar terndengar serak dan agak berat. Hiiiii, sungguh saat ini tiba-tiba saja sekujur badanku menjadi merinding kembali.
Tidak lama berselang, Mas Hanif sudah sampai di rumah dan ikut berkumpul dengan keluargaku di ruang tv.
"Dek, habis magrib jalan ya." Mas Hanif mengingatkan ku kembali bahwa hari ini kami berdua akan bertemu dengan temannya yang mempunyai kemampuan lebih untuk menceritakan permasalahan kami baru-baru ini.
"Iya mas." Jawabku sambil melihat ke arah televisi.
"Kalian mau kemana? Aku ikut dong!" Ucap Kakakku yang bernama Evan menimpali obrolanku dengan Mas Hanif.
"Boleh, ikut aja ayok ke rumah temenku di deket sini."
"Makan dulu baru boleh pergi!" Perintah mamaku tanpa basa-basi.
"Oke bos!" Jawab kami bertiga serentak.
Singkat cerita, waktu makan malam pun telah kami lewati dan sekarang aku, Mas Hanif, serta Mas Evan sudah berada di dalam mobil dengan Mas Evan yang bertindak sebagai pengemudinya.
Perjalanan tidak membutuhkan waktu yang lama karena jaraknya yang berdekatan dengan rumahku. Sesampainya disana, sudah terlihat temannya Mas Hanif yang berdiri di tengah-tengah halaman rumahnya dengan posisi seperti sedang menghadang mobil kami. Setelah mobil berhenti sempurna, kami pun segera turun dan hendak menyalami teman Mas Hanif itu.
Namun, baru saja kami berjalan sebanyak dua langkah, tiba-tiba temannya Mas Hanif itu berteriak, "Berhenti kalian di situ!"
"Mas Dedi!" Terdengar dari kejauhan suara teriakan seorang wanita yang sedang memanggil nama kekasihnya. Laki-laki tersebut sedang berada di tengah-tengah sawah milik warga yang membayar jasanya untuk membantu mengurusi sawah milik warga tersebut.Laki-laki itu bernama Dedi Firmansyah. Seorang pekerja keras yang berasal dari keluarga sederhana. Parasnya tampan, dengan badannya yang tinggi tegap dan juga otot-otot lengan yang terlihat kokoh semakin menambah kesan maskulin yang ada di dalam diri lelaki tersebut.Dari kejauhan, Dedi melihat wanitanya itu sedang berjalan menuju dirinya sambil membawa rantang berisi makan siangnya. Sudah menjadi kebiasaan dari wanita tersebut yang selalu membawakan makan siang untuk calon suaminya agar tidak kelaparan saat sedang bekerja."Tumben kamu sudah dateng jam segini, Sih?" Tanya Dedi ke wanita itu yang ternyata bernama Asih.Asih hanya tersenyum sambil menjawab,
Dedi tidak menyadari bahwa ada seekor ular besar yang sedang menunggu mangsa di tengah jalan yang akan Dedi lewati. Dia terus berjalan tanpa memiliki firasat apapun bahwa sedang ada bahaya yang sedang mengintai dirinya.Tak lama lagi dia akan sampai di tujuan selanjutnya. Sawah yang berada tidak jauh dari deretan pohon-pohon pisang.Sreeettttt…Terdengar suara gesekan daun kering di tanah. Dedi pun menghentikan langkahnya dan menajamkan penglihatannya namun tidak melihat ada sesuatu yang aneh di dekatnya.Sreett.. Srettt..Sstt.. Ssttt…Suara gesekkan daun kembali berbunyi ditambah dengan suara desisan yang tentu saja langsung membuat Dedi terpaku diam di tempat. Akhirnya dia menemukan apa yang di carinya, ternyata itu seekor ular piton berukuran lumayan besar yang sedang berada di tengah-tengah jalan seolah-olah menunggu buruannya sendiri
"Syukurlah kalau begitu, akhirnya kau selamat. Kebetulan juga kau ke sini Di, aku mau menawarkan pekerjaan padamu." Kata Juragan Slamet menawarkan pekerjaan kepadaku. "Kalau boleh tau kerjaan apa, juragan?" Tanyaku. "Kamu mandorin sawahku yang ada di utara desa, luasnya kurang lebih 1 hektar. Kamu laporin kegiatan buruh di sana sama yang ngatur jam kerja mereka. Kalau tiba-tiba ada masalah di sana, kamu bisa langsung lapor ke Agus atau Fakhri, mereka tangan kananku. Nanti biar mereka yang turun tangan menyelesaikan masalahnya." Jawab Juragan Slamet menjelaskan. Jujur dari dalam hati Dedi merasa senang mendapatkan tawaran pekerjaan dari Juragan Slamet, karena kalau untuk urusan upah pekerjanya, Juragan Slamet terkenal royal dan juga suka memberi beberapa hasil panen untuk para pekerjanya sehingga kehidupan para pekerjanya sedikit terjamin. Namun di balik itu semua, Juragan Slamet terkenal juga
"Berhenti kalian di situ!" Teriakkan teman Mas Hanif mengagetkan kami bertiga.Terlihat orang itu menatap lurus ke arah kami sambil menggerakkan mulutnya seolah-olah sedang merapalkan sebuah doa atau mantra untuk mengusir sesuatu yang tidak terlihat."Kenapa Gas?" Teriakkan balasan dari Mas Hanif yang bingung melihat tingkah laku temannya itu.Namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya terlihat matanya yang masih menatap tajam ke arah tempat kami berdiri. Suasana malam yang sunyi semakin menambah kesan mencekam. Sesekali terdengar suara lolongan anjing dari kejauhan. Padahal ini masih belum terlalu larut dan jalanan menuju arah rumah temannya Mas Hanif ini masih sangat ramai dengan segala macam aktivitas manusia di sana. Tapi entah mengapa hanya di tempat ini saja tiba-tiba suasana menjadi terasa sangat menakutkan."Alhamdulillah sudah pergi. Ayo sekarang kalian masuk ke dalam dulu." Aj
"Gue akan lakukan mediasi." Bagas pun menerangkan apa yang dimaksud dengan mediasi dan menjelaskan rencana-rencana selanjutnya untuk membantu memecahkan misteri dan menghilangkan teror yang terjadi selama ini."Jadi maksud lo, salah satu dari kita harus bersedia jadi mediatornya?" Tanya Mas Evan setelah mendengarkan penjelasan dari Bagas."Iya, kalau bisa antara lo sama Hanif. Jangan Sarah, kasian soalnya. Biasanya setelah mediasi badan capek dan sakit." Jawab Bagas enteng seperti tanpa beban. Mas Evan dan Mas Hanif langsung terkejut mendengar kalimat terakhir dari Bagas. Karena ini adalah pengalaman pertama mereka bersinggungan dengan hal gaib secara langsung, maka mereka tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan setelah menjadi seorang mediator untuk makhluk astral."Lah ada efek juga setelahnya?" Tanya Mas Hanif memastikan."Iya lah, namanya badan manusia dipinjem sebentar buat diisi sama setan, na
"Sstttt, tante jangan lihat-lihat ke arah luar ya. Tante juga jangan pergi tugas besok, udah di rumah aja." Katanya dengan mimik muka yang terlihat seperti orang ketakutan.Aku terdiam sambil menatap anak itu yang ternyata adalah seorang anak laki-laki dengan paras yang tampan. Namun, selain mimik mukanya yang terlihat seperti sedang takut akan suatu hal, kulihat juga bahwa wajah anak tersebut sangat pucat seperti orang yang sedang sakit."Hai, siapa nama kamu? Orang tua kamu kemana?" Tanyaku dengan ramah."Aku Aldi. Orang tua ku ada di luar sana, lagi berdiri di bawah pohon besar samping mobil itu." Jawabnya sambil menunjuk ke arah mobil yang ternyata itu adalah mobil kami bertiga.Aku melihat ke arah sana, dan tidak melihat siapapun yang berdiri di bawah pohon besar itu."Gak ada siapa-siapa dek di sana." Kataku kembali."Ada kok tante, mama papa ku lagi li
"Nak, bangun udah jam 5 subuh, sholat dulu!" Terdengar suara papa membangunkan diriku yang sedang tertidur dengan sangat pulas karena baru sempat tertidur selama dua jam."Iya pa, udah bangun ini." Jawabku dengan merenggangkan otot-otot di sekujur tubuhku. Aku lalu beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan setelah itu melakukan sholat subuh.Sholat wajib dua rakaat telah aku tunaikan dan kembali aku duduk di atas kasur untuk mengecek kembali beberapa barang bawaan yang akan aku bawa dalam perjalanan tugas hari ini.Setelah beberapa kejadian aneh tadi malam di restoran cepat saji dan hanya diriku saja yang mengalaminya, pagi ini aku merasa perasaanku sedikit rileks karena tidak mengalami mimpi apapun di dalam tidurku, sehingga walaupun hanya sempat tertidur selama dua jam saja, aku tetap merasa nyaman dengan diriku sendiri.Selesai mengecek beberapa barang bawaan, aku
Kediaman Kakek dan Nenek…"Kamu ngapain dateng ke sini? Ayo pergi sekarang, nanti takut suamiku lihat." Usir Nenek Kemala dengan sedikit kasar kepada tamunya."Kamu gak kangen denganku, Kemala?" Tanya laki-laki tersebut sambil tersenyum smirk.Penampilannya masih terlihat gagah di usia nya yang sebaya dengan Kakek Dedi meskipun mukanya tidak lebih tampan dari kakek, tapi tetap saja masih bisa dikategorikan sebagai lelaki yang mempunyai wajah cukup tampan."Kangen kamu? Jangan mimpi kamu!" Jawab Nenek Kemala dengan sinis."Hahahaha, kamu masih belum berubah juga ternyata Kemala. Ingat, aku masih memegang semua rahasia kelam mu selama ini." Ancaman dari laki-laki itu tentu saja membuat Nenek Kemala menjadi kelabakan. Dia tidak ingin rahasia yang selama ini disimpannya rapat-rapat menjadi terbongkar karena pria yang ada di hadapannya saat ini."Jangan kur
Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut
“Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke
Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.
Bagas mendengarkan cerita Hanif sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya.“Gue akhirnya masuk ke dalam rumah, tapi gue berhenti dulu di dapur buat ambil minum. Nah, ini yang bagian epic nya, Si Mbok tiba-tiba dateng dari arah dalem rumah dong dan dia manggil gue, nyuruh supaya gue ke depan rumah buat kumpul sama yang lainnya. Gila gak tuh? Padahal baru aja Mbok itu nyamperin gue ke gudang dan dan dia yang bilang mau nutup pintu gudangnya! Gue bener-bener syok, langsung nengok ke arah gudang dan pintunya emang udah ke kunci lagi. Gue sampai nanyain makanan kesukaan gue buat mastiin kalau yang di depan gue Si Mbok yang asli.”Hanif akhirnya menyelesaikan ceritanya yang lumayan panjang itu dan Bagas memberikan sebuah pernyataan singkat yang cukup membuat Hanif terkejut.“Yang duduk di ayunan tadi, itu makhluk halus yang menyerupai Si Mbok di gudang.”“Hah? Serius lo?”“Iya, dia baik tau mau ngel
“Saya ceritain tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya, Mbok.”Hanif kemudian menceritakan kejadian yang baru saja dia alami tadi ke Si Mbok. Mbok yang mendengar ceritanya pun bergidik ngeri, antara percaya tidak percaya dengan pengalaman mistis yang di alami oleh Hanif.“Hii, beneran itu mas? Mbok jadi merinding ini dengernya,” kata Si Mbok sambil mengelus-ngelus lengan tangannya sendiri.“Beneran, Mbok. Yang bikin Hanif tambah merinding ya, setan lainnya tiba-tiba dateng tapi wujudnya persis Mbok, nyuruh saya pergi dari gudang terus katanya biar dia aja yang nutupin pintu gudangnya. Terus akhirnya saya masuk ke dapur sini ambil minum, lah kok tiba-tiba Mbok dateng lagi dari arah depan rumah dan bilang kalau saya di cariin sama mama di depan. Syok lah saya lihatnya.”“Duh, Mbok kok jadi takut gini ya. Kok itu setan milih menyerupai Mbok sih bukannya yang lain aja yang lebih mudaan sedikit?”“Lah
Tring… tring…Terdengar bunyi pesan masuk dari handphone yang sedang Hanif pegang. Dia segera membuka pesan tersebut dan ternyata itu berasal dari Bagas, teman yang disebutnya sebagai titisan indigo.Bagas: Weiiii, diem-diem aja gak ada kabar, bro!Hanif tersenyum membaca pesan itu, dan dia pun membalas.Hanif: Weiiii, bro! Di rumah aja ini, masih belum tenang ninggalin nenek gue.Ddrttt… ddrttt… ddrttt…Getaran handphone milik Hanif menandakan bahwa ada seseorang yang sedang menghubunginya saat ini. Hanif segera mengambil handphone dan menatap layar nya sekilas, terlihat nama "Bagas" sebagai penanda manusia yang sedang melakukan panggilan dengan nya."Hallo, Gas?" Sapa Hanif begitu menangkat teleponnya.Assalamualaikum, Nif. Gimana masih di kampung?"Masih ini,