Pemuda itu segera naik bis yang lewat dekat jalan tempat mereka tadi bertemu dan beradu kata. Pemuda yang belum memperkenalkan namanya kepada Roy dan Clara itu, tadi bermaksud pulang ke rumahnya yang ia tempuh demgan naik bis.
Kadang diantar oleh keluarganya. Belum memiliki mobil sendiri. Dan sepeda motornya bergantian dengan sang adik.
Tinggal di area padat penduduk dengan fasilitas yang sederhana. Berstatus lajang dan ingin sekali menjalin cinta dengan gadis semanis Clara. Meski belum begitu tahu seluk beluk gadis itu.
Sang pemuda sudah memiliki ketertarikan sejak awal berjumpa. Karena tempat kerjanya masih sewilayah dengan Clara menimba ilmu.
Sang pemuda yang masih berjiwa labil ini, merasa dipermalukan oleh Roy yang tadi sempat menamparnya secara tiba-tiba.
Dihatinya penuh rasa dendam meski ingin dinetralkan tetapi sakit hatnya tetap ada. Bahkan yang paling membuatnya semakin merasa kesal saat sang adik mengetahui wajah kakaknya berubah.
Pemuda tadi bercerita tentang apa yang terjadi. Sang adik sangat tidak terima, apalagi ia tahu siapa itu Roy.
Selama ini mereka sering terlibat perkelahian dan temannya sering terluka oleh penampar pipi sang kakak itu. Tangan sang adik mengepal erat, ia menunggu saat yang tepat untuk membalas dendam terhadap para teman dan sang kakak.
Pemuda tadi tidak begitu tahu urusan adiknya. Ia juga tidak mengerti jika sang adik memiliki sifat amarah yang tinggi.
Dan tidak mudah melupakan kesalahan oramg lain. Sang pemuda itu sempat kaget saat sang adik tahu siapa yang membuat wajah kakaknya ini merah lebam.
Sementara itu Roy dan Clara masih dalam perjalanan. Rumah Clara sebenarnya tidak begitu jauh dari sekolah, namun Roy ingin membawa berobat dulu. Ia tidak tega dengan hal yang menimpa Clara.
"Aku tidak punya uang cukup untuk ke klinik, antar ke rumah dulu saja," Clara sempat berpikir sesaat sebelum dibawa ke klinik."Tenanglah! Aku siap menolongmu," ucap Roy."Terlalu merepotkanmu Roy, kita ini pelajar. Memang berapa uang sakunya sih? Lagian aku hanya ada lima puluh ribu rupiah yang dibawa. Paling kamu juga berapa uang sakunya? Dan jika digabungpun mana cukup untuk membayar tindakan medis nantinya?" Clara masih bingung jika ke dokter."Hahaha, Clara..kamu ini kenapa sih? Orang tuaku milyader, mana mungkin anaknya hanya diberi recehan? Nih, lihat isi dompetku."
Sesaat setelah turun dari sepeda motor, ketika sudah sampai di klinik langganan Roy. Dan sepeda motor sudah diparkirkan.
Roy menanggapi ucapan Clara, sambil memberikan dompetnya kepada gadis itu. Roy ingin Clara melihat sendiri isi dari benda berwarna cokelat yang terbuat dari kulit hewan dan berkualitas itu.
Clara tercengang, ketika melihat isinya lembaran uang merah dan biru. Lumayan banyak jumlahnya. Quantitas yang tidak biasa bagi seorang pelajar.
Bahkan Clara sendiri tidak pernah membawa uang sebanyak itu, kecuali saat diajak belanja oleh mamanya. Jumlah yang cukup banyak bagi remaja sepertinya.
"Ini uang sakumu seharikah?" tanya Clara dengan penuh penasaran.
"Tidak juga sih, kebetulan hari ini mama memberi sejumlah itu," jawab Roy."Apa maksud mamamu memberi sebanyak ini? Kamu minta dengan paksa ya?" Clara masih belum percaya."Banyak tanya saja sih kamu? Mau dibantu apa tidak?" tanya Roy dengan sedikit meninggikan suaranya."Sebenarnya enggak enak merepotkan dirimu, tetapi aku sangat sakit menahan luka di kaki. Lagian aku cuma ingin tahu saja sih. Kok, bisa mama kamu memberi sebanyak itu? Pasti ada maksud tertentu," ucap Clara masih penasaran dengan uang saku Roy uang menurutnya cukup banyak itu.
"Ya sudah aku bantu berobatnya. Cepat kita masuk ke klinik ini! Hmmm, jika kamu penasaran dengan uang sakuku? Baiklah kuberi tahu jumlahnya. Mama biasa memberi lembaran merah tiga lembar setiap hari dan diakhir hari dalam seminggunya seperti saat ini, mama akan memberi lebih banyak," ucap Roy, sambil menjelaskan pada Clara.
"Ooh, senang ya, setiap hari Sabtu dikasih tiga juta rupiah?" ucap Clara dengan sedikit bertanya.
"Tidak pasti segitu juga sih. Tergantung mama mau memberinya. Kadang sampai lima juta jika aku meminta dengan sangat, dan nantinya akan dipakai untuk weekend bersama teman atau malam mingguan, begitu manis," jawab Roy sambil mencubit pipi Clara yang putih itu.Clara terdiam, anganya melayang. Seandainya ia seperti itu, diberi uang saku yang lumayan dan setiap minggunya diberi tambahan. Betapa senangnya ia, bisa untuk shoping dan hura-hura.
Namun itu belum mungkin untuk saat ini. Mama dan papanya paling banyak memberi uang saku dua lembar merah. Hari libur sekalipun, kecuali jika ada acara baru akan memberi lebih dari biasanya.
Untuk Roy yang orang tuanya milyader, mungkin sejumlah biasa saja. Tidak begitu membebani orang tuanya. Untuk sekelas Clara, atau yang lebih di bawah lagi akan terasa banyak apalagi bagi para orang tua yang gajinya sesuai upah minimum regional.
Jumlah yang diberikan untuk Roy setiap minggu sama dengan gaji orang tua teman lain yang hidup sederhana.
****
"Clara, kamu di sini?" Seorang perawat yang sudah tidak asing dengan wajah gadis berambut lurus sebahu ini menyapa wajah penuh tanya.Tidak biasanya Clara ke sini bahkan sejak awal dibuka sekalipun. Clara memandang ke arah wanita berseragam putih dengan kerudung pasmia plisket senada dengan warna seragamnya.
"Tante Naira? Kerja di sinikah?" tanya Clara.
"Iyalah, sudah lumayan lama loh, tapi tidak banget sih," jawab Tante Naira."Wah..wah rupanya sudah kenal dengan petugas medisnya ya?" tanya Rio."Iya, Rio. Dia masih saudara, anak adik ketiganya eyang dari papaku," jawab Clara."Hmmm, ananda yang menemanimu ini...?" tante Naira ingin bertanya, tapi mengingat lagi takutnya keliru dugaannya.
"Dia kenapa tante?" tanya Clara mulai penasaran.Tante Naira terdiam dan hanya mengingat sekilas jika Roy sering ke klinik ini. Dan tante sering menduga jika Roy terlibat dalam suatu perkelahian.
Dan tidak hanya siang hari kadang juga malam hari, ia datang dengan luka yang perlu dijahit. Bahkan kali ini tante Naira sedikit cemas karena Clara datang bersama Roy dan ada bagian tubuh Clara yang terluka.
"Tante, antriannya banyak nih," tanya Clara sambil melirik ke arah pasien yang lain.
"Iya, begitu. Mereka juga ingin berobat dan sudah sering ke sini," jawab sang tante.Tante Naira yang tadi berhenti sebentar saat melihat Clara, kini pamit pasien yang masih saudaranya ini. Karena tante Naira akan melanjutkan tigasnya untuk menangani pasien uang terluka.
Sesaat setelah ia memasuki ruangannya. Beberapa pasien yang perlu medikasi dipanggil. Mereka segera mendapat penanganan.
Setelah lima pasien menerima resep obat secara bergantian. Kini Clara dipanggil untuk didahulukan. Hal ini tentu mengundang reaksi dari pasien lain yang antri dari tadi. Mereka ingin menyampaikan protes, karena sudah lelah antri tetapi tidak segera ditangani.
"Bu, mengapa dia duluan? Kami antri dari tadi loh?"
Salah seorang pasien bertanya ketika perawat yang masih saudaranya Clara ini hendak masuk ke ruangan dokter. Ia merasa tidak terima dengan sikap sang perawat itu."Mohon maaf ibu, dia saudara saya dan kakinya sakit. Maafkan jika didahulukan, setelah ini akan dipanggil sesuai nomer urut."
Perawat yang dipanggil tante Naira oleh Clara kini segera menutup pintu. Ia melanjutkan tugasnya.Sedangkan para pasien yang sempat protes itu. Kini duduk kembali. Namun mereka masih menggerutu dan kurang terima.
"Ih, enggak adil. Mentang-mentang keluarga didahulukan. Dahlah, besuk enggak usah ke sini lagi," ucap seorang paaien ibu-ibu yang tadi protes.
"Sudahlah, enggak usah diperdebatkan! Mungkin mbak yang tadi didahulukan, karena bu Naira sangat kasihan. Kayaknya mbak tadi itu kesakitan pada jempolnya. Sepatunya saja sampai sobek loh," ucap pasien yang lain.
"Iya, kita terimain dulu. Paling cuma sekali ini. Lagian dokter dan perawat di sini baik. Obatnya juga cocok, aku sih mending berobat ke sini saja," ucap seorang ibu yang lain.
Pasien yang tadi sempat protes Kini terdiam. Ia juga merasa selama ini sudah cocok berobat di sini. Namun tetap sedikit kecewa dengan hal tadi. Tapi tetap melanjutkan berobat untuk proses kesembuhannya.. Dan tetap mengantri untuk memeriksakan sakitnya.
"Cekrek!"
Bunyi suara pintu dibuka. Para ibu yang menunggu dari tadi, kini memandang ke arah Clara. Jempol kaki kanan, kedua siku dan lututnya tidak luput dari perban. Untuk mengurangi tekanan Clara dipapah oleh tante Naira dan Roy menuju ruang depan klinik."Lain kali hati-hati Clara! Tidak usah ikutan tawuran segala!" ucap Tante Naira.
"Ini juga tidak ikutan kok, " Clara berkata sambil memposisikan diri untuk duduk di kursi depan."Cepat pulang jika sudah waktunya! Agar tidak terjebak dan ikut berlarian di jalan!" Tante Naira berkata lagi."Ya ampun tante, semua ini tidak ada kaitannya dengan perkelahian. Tadi waktu mau pulang dengan jalan kaki, karena tidak ada yang menjemput. Eh, ada orang di jalan ngajak ngobrol di Taman dekat sekolah. Padahal aku ingin segera pulang, ya sudah lari deh. Enggak nyangka kalau akan kesandung."Clara menjelaskan tentang hal yang menimpa dirinya hingga banyak luka seperti itu. Sang tante tentu khawatir dan tidak tega.
Karena saat ini sering ada perkelahian, baik dengan sesama pelajar atau kadang antar warga. Tante Naira tentu cemas jika Clara terluka.
Beberapa saat ini sering ada orang yang berobat untuk menjahitkan luka yang menganga ditubuhnya akibat perkelahian.
Awalnya klinik ini ingin menolak pasien yang brutal seperti itu. Tetapi petugas medis harus menolong siapa saja yang sakit. Dan untuk kemanusiaan, klinik tempat Tante Naira bekerja dan dokternya masih saudara ini membuka hati kepada siapapun.
Mereka menerima dengan wajah ceria dan senang hati, melayani dengan ramah dan mengobati dengan tulus sepenuh hati. Bahkan mendoakan kesembuhan bagi para pasiennya.
Di plastik pembungkus obat di beri tulisan semangat untuk sembuh dan doa yang perlu diamalkan bagi bagi yakin dan sering beramal dengan doa.
Sejak saat itu klinik ini ramai pengunjung, karena senang dengan keramahan dan semangat dari sang dokter. Meski tadi sempat ada sedikit kecewa mereka tetap berobat ke sini.
"Duh..tadi didahulukan, sekarang diajak mengobrol lama banget?" tanya dang ibu yang tadj protes.
*Loh, ada pasien yang mengeluh lagi? Ikuti kisah selanjutnya ya reader!*
Ketika berdua saja"Ada apa bu? Mari silahkan masuk ke ruang dokter! Sudah girirannya," ucap Tante Naira dengan senyum manis nan ramah."Oh, iya. Terima kasih."Segera tante Naira melayani dengan tulus dan penuh kasih. Ia berusaha agar sang ibu yang tadi sempat kecewa agar kembali ceria. Dengan kecerian dan semangat dari dalam diri berharap sang ibu ini bisa sembuh sakitnya. Serta semangat selalu dalam menjalani hidupnya.Pasien itu tertegun dan merasa malu tadi sempat banyak protes. Sekarang dia diperlakukan sangat baik hingga membuatnya segan. Bahkan meminta maaf karena sudah emosi di depan para pasien yang lain. Ibu itu tetap senang berobat di klinik tempat Tante Naira yang juga saudaranya Clara ini bekerja.Sementara itu Clara yang sudah kembali menelusuri jalan. Akhirnya sampai di depan rumahnya Clara. Di depan rumah sederhana namun rapih dan asri berpintu gerbang warna kuning tembaga ini, Clara turun dengan hati-hati. Untung kaki kirinya tidak ada
"Tok..tok!"Terdengar suara orang mengetuk pintu ketika mereka berdua sedang berdekapan mesra. Segera Roy melepas tangan yang tadi dilingkarkan di pinggang Clara. Mereka berdua agak kaget dan merasa tidak biasanya ada orang mengetuk pintu di siang hari.Kecuali memang ada tamu yang menyampaikan hal penting. Roy dan Clara saling berpandangan, menerka siapa yang datang siang hari disaat orang sedang memanfaatkan waktu untuk istirahat.Para tetangga Clara sudah paham jika bertamu yidak akan siang hari. Karena waktu seperti ini biasanya untuk santai atau tidur siang."Apakah kau mengunci pintu rumah ini, Roy?"Clara bertanya dengan rasa penasaran. Setahu dia tadi waktu masuk ke dalam rumah pintu dibiarkan terbuka. Kok, sekarang ada yang mengetuk dan memang pintunya ditutup."Iya, tadi sebelum ke dapur aku menyempatkan untuk mengunci pintu," jawab Roy."Lalu, apa maksudnya kau lakukan itu?" Clara bertanya lagi, masi
"Aku sudah ingin istirahat mbak, nanti malam saja minum obatnya ya," ucap Clara."Apakah kamu ingin merasakan sakit terus? Sekarang makanlah dulu. Setelah itu obatnya diminum biar cepat sembuh." Sang kakak kembali memperingatkan Clara. Bahkan ia menggandeng tangan sang adik untuk diajak ke ruang makan."Aku ingin tidur mbak. Bukan mau makan." Clara berkata dengan wajah pucat dan mata menyipit. Lira bergegas ke dapur untuk mengambilkan roti bakar dan teh hangat juga segelas air putih."Kalau begitu makanlah roti ini!"Clara membuka matanya yang sudah mengantuk berat. Sang kakak sangat menyarankan untuk segera makan yang mau ditelan walau sekedar roti saja. Dan yang penting obatnya bisa masuk ke tubuh, untuk proses pengeringan dan penyembuhan luka.Awalnya Clara sempat menolak berulang kali, sang kakak terus membujuk hingga akhirnya Clara menerima tawaran untuk sekedar makan roti dan minum obat.Biar bagaimana juga rasa sakit h
"Clara, sudah sore. Bangunlah bersih diri segera!" Lira, sang kakak mendekati adiknya di kamar bernuansa merah muda ini. Ia membangunkan sang adik. "Nanti saja kak, aku masih mengantuk," Clara berucap sambil menggeliatkan tubuhnya, kemudian memejamkan matanya kembali. "Sejak kapan kamu jadi malasan begini, bangunlah kita makan dulu! Itu kakak sudah buatkan bubur kesukaanmu!" Lira sedikit memaksakan agar adiknya mau membuka mata. "Uuuhhh, baiklah." Clara meregangkan kedua tangannya. Sesekali ia menguap. Dipandanginya jam dinding di kamar yang ia gunakan untuk istirahat sehari-hari. Jarum panjangnya berada diangka tiga dan pendeknya diangka lima. Lima belas menit telah berlalu dari pukul lima sore.Dengan sedikit malas Clara turun dari ranjang dan membiarkan kasurnya berantakan. Segera menuju ke ruang wastafel, mencuci muka dengan sabun wajah merek terkenal. Clara sudah lupa dengan sakitnya. Tangannya sudah leluasa bergerak, bahka
Kembali ceria Sore ini tante Naira sengaja datang ke rumah Clara sang keponakan. Ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Saat tiba di depan pintu gerbang rumah Clara, sebenarnya ingin mengucap salam, namun karena mendengar suara kedua kakak beradik yang meninggi ini, Tante Naira cemas dan segera menghampiri Lira dan Clara. Rasa kaget dan penasaran juga menghiasi hati kedua anak putri yang masih saudaranya Tante Naira. Manakala sang tante mengucap salam, mereka berdua menjawab serentak juga seperti tadi saat mengucap sapaan untuk perawat klinik tempat Clara berobat tadi. Mereka berdua segera beranjak dari tempat duduknya dan mempersilahkan tante Naira untuk masuk ke rumah. Saudara kakak beradik ini sebenarnya tadi ingin pulang ke rumah. Namun dalam perjalanan, ia berjumpa dengan seseorang. Niat istirahat di rumah keluatga diurungkannya setelah sempat ke klinik lagi. Ada hal yang ingin meminta pertimbangan kepada keponakannya itu. Sekaligus nantinya ingin mengaj
Di ruang makan Tante Naira masih melanjutkan aktifitas di ruang makan. Sementara Clara sudah selesai dan kini kembali asyik melihat postingan teman-temanya di sebuah jejaring sosial. Karena sudah mau makan, Lira menyiapkan obat yang harus dikonsumsi oleh adiknya itu. Clara agak malasan untuk minum obat, karena itu sang kakak yang selalu memperhatikan. Sementara Lira menyiapkan obat, Clara malah asyik bermain handphone. Chatingan ria dengan beberapa teman termasuk salah satunya Roy. Ia lupa bahwa setelah makan masih ada tugas minum obat. Dalam chatinganya Roy sebenarnya ingin mengajak Clara ke club, malam minggu ini. Namun melihat kondisi temannya yang penuh luka rasanya tidak mungkin untuk bermalam mingguan. "Serius sekali menanggapi pesan para temanmu, duhai adikku?" tanya sang kakak yang kini sudah selesai aktifitas di ruang makan itu. "Iya mbak, penting sih." Clara menjawab dengan tenang dan santai, sambil meneruskan ketikan pesan untuk mem
Menolong Roy.Karena kondisi yang kurang sadar betul akibat banyak minum, Roy kehilangan kendali pada dirinya. Tidak bisa fokus saat mengendarai sepeda motornya hingga oleng dan menabrak trotoar, tubuhnya jatuh dan kepalanya membentur bagian tepi yang tidak rata bahkan ia berguling mengenai beberapa batu kasar yang ada didekat tempat pejalan kaki ini.Hendra yang berada di dekatnya jadi panik. Ketika tahu temanya ini jatuh terguling bahkan kepalanya terbentur benda kasar tanpa pelindung. Karena suasana malam hari dan lokasi tidak begitu jauh dari rumahnya. Roy tidak memakai helm warna hitam yang sempat dikenakan saat berangkat tadi.Pelindung kepala ini seharusnya tetap melekat di anggota tubuh bagian atas ini. Namun Roy merasa agak gerah dan lebih nyaman tanpa helm serta berpikir suasana malam jalanan lengang tidak semacet saat siang hari. Juga ingin merasakan semilir angin malam dan Roy pikir perjalanan tidak memakan waktu lama terlebih saat lengang bisa sedik
Di Klinik lagi.Roy mendapat pertolongan dengan segera dijahit luka pada kepalanya. Kebetulan jika malam hari, klinik tidak terlalu ramai pasien yang berobat. Hanya sesekali jika ada pasien baru yang membutuhkan pertolongan gawat darurat.Untuk pasien yang dirawat inap ada beberapa hingga hingga bangsal hampir penuh. Mereka tinggal dipantau infus dan penjagaan jika ada keluhan yang membutuhkan pertolongan perawat. Ketika Roy dan Hendra membutuhkan pertolongan. Segera bisa ditangani, kebetulan tante Naira sedang di klinik.Tante Naira bisa langsung menangani penjahitan dan lainnya. Dokternya sedang keluar sebentar dan sudah tahu jika tante Naira sudah terampil dan ahli menjahit luka. Sehingga untuk intruksi penanganan selanjutnya sudah selesai penjahitan luka. Hendra sendiri mendapat jahitan di kaki dan tangan, karena benturan dengan tepi trotoar yang kasar permukaannya.Karena Roy sampai pinsan akan ada rujukan untuk CT Scant di rumah sakit untuk Ro
Hal tak terduga.Clara dan ketiga temannya masih berada di sekat gerbang sekolah. Diantaranya ada Roy dan Sasa. Roy yang tadi sempat menundukkan mata dan mengingat kisah cinta tantenya yang kuat dan tulus sejak masih kecil hingga usia tua ini. Yang mana mereka kini sudah memiliki tiga anak yang cantik dan tampan.Dua orang keponakannya itu bergender perempuan, dan ada lelaki yang lahir paling bontot. Bahkan anak bungsu tantenya ini sudah seusia Rina. Terpaut tujuh tahun menikahnya antara orang tua Roy dan sang tante yang merupakan adik kedua dari mamanya Roy. Sang tante dan omnya itu bahkan kini sudah memiliki usaha yang maju dan lancar.Sama seperti mama Roy yang kaya raya. Tantenya itu selalu dilimpahi rezeki yang terus mengalir. Dan sang tantenya itu juga mulai suka bederma. Ia sering memberi sedekah Jum,at di masjid maupun lingkungan dengan berbagi makanan. Hidangan yang biasa diberikan itu seringnya nasi ayam bakar yang pesan di warungnya tante Naira.
Roy teringat tante"Siang ini, kamu jalan atau dijemput duhai Clara? Jika tidak dijemput, biar bersamaku saja. Kali ini aku bersama supir. Dari pada jalan kaki, mendingan naik mobilku. Dijamin sampai depan rumah dengan aman dan nyaman."Setelah mengikuti pelajaran hari ini. Bel tanda selesai belajar dan semua murid dipersilahkan untuk pulang. Roy yang ingin selalu dekat Clara, segera ke arah gadis itu. Tampak Clara sedang duduk di kursi samping sekolah. Jika dalam keadaan menunggu sudah dipastikan pulangnya menunggu jemputan."Bukankah kau tahu, jika aku sekarang sudah jarang jalan kaki lagi. Sejak tersandung, hingga kini aku selalu dijemput."Clara berucap dengan tenang. Roy meminta maaf karena telah banyak lupa. Clara memahami itu. Karena memang sejak benturan itu, Roy terlihat beda. Banyak yang bilang begitu loh. Roy kembali menawarkan keinginannya untuk mengajak Clara pulang bersamanya. Agar kakaknya tidak kerepotan harus ijin dari kantor untuk
Pesona Roy dan Sasa.Sasa memang memiliki sifat yang sedikit angkuh juga. Jika sudah terluka, ia akan berbuat yang menjadi balasan atas lukanya. Sasa tidak menyangka jika Roy akan menduakan dirinya. Padahal selama ini ia rela menolak cowok manapun yang mendekatinya maupun menyatakan cinta padanya.Semua demi kesetiaannya pada Roy. Tapi Roy malah mengejar Clara, disaat ia sedang ingin menyayangi. Bahkan Sasa sempat merasa aneh dengan Roy yang lebih ingin dekat dengan Clara dari pada dirinya. Dan heran jufa mengapa Clara yang kalem dan lembut bisa menerima Roy?"Ah, iya. Seperti apa jua Roy, mau angkuh atau berengsek, tetap saja ia berkharisma. Pesonanya menahlukan lawan. Pastilah Clara bisa takhluk dengan Roy."Sasa bergumam dalam hati. Tapi Sasa masih merasa lebih cantik dan modis dibanding Clara. Ia merasa akan menang dari gadis berambut pirang itu. Sasa memiliki sikap agresif yang akan membuat Roy selalu ingin dengannya. Terlebih saat cream itu su
Kekesalan SasaRoy menyapa Clara, setelah melihat gadis manis ini sedang bercengkerama bersama temannya. Roy segera mendekati mereka. Ia merasa kurang mood saat di kantin tadi. Sepertinya ia ingin bersama Clara kali ini. Meski tadi diajak makan di kantin oleh Sasa."Oh, hai Roy. Rupanya kamu mencariku ya? Hmmm, aku lagi ingin di sini saja sih." Clara membalas sapa Roy dengan suara lembutnya. Hal inilah yang membuat Roy suka dengan Clara. Pandangan Clara tertuju kepada pemuda tampan yang sedang pemulihan dari sakit ini."Ke kantin yuk! Kurang selera nich kalau tak ada kamu!" ajak Roy."Ah, iya. Dari tadi aku juga tidak selera apa pun. Eh, kok sama ya? Aku ingin di sini saja sih," jawab Clara.Tanpa lebih banyak memperhatikan Roy yang sudah duduk di salah satu kursi yang ada di yltaman sebelah dan masih satu kompleks dengan sekolahan ini. Ia kembali aayik bercengkerama dengan para temannya. Roy yang merasa nyaman di sini jadi tak ingin beranjak.
Saat di kantin.Intan mengingatkan Sasa jadi tidaknya ke kantin. Karena ia sendiri juga sudah merasa haus dan perut keroncongan. Intan palung tidak bisa menahan lapar. Ia sangat hobby makan. Tetapi tubuhnya tidak juga melar. Tetap langsing dan semampai. Hampir mirip dengan Sasa hanya pipinya agak cubby sedikit.Intan tetap langsing karena memang pembawaannya yang tidak mudah gemuk. Ia juga rajin ngegim. Minum suplemen agar tetap menjaga berat badan. Dalam hal penampilan, Intan juga suka dandan yang modis. Hampir mirip dengan Sasa. Mereka teman dan sahabat karib. Juga duduk satu meja dalam dua kursi biasa disebut teman sebangku.Mereka sering bersama, mungkin dari sinilah yang membuat penampilan mereka, satu sama lain hampir sama. Jika di jalan ada yang mengira mereka saudara kembar. Tapi pada kenyataannya mereka beda ayah beda ibu. Kebetulan sama sih memang."Sudah yuk Roy! Kita segera menikmati minuman favorite! Kali ini aku yang bayar deh!" Sasa mulai m
Sambutan dari beberapa teman."Hai Roy? Wah sudah rajin masuk sekarang ya?"Para teman Roy mulai menyambut dengan riang seperti dulu lagi. Sebulan yang lalu Roy sering jarang masuk. Baru dua tiga hari sekolah. Besuknya libur dalam waktu lumayan. Bahkan kadang seminggu. Alasanya karena kepalanya berat. Kadang pusing jika membuka buku. Ia pilih di rumah bersantai ria.Pada seminggu di bulan ini, ia mulai aktif tanpa ijin sama srkali. Kepalanya sudah mau betadaptasi dengan buku dan pelajaran apa saja. Jika kadang pusing atau penat sedikit. Bisa diminimalisir atau dinetralkan dengan duduk santai. Tutup buku sejenak kemudian dibuka lagi, bila sudah netral atau reda."Iya. Sudah ingin belajar lagi nih!"Roy duduk di sebelah temannya yang selama menjadi teman sebangkunya. Temannya ini juga menanyakan keadaan Roy. Dan mendoakan semoga sehat selalu. Kebetulan Roy memiliki teman yang cukup pendiam. Tidak banyak tingkah juga enggak suka brutal. Jarang terliba
Di suatu kedai"Hai Roy! Sudah sehat betulkah?" Sapa Hendra yang sudah beberapa waktu tidak terlihat."Iya, kamu sendiri bagaimana?" Roy balik bertanya. Mereka kini sedang nongkrong, kegiatan yang sudah sebulan lebih tidak mereka lakukan"Sudah baikan. Sudah kerja bahkan aku kini. Oh, iya terimakasih banyak ya. Dulu kamu mbantuin aku sedemikiannya." Hendra teringat segala kebaikan Roy. Teringat saat ia sakit dulu, banyak yang telah Roy berikan."Ah, itu biasa. Sorry, baru segitu aku mbantuinnya," Roy sedikit merendah."Itu banyak Roy."Hendra melihat dan mengingat sekilas keadaan Roy. Bantuan hampir sepuluh juta yang Roy berikan. Semuanya tidak perlu dikembalikan. Jarang ada teman sepeduli itu, apalagi yang dinilai brutal oleh orang lain. Sebaiknya memang jangan memandang sebelah mata terhadap orang lain.Yang Hendra herankan lagi, seorang anak milyader masih menghargai dirinya yang hidupnya sederhana dengan kondisi keluarga yang kura
Rihlah bersama teman kecil."Kita jadi liburan nih."Ibrahim berkata dengan penuh keceriaan. Keinginannya untuk mengajak orang bertamasya akhirnya tercapai. Berbagi rezeki untuk kebahagiaan bersama. Rangga akan doajak juga kelima belas temanya. Setelah empat puluh hari berlalu.Anak itu saat ini tinggal di rumahnya Ibrahim. Sebenarnya tante Naira yang mengadopsi, namun karena saat ini srdang ada keperluan di luar kota. Ia titipkan Rangga pada Ibrahim. Tentu pemuda itu sangat senang sekali. Hampor setiap hari ia membelikan makanan dan buah yang Rangga suka. Juga diberikan kepada teman kecilnya Rangga.Rangga sendiri merasa nyaman tinggal di rumah pemuda ini. Kadang para teman Rangga diajak bermain juga ke rumah sang pemuda ini. Rasanya senang bisa membuat orang lain ceria. Kehadiran Rangga di rumah ini juga atas ijin dari keluarganya. Setelah empat puluh hari kemarin, keluarganya kembali ke kampung halaman.Ibrahim memberikannya banuak b
TrenyuhKeesokkan harinya Clara dan Lira juga tante Naira beraktifitas seperti biasa. Sementara Rangga yang sedang berduka kini bersama para temannya yang belum sekolah. Ada tetangga juga. Serta saudara dan keluarga dari desa ada yang menjenguk.Meski bukan orang tuanya, ia yang selama ini sedikit memiliki nurani untuk mengasihi. Tidak banyak yang bisa dilakukan saudaranya ini. Hanya menjenguk dan menyampaikan duka serta memberi tahu kepada warga yang selama ini berbuat baik. Serta memikirkan kelanjutan hidup untuk Rangga.Mereka yang datang adalah saudara yang selalu kepikiran selama Rangga tidak bersama keluarganya. Mereka hanya kerabat tidak bisa berbuat apa? Terlebih keadaan ekonomi yang belum mendukung untuk menambah anggota keluarga baru yaitu Rangga. Miris rasanya hal ini, hingga salah satu dari mereka bersikeras setelah tujuh hari ini akan membawa Rangga tinggal bersama mereka.Hal ini sempat didengar oleh Ibrahim bahkan disampaikan juga ke