Pagi ini aku terbangun dari tidur dengan badan yang terasa sedikit lebih lemas karena tidurku yang kurang nyenyak semalam. Sebenarnya aku masih enggan untuk beranjak dari kasur, masih ingin melanjutkan tidur kembali sampai siang nanti, namun mengingat jika jam 9 pagi nanti aku harus segera pulang ke rumah orang tuaku di ibu kota, jadi mau tidak mau aku harus segera membersihkan diriku ini agar menjadi segar kembali.
Air mandi yang dingin memang sukses membuat mata dan badanku menjadi lebih segar. Tidak butuh waktu lama (karena sudah di kejar oleh waktu), aku segera menyelesaikan ritual mandiku hanya dalam waktu 10 menit. Selesai mandi dan berpakaian, aku lalu keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan untuk sarapan. Hanya terlihat kakek dan Mas Hanif saja yang sedang sarapan di meja makan. Sementara keberadaan nenek saat ku tanyakan kepada kakek, ternyata sedang pergi ke luar desa untuk menemui kerabatnya karena ada urusan yang penting.
"Dek, jadi berangkat habis ini?" Tanya Mas Hanif.
"Jadi mas, selesai sarapan aku langsung masukin tas ke mobil terus kita berangkat."
"Kamu mau di kota berapa lama Nif?" Tanya kakek ke Mas Hanif.
"Sehari doang kek, besok juga udah pulang." Jawab Mas Hanif.
Setelah semua selesai sarapan. Aku langsung mengambil barang-barangku untuk ku taruh ke dalam mobil Mas Hanif. Aku lalu mencari Si Mbok dan Pak Slamet untuk berpamitan. Selesai berpamitan ke mereka, aku segera menghampiri kakek dan Mas Hanif yang sudah menungguku di teras rumah. "Hati-hati di jalan nduk. Salam buat mama papamu. Besok kerjanya yang benar, tugas dari kantor benar-benar di kerjakan dengan sebaik mungkin." Nasihat kakek kepadaku sebelum aku pergi dari rumahnya.
"Iya kek, terima kasih. Oh ya kek, nenek masih lama ya perginya? Sarah mau pamit sekarang nih biar ga kemaleman sampai rumah."
"Kamu berangkat sekarang aja ga usah nunggu nenek. Gak tau nenekmu pulang jam berapa tadi kakek ga tanya. Nanti kakek yang pamitin ke nenek."
"Hmm, yaudah kek kalau gitu Sarah pamit sekarang ya. Assalamualaikum kek." Aku lalu mencium punggung tangan kakek dan segera masuk ke dalam mobil. Mas Hanif sudah siap di balik kemudi mobilnya. Tidak lama kemudian, kami pun meninggalkan halaman rumah kakek.
Perjalanan dari desa tempat tinggal kakek ke rumahku di ibu kota dengan mengendarai mobil memang membutuhkan waktu yang lumayan panjang. Untung saja, ini belum masuk akhir pekan jadi jalanan bisa terbebas dari kemacetan. Sepanjang perjalanan kami isi dengan mengobrol dan mendengarkan lagu yang diputar di radio mobil.
"Gimana mas, udah dapet petunjuk belum sama masalah yang kita obrolin kemarin?" Tanyaku sambil membuka obrolan ke Mas Hanif.
"Belum dapet petunjuk apa-apa dek. Semuanya buntu."
"Hfft, masalah suara misterius belum selesai, sekarang ada lagi masalah mimpi aneh. Ada apa ya mas sebenarnya?"
"Hmm, kamu tau ga kenapa mas mau ikut kamu ke kota sekarang?"
"Gak tau, Mas Hanif kan belum cerita apa-apa ke Sarah."
"Hahaha, emang sengaja mas belum mau cerita. Jadi, mas itu dari kemarin mau janji ketemuan sama temennya mas. Rumahnya ga jauh dari tempatmu."
"Oh ya? Siapa mas? Tetangga Sarah maksudnya?"
"Bukan di daerah rumahmu. Tapi ga jauh dari sana, beda nama jalan dari tempatmu."
"Emang temennya Mas Hanif kerjanya apa sampai Mas Hanif minta tolong ke dia? Dukun?"
"Bukan, dia pekerja kantoran biasa tapi sedikit ngerti sama hal-hal gaib gitu."
Aku mendengarkan penjelasan dari Mas Hanif tentang temannya tersebut. Aku masih tak habis pikir, mengapa masalah seperti ini (yang menjurus ke masalah gaib seperti maksud Mas Hanif), menjadi semakin pelik sampai-sampai harus meminta bantuan kepada orang yang mempunyai kemampuan khusus untuk membantu mengatasi masalah tersebut.
"Sarah mau ikut ke rumah temennya mas boleh ga?" Tanyaku kepada Mas Hanif.
"Boleh kalau kamu ga kecapekan." Pembicaraan di dalam mobil pun berhenti sampai di sini. Di sisa waktu perjalanan ku habiskan hanya dengan memejamkan mata. Tidak sampai tertidur pulas, namun cukup untuk membuat mataku beristirahat dengan nyaman. Sesekali kami mampir ke SPBU untuk mampir ke wc umum dan membeli beberapa cemilan di minimarket yang ada di sana.
Tak terasa sebentar lagi kami akan sampai di kota tempatku tinggal. Kota yang terkenal tidak pernah "tidur" karena selalu saja ada aktivitas dari orang-orang yang bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kurang lebih 1 jam lagi kami akan sampai di rumah orang tuaku. Kulihat Mas Hanif masih fokus menyetir mobilnya. Aku lalu memainkan handphoneku sambil mengecek beberapa email kerjaan. Saat sedang melihat handphone, tiba-tiba saja Mas Hanif menginjak rem mobil secara mendadak.
Ciiitttttttttt…
"Astaghfirullah! Kenapa mas?" Tanyaku dengan terkejut. Tak kulihat ada sesuatu hal yang mencurigakan dari luar mobil. Namun, terlihat sekali ekspresi terkejut di wajah Mas Hanif.
"Tadi mas lihat ada perempuan berdiri di tengah jalan, kepalanya berdarah-darah gitu." Jawab Mas Hanif masih dengan ekspresi yang sama.
"Sarah ga lihat ada orang di situ mas. Mas Hanif jangan nakutin Sarah deh."
"Beneran Sar, tadi jelas banget ada perempuan di situ makanya mas langsung rem mendadak. Tapi tiba-tiba kok ga ada ya? Kemana perginya?"
"Halusinasi mas aja kali, Mas Hanif kecapean nyetir. Yaudah sekarang lanjut jalan lagi mas, jangan lupa baca Bismillah."
Dengan mengucapkan Basmalah, Mas Hanif mulai menyetir kembali sambil sesekali melirik ke arah kanan dan kiri seolah-olah sedang mencari sesuatu.
Tanpa disadari, akupun ikut merasakan hawa yang cukup membuat bulu di sekujur tubuhku merinding. Entah mengapa, tiba-tiba aku merasakan bahwa ada sesuatu yang sedang mengamati kami dari kejauhan.
Tidak lama kemudian akhirnya kami sampai dengan selamat di rumah orang tuaku. Hanya mama yang menyambut kedatangan kami karena papa dan kakakku masih berada di kantornya masing-masing. Aku merasa sangat lelah karena telah menempuh perjalanan yang panjang, begitupun dengan Mas Hanif.
Mama langsung menyuruh kami untuk makan sore dan setelah itu beristirahat di dalam kamar. Mas Hanif menempati kamar tamu yang berada di sebelah kamarku.
Tidak lama setelah makan sore, aku segera masuk ke dalam kamar untuk membersihkan tubuhku yang sudah terasa sangat lengket karena keringat. Ku bongkar isi koperku yang tidak terlalu besar ini untuk mengeluarkan pakaian bersih yang akan aku pakai setelah mandi.
Aku lalu masuk ke dalam kamar mandi di dalam kamarku dan langsung menyalakan shower. Air dari pancuran shower terasa sangat segar membasahi badanku. Aku menyabuni badanku sekaligus memberi shampo pada rambut. Sedang asyiknya membersihkan tubuh, tanpa sengaja aku melihat pantulan seorang perempuan di dalam kamar mandi yang sedang melihatku dengan tatapan tajam sambil tersenyum menyeringai.
"Aaaaaaaa!!! Mama tolong!!!"Aku sangat terkejut sampai tidak menyadari bahwa aku telah meneriaki mamaku dengan sedikit histeris. Cepat-cepat aku menyelesaikan mandiku tanpa mempedulikan sisa-sisa sabun di tubuh sudah hilang atau belum.Aku langsung keluar dari kamar mandi dengan badan yang hanya tertutupi oleh handuk. Sementara di luar kamar terdengar suara mama dan Mas Hanif yang menggedor pintu kamarku dengan panik.Aku segera membuka kunci pintu dan langsung memeluk mama dengan erat. Seluruh badanku bergetar hebat, kakiku terasa lemas seperti tidak bertulang. Sambil di peluk mama, aku di bawa ke kursi kerjaku yang ada di dalam kamar. Mas Hanif memberikanku segelas minuman agar aku merasa lebih tenang."Kamu kenapa sayang? Kok teriak-teriak?" Tanya mama."Sarah lihat ada perempuan di kamar mandi mah. Dia liatin sarah sambil senyum yang serem gitu." Jawabku lemas. Mas Hanif tan
"Mas Dedi!" Terdengar dari kejauhan suara teriakan seorang wanita yang sedang memanggil nama kekasihnya. Laki-laki tersebut sedang berada di tengah-tengah sawah milik warga yang membayar jasanya untuk membantu mengurusi sawah milik warga tersebut.Laki-laki itu bernama Dedi Firmansyah. Seorang pekerja keras yang berasal dari keluarga sederhana. Parasnya tampan, dengan badannya yang tinggi tegap dan juga otot-otot lengan yang terlihat kokoh semakin menambah kesan maskulin yang ada di dalam diri lelaki tersebut.Dari kejauhan, Dedi melihat wanitanya itu sedang berjalan menuju dirinya sambil membawa rantang berisi makan siangnya. Sudah menjadi kebiasaan dari wanita tersebut yang selalu membawakan makan siang untuk calon suaminya agar tidak kelaparan saat sedang bekerja."Tumben kamu sudah dateng jam segini, Sih?" Tanya Dedi ke wanita itu yang ternyata bernama Asih.Asih hanya tersenyum sambil menjawab,
Dedi tidak menyadari bahwa ada seekor ular besar yang sedang menunggu mangsa di tengah jalan yang akan Dedi lewati. Dia terus berjalan tanpa memiliki firasat apapun bahwa sedang ada bahaya yang sedang mengintai dirinya.Tak lama lagi dia akan sampai di tujuan selanjutnya. Sawah yang berada tidak jauh dari deretan pohon-pohon pisang.Sreeettttt…Terdengar suara gesekan daun kering di tanah. Dedi pun menghentikan langkahnya dan menajamkan penglihatannya namun tidak melihat ada sesuatu yang aneh di dekatnya.Sreett.. Srettt..Sstt.. Ssttt…Suara gesekkan daun kembali berbunyi ditambah dengan suara desisan yang tentu saja langsung membuat Dedi terpaku diam di tempat. Akhirnya dia menemukan apa yang di carinya, ternyata itu seekor ular piton berukuran lumayan besar yang sedang berada di tengah-tengah jalan seolah-olah menunggu buruannya sendiri
"Syukurlah kalau begitu, akhirnya kau selamat. Kebetulan juga kau ke sini Di, aku mau menawarkan pekerjaan padamu." Kata Juragan Slamet menawarkan pekerjaan kepadaku. "Kalau boleh tau kerjaan apa, juragan?" Tanyaku. "Kamu mandorin sawahku yang ada di utara desa, luasnya kurang lebih 1 hektar. Kamu laporin kegiatan buruh di sana sama yang ngatur jam kerja mereka. Kalau tiba-tiba ada masalah di sana, kamu bisa langsung lapor ke Agus atau Fakhri, mereka tangan kananku. Nanti biar mereka yang turun tangan menyelesaikan masalahnya." Jawab Juragan Slamet menjelaskan. Jujur dari dalam hati Dedi merasa senang mendapatkan tawaran pekerjaan dari Juragan Slamet, karena kalau untuk urusan upah pekerjanya, Juragan Slamet terkenal royal dan juga suka memberi beberapa hasil panen untuk para pekerjanya sehingga kehidupan para pekerjanya sedikit terjamin. Namun di balik itu semua, Juragan Slamet terkenal juga
"Berhenti kalian di situ!" Teriakkan teman Mas Hanif mengagetkan kami bertiga.Terlihat orang itu menatap lurus ke arah kami sambil menggerakkan mulutnya seolah-olah sedang merapalkan sebuah doa atau mantra untuk mengusir sesuatu yang tidak terlihat."Kenapa Gas?" Teriakkan balasan dari Mas Hanif yang bingung melihat tingkah laku temannya itu.Namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, hanya terlihat matanya yang masih menatap tajam ke arah tempat kami berdiri. Suasana malam yang sunyi semakin menambah kesan mencekam. Sesekali terdengar suara lolongan anjing dari kejauhan. Padahal ini masih belum terlalu larut dan jalanan menuju arah rumah temannya Mas Hanif ini masih sangat ramai dengan segala macam aktivitas manusia di sana. Tapi entah mengapa hanya di tempat ini saja tiba-tiba suasana menjadi terasa sangat menakutkan."Alhamdulillah sudah pergi. Ayo sekarang kalian masuk ke dalam dulu." Aj
"Gue akan lakukan mediasi." Bagas pun menerangkan apa yang dimaksud dengan mediasi dan menjelaskan rencana-rencana selanjutnya untuk membantu memecahkan misteri dan menghilangkan teror yang terjadi selama ini."Jadi maksud lo, salah satu dari kita harus bersedia jadi mediatornya?" Tanya Mas Evan setelah mendengarkan penjelasan dari Bagas."Iya, kalau bisa antara lo sama Hanif. Jangan Sarah, kasian soalnya. Biasanya setelah mediasi badan capek dan sakit." Jawab Bagas enteng seperti tanpa beban. Mas Evan dan Mas Hanif langsung terkejut mendengar kalimat terakhir dari Bagas. Karena ini adalah pengalaman pertama mereka bersinggungan dengan hal gaib secara langsung, maka mereka tidak mengetahui dampak yang ditimbulkan setelah menjadi seorang mediator untuk makhluk astral."Lah ada efek juga setelahnya?" Tanya Mas Hanif memastikan."Iya lah, namanya badan manusia dipinjem sebentar buat diisi sama setan, na
"Sstttt, tante jangan lihat-lihat ke arah luar ya. Tante juga jangan pergi tugas besok, udah di rumah aja." Katanya dengan mimik muka yang terlihat seperti orang ketakutan.Aku terdiam sambil menatap anak itu yang ternyata adalah seorang anak laki-laki dengan paras yang tampan. Namun, selain mimik mukanya yang terlihat seperti sedang takut akan suatu hal, kulihat juga bahwa wajah anak tersebut sangat pucat seperti orang yang sedang sakit."Hai, siapa nama kamu? Orang tua kamu kemana?" Tanyaku dengan ramah."Aku Aldi. Orang tua ku ada di luar sana, lagi berdiri di bawah pohon besar samping mobil itu." Jawabnya sambil menunjuk ke arah mobil yang ternyata itu adalah mobil kami bertiga.Aku melihat ke arah sana, dan tidak melihat siapapun yang berdiri di bawah pohon besar itu."Gak ada siapa-siapa dek di sana." Kataku kembali."Ada kok tante, mama papa ku lagi li
"Nak, bangun udah jam 5 subuh, sholat dulu!" Terdengar suara papa membangunkan diriku yang sedang tertidur dengan sangat pulas karena baru sempat tertidur selama dua jam."Iya pa, udah bangun ini." Jawabku dengan merenggangkan otot-otot di sekujur tubuhku. Aku lalu beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu dan setelah itu melakukan sholat subuh.Sholat wajib dua rakaat telah aku tunaikan dan kembali aku duduk di atas kasur untuk mengecek kembali beberapa barang bawaan yang akan aku bawa dalam perjalanan tugas hari ini.Setelah beberapa kejadian aneh tadi malam di restoran cepat saji dan hanya diriku saja yang mengalaminya, pagi ini aku merasa perasaanku sedikit rileks karena tidak mengalami mimpi apapun di dalam tidurku, sehingga walaupun hanya sempat tertidur selama dua jam saja, aku tetap merasa nyaman dengan diriku sendiri.Selesai mengecek beberapa barang bawaan, aku
Kemala terlihat begitu mengenaskan. Duduk di lantai kamar dengan pandangan mata yang kosong. “Bu,” sekali lagi Anita memanggil nama Kemala, bermaksud untuk menanyakan keadaannya, namun tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Kemala.Dedi pun akhirnya menghampiri Kemala, berjalan dengan perlahan-lahan karena takut terkena pecahan kaca dari meja rias. Dedi kini berjongkok di hadapan Kemala dan bertanya, “kamu kenapa lagi?”Memang terkesan kasar saat seorang suami menanyakan keadaan istrinya seperti itu, tapi memang begitulah sikap Dedi sehari-hari kepada Kemala, tidak pernah basa basi dan langsung kepada intinya.Mendengar suara Dedi, secara perlahan Kemala mulai menunjukkan reaksinya. Kemala menatap wajah suaminya terlebih dahulu, dan tak lama kemudian tiba-tiba saja dia menangis sendu sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah meja rias.“Tadi Asih ada di situ, mas.”“Asih? Siapa Asih?” terdenga
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
“Sarah?” Andre terkejut begitu mengetahui bahwa di belakangnya telah ada sosok Sarah, kekasihnya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Sarah. “kamu udah lama di sini? Kenapa gak ngabarin aku?” Andre berusaha tetap terlihat tenang di hadapan Sarah walaupun sebenarnya di dalam hatinya dia khawatir jika Sarah akan berfikir yang tidak-tidak mengenai dirinya yang sedang bersama wanita lain.“Aku udah dari tadi ada di sini, maksudnya mau ngasih kamu suprise. Ngomong-ngomong dia siapa, Ndre?” tanya Sarah.“Ah, iya sebentar aku kenalin dulu. Anggun, kesini!”Anggun berjalan menuju Sarah dan Andre dengan langkahnya yang di buat seanggun mungkin. Dengan perasaan yang tidak menentu, dia akhirnya berhadapan langsung dengan Sarah setelah selama ini dia hanya mencari tahu sosok sarah –gadis yang berhasil mengalihkan perasaan Andre darinya- lewat media sosial.“Anggun, kenalin ini pacarku Sarah. Sarah, ini Ang
Siang itu udara terasa sangat panas, sepanas hati seorang laki-laki setengah baya yang sedang berdiri di jendela menatap hamparan kebun buah yang mengelilingi rumah mungilnya yang berada di tengah-tengah perkebunan.Perawakannya tinggi besar dengan wajah yang masih bisa dibilang awet muda untuk usianya saat ini. Lelaki tua itu bernama Anton, sosok yang mendatangi Rumah Kemala secara tiba-tiba dan mengancam akan menyebarkan rahasia Kemala kepada Dedi.“Kamu terlalu meremehkanku, Kemala. Lihat saja, aku akan menuntut kembali apapun yang sudah menjadi hakku, bahkan jika itu harus menyingkirkan dirimu dan membuat diriku masuk ke dalam penjara!” dengan tersenyum smirk, Anton membalikkan tubuhnya dan duduk di kursi tua kesayangannya. Tak lupa dia menyalakan televisi tabung untuk sekedar melihat-lihat berita yang sedang ramai di perbincangkan oleh masyarakat saat ini.“Ayah?” terdengar suara seorang wanita yang memanggil Anton dengan sebut
“Ampuuunnnnn, maafkan aku Asih! Jangan ganggu aku lagi!”“Kau harus merasakan pembalasanku, dasar wanita biadab! Ha ha ha ha.”“Tidak! Kau sudah mati, Asih! Kau tidak akan bisa menyentuhku!”“Ha ha ha ha, kau akan segera merasakan pembalasan keji dariku!”“Tidaaaakkk! Tolooooong!”“Nek, nenek bangun, nek!” Terdengar suara Evan yang berusaha membangunkan neneknya dari mimpi buruk yang sedang menimpanya.“Hah? Aku di mana?” Tanya Nenek Kemala.“Nenek ada di dalam kamar nenek.”“Syukurlah. Nenek pikir setan itu sudah membawa nenek pergi jauh.”“Setan apa nek? Nenek mimpi apa sampai teriak-teriak histeris gitu?”“Nenek mimpi seram, Van. Ada perempuan jahat yang mau melukai nenek, bahkan mau membunuh nenek, nenek takut sekali, huhuhu,” kata Kemala dengan menunjukkan ekspresi yang sangat ke
Aku sedikit terkejut saat menyentuhnya dan bertanya apakah beliau sedang sakit? Tapi tidak ada tanggapan sama sekali dari mama. Malah mama langsung meninggalkanku begitu saja dan berjalan cepat menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan sedikit membanting.Aku terkejut karena tidak biasanya mama bersikap seperti itu, selama ini mama terkenal sebagai wanita yang lemah lembut hatinya. Aku memutuskan untuk mendiaminya terlebih dahulu karena kupikir mama sedang ada masalah dan belum mau masalahnya itu di ketahui oleh anaknya, maka saat itu aku langsung menuju kamarku dan mengistirahatkan tubuhku sampai akhirnya aku tertidur lumayan lama dan terbangun menjelang magrib seperti saat ini.“Pa? Papa?”, teriakku memanggil papa. Rasa takut sudah mulai menyerangku saat ini.“Mas Evan? Mas Ivan?”, kali ini gantian aku meneriakkan dua nama kakak kembarku itu.Tetap tidak terdengar satupun sautan atau jawaban dari anggota keluargaku di rumah ini.
Bagas mendengarkan cerita Hanif sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepalanya.“Gue akhirnya masuk ke dalam rumah, tapi gue berhenti dulu di dapur buat ambil minum. Nah, ini yang bagian epic nya, Si Mbok tiba-tiba dateng dari arah dalem rumah dong dan dia manggil gue, nyuruh supaya gue ke depan rumah buat kumpul sama yang lainnya. Gila gak tuh? Padahal baru aja Mbok itu nyamperin gue ke gudang dan dan dia yang bilang mau nutup pintu gudangnya! Gue bener-bener syok, langsung nengok ke arah gudang dan pintunya emang udah ke kunci lagi. Gue sampai nanyain makanan kesukaan gue buat mastiin kalau yang di depan gue Si Mbok yang asli.”Hanif akhirnya menyelesaikan ceritanya yang lumayan panjang itu dan Bagas memberikan sebuah pernyataan singkat yang cukup membuat Hanif terkejut.“Yang duduk di ayunan tadi, itu makhluk halus yang menyerupai Si Mbok di gudang.”“Hah? Serius lo?”“Iya, dia baik tau mau ngel
“Saya ceritain tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya, Mbok.”Hanif kemudian menceritakan kejadian yang baru saja dia alami tadi ke Si Mbok. Mbok yang mendengar ceritanya pun bergidik ngeri, antara percaya tidak percaya dengan pengalaman mistis yang di alami oleh Hanif.“Hii, beneran itu mas? Mbok jadi merinding ini dengernya,” kata Si Mbok sambil mengelus-ngelus lengan tangannya sendiri.“Beneran, Mbok. Yang bikin Hanif tambah merinding ya, setan lainnya tiba-tiba dateng tapi wujudnya persis Mbok, nyuruh saya pergi dari gudang terus katanya biar dia aja yang nutupin pintu gudangnya. Terus akhirnya saya masuk ke dapur sini ambil minum, lah kok tiba-tiba Mbok dateng lagi dari arah depan rumah dan bilang kalau saya di cariin sama mama di depan. Syok lah saya lihatnya.”“Duh, Mbok kok jadi takut gini ya. Kok itu setan milih menyerupai Mbok sih bukannya yang lain aja yang lebih mudaan sedikit?”“Lah
Tring… tring…Terdengar bunyi pesan masuk dari handphone yang sedang Hanif pegang. Dia segera membuka pesan tersebut dan ternyata itu berasal dari Bagas, teman yang disebutnya sebagai titisan indigo.Bagas: Weiiii, diem-diem aja gak ada kabar, bro!Hanif tersenyum membaca pesan itu, dan dia pun membalas.Hanif: Weiiii, bro! Di rumah aja ini, masih belum tenang ninggalin nenek gue.Ddrttt… ddrttt… ddrttt…Getaran handphone milik Hanif menandakan bahwa ada seseorang yang sedang menghubunginya saat ini. Hanif segera mengambil handphone dan menatap layar nya sekilas, terlihat nama "Bagas" sebagai penanda manusia yang sedang melakukan panggilan dengan nya."Hallo, Gas?" Sapa Hanif begitu menangkat teleponnya.Assalamualaikum, Nif. Gimana masih di kampung?"Masih ini,