Ketika berdua saja
"Ada apa bu? Mari silahkan masuk ke ruang dokter! Sudah girirannya," ucap Tante Naira dengan senyum manis nan ramah."Oh, iya. Terima kasih."Segera tante Naira melayani dengan tulus dan penuh kasih. Ia berusaha agar sang ibu yang tadi sempat kecewa agar kembali ceria. Dengan kecerian dan semangat dari dalam diri berharap sang ibu ini bisa sembuh sakitnya. Serta semangat selalu dalam menjalani hidupnya.Pasien itu tertegun dan merasa malu tadi sempat banyak protes. Sekarang dia diperlakukan sangat baik hingga membuatnya segan. Bahkan meminta maaf karena sudah emosi di depan para pasien yang lain. Ibu itu tetap senang berobat di klinik tempat Tante Naira yang juga saudaranya Clara ini bekerja.
Sementara itu Clara yang sudah kembali menelusuri jalan. Akhirnya sampai di depan rumahnya Clara. Di depan rumah sederhana namun rapih dan asri berpintu gerbang warna kuning tembaga ini, Clara turun dengan hati-hati. Untung kaki kirinya tidak ada luka yang terlalu sakit sehingga bisa untuk menjadi tumpuan.
Pintu gerbang yang tidak digembok itu segera dibuka. Roy menggandeng Clara dengan manja. Berjalan dengan pelan hingga ke ruang tengah setelah membuka pintu rumah dengan kunci lain yang dibawa Clara. Ada dua kunci pada pintu rumah ini. Yang satu dibawa orang tua untuk membuka sewaktu-waktu saat pulang bepergian.
Satunya lagi dibawa Clara untuk membuka pintu rumah ketika pulang sekolah dan tidak ada yang menjemput seperti sekarang ini. Sedangkan sang kakak tidak dibawakan kunci rumah karena biasanya sore hari saat pulang kerja Clara sudah ada di rumah.
Jarak rumah dengan sekolah sekitar hampir satu kilo meter. Sudah sering Clara berjalan kaki saat pulang di siang hari. Sedang pada pagi harinya ia ikut sang kakak, menumpang saat kakaknya berangkat kerja. Orang tua Clara sering bekerja diluar kota. Clara tinggal bersama sang kakak, jika orang tua tidak di rumah.
Jika tadi Tante Mirna cemas Clara terluka karena terkena salah sasaran sebuah perkelahian, bisa dimaklumi. Karena memang gadis manis ini sering melihat aksi itu di jalan yang ia lalui daat pulang sendiri. Tidak sekali atau dua kali. Tetapi memang sering, dan ia pernah melihat di depan mata saat aksi tawur berlangsung.Ada seorang siswa yang tersabet clurit di pahanya , tak tega Clara melihat itu. Segera ia menepi dan menutup matanya. Ada juga aksi pengeroyokan dan yang diserang bisa menyelamatkan diri. Ia juga melihat senjata mereka yang tajam dan juga keras seperti bebatuan yang dilempar sesuka hati. Tentu perawat yang menangani luka Clara ini merasa cemas di situ.
Dan Tante Naira sangat lega setelah mendengar jika hari ini aman tidak ada aksi brutal. Hanya ingin diajak kenalan, namun Clara merasa takut serta segera berlari yang membuatnya tersandung hingga sepatu bagian jempol kaki sobek kena batu tajam yang juga merobek kuku ibu jari kaki itu. Terpaksa kuku itu dilepas juga dari pada membuat tidak nyaman bergerak. Karena tentu akan sakit jika tersenggol apapun sedikit saja.
Tante Naira sempat tertawa dalam hati saat mendengar, saudaranya ini berlari dan tersandung. Menurut Tante Naira, sikap Clara ini sangat kekanakan. Karena biasanya yang suka lari dan tersandung itu para anak kecil. Di kliniknya juga sering ada anak yang berobat karena kukunya lepas akibat tersandung batu yang biasanya tajam.
"Minumlah dulu Clara!" ucap Roy sesaat setelah ia mengambilkan air putih dari dispenser yang ada di ruang tengah ini.
"Terimakasih Roy, maaf jika merepotkanmu," ucap Clara.Roy terdiam sambil memandangi seluruh sudut ruang rumah Clara. Sederhana? Iyalah. Rumah berlantai satu dengan ukurang tujuh dikali dua belas meter ini. Hanya ada tiga kamar dengan dua kamar mandi. Satu kamar mandi ada di dekat dapur dan yang lainya terdapat di kamar utama. Kamar milik mama dan papanya itu sengaja didesain dengan kamar mandi di dalam.
Sementara kamar Clara dan kakak masing -masing berukuran tiga kali tiga meter dengan desain interior yang sama. Dicat dengan warna sama pada dinding luarnya. Dinding dalam dihiasi dengan walkpaper bermotif bunga warna pink untuk Clara dan ungu bagi sang kakak. Kedua warna itu kebetulan adalah warna kesukaan kakak beradik ini. Di sudut rumah ada dapur dan sebelahnya ruang makan. Di depan ada ruang tamu dan teras serta halaman yang tanami berbagai bunga hias meski tidak terlalu luas ini.
Roy tertegun jika bertanfang ke rumah para temanya yang sederhana namun terasa sejuk fan damai di dalamnya. Roy merasa kerasan atau betah berlama tinggal di rumah Clara. Sejenak ia mengingat rumahnya yang tiga tingkat. Dengan kamar-kamar yang sangat luas. Karena satu kamar tidak hanya untuk ruang tidur saja.
Ada ruang uutuk bersantai atau kadang dipakai untuk ruang kerja yang mana di dalamnya terdapat lemari yang berisi berkas kantor dan meja komputer serta laptop. Ada ranjang kecil untuk berbaring jika lelah menghadap layar monitor. Dan diantara ruang santai dan ruang tidur ini ada kamar mandi dan wastafel untuk bersih muka atau sikat gigi.
Ruang tamunya juga luas, apalagi ruang tengah. Ruang untuk bersantai ini terdapat televisi yang cukup besar. Dan ada meja telepon rumah. Serta masih banyak ruangan luas lainnya. Namun Roy merasa damai di rumahnya Clara.
****
"Kapan aku harus melunasi hutangku Roy?" Pertanyaan Clara membuyarkan lamunan Roy. Baru saja duduk sudah diajuin pertanyaan yang menurut Roy tidak penting. Ia diam saja tidak ingin menanggapi pertanyaan Clara. Roy tifak peduli sambil menyeruput kopi yang ia buat sendiri atas saran Clara.Sebagai tamu Clara ingin menghormati Roy dengan menjamunya, namun karena tidak ingin banyak menggerakkan kakinya yang ada beberapa perban. Akhirnya Clara meminta Roy untuk membuat teh, kopi atau susu. Mana yang menjadi seleranya. Dengan menunjukkan tempat minuman itu diletakkan.
Tanpa pikir panjang Roy menerima tawaran itu, karena ia sudah merasa haus. Bahkan untuk Clara dibuatkan juga setelah sempat menawari mana yang perlu dibuatkan? Clara hanya minta teh hangat saja.Karena tadi juga sudah diambilkan air putih oleh Roy. Clara minta dibuatkan teh karena ingin minuman hangat. Sementara Roy ingin minum kopi.
"Bagaimana dengan hutangku Roy?" Clara bertanya lagi.
"Ya ampun Clara, sudah jangan ditanyakan lagi! Cuma berapa ratus saja, sudah kamu pikir dari sekarang. Enggak penting itu semua. Kesembuhanmu lebih utama. Yang penting juga kamu mau jalan denganku," ucap Roy sambil menggenggam tangan Clara.Clara terdiam, kepalanya disandarkan pada bahu Roy. Membuat Roy ingin mendekap erat Clara. Bahkan hasratnya ingin menikmati kehangatan dari cinta sang kekasih yang disukainya itu. Namun Roy tahu kondisi Clara yang sedang banyak luka membuat dirinya menahan segala hasrat yang ada.
Roy seorang badboy, baginya wanita adalah hiburannya. Saat ini ada Clara dari beberapa perempuan yang disukainya. Di rumah yang sepi hanya mereka berdua. Naluri Roy untuk banyak menikmati kemesraan dengan Clara begitu menggebu namun apa daya kondisi sedang tidak mendukungnya. Hingga Roy teringat aktifitas yang belum Clara lakukan.
"Tidakkah kau ganti baju, Clara?" tanya Roy sambil melihat tubuh teman uang masih berbalut busana putih abu itu.
"Nanti tunggu kakak pulang, aku enggak bisa ganti baju sendiri dalam keadaan seperti ini," Clara berkata sambil melirik ke arah balutan disikunya.
"Mengapa harus menunggu kakakmu? Jika ada yang bersedia membantumu saat ini?" Roy bertanya lagi.
"Maksudmu, siapa? Kamu? Duh..aku malu nih," jawab Clara dengan wajah tersipu
"Kenapa harus malu? Aku suka kamu Clara dan aku..ingin menikmati cintamu," Roy mencoba mengutarakan keinginan hatinya."Tapi..kita masih remaja, jangan berpikiran nakal duhai Roy!"Clara semakin tersipu, walau dirinua sebenarnya ingin juga menikmati cinta bersama Roy. Tetapi ia tidak ingin terlalu kebablasan dalam bergaul. Apalagi orang tua dan kakaknya selalu menasehati untuk bisa menjaga diri. Walau cunta dengan Roy ia tidak ingin bebas melakukan apa saja saat ini.Sementara itu Roy begitu berhasrat, ditatapnya Clara dengan sepenuh hati. Wajah manis nan putih dengan hidung mancung membuat Roy terpesona. Tubuh ramping dengan balutan kemeja dan rok selutut yang membuat Clara tampak cantik. Tatapan Roy semakin nakal saat melihat bagian dada Clara yang menggodanya.
Sesuatu di bawah pusarnya semakin menegang dan ingin beraksi. Roy hampir pernah melakukan itu pada kekasih yang lain. Namun juga gagal karena belum ada kesiapan dari Sasa perempuan yang sering diajaknya kencan. Dan kini Roy inginkan Clara. Mumpung rumah sepi juga tetapi Clara sakit dan masih lugu. Perlu trik untuk mendapat perhatiannya.
Sementara itu Clara sedikit tahu apa yang diinginkan Roy. Clara juga menatap Roy tajam hingga ke bagian antara kedua pahanya yang tertutup celana panjang itu. Tatapan Clara membuat Roy semakin ingin menikmati kedekatan ini. Paling tidak menikmati kecupan dan dekapan yang mesra.
"Clara, rumah ini sepi alangkah syahdunya jika kita berdua beradu kasih," Roy semakin berkata sesuai isi hatinya.
"Roy kamu memang breng..."
Belum sempat Clara meneruskan ucapannya. Roy langsung membopong lara dan langsung ditidurkan telentang pada kasur lantai warna biru yang ada di depan televisi. Roy lansung berada diatas tubuh Clara dan mendaratkan kecupan dibagian tertentu dari wajah Clara lalu melumat bibir merah alami gadis berusia tujuh belas tahun ini.Clara ingin berontak tetapi ia juga tidak bisa memungkiri rasa ingin didirinya. Roy semaikn berani dengan memainkan tangan ke bagian sensitif pada tubuh atas perempuan ini. Roy bahkan melepas beberapa kancing untuk mengelarkan isi bagian dalam kedua gundukan itu untuk dihisap dengan lembut.Clara menolak dan menutup kembali kancing bajunya hingga lupa sakit yang sedang ia derita. Roy sedikit kecewa, namun ia berusaha untuk tidak memaksa secara berlebihan. Meski hasratnya menggelora.
"Cukup Roy, ini sudah keterlaluan. Kamu brengs.."
Lagi-lagi umpatan itu tidak bida dilanjutkan kata-katanya. Karena Roy menutup mulut Clata dengan tiga jarinya. Roy sudah tidak tahan ingin menempelkan tangan Clara pada batangnya dan ingin juga mengeluarkannya namun Clara menolak.Roy kesal dan kini sedikit memaksa. Didekapnya erat tubuh Clara yang sudah mulai duduk itu dan Roy hanya menggesekan saja miliknya ditubuh belakang Clara tanpa membiarkan gadis ini berkutik. Clara merasakan kenyal milik Roy dan ingin berontak, namun Roy semakin mendekap hingga merasakan sesuatu keluar sambil memejamkan mata merasakan nikmatnya.
Masih lengkap baju yang mereka pakai. Namun Roy bisa mencapai klimaks dari hanya dekapan saja. Membuat Clara sedikit mengejek dalam hati jika Roy lemah dalam hal satu ini. Clara memandang ke arah Roy yang sedang mengatur napasnya.
"Tok..tok!"
Terdengar suara pintu di ketuk membuat Clara dan Roy gugup. Segera merapihkan diri dan beranjak.*oke..lanjut ceritanya ya reader!**
"Tok..tok!"Terdengar suara orang mengetuk pintu ketika mereka berdua sedang berdekapan mesra. Segera Roy melepas tangan yang tadi dilingkarkan di pinggang Clara. Mereka berdua agak kaget dan merasa tidak biasanya ada orang mengetuk pintu di siang hari.Kecuali memang ada tamu yang menyampaikan hal penting. Roy dan Clara saling berpandangan, menerka siapa yang datang siang hari disaat orang sedang memanfaatkan waktu untuk istirahat.Para tetangga Clara sudah paham jika bertamu yidak akan siang hari. Karena waktu seperti ini biasanya untuk santai atau tidur siang."Apakah kau mengunci pintu rumah ini, Roy?"Clara bertanya dengan rasa penasaran. Setahu dia tadi waktu masuk ke dalam rumah pintu dibiarkan terbuka. Kok, sekarang ada yang mengetuk dan memang pintunya ditutup."Iya, tadi sebelum ke dapur aku menyempatkan untuk mengunci pintu," jawab Roy."Lalu, apa maksudnya kau lakukan itu?" Clara bertanya lagi, masi
"Aku sudah ingin istirahat mbak, nanti malam saja minum obatnya ya," ucap Clara."Apakah kamu ingin merasakan sakit terus? Sekarang makanlah dulu. Setelah itu obatnya diminum biar cepat sembuh." Sang kakak kembali memperingatkan Clara. Bahkan ia menggandeng tangan sang adik untuk diajak ke ruang makan."Aku ingin tidur mbak. Bukan mau makan." Clara berkata dengan wajah pucat dan mata menyipit. Lira bergegas ke dapur untuk mengambilkan roti bakar dan teh hangat juga segelas air putih."Kalau begitu makanlah roti ini!"Clara membuka matanya yang sudah mengantuk berat. Sang kakak sangat menyarankan untuk segera makan yang mau ditelan walau sekedar roti saja. Dan yang penting obatnya bisa masuk ke tubuh, untuk proses pengeringan dan penyembuhan luka.Awalnya Clara sempat menolak berulang kali, sang kakak terus membujuk hingga akhirnya Clara menerima tawaran untuk sekedar makan roti dan minum obat.Biar bagaimana juga rasa sakit h
"Clara, sudah sore. Bangunlah bersih diri segera!" Lira, sang kakak mendekati adiknya di kamar bernuansa merah muda ini. Ia membangunkan sang adik. "Nanti saja kak, aku masih mengantuk," Clara berucap sambil menggeliatkan tubuhnya, kemudian memejamkan matanya kembali. "Sejak kapan kamu jadi malasan begini, bangunlah kita makan dulu! Itu kakak sudah buatkan bubur kesukaanmu!" Lira sedikit memaksakan agar adiknya mau membuka mata. "Uuuhhh, baiklah." Clara meregangkan kedua tangannya. Sesekali ia menguap. Dipandanginya jam dinding di kamar yang ia gunakan untuk istirahat sehari-hari. Jarum panjangnya berada diangka tiga dan pendeknya diangka lima. Lima belas menit telah berlalu dari pukul lima sore.Dengan sedikit malas Clara turun dari ranjang dan membiarkan kasurnya berantakan. Segera menuju ke ruang wastafel, mencuci muka dengan sabun wajah merek terkenal. Clara sudah lupa dengan sakitnya. Tangannya sudah leluasa bergerak, bahka
Kembali ceria Sore ini tante Naira sengaja datang ke rumah Clara sang keponakan. Ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Saat tiba di depan pintu gerbang rumah Clara, sebenarnya ingin mengucap salam, namun karena mendengar suara kedua kakak beradik yang meninggi ini, Tante Naira cemas dan segera menghampiri Lira dan Clara. Rasa kaget dan penasaran juga menghiasi hati kedua anak putri yang masih saudaranya Tante Naira. Manakala sang tante mengucap salam, mereka berdua menjawab serentak juga seperti tadi saat mengucap sapaan untuk perawat klinik tempat Clara berobat tadi. Mereka berdua segera beranjak dari tempat duduknya dan mempersilahkan tante Naira untuk masuk ke rumah. Saudara kakak beradik ini sebenarnya tadi ingin pulang ke rumah. Namun dalam perjalanan, ia berjumpa dengan seseorang. Niat istirahat di rumah keluatga diurungkannya setelah sempat ke klinik lagi. Ada hal yang ingin meminta pertimbangan kepada keponakannya itu. Sekaligus nantinya ingin mengaj
Di ruang makan Tante Naira masih melanjutkan aktifitas di ruang makan. Sementara Clara sudah selesai dan kini kembali asyik melihat postingan teman-temanya di sebuah jejaring sosial. Karena sudah mau makan, Lira menyiapkan obat yang harus dikonsumsi oleh adiknya itu. Clara agak malasan untuk minum obat, karena itu sang kakak yang selalu memperhatikan. Sementara Lira menyiapkan obat, Clara malah asyik bermain handphone. Chatingan ria dengan beberapa teman termasuk salah satunya Roy. Ia lupa bahwa setelah makan masih ada tugas minum obat. Dalam chatinganya Roy sebenarnya ingin mengajak Clara ke club, malam minggu ini. Namun melihat kondisi temannya yang penuh luka rasanya tidak mungkin untuk bermalam mingguan. "Serius sekali menanggapi pesan para temanmu, duhai adikku?" tanya sang kakak yang kini sudah selesai aktifitas di ruang makan itu. "Iya mbak, penting sih." Clara menjawab dengan tenang dan santai, sambil meneruskan ketikan pesan untuk mem
Menolong Roy.Karena kondisi yang kurang sadar betul akibat banyak minum, Roy kehilangan kendali pada dirinya. Tidak bisa fokus saat mengendarai sepeda motornya hingga oleng dan menabrak trotoar, tubuhnya jatuh dan kepalanya membentur bagian tepi yang tidak rata bahkan ia berguling mengenai beberapa batu kasar yang ada didekat tempat pejalan kaki ini.Hendra yang berada di dekatnya jadi panik. Ketika tahu temanya ini jatuh terguling bahkan kepalanya terbentur benda kasar tanpa pelindung. Karena suasana malam hari dan lokasi tidak begitu jauh dari rumahnya. Roy tidak memakai helm warna hitam yang sempat dikenakan saat berangkat tadi.Pelindung kepala ini seharusnya tetap melekat di anggota tubuh bagian atas ini. Namun Roy merasa agak gerah dan lebih nyaman tanpa helm serta berpikir suasana malam jalanan lengang tidak semacet saat siang hari. Juga ingin merasakan semilir angin malam dan Roy pikir perjalanan tidak memakan waktu lama terlebih saat lengang bisa sedik
Di Klinik lagi.Roy mendapat pertolongan dengan segera dijahit luka pada kepalanya. Kebetulan jika malam hari, klinik tidak terlalu ramai pasien yang berobat. Hanya sesekali jika ada pasien baru yang membutuhkan pertolongan gawat darurat.Untuk pasien yang dirawat inap ada beberapa hingga hingga bangsal hampir penuh. Mereka tinggal dipantau infus dan penjagaan jika ada keluhan yang membutuhkan pertolongan perawat. Ketika Roy dan Hendra membutuhkan pertolongan. Segera bisa ditangani, kebetulan tante Naira sedang di klinik.Tante Naira bisa langsung menangani penjahitan dan lainnya. Dokternya sedang keluar sebentar dan sudah tahu jika tante Naira sudah terampil dan ahli menjahit luka. Sehingga untuk intruksi penanganan selanjutnya sudah selesai penjahitan luka. Hendra sendiri mendapat jahitan di kaki dan tangan, karena benturan dengan tepi trotoar yang kasar permukaannya.Karena Roy sampai pinsan akan ada rujukan untuk CT Scant di rumah sakit untuk Ro
Kesan dari Hendra."Roy, diakah tante?" Clara bertanya dengan nada cemas dan sedikit gemetar. Roy teman yang tadi siang menolongnya, kini berada di ruang perawatan. Sungguh kenyataan yang tak pernah disangkanya. Begitulah memang adanya kehidupan."Sepertinya iya, dari kartu identitas dan sekilas wajah yang masih tante ingat," jawab tante Naira."Dia kenapa tante?" Kali ini Clara bertanya dengan mata berkaca. Rasa penasaran semakin menghiasinya."Kepalanya ada beberapa luka dan orangnya masih belum sadarkan diri."Clara tak kuasa menahan air matanya agar tidak menetes. Sedih dan kasihan mendengar berita ini. Siapa sangka lelaki yang tadi siang membersamainya, menemaninya. Kini matanya terpejam dengan luka yang harus dijahit."Bolehkah aku menjenguknya Tante?" tanya Clara dengan suara yang semakin serak."Boleh. Itu di ruang sebelah. Dia bersama dua temanya. Yang satu sakit juga, mana keluarganya belum ada yang datang." Tante Naira memp
Hal tak terduga.Clara dan ketiga temannya masih berada di sekat gerbang sekolah. Diantaranya ada Roy dan Sasa. Roy yang tadi sempat menundukkan mata dan mengingat kisah cinta tantenya yang kuat dan tulus sejak masih kecil hingga usia tua ini. Yang mana mereka kini sudah memiliki tiga anak yang cantik dan tampan.Dua orang keponakannya itu bergender perempuan, dan ada lelaki yang lahir paling bontot. Bahkan anak bungsu tantenya ini sudah seusia Rina. Terpaut tujuh tahun menikahnya antara orang tua Roy dan sang tante yang merupakan adik kedua dari mamanya Roy. Sang tante dan omnya itu bahkan kini sudah memiliki usaha yang maju dan lancar.Sama seperti mama Roy yang kaya raya. Tantenya itu selalu dilimpahi rezeki yang terus mengalir. Dan sang tantenya itu juga mulai suka bederma. Ia sering memberi sedekah Jum,at di masjid maupun lingkungan dengan berbagi makanan. Hidangan yang biasa diberikan itu seringnya nasi ayam bakar yang pesan di warungnya tante Naira.
Roy teringat tante"Siang ini, kamu jalan atau dijemput duhai Clara? Jika tidak dijemput, biar bersamaku saja. Kali ini aku bersama supir. Dari pada jalan kaki, mendingan naik mobilku. Dijamin sampai depan rumah dengan aman dan nyaman."Setelah mengikuti pelajaran hari ini. Bel tanda selesai belajar dan semua murid dipersilahkan untuk pulang. Roy yang ingin selalu dekat Clara, segera ke arah gadis itu. Tampak Clara sedang duduk di kursi samping sekolah. Jika dalam keadaan menunggu sudah dipastikan pulangnya menunggu jemputan."Bukankah kau tahu, jika aku sekarang sudah jarang jalan kaki lagi. Sejak tersandung, hingga kini aku selalu dijemput."Clara berucap dengan tenang. Roy meminta maaf karena telah banyak lupa. Clara memahami itu. Karena memang sejak benturan itu, Roy terlihat beda. Banyak yang bilang begitu loh. Roy kembali menawarkan keinginannya untuk mengajak Clara pulang bersamanya. Agar kakaknya tidak kerepotan harus ijin dari kantor untuk
Pesona Roy dan Sasa.Sasa memang memiliki sifat yang sedikit angkuh juga. Jika sudah terluka, ia akan berbuat yang menjadi balasan atas lukanya. Sasa tidak menyangka jika Roy akan menduakan dirinya. Padahal selama ini ia rela menolak cowok manapun yang mendekatinya maupun menyatakan cinta padanya.Semua demi kesetiaannya pada Roy. Tapi Roy malah mengejar Clara, disaat ia sedang ingin menyayangi. Bahkan Sasa sempat merasa aneh dengan Roy yang lebih ingin dekat dengan Clara dari pada dirinya. Dan heran jufa mengapa Clara yang kalem dan lembut bisa menerima Roy?"Ah, iya. Seperti apa jua Roy, mau angkuh atau berengsek, tetap saja ia berkharisma. Pesonanya menahlukan lawan. Pastilah Clara bisa takhluk dengan Roy."Sasa bergumam dalam hati. Tapi Sasa masih merasa lebih cantik dan modis dibanding Clara. Ia merasa akan menang dari gadis berambut pirang itu. Sasa memiliki sikap agresif yang akan membuat Roy selalu ingin dengannya. Terlebih saat cream itu su
Kekesalan SasaRoy menyapa Clara, setelah melihat gadis manis ini sedang bercengkerama bersama temannya. Roy segera mendekati mereka. Ia merasa kurang mood saat di kantin tadi. Sepertinya ia ingin bersama Clara kali ini. Meski tadi diajak makan di kantin oleh Sasa."Oh, hai Roy. Rupanya kamu mencariku ya? Hmmm, aku lagi ingin di sini saja sih." Clara membalas sapa Roy dengan suara lembutnya. Hal inilah yang membuat Roy suka dengan Clara. Pandangan Clara tertuju kepada pemuda tampan yang sedang pemulihan dari sakit ini."Ke kantin yuk! Kurang selera nich kalau tak ada kamu!" ajak Roy."Ah, iya. Dari tadi aku juga tidak selera apa pun. Eh, kok sama ya? Aku ingin di sini saja sih," jawab Clara.Tanpa lebih banyak memperhatikan Roy yang sudah duduk di salah satu kursi yang ada di yltaman sebelah dan masih satu kompleks dengan sekolahan ini. Ia kembali aayik bercengkerama dengan para temannya. Roy yang merasa nyaman di sini jadi tak ingin beranjak.
Saat di kantin.Intan mengingatkan Sasa jadi tidaknya ke kantin. Karena ia sendiri juga sudah merasa haus dan perut keroncongan. Intan palung tidak bisa menahan lapar. Ia sangat hobby makan. Tetapi tubuhnya tidak juga melar. Tetap langsing dan semampai. Hampir mirip dengan Sasa hanya pipinya agak cubby sedikit.Intan tetap langsing karena memang pembawaannya yang tidak mudah gemuk. Ia juga rajin ngegim. Minum suplemen agar tetap menjaga berat badan. Dalam hal penampilan, Intan juga suka dandan yang modis. Hampir mirip dengan Sasa. Mereka teman dan sahabat karib. Juga duduk satu meja dalam dua kursi biasa disebut teman sebangku.Mereka sering bersama, mungkin dari sinilah yang membuat penampilan mereka, satu sama lain hampir sama. Jika di jalan ada yang mengira mereka saudara kembar. Tapi pada kenyataannya mereka beda ayah beda ibu. Kebetulan sama sih memang."Sudah yuk Roy! Kita segera menikmati minuman favorite! Kali ini aku yang bayar deh!" Sasa mulai m
Sambutan dari beberapa teman."Hai Roy? Wah sudah rajin masuk sekarang ya?"Para teman Roy mulai menyambut dengan riang seperti dulu lagi. Sebulan yang lalu Roy sering jarang masuk. Baru dua tiga hari sekolah. Besuknya libur dalam waktu lumayan. Bahkan kadang seminggu. Alasanya karena kepalanya berat. Kadang pusing jika membuka buku. Ia pilih di rumah bersantai ria.Pada seminggu di bulan ini, ia mulai aktif tanpa ijin sama srkali. Kepalanya sudah mau betadaptasi dengan buku dan pelajaran apa saja. Jika kadang pusing atau penat sedikit. Bisa diminimalisir atau dinetralkan dengan duduk santai. Tutup buku sejenak kemudian dibuka lagi, bila sudah netral atau reda."Iya. Sudah ingin belajar lagi nih!"Roy duduk di sebelah temannya yang selama menjadi teman sebangkunya. Temannya ini juga menanyakan keadaan Roy. Dan mendoakan semoga sehat selalu. Kebetulan Roy memiliki teman yang cukup pendiam. Tidak banyak tingkah juga enggak suka brutal. Jarang terliba
Di suatu kedai"Hai Roy! Sudah sehat betulkah?" Sapa Hendra yang sudah beberapa waktu tidak terlihat."Iya, kamu sendiri bagaimana?" Roy balik bertanya. Mereka kini sedang nongkrong, kegiatan yang sudah sebulan lebih tidak mereka lakukan"Sudah baikan. Sudah kerja bahkan aku kini. Oh, iya terimakasih banyak ya. Dulu kamu mbantuin aku sedemikiannya." Hendra teringat segala kebaikan Roy. Teringat saat ia sakit dulu, banyak yang telah Roy berikan."Ah, itu biasa. Sorry, baru segitu aku mbantuinnya," Roy sedikit merendah."Itu banyak Roy."Hendra melihat dan mengingat sekilas keadaan Roy. Bantuan hampir sepuluh juta yang Roy berikan. Semuanya tidak perlu dikembalikan. Jarang ada teman sepeduli itu, apalagi yang dinilai brutal oleh orang lain. Sebaiknya memang jangan memandang sebelah mata terhadap orang lain.Yang Hendra herankan lagi, seorang anak milyader masih menghargai dirinya yang hidupnya sederhana dengan kondisi keluarga yang kura
Rihlah bersama teman kecil."Kita jadi liburan nih."Ibrahim berkata dengan penuh keceriaan. Keinginannya untuk mengajak orang bertamasya akhirnya tercapai. Berbagi rezeki untuk kebahagiaan bersama. Rangga akan doajak juga kelima belas temanya. Setelah empat puluh hari berlalu.Anak itu saat ini tinggal di rumahnya Ibrahim. Sebenarnya tante Naira yang mengadopsi, namun karena saat ini srdang ada keperluan di luar kota. Ia titipkan Rangga pada Ibrahim. Tentu pemuda itu sangat senang sekali. Hampor setiap hari ia membelikan makanan dan buah yang Rangga suka. Juga diberikan kepada teman kecilnya Rangga.Rangga sendiri merasa nyaman tinggal di rumah pemuda ini. Kadang para teman Rangga diajak bermain juga ke rumah sang pemuda ini. Rasanya senang bisa membuat orang lain ceria. Kehadiran Rangga di rumah ini juga atas ijin dari keluarganya. Setelah empat puluh hari kemarin, keluarganya kembali ke kampung halaman.Ibrahim memberikannya banuak b
TrenyuhKeesokkan harinya Clara dan Lira juga tante Naira beraktifitas seperti biasa. Sementara Rangga yang sedang berduka kini bersama para temannya yang belum sekolah. Ada tetangga juga. Serta saudara dan keluarga dari desa ada yang menjenguk.Meski bukan orang tuanya, ia yang selama ini sedikit memiliki nurani untuk mengasihi. Tidak banyak yang bisa dilakukan saudaranya ini. Hanya menjenguk dan menyampaikan duka serta memberi tahu kepada warga yang selama ini berbuat baik. Serta memikirkan kelanjutan hidup untuk Rangga.Mereka yang datang adalah saudara yang selalu kepikiran selama Rangga tidak bersama keluarganya. Mereka hanya kerabat tidak bisa berbuat apa? Terlebih keadaan ekonomi yang belum mendukung untuk menambah anggota keluarga baru yaitu Rangga. Miris rasanya hal ini, hingga salah satu dari mereka bersikeras setelah tujuh hari ini akan membawa Rangga tinggal bersama mereka.Hal ini sempat didengar oleh Ibrahim bahkan disampaikan juga ke