Home / Urban / Kembaran Sang CEO / 02. Bertemu Anak Dan Istri

Share

02. Bertemu Anak Dan Istri

Author: Fit
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Heris memandangi bangunan megah yang ada di depannya. Tentu saja berbeda jauh dari mansion tempat tinggalnya yang tidak terurus. Perlahan tangannya menekan bel rumah itu. Tidak perlu menunggu lama, pintu langsung terbuka. Nampak seorang wanita cantik yang langsung berlari ke arahnya dengan wajah gembira.

Pasti wanita ini yang bernama Aleya

Heris sedikit menoleh ke belakang. Sekilas melihat William yang masih mengawasinya dari luar pagar. Saat wanita itu menyentuh lengannya, Heris langsung mundur beberapa langkah. Kedua matanya terbuka lebar dan mulai gemetar.

"Ada apa, Mas? Kok kamu ketakutan begitu?"

Kedua alis Heris terangkat. "Apa? Ti-tidak kok."

Aleya semakin mendekati Heris dengan dahi berkerut. "Kamu sakit, Mas? Suaramu aneh."

Heris menggeleng cepat, lalu bergegas menjauhkan tubuhnya. Ia mengusap keringat yang membasahi wajahnya, ia merasa kakinya semakin melemas. Penyakitnya mulai kambuh lagi. Secepat mungkin ia masuk ke dalam rumah dan meninggalkan wanita tersebut.

Begitu tiba di dalam, ia terdiam cukup lama. Matanya menyipit memandangi setiap sudut ruangan yang ada di sana. Ia tidak menyangka kalau rumah mewah itu memiliki desain yang mirip dengan mansionnya. Bahkan ada lukisan hamparan rumput hijau yang sama dengan miliknya.

Ini ... Apa ini semacam tiruan mansionku? batinnya.

Tiba-tiba saja sebelah tangannya disentuh oleh seseorang dari belakang. Ia langsung berbalik, nampak seorang anak laki-laki yang tersenyum ke arahnya.

Pasti anak ini yang bernama Hamdan. Jadi aku akan hidup bersama dua orang ini selama satu tahun?

"Ada apa?" tanya Heris dengan tatapan sinis.

Anak itu nampak mengerutkan dahinya dan mulai mundur beberapa langkah menjauh dari Heris. Hingga Aleya datang dan langsung menggendong anak itu.

"Kamu kenapa sih, Mas? Kok mendadak aneh gini? Kamu bikin Hamdan takut loh!" ujar Aleya dengan sedikit marah.

Heris menggeleng pelan sembari menyisir rambutnya ke belakang. Ia menoleh ke berbagai arah dengan wajah bingung. Ia ingin segera masuk ke kamar dan menghindari kedua orang ini. Namun ia tidak tahu di mana letak kamar kakaknya.

"Aku ... mau istirahat di kamar," ujar Heris.

Aleya menghela napasnya pelan. "Ya sudah, istirahat sana. Mungkin kamu kelelahan. Kamu sudah gak pulang dua hari loh, Mas."

Heris mengerutkan dahinya, lalu menunjuk salah satu pintu terdekat darinya. "Apa aku boleh tidur di sana?"

Kedua alis Aleya langsung terangkat. "Kamu ... mau tidur di kamarku?"

Aleya langsung mendeham pelan, wajahnya masih terlihat bingung. Namun ia mengangguk, lalu pergi membawa putranya menuju ke tangga. Setelah kepergian dua orang itu, barulah Heris bisa bernapas dengan lega.

Ia berjalan cepat menuju ke kamar yang ditunjuknya. Setibanya di dalam, ia cukup terkejut. Hanya ada ranjang yang cuma bisa ditempati oleh satu orang. Heris mulai mengelilingi ruangan itu dengan perlahan. Tidak ada satu pun barang Haris di sana.

"Apa ini? Mengapa tidak ada barang kakak sama sekali? Apa mereka tidur terpisah?" gumam Heris dengan dahi berkerut.

Tok tok.

Heris langsung melompat ke kasur saat pintu kamar itu diketuk dari luar. Saat terbuka, rupanya yang masuk bukan Aleya, melainkan William. Pria itu kembali menutup pintu, lalu menguncinya. Heris dibuat mengangkat kedua tangan saat pria itu kembali mengarahkan moncong pistol ke kepalanya.

"Jangan melewati batas."

Heris mengangguk sembari tersenyum penuh paksaan. "Aku hanya ingin beristirahat. Apa ini melewati batas?"

"Anda terlalu mencurigakan. Kamar Anda ada di lantai dua," ujar William.

"Tapi aku ingin tidur di kamar ini."

William semakin mendekatkan pistol itu ke depan wajah Heris. "Jangan membantah."

~~~

Suasana kamar yang ditempatinya saat ini tidak berbeda jauh dari kamar Aleya. Hanya ada satu ranjang dan satu lemari. Semua barang di dalam sana juga didominasi oleh milik Haris.

"Wah ... Kalau mereka tidur terpisah, lalu dari mana asalnya anak itu? Semakin menarik saja."

Heris merebahkan tubuhnya di ranjang sembari menatap langit-langit ruangan tersebut. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Haris. Mengapa saudara kembarnya itu mati di mansionnya?

Kedua mata Heris sedikit terbuka saat sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Ia bergegas bangun begitu melihat Hamdan yang datang membawa sebotol air mineral dingin. Anak itu tersenyum lebar, membuat Heris bergidik.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Heris dengan suara sedikit meninggi.

Hamdan menekuk bibirnya. "Aku mau main sama Papa."

"Papa sibuk, mau tidur."

"Tapi Papa gak kelihatan ngantuk kok! Mata Papa lebih besar dari biasanya!" seru Hamdan sembari menunjuk wajah Heris.

"Mata Papa memang begini! Lebih besar apanya?!"

"Papa bukan Papaku ya?"

Kedua mata Heris semakin melebar. "Apa aku tidak terlihat seperti Papamu?!"

"Iya, Papa aneh hari ini. Kok Papa mau ngomong sama aku dan Mama? Padahal biasanya enggak."

Heris langsung bungkam. Ia tidak tahu apa-apa tentang Haris saat di rumah. Apa itu artinya ia sudah melakukan kesalahan? Jadi selama ini Haris tidak pernah berbicara dengan anak dan istrinya?

"Papa tidak pernah bicara sama kamu?" tanya Heris.

Hamdan terdiam sejenak dengan kepala menunduk. Lalu ia mengangkat kepalanya sembari tersenyum lebar.

"Iya. Ini pertama kalinya Papa bicara sama aku."

Related chapters

  • Kembaran Sang CEO   03. Hubungan Penyusup Dan Brankas

    Jantung Heris berdetak sangat cepat. Seluruh tubuhnya terasa gemetar saat memasuki gedung besar di depannya. William yang berdiri di sampingnya mendeham pelan."Jangan gugup," bisik pria tersebut.Heris mengangguk pelan. "Jangan menghilang dari jangkauanku ya."William mengangguk tegas. Begitu memasuki pintu utama, mereka langsung disambut oleh banyak karyawan yang berdiri membentuk barisan dan menyisakan jalan di tengahnya. Heris menarik napas panjang, lalu mulai berjalan sembari tersenyum pada semua orang yang ada di sana bagaikan seorang idol. Tiba-tiba saja sebelah tangannya dicubit oleh William. Lalu pria itu sedikit berbisik di dekat telinganya."Jangan tersenyum seperti orang bodoh. Anda mau mati?"Senyum di wajah Heris langsung sirna. Ia mendeham pelan, sebisa mungkin menahan kedua sudut bibirnya yang berkedut. Untuk pertama kalinya ia tidak tersenyum pada orang-orang yang menyambutnya dengan ramah.Ah, sial sekali. Ternyata selama ini kakakku menjalani hidup yang mengerikan.

  • Kembaran Sang CEO   04. Sosok Pencuri Brankas

    Malam terasa sangat dingin, Heris menarik selimutnya lebih tinggi lagi hingga menutupi dada. Namun dahinya mulai berkerut saat rambutnya seperti diterpa angin kencang. Akhirnya ia segera membuka mata. Ia melirik ke arah jendela yang ada di dekat ranjang. Kedua matanya terbelalak saat menyadari kalau jendelanya sudah terbuka lebar."Bagaimana bisa?" gumam Heris sembari turun dari ranjangnya.Baru saja menjejakkan kakinya di lantai. Matanya langsung tertuju pada lemari yang sudah terbuka lebar. Untuk kedua kalinya ia mendapati semua pakaian sudah berserakan di lantai."Brankasnya!"Heris melangkah cepat ke arah lemari tersebut. Kedua matanya terpejam erat, lalu sebelah tangannya memukul lemari dengan kuat. Ia kehilangan satu-satunya barang yang mungkin berisi kepingan puzzle pembunuhan Haris."Papa!"Teriakan Hamdan yang begitu keras menyeruak masuk ke telinga Heris. Secepat mungkin ia berlari keluar dari kamar. Ia menuruni tangga dengan terburu-buru. Begitu tiba di bawah, ia mendapati

  • Kembaran Sang CEO   05. Aleya Diculik?!

    "Sebenarnya, apa isi brankas itu ya?" gumam Heris sembari menyisir rambutnya ke belakang.William yang tengah mengemudikan mobil sedikit melirik ke arahnya. "Brankas apa?""Entahlah, ada brankas di dalam lemari Kak Haris. Tapi semalam ada orang yang mencurinya."Tiba-tiba saja William menginjak rem hingga membuat Heris tersentak ke depan. Ia membulatkan kedua matanya dengan mulut bersiap untuk mengumpat. Namun tatapan William langsung membuat semua kalimat yang sudah tersusun rapi di kepalanya itu menghilang."Saya akan merekrut dua penjaga lagi di dekat kamar Anda," ujar William.Heris langsung menggeleng. "Tidak perlu sampai sebegitunya.""Saya yang sudah memaksa Anda, jadi keselamatan Anda itu prioritas bagi saya."William langsung menepikan mobilnya dan meraih ponsel yang ada di dashboard. Ia nampak menghubungi seseorang dengan mata sesekali melirik ke arah Heris melalui spion."Apa kau luang?"Wah ... Dia menelepon tanpa menyapa, membawa pistol, dan memukul atasannya. Benar-benar

  • Kembaran Sang CEO   06. Menyelamatkan Aleya

    "Tempatnya benar di sini?"Heris mengerutkan dahinya. Ia mencoba untuk terus memahami gambar yang ada di ponselnya. Namun rupanya sangat sulit, karena gambarnya hanya menampakkan kotak-kotak saja."Hei!""Apa?" sahut Heris yang seperti baru sadar dari lamunannya."Benar di sini tempatnya?"Heris mengedikkan bahunya, lalu menyodorkan ponsel itu pada William. "Bagaimana aku tau? Semua gambarnya terlihat sama!""Rupanya perbedaan Anda dengan Pak Haris ada di otaknya," gumam William."Kurang ajar."Heris dan William langsung turun dari mobil. Lalu mereka mulai menelusuri satu-satunya jalan setapak yang ada di dekat bangunan tua dengan cat setengah luntur. Begitu tiba di depan pintu besar, William langsung membuka pintu tersebut. Kemudian ia mendorong Heris masuk ke dalam ruangan tersebut dan menutup pintunya. "Hei! Apa yang kamu lakukan sialan?!" teriak Heris sembari berulang kali memukul pintu dengan keras."Anda lewat pintu utama, saya akan lewat pintu belakang," ujar William.Heris ya

  • Kembaran Sang CEO   07. Tidur Sekamar

    "Pelan-pelan," ujar Heris sembari menggenggam pergelangan Aleya.Aleya terkekeh pelan, matanya sesekali melirik ke arah pria yang saat ini nampak sangat khawatir. Sementara Hamdan terus mengikuti mereka dari belakang. Saat hendak masuk naik ke tangga, Heris langsung menghentikan wanita tersebut."Kamu mau ke mana?" tanya Heris.Aleya menunjuk ke lantai dua dengan dahi berkerut. "Kamarku bukan di sana?""Kamarmu di sana," ujar Heris sembari menunjuk ke arah kamar di dekat ruang tamu.Aleya mengerutkan dahinya. "Apa gak ada kamar di atas sana?""Ada, tapi kamarku."Heris kembali menuntun Aleya menuju ke arah kamarnya. Namun wanita itu memberontak dan menarik tangannya. Raut wajahnya terlihat tidak terima."Kita 'kan suami istri, bagaimana bisa kamarnya terpisah?!" protes Aleya.Heris menggaruk tengkuknya. "Ya ... itu ....""Jangan-jangan kamu bukan suamiku ya?""Aku suami kamu, Aleya. Tanya sama dia," ujar Heris sembari menarik Hamdan ke dekatnya.Hamdan hanya tersenyum tipis, lalu meme

  • Kembaran Sang CEO   08. Morning Kiss

    Heris melajukan mobilnya menembus jalan di Kota Jakarta yang sangat ramai. Berulang kali ia menekan klakson, namun tidak kunjung membuat pengendara lain menyingkir. Ia memukul kemudi diiringi decakan pelan."Kalau begini, kapan aku sampai di kantor?!"Tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Ia mendesis pelan, lalu menarik napas dan mengembuskannya secara perlahan. Setelah itu barulah ia menjawabnya."Ada apa lagi, Aleya?" katanya dengan suara lembut."Kamu lupa bawa tas kerja, Sayang."Heris mengerjapkan matanya beberapa kali. "A-apa?""Tas kerja.""Bukan, bukan itu! Kamu memanggilku apa?""Heris."Heris mengusap wajahnya dengan kasar. "Buk—ah sudahlah. Apa kamu bisa mengantar tas kerjaku?""Bisa, tapi mungkin sedikit terlambat. Soalnya aku harus mengantar Hamdan ke sekolah," sahut Aleya."Gak masalah. Hubungi aku kalau sudah mau pergi ke kantor."Setelah itu Heris mengakhiri panggilan bersamaan dengan jalan yang mulai lengang. Kini ia bisa melajukan mobilnya ke arah OBBY

  • Kembaran Sang CEO   09. Darah di Ventilasi Udara

    Aku melakukan kesalahan.Heris menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak menyangka kalau Aleya berani melakukan hal tersebut. Padahal awal bertemu, ia yakin kalau wanita itu pemalu."Apa yang sudah ku lakukan?" Heris terkekeh berulang kali, lalu ia menghantamkan dahinya ke meja. "Sial, aku malah berciuman dengan dia."Klek.Heris menoleh ke arah pintu. Nampak William yang datang dengan senyum mencurigakan di wajahnya. Pria itu perlahan mendekat ke arah meja kerja Heris. Setumpuk berkas sudah siap di tangannya."Anda pasti bersenang-senang ya? Beritanya sudah menyebar ke seluruh penjuru," ujar William.Heris menaikkan kedua alisnya. "Berita apa?""CEO OBBY Company mencium wanita asing di lobby.""Tapi dia istriku," sanggah Heris."Lebih tepatnya, istri kakak Anda."Heris mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ia tidak bisa membantah ucapan William. Sebab memang kenyataan kalau Aleya bukan istrinya."Lalu bagaimana? Apa akan berdampak buruk?"William menggeleng pelan. "Kita hanya perl

  • Kembaran Sang CEO   10. Suara Tembakan di Telepon

    Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Pandangannya yang semula samar kini mulai semakin jelas. Dahinya mulai mengerut sembari memandangi ruangan yang nampak asing."Aku di mana?" gumamnya sembari berusaha bangun."Ma! Papa udah bangun!"Heris menoleh ke samping, nampak Hamdan yang tengah duduk sembari tersenyum lebar ke arahnya. Tidak lama, pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sosok Aleya. Raut wajah wanita itu dengan jelas menyiratkan rasa khawatirnya."Jangan bangun dulu, kamu harus istirahat!" ujar Aleya yang langsung memaksa tubuh Heris kembari berbaring di ranjang.Heris menautkan kedua alisnya. "Bagaimana aku bisa ada di sini?""Kamu lupa, Mas? Kamu pingsan di dalam ventilasi udara ruanganmu!" Aleya mendesis pelan, lalu memukul pelan bahu Heris. "Kamu bikin khawatir aja deh!""Kok kamu bisa tau aku pingsan di sana?" tanya Heris.Aleya langsung membekap mulut pria itu. "Gak usah banyak tanya. Kamu harus istirahat!"Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Ia menoleh ke

Latest chapter

  • Kembaran Sang CEO   17. CEO Palsu?

    William menoleh ke segala arah dengan pandangan yang masih buram. Dahinya berkerut saat melihat banyak sekali foto yang menempel di dinding. Kedua matanya langsung terbuka lebar saat menyadari ada wajahnya di sekian banyaknya foto yang menempel di ruangan tersebut.Sial ... ruang apa ini?Saat tengah sibuk berpikir, tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka lebar. Nampak dua orang pria dengan setelan jas mulai mendekat ke arahnya. Salah satu dari pria itu mengeluarkan sebuah kartu tanda pengenal dan mendekatkannya ke depan wajah William."Anda tau orang ini?"William menggeleng cepat. "Tidak, saya tidak tau."Bugh!Pukulan kuat langsung mendarat tepat di wajah William. Pelakunya tertawa begitu senang, apalagi melihat darah segar yang mengalir di sudut bibir William."Jawab yang benar kalau tidak mau dipukul!" bentak salah satunya."Jangan terlalu bersemangat, Rey," ujar pria yang terlihat tenang di belakang."Baik, Sena."Setelah itu, Sena mengambil alih kartu tanda pengenal yang ada d

  • Kembaran Sang CEO   16. Mayat di Ventilasi Udara

    Heris mempererat genggamannya dengan Aleya. Berulang kali ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya. Ia melirik sekilas ke arah wanita tersebut."Kamu siap?" tanya Heris.Aleya mengangguk sembari tersenyum. "Siap, kamu gimana?"Heris tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Belum siap."Aleya terkekeh pelan. "Kalau gitu, kita pulang dulu aja, gimana?"Senyum Heris mengembang. Mereka langsung berbalik hendak pergi. Namun pintu di belakangnya tiba-tiba saja terbuka. Keduanya langsung mematung di tempat."Kalian mau ke mana? Sudah sampai, kenapa mau pergi lagi?"Suara ini ...Heris menelan ludahnya dengan kasar. Keringat dingin mulai mengalir di sekitar wajahnya. Ia sangat ingin melarikan diri saat ini. Namun tubuhnya seperti membeku dan kedua kakinya menempel di lantai."Haris?"Heris memejamkan kedua matanya dengan erat saat suara itu terdengar tepat di sampingnya. Apalagi saat bahunya ditepuk dari belakang."Mas?"Kedua matanya sontak terbuka. Nampak Aleya yang menatapnya dengan wajah

  • Kembaran Sang CEO   15. Ingatan Masa Lalu

    Aleya bergegas bangun dari ranjang saat sinar matahari pagi mulai menyeruak masuk ke matanya. Ia menoleh ke segala arah, namun sosok Heris tidak ada di ruangan tersebut. Secepat mungkin ia berlari keluar dari sana. Langkahnya begitu cepat menyusuri koridor, hingga saat tiba di depan pintu, lengannya ditahan oleh seseorang."Kamu mau ke mana, Leya?"Aleya sontak menoleh ke arah suara tersebut. Ia menggigit bibir bawahnya saat melihat Heris yang sedang tersenyum. Pria itu membawa sebuah plastik berisi makanan ringan."Kamu habis dari mana?" tanya Aleya.Heris mengangkat sebelah tangannya dan menunjukkan plastik tersebut. "Beli ini buat Hamdan."Tanpa terasa kedua matanya terasa perih hingga pandangannya mulai memburam. Ia langsung memeluk pria itu dengan erat. Heris sempat terkejut, namun detik berikutnya ia membalas pelukan Aleya."Kenapa sih? Kamu mimpi buruk?" tanya Heris.Aleya menggeleng pelan. "Aku kira kamu ninggalin aku.""Gak mungkin, lah!" jawab Heris dengan cepat.Aleya langs

  • Kembaran Sang CEO   14. Kecelakaan Yang Disengaja?

    Tubuh Heris terhuyung ke samping hingga menabrak tempat sampah. Sedangkan motor yang menabraknya pergi begitu saja. Orang di sekitar langsung membantu Heris yang tergeletak dengan tubuh lemah.Aleya mematung di tempatnya, bahkan sampai Heris dibawa ke dalam rumah sakit oleh orang-orang. Ia baru tersadar saat Hamdan menggoyangkan tangannya dengan kuat."Mama! Ayo!" seru Hamdan.Aleya terdiam dan hanya mengikuti ke mana langkah kecil Hamdan pergi. Mereka melintasi koridor rumah sakit mengekori Heris yang dibawa pergi menuju ke salah satu ruangan.Tanpa mereka sadari, sejak tadi nampak pasien mencurigakan yang terus mengawasi. Setelah Aleya melintas, ia langsung menghubungi seseorang. Sebelah sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman."Rencana B selesai."~~~"Sampai kapan kita membiarkan CEO palsu itu? Dia tidak juga jera walau kita sudah berulang kali mencelakai dia," ujar seorang pria berjas hitam yang duduk dengan tangan menopang wajah."Bisa diam dulu, Rey?"Rey, wakil direktur keu

  • Kembaran Sang CEO   13. Sisi Lain Heris

    Heris bergegas bangun dari ranjang, lalu mendorong Dimas hingga menyingkir dari hadapannya. Ia menatap pria itu dengan sorot tajam. Setelah itu ia berjalan cepat ke arah Aleya. Tanpa mengatakan apa pun, ia menarik wanita itu keluar dari ruangan tersebut."Jangan mudah percaya sama orang, Leya!" kata Heris dengan penuh penekanan.Aleya mengerutkan dahinya, ia tidak bisa menahan bibirnya yang mulai melengkung. "Apa? Kamu manggil aku apa?""Tolong jangan ngalihin pembicaraan. Aku serius loh!""Loh? Kamu marah, Mas?" Aleya menghentikan langkahnya hingga Heris ikut berhenti dan menoleh. "Kok tumben kamu marah gini?"Heris mendesis pelan, sebelah tangannya menyisir rambutnya ke belakang. "Aku gak boleh marah saat ngeliat kamu digodain orang asing?""Kamu cemburu?"Heris langsung melepas genggamannya dari tangan Aleya. Ia terdiam sejenak sembari menatap wanita itu lurus tanpa ekspresi. Hingga decakan pelan lolos dari mulutnya."Gak tau deh. Aku mau cari Hamdan dulu," ujar Heris.Senyum Aleya

  • Kembaran Sang CEO   12. Cemburu

    Heris mencengkram ponselnya dengan erat. Panggilan sudah berakhir sejak beberapa menit lalu. Hingga tubuhnya mulai terhuyung saat petugas keamanan datang. Aleya yang baru tiba langsung memeluknya dari samping."Gak apa-apa. Ini bukan salah kamu," ujar Aleya.Heris melirik wanita itu, ia menggigit bibir bawahnya. Lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Untuk sesaat ia merasa sangat tenang. Tanpa sadar, pintu ruangan sudah terbuka. Aleya menjauhkan tubuhnya, lalu menyodorkan sapu tangan yang berasal dari tasnya."Tutup mulut dan hidungmu pakai ini kalau mau masuk," ujar Aleya.Heris tersenyum, ia segera menempelkan benda itu hingga menutupi setengah wajahnya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam ruangan. Beberapa pengawal yang terluka nampak tengah merayap di lantai sembari terbatuk-batuk.Heris yang panik langsung mengulurkan kedua tangannya untuk membantu mereka berdiri. Tanpa sadar ia menghirup asap yang ada di ruangan tersebut."Mas! Sapu tangannya!" seru Aleya.Heris menaikka

  • Kembaran Sang CEO   11. Telepon Ancaman

    Heris terus memandangi William yang masih belum sadarkan diri. Pikirannya terus beradu, berusaha mencari tahu kejadian yang sebenarnya. Ia tidak menyangka kalau kamera pengawas di ruangannya saat itu sedang rusak, seperti sudah direncanakan sebelumnya.Heris menyisir rambutnya dengan sebelah tangan. "Jika tidak ada rekaman CCTV, berarti akan sulit untuk menangkap pelakunya."Ceklek.Pintu ruangan itu tiba-tiba saja terbuka. Heris membulatkan kedua matanya saat melihat seorang pria berjas biru tua dengan dasi polkadot yang begitu mencolok. Kerutan di dahi pria itu untuk sesaat membuat Heris cukup lama menatapnya.Plak!Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Heris. Dibanding marah, justru saat ini ia lebih ingin melarikan diri. Tubuhnya seperti menciut di hadapan pria tersebut."Apa yang kamu lakukan pada OBBY Company, Haris?!" bentak pria tersebut hingga suaranya menggema di dalam ruangannya.Heris menunduk dengan kedua tangan terkepal kuat. "Ma-maafkan saya, A-ayah."Kedua matanya

  • Kembaran Sang CEO   10. Suara Tembakan di Telepon

    Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Pandangannya yang semula samar kini mulai semakin jelas. Dahinya mulai mengerut sembari memandangi ruangan yang nampak asing."Aku di mana?" gumamnya sembari berusaha bangun."Ma! Papa udah bangun!"Heris menoleh ke samping, nampak Hamdan yang tengah duduk sembari tersenyum lebar ke arahnya. Tidak lama, pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan sosok Aleya. Raut wajah wanita itu dengan jelas menyiratkan rasa khawatirnya."Jangan bangun dulu, kamu harus istirahat!" ujar Aleya yang langsung memaksa tubuh Heris kembari berbaring di ranjang.Heris menautkan kedua alisnya. "Bagaimana aku bisa ada di sini?""Kamu lupa, Mas? Kamu pingsan di dalam ventilasi udara ruanganmu!" Aleya mendesis pelan, lalu memukul pelan bahu Heris. "Kamu bikin khawatir aja deh!""Kok kamu bisa tau aku pingsan di sana?" tanya Heris.Aleya langsung membekap mulut pria itu. "Gak usah banyak tanya. Kamu harus istirahat!"Heris mengerjapkan matanya berulang kali. Ia menoleh ke

  • Kembaran Sang CEO   09. Darah di Ventilasi Udara

    Aku melakukan kesalahan.Heris menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Ia tidak menyangka kalau Aleya berani melakukan hal tersebut. Padahal awal bertemu, ia yakin kalau wanita itu pemalu."Apa yang sudah ku lakukan?" Heris terkekeh berulang kali, lalu ia menghantamkan dahinya ke meja. "Sial, aku malah berciuman dengan dia."Klek.Heris menoleh ke arah pintu. Nampak William yang datang dengan senyum mencurigakan di wajahnya. Pria itu perlahan mendekat ke arah meja kerja Heris. Setumpuk berkas sudah siap di tangannya."Anda pasti bersenang-senang ya? Beritanya sudah menyebar ke seluruh penjuru," ujar William.Heris menaikkan kedua alisnya. "Berita apa?""CEO OBBY Company mencium wanita asing di lobby.""Tapi dia istriku," sanggah Heris."Lebih tepatnya, istri kakak Anda."Heris mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Ia tidak bisa membantah ucapan William. Sebab memang kenyataan kalau Aleya bukan istrinya."Lalu bagaimana? Apa akan berdampak buruk?"William menggeleng pelan. "Kita hanya perl

DMCA.com Protection Status