Mobil yang berhenti tidak jauh dari sana belum meninggalkan tempat tersebut. Perasaan Cahya campur aduk saat melihat kejadian ini. Kali ini, dia memang terlalu sembrono.Hardy menatap Cahya sembari bertanya, "Kak, kita jadi pulang, nggak?"Cahya mengalihkan pandangannya, lalu memijat kening dan menjawab, "Iya."....Satu minggu kemudian, di Perusahaan Soulna. "Paman Fendra, kenapa kamu nggak beristirahat lagi?" tanya Claire saat melihat Fendra yang sudah masuk kerja. Claire mengkhawatirkan luka Fendra.Fendra mengangkat lengannya, lalu tersenyum dan menjawab, "Lukaku hampir sembuh, jadi nggak masalah. Kamu tenang saja."Claire dan Fendra berjalan keluar dari lift. Fendra menanyakan masalah Claire dan Javier di Pulau Yanno. Bahkan, media juga tahu tentang insiden di Pulau Yanno. Bagaimanapun, kabar ini sangat menghebohkan. Hanya saja, masalah Javier dan Cahya yang hampir kehilangan nyawa tidak diekspos.Keluarga Chaniago dan Fernando memilih untuk tidak mengungkapkan masalah ini dan men
Sementara itu, Claire duduk di sofa sambil melihat majalah pakaian tradisional. Candice keluar setelah mengenakan pakaian tradisional. Claire menggeleng karena warna pakaiannya membuat Candice terlihat tua.Kemudian, Candice mengganti pakaian yang lain lagi. Namun, warnanya terlalu mencolok sehingga tidak cocok dengan Candice. Sesudah mengganti beberapa kali, Claire tetap menggeleng. Claire meminta staf wanita itu membawa beberapa pakaian tradisional yang dipilihnya tadi, lalu menyuruh Candice mencobanya.Setelah Candice memakainya, hasilnya lebih memuaskan daripada yang sebelumnya. Candice mencoba beberapa model lagi. Dia yang kelelahan bersandar di dinding dan mengeluh, "Claire, aku nggak sanggup lagi."Claire merenung sambil mengelus dagunya. Tiba-tiba, dia menunjuk pakaian tradisional yang dipegang staf wanita sembari berkata, "Coba model yang itu.""Masih mau coba lagi?" tanya Candice. Dia benar-benar frustrasi.Claire mengangguk, jadi Candice pun mencobanya. Ketika Candice keluar
Candice dan Claire keluar dari salon. Claire melihat Candice yang menunduk terkesan malas. Claire menepuk punggung Candice dan menyemangatinya, "Berdiri yang tegak, kamu harus percaya diri."Candice yang merasa tidak berdaya bertanya, "Aku cuma interviu, apa perlu begitu serius?"Claire menjawab dengan tegas, "Tentu saja perlu. Coba kamu pikir, banyak guru di akademi musik sangat muda dan cantik. Jadi, kamu harus memperhatikan penampilanmu. Masa kamu pergi interviu dengan penampilan yang nggak rapi?"Candice merasa ucapan Claire masuk akal. Dia mengangguk dan menimpali, "Kamu benar. Kalau begitu, aku akan berdiri tegak." Candice langsung mempraktikkannya.Claire tertawa, lalu menyentil pinggang Candice dan mengingatkan, "Lebih alami sedikit."Candice langsung menghindar dan menutupi pinggangnya. Dia yang merasa tidak rela juga menggelitik Claire. Mereka berdua tertawa dan sama sekali tidak menghiraukan orang-orang yang lewat.Di rumah sakit, Cahya berjalan masuk ke kamar Javier, lalu m
Ketiga kalinya, Cahya pergi ke Perusahaan Soulna dengan menggunakan alasan menyewa perhiasan untuk menemui Claire. Tujuannya tercapai saat melihat Javier panik. Kemudian, dia mendapat telepon dari adik sepupunya yang mengatakan bahwa Claire digigit ular dan meminta dirinya untuk membawa Profesor Quard ke sana.Ketika tiba di kamp pelatihan, Cahya melihat Javier yang gelisah dan gugup. Saat itu, dia baru yakin bahwa Javier benar-benar mencintai Claire. Meskipun Javier terjangkit virus dan menyembunyikan perceraiannya dengan Claire dari publik, Cahya tahu bahwa perasaan Javier sama sekali tidak berubah.Javier adalah orang yang sangat menjunjung tinggi komitmen. Selama menurutnya benar, dia akan melakukannya walaupun terpaksa. Setelah terjadi sesuatu pada Claire, Javier merasa sangat menyesal.Dalam waktu 3 tahun, Javier sama sekali tidak mendengar kabar apa pun tentang Claire. Dia merasa sangat cemas sehingga diam-diam mengutus orang untuk mencari keberadaan Claire. Di sisi lain, Candi
Tidak ada yang mengenakan pakaian formal. Semua orang berdandan secara khusus dan terlihat glamor. Candice mengenakan kebaya biru yang dirancang secara khusus, dengan gambar bunga kamboja putih yang indah, tampak terjahit rapi di sepanjang bagian bawah rok. Pinggiran bunga di bagian lehernya juga dihiasi dengan mutiara.Candice juga mengepang rambut panjangnya yang biasa terurai. Hal ini pun memperlihatkan paras cantiknya. Selain itu, dia hanya mengenakan sedikit riasan, dengan bentuk alis yang tergambar dengan sempurna. Secara keseluruhan, penampilan Candice sangat anggun, klasik, lembut, dan hangat.Orang-orang yang sedang menunggu di luar sontak menatap ke arahnya. Hal ini membuat Candice merasa agak canggung sehingga dia menunduk dan bertanya, "Clarie, apakah aku terlihat sangat aneh?"Namun, Claire malah menepuk bahunya sambil berkata, "Kamu harus percaya diri."Saat ini, Candice telah mendapatkan nomor antrean dan sedang menunggu gilirannya. Saat melihat orang-orang di depan masu
Louis menatap Candice dengan tatapan yang mengandung maksud terselubung dan tidak menjawab pertanyaannya. Sementara itu, Candice pun bergegas ke hadapan Claire. Saat ini, Claire bertanya, "Bagaimana? Seharusnya aman, 'kan?"Namun, Candice malah menjawab sambil tersenyum canggung, "Aku juga nggak tahu, katanya tunggu pemberitahuan saja."Claire masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Hardy tiba-tiba menelepon. Itu sebabnya, dia pun berjalan ke samping untuk mengangkatnya.Sementara itu, Candice dan Louis tetap di sana. Suasana di antara keduanya terasa agak canggung. Ketika Candice mendongak, tatapannya tidak sengaja bertemu dengan tatapan Louis. Dia pun buru-buru mengalihkan pandangan sambil bertanya, "Kenapa kamu melihatku seperti itu?"Candice merasa agak malu karena dilihat seperti itu. Namun, Louis malah melipat kedua lengannya di depan dada, lalu memperhatikan penampilannya sambil berkomentar, "Kamu terlihat berbeda karena berpenampilan seperti ini."Suasana yang awalnya tegang lan
Saat ini, Hardy menyela, "Ibu, bagaimana kalau aku mencarikan pembantu untukmu? Aku tidak bisa sering-sering datang, jadi khawatir kamu hanya sendirian."Bianca menatapnya sambil menolak, "Ibu memang nggak suka dilayani. Rasanya lebih nyaman kalau melakukan semuanya sendiri."Claire tampak menunduk. Bianca pernah menjadi Nyonya Kedua Keluarga Chaniago. Meskipun sempat menjalani kehidupan yang mewah dengan dilayani oleh banyak orang, dia tetap bisa beradaptasi dengan kehidupan baru seperti ini. Sementara itu, para istri orang kaya yang terbiasa hidup mewah, biasanya akan sulit menerima kemerosotan dengan tenang.Alasan Bianca mengundang Claire untuk makan di rumahnya, sebenarnya untuk menebus kesalahannya ketika makan bersama pada hari itu. Pada saat ini, Bianca berkata, "Maafkan aku. Hari itu, kalian seharusnya bisa makan dengan tenang, tapi aku malah merusak suasana."Claire hanya menatapnya sambil berkata, "Tante Bianca, jangan bilang seperti itu. Aku dan Paman Fendra sama sekali tid
Di dalam mimpinya, Javier sudah bangun. Claire pun tiba-tiba merasa lebih tenang. Dia meraih tangan Javier dan makin tenggelam dalam mimpi yang ada suaminya.Saat ini, matahari sudah perlahan terbit. Cahaya terang yang menyilaukan, memaksa Claire untuk membuka matanya. Ketika melihat ranjang kosong di hadapannya, wanita itu langsung bangkit. "Javier?" seru Claire. Namun, tidak ada yang merespons di kamar pasien. Dia bergegas ke lorong, lalu tiba-tiba menghentikan seorang perawat yang lewat. Kemudian, dia segera bertanya, "Apa kamu melihat pasien di kamar ini?""Bukannya dia ...." Begitu menoleh ke dalam, perawat itu sontak terkejut dan bertanya, "Di mana orangnya?"Si perawat bergegas kembali ke stasiun perawat untuk melaporkan hal ini. Ketika melihat kamar pasien yang kosong, Claire benar-benar panik. Lantaran teringat dengan sesuatu, dia pun berlari ke arah lift.Saat ini, sudah memasuki puncak musim gugur. Angin pagi yang berembus terasa sangat sejuk. Daun-daun yang berguguran tamp
“Oke.” Filbert langsung maju untuk menarik Sissae. Sissae pun menjerit, “Coba saja kalau kamu berani! Jules, kalau kamu berani bersikap seperti ini sama aku, itu berarti kamu mau melawan Keluarga Taylor!”Meski Sissae menjerit, tetap saja tidak ada yang menghiraukannya.Hingga Sissae dibawa keluar gedung perusahaan, dia baru terdiam. Betapa inginnya dia membakar gedung itu. Seumur hidupnya, dia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Dia pasti tidak akan melepaskan mereka!Sissae berkata dengan galak, “Mengenai Jules, aku punya cara agar kamu bisa menyelamatkannya!”Di sisi lain, di Vila Laguna.Miya sudah selesai mempersiapkan makan malam. Dia mengantar makan malam ke lantai atas. Begitu pintu kamar dibuka, Miya berkata, “Bos, makan malam sudah selesai.”Jessie menatap makan malam yang begitu mewah. Dia mulai merasa mual lagi. Miya menatapnya. “Bagaimana sekarang? Apa kamu masih mual-mual? Padahal aku sudah memasukkan perasan buah lemon.”Jessie bersandar di sofa. “Aku masih saja nggak
Jules menyipitkan matanya sembari memikirkan sesuatu. “Dia pergi bertemu dengan seorang wanita?”Filbert mengusap dagunya. “Aku juga tidak tahu apa yang lagi mereka obrolkan. Mereka kelihatan sangat misterius, tapi pasti bukan hal bagus.”Pintu diketuk. Filbert berdiri, lalu pergi membukakan pintu. Orang yang berada di luar pintu adalah Sissae.Sissae mengabaikan Filbert, lalu memeluk dokumen berjalan ke dalam ruangan. “Yang Mulia.”Sissae menyerahkan dokumen kepada Filbert. Jules tidak mengambilnya. “Keluar setelah letakkan di atas meja.”Setelah meletakkannya, Sissae pun membungkukkan tubuhnya sembari tersenyum. Dia membungkukkan setengah tubuhnya ke sisi Jules. “Apa perlu Yang Mulia bersikap sekejam ini? Waktu itu, aku memang nggak seharusnya mengancammu dengan nama ayahku. Aku bersalah. Aku minta maaf terhadap Yang Mulia.”Filbert yang berdiri di depan pintu pun merinding. Suara manja si wanita membuat seluruh bulu kuduknya berdiri.Jules mengangkat kelopak matanya. Dia tidak berge
Mie itu kelihatan sangat enak, aromanya juga wangi. Lantaran kepikiran Jessie sedang kehilangan selera makan, dia sengaja meletakkan dua lembar lemon di atas mie.Mangkuk diletakkan di hadapan Jessie. “Bos, coba lihat.”Jessie mengendus aroma wangi mie yang bercampur aduk dengan aroma segar buah lemon. Dia pun tidak sabaran segera mencicipinya. Rasa asam lemon berpadu dengan sup yang kental dan gurih. Selera makan Jessie langsung membaik. Tekstur mie juga sangat kenyal, tidak keras sama sekali.Miya melihat Jessie yang tidak berhenti menyantap masakannya. “Gimana? Apa cocok dengan seleramu?”Jessie mengangguk, lalu mengacungkan jempol. “Enak sekali! Sekarang aku nggak merasa mual. Bagaimana kamu bisa melakukannya?”Bahkan, pelayan rumah juga tidak percaya dengan mata mereka.Bagaimanapun, koki yang direkrut adalah koki dari hotel berbintang. Apalagi berhubung Jessie sedang hamil, selera makannya sangat buruk. Biasanya dia selalu memuntahkan semua makanannya.Berbeda dengan sekarang, Je
Pelayan itu mengangkat kepalanya dengan perlahan. “Gimana kalau aku telepon Bu Wika untuk segera kemari?”Jessie tersenyum. “Nggak usah. Aku nggak sanggup untuk memanggilnya kemari.” Usai berbicara, Jessie pergi ke dapur. Miya segera menghalanginya. “Kamu mau ngapain?”“Bikin sarapan sendiri.”“Nggak boleh!” Miya menarik Jessie, lalu menyuruhnya untuk duduk di ruang makan. “Meski nggak ada koki, masih ada aku, kok. Aku pernah menjadi koki di restoran. Tenang saja, meski sudah lama aku nggak memasak, aku jamin rasanya pasti enak!”Kemudian, Miya memasuki dapur dengan lenggak-lenggok.Kedua pelayan khawatir Miya akan mengacaukan dapur. Hanya saja, berhubung ada majikan mereka di sini, mereka juga tidak berani mengatakan apa pun. Mereka berdua saling bertatapan, lalu memberi isyarat mata.Pelayan yang satu lagi segera pergi ke halaman untuk menghubungi Wika. “Bu Wika, kamu cepat kembali. Nyonya sudah bangun dan sangat marah. Kalau sampai Tuan tahu, kami pasti akan dipecat.”Di sisi lain,
“Iya, dia memang cocok untuk menjadi pengurus rumah.” Jessie menunduk. “Tadi ketika Dacia cari aku, dia menghalangi Dacia, nggak izinin Dacia untuk ketemu sama aku. Ketika aku mau Miya tinggal di rumah, dia juga suruh aku minta izin sama kamu. Aku tahu dia itu orang yang kamu rekrut. Wajar kalau dia dengar apa katamu. Tapi, aku merasa aku dipojokkan bagai aku itu orang luar di rumah ini. Aku nggak bisa melakukan keputusan apa pun dengan bebas.”Hati Jules terasa tegang. Dia memangku Jessie, lalu berkata, “Kenapa kamu berpikir sembarangan?” Jules mendekatinya. Napas hangat mengenai pipi Jessie. “Kalau kamu tidak suka, lain kali kamu tidak usah dengar apa katanya. Kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan. Tapi, kalau kamu mau keluar rumah, kamu mesti dikawal oleh pengawal.”Usai berbicara, Jules memeluk Jessie. “Aku benar-benar takut kamu bosan di rumah. Jessie, aku tidak berharap kamu tidak senang. Kalau kamu benar-benar merasa tidak senang, aku ….”Jessie menatap Jules. “Apa yang
Jules merangkul pinggang Jessie. “Kelak aku tidak perlu menemani klien lagi. Aku cukup pulang untuk menemani istriku saja.”Jessie terbengong sejenak, lalu mendorong Jules dengan perlahan. “Kenapa kamu malah nggak menemani klien lagi? Kamu itu presdir dari perusahaan. Kalau aku nggak izinin kamu pergi menemani klien, bagaimana pandangan orang lain terhadapku? Nanti orang-orang malah mengatakan aku itu bukan istri yang pengertian.”Kening Jules berkerut. “Siapa yang berani mengatakanmu?”“Siapa juga yang tahu.” Jessie duduk di depan meja makan, lalu mengambil buah plum, dan menggigitnya. “Memang yang asam-asam itu enak.”Jules berjalan ke sisi Jessie. Telapak tangannya menopang di atas meja. Jules membungkukkan tubuhnya untuk melihat Jessie. “Apa emosimu masih belum reda?”Jessie membalas, “Sudah, nggak emosi lagi, kok.”Jules menyuruh pelayan untuk mengantar camilan. “Semua ini kesukaanmu.”Jessie mengangkat kepalanya. “Kamu beli khusus buat aku?”Jules membelai rambut panjang Jessie.
Jessie duduk di bangku panjang taman. Dia juga menyuruh Miya untuk duduk. “Apa kamu nggak merindukan keluargamu?”Miya terbengong sejenak, lalu menunduk. “Aku nggak punya keluarga.”“Maaf, aku nggak tahu.”Miya melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Kamu nggak usah minta maaf. Aku juga sudah terbiasa. Aku itu anak yatim piatu. Sekarang aku nggak punya kesan apa-apa terhadap orang tuaku. Meski ada yang mengungkitnya, aku juga nggak punya perasaan apa-apa.”Jessie bersandar di bangku. “Sejak aku hamil, aku jarang berhubungan dengan orang di luar sana.”“Kamu hamil?” Miya merasa kaget.Jessie tersenyum. “Nggak kelihatan?”Miya melihat ke sisi perut Jessie. “Ah, sekarang kelihatan. Katanya, hamil itu sangat menderita. Emosi bumil nggak stabil. Tubuh akan menggendut. Tidur juga nggak nyenyak. Bahkan, juga nggak ada selera makan. Tapi, kamu nggak kelihatan gendut, kok.”Jessie tertawa. “Apa benar aku nggak gendut?”Miya menggeleng, lalu berkata, “Mungkin memang ada yang seperti itu. Dulu saa
Jessie terbengong. Tatapannya tertuju pada diri Wika. “Tapi dia itu direkrut langsung sama Kak Jules.”“Tadi dia menghalangiku, nggak izinkan aku untuk bertemu sama kamu. Apa kamu nggak merasa ada yang aneh? Sesuai logika, meskipun kedatangan tamu, seharusnya dia melapor ke kamu. Tapi, dia bahkan nggak melapor, langsung yakin kamu nggak bersedia untuk bertemu sama aku. Aku merasa ada masalah dengan wanita ini.”Indra keenam seorang wanita tidak boleh disepelekan. Apa seorang pengurus rumah memiliki kekuasaan di atas nyonya rumah? Dacia juga tidak percaya Jules akan memberinya kekuasaan itu.Jessie menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Dacia duduk tegak sembari menarik tangan Jessie. “Sudahlah, kebetulan dia lagi cari pekerjaan. Aku juga lagi nggak kekurangan orang. Jadi, aku suruh dia untuk mencarimu. Tenang saja, percaya sama pandanganku.”Tentu saja Jessie percaya dengan Dacia. Dia mengangguk. “Oke, biarkan dia tinggal di sini.”Dacia berjalan ke sisi Miya. “Mulai sekarang kamu bek
Dacia meletakkan surat, lalu mengangkat kepala untuk melihat Miya yang sudah mengembalikan warna rambutnya menjadi hitam. “Warna rambut ini lebih cocok sama kamu.”Miya berkata dengan tersenyum, “Aku sudah melakukannya sesuai dengan perintahmu. Sekarang rambutku jadi hitam kembali.”“Apa operasi adikmu sudah dijadwalkan?”Miya mengangguk dengan tersenyum. “Semuanya sudah dijadwalkan. Beberapa hari kemudian, operasi akan dijalankan. Kami nggak usah menunggu lama lagi.”Dacia berdiri berjalan ke sisi Miya. Dia meletakkan tangan di atas pundak Miya. “Aku bawa kamu untuk mengikuti wawancara.”Miya mengikuti di belakang Dacia. Dia tidak berhenti bertanya, “Apa pekerjaanku? Di mana wawancaranya? Apa sulit?”Langkah kaki Dacia berhenti di depan mobil. Dia membuka pintu mobil, mempersilakan Miya untuk ke dalam duluan. “Kamu akan tahu sendiri.”“Oh.” Miya memasuki mobil dengan patuhnya.Tidak lama kemudian, mobil telah tiba di Vila Laguna.Miya bersandar di atas jendela mobil. Dia menatap halam