Cherry dan Candice sedang jalan-jalan di toko barang mewah. Namun, Candice tampak tidak bersemangat. Candice baru merespons setelah Cherry memanggilnya beberapa kali, lalu Cherry bertanya, "Apa yang kamu pikirkan?"Candice cemberut dan tiba-tiba mengelus perutnya seraya menyahut, "Aku lapar, bagaimana kalau kita makan dulu?"Cherry tertawa dan menimpali, "Bukannya tadi siang kita baru makan?"Candice tertegun sejenak dan menceletuk, "Oh, iya ...."Ponsel Cherry berdering saat dia hendak berbicara lagi. Cherry segera menjawab panggilan telepon saat melihat nama Claire di layar ponselnya, "Aku dan Candice lagi jalan-jalan. Dia ... ponselnya mati ... apa?"Setelah berbincang sejenak, Cherry mengakhiri panggilan telepon dengan raut wajah yang masam. Candice bertanya, "Apa Claire mencarimu karena ada masalah?"Cherry menatap Candice dan meletakkan tangannya di bahu Candice sambil berucap, "Kamu akan menghadapi masalah besar."Candice kebingungan. Kemudian, Cherry dan Candice ke Perusahaan S
"Cuma karena nggak cocok?" Chelsea berjalan ke depan Louis dan berkata dengan mata memerah, "Kita sudah bersama selama enam tahun. Karena kamu suka musik, aku sampai belajar biola untukmu. Aku berusaha keras mendekatimu dan mencoba masuk ke dalam hatimu, tapi gimana denganmu? Kamu cuma mempermainkan aku."Tampak sedikit jejak emosi di mata Louis, lalu dia berkata, "Maafkan aku.""Yang kumau itu bukan permintaan maafmu!" Chelsea memeluknya dan berkata, "Louis, kamu pernah bilang kalau kamu nggak suka wanita sepertiku. Aku bisa berubah menjadi apa pun yang kamu suka. Kamu bilang kamu akan mencoba menerimaku, tapi setelah enam tahun ...."Chelsea gagal mendapatkan hati Louis. Hanya dengan alasan tidak cocok, Louis memutuskan hubungan mereka. Chelsea tidak rela!Louis mendorong Chelsea menjauh, lalu buru-buru menarik kembali tangan yang memegang bahu wanita itu. Dia berujar, "Kamu wanita yang baik, kamu tidak perlu berubah. Anggaplah ini utangku padamu. Aku bisa menebusnya dengan cara lain
Chelsea mengetahui identitas Claire dan ingin membuatnya berhenti memihak Candice. Satu-satunya cara adalah dengan menunjukkan niat baiknya untuk bekerja sama dengan Perusahaan Soulna. Dengan begitu, Claire mungkin tidak akan ikut campur dalam urusannya.Fendra tertawa dan berkata, "Dia pikir kamu akan lebih mementingkan keuntungan."Terlebih lagi, saat ini Perusahaan Soulna masih dalam tahap pengembangan dan belum mencapai tahap internasional yang diharapkan. Jadi, tentu saja perusahaan membutuhkan sumber daya yang lebih baik.Claire dan Fendra berjalan hingga luar paviliun dan melihat sebuah warung kecil di dekat sana. Claire bertanya, "Paman Fendra, kamu mau minum apa?""Apa saja boleh," jawab Fendra.Claire membeli dua kaleng teh lemon di warung itu. Saat keluar, seorang bocah laki-laki yang mengendarai sepeda hampir menabraknya di lorong. Dia sepertinya tidak memperhatikan Claire yang tiba-tiba keluar. Dalam sekejap, sesosok tubuh mendekat dan menarik Claire menjauh. Anak laki-la
Hardy mendecakkan lidah dan berkata, "Siapa yang bilang begitu? Memangnya kita masih di kamp pelatihan?" Sewaktu di kamp pelatihan, Hardy memang sangat gagah berani. Claire hanya tersenyum, tidak mengatakan apa pun lagi.Usai mengambil obat, Bianca hendak kembali. Hardy khawatir ayahnya akan mempersulit ibunya lagi, jadi dia ikut Bianca pulang. Sebelum pergi, Hardy menoleh dan mengingatkan Claire bahwa dia masih berutang makan malam padanya. Claire tentu saja tidak lupa.Namun, sepertinya Hardy belum puas. Sesampainya di depan mobil, dia kembali berkata tanpa malu, "Ditambah kejadian tadi, kamu berutang dua kali makan malam ya!" Claire hanya terdiam mendengarnya.Setelah mobil Hardy melaju pergi, dia mendengar suara deru mobil tidak jauh dari situ. Begitu menoleh, Claire melihat Maybach mewah yang familier terparkir di sana. Claire terkesiap, itu Javier! Dia berjalan menuju mobil itu dan melihat kaca jendela yang perlahan diturunkan. Orang yang duduk di kursi pengemudi memang Javier.J
Naomi, putri Aditya, masih dalam kondisi koma. Aditya tidak tahu apakah sang putri bisa sadar kembali, tetapi dia tidak pernah berhenti berharap.Aditya juga melihat Javier, lalu dia menghampiri pria itu dan berkata, "Javier, kamu juga datang rupanya."Javier tersenyum dan menyapa Aditya. Kemudian, dia merangkul bahu Claire sambil berujar, "Mari kuperkenalkan. Ini istriku, Claire.""Halo, Tuan Aditya," sapa Claire dengan sopan.Aditya menjawab tak kalah sopan, "Aku sudah lama mendengar tentangmu dan Javier. Kalian memang pasangan yang cocok."Claire mengulum senyum dan berkata, "Terima kasih, Tuan Aditya."Pembawa acara memberikan kata sambutan di panggung, diikuti pidato dari pihak penyelenggara. Tampilan LED di panggung menunjukkan situasi memilukan di wilayah terpencil yang menjadi penerima sumbangan. Pihak penyelenggara juga mengundang anak-anak dari daerah pegunungan itu untuk menyampaikan beberapa patah kata di atas panggung.Tak lama, acara penggalangan dana resmi dimulai. Perw
Mendadak, Claire menangkap sesuatu di matanya. Dia lantas menyodorkan hadiah tadi ke dekapan Javier sambil berkata, "Pegangkan hadiah ini. Aku mau pergi sebentar."Claire mendekati tempat Aditya sedang berbicara dengan seseorang di luar koridor. Dia tidak langsung menghampirinya, tetapi menunggu lawan bicara Aditya pergi sebelum mendekat dan menyapanya.Aditya menoleh dan berujar, "Oh? Nyonya Claire? Kenapa kamu nggak menemani Javier?""Aku sudah bilang padanya kalau aku mau menemuimu," kata Claire sambil tersenyum tipis.Aditya berkata dengan nada kaget, "Menemuiku? Apa ada yang ingin kamu bicarakan denganku?"Claire mengangguk dan menjelaskan, "Sebenarnya, aku juga alumni Universitas Ottora. Aku adalah teman seangkatan Naomi. Aku sudah lama mendengar tentang masalah Naomi."Aditya tertegun sejenak dan sorot matanya berubah sedikit kelam. "Begitu ya ...," gumamnya."Walaupun aku nggak terlalu dekat dengan Naomi, aku tahu kalau dia itu mahasiswa yang rajin dan ceria," tambah Claire.Ad
Pasien koma juga perlu mendapat siraman sinar matahari dari waktu ke waktu. Hanya saja, tidak boleh terlalu lama.Claire memandang Naomi yang sedang koma di tempat tidur dan mendengarkan perawat berkata dengan nada iba, "Nona Naomi berakhir seperti ini di usia yang begitu muda. Dia sudah nggak sadarkan diri selama belasan tahun. Dokter bahkan pernah menyarankan Tuan Aditya untuk menyerah."Hati Claire terasa campur aduk. Jika bukan mendengar dari mulut Louis, dia benar-benar tidak akan mengenal Naomi. Dia bertanya, "Selain Tuan Aditya, apa nggak ada orang lain yang datang mengunjungi Naomi selama ini?"Perawat itu berpikir sejenak sebelum menjawab, "Awalnya, banyak teman sekelasnya yang datang menjenguk. Tapi, lambat laun mereka berhenti datang."Tak lama kemudian, Claire meninggalkan rumah sakit. Dia masuk ke mobil dan menelepon Candice. Saat ini, Candice kebetulan sedang di tempat biliar bersama Cherry. Saat Claire dan Izza datang, mereka hanya duduk berdua di meja.Claire menyilangk
Claire terdiam dan merenungkan apa yang telah terjadi. Sementara itu, Cherry meletakkan tangan di atas meja sembari berkata, "Mungkinkah si korban yang bersandiwara sendiri?"Candice sontak menatapnya sambil berkata, "Naomi nggak mungkin bermain-main dengan nyawanya sendiri, 'kan?"Mendengar hal ini, Cherry pun mengelus dagunya seraya berkata, "Kalau begitu, Naomi mungkin menjadi korban orang lain, tapi ini sungguh aneh. Setelah mencelakai Naomi, kenapa orang itu malah menjadikanmu sebagai kambing hitam?"Candice sendiri juga kebingungan akan hal ini. Claire yang sedang menyilangkan tangannya berkata, "Itu karena hanya ada hanya satu kuota yang ditawarkan oleh Akademi Musik Royal. Entah itu akan jatuh ke tangan Candice atau Naomi."Kedua wanita itu adalah pesaing tangguh dan luar biasa dalam Klub Musik Tradisional. Namun, apabila Naomi ingin menggunakan trik licik untuk merebut kesempatan dari Candice, dia tidak perlu mengorbankan nyawanya sendiri.Naomi menjadi korban dan Candice yang
Shawn kelihatan tidak senang.Tobias tersenyum. “Kata siapa kaki Yogi akan dipertaruhkan? Daripada Sorox membuat Anton cacat, lebih baik Yogi turun tangan sendiri saja.”Shawn terbengong sejenak. “Suruh Yogi turun tangan sendiri?”Tobias mencondongkan tubuhnya ke depan. “Sekarang satu kaki Jomin sudah dipatahkan, tapi nyawanya baik-baik saja. Setelah istirahat selama setengah tahun, dia masih bisa turun dari ranjang dan berjalan secara normal. Aku dengar-dengar Sorox sangat sadis, tapi sekarang dia hanya mengancam Keluarga Amkasa untuk mengalah dengan Jomin. Kenapa dia tidak turun tangan?”Shawn kembali terbengong. “Apa maksudmu, Sorox punya maksud lain?”Tobias menuang air ke dalam gelasnya. “Sorox adalah seorang penguasa lokal di Miamar yang memiliki kekuasaan besar. Bisnis yang dia jalankan tidak bersih dan asal-usulnya juga tidak jelas. Selain itu, barang-barang mereka biasanya dikirim melalui jalur air, yang mana harus melewati wilayah Keluarga Amkasa.”“Lagi pula, nyawa Jomin tid
Latar belakang keluarganya Intan terlalu kuat, membuatnya kesulitan untuk mengangkat kepala di depan orang lain. Setahun setelah kematian Intan, Benny menikah lagi. Keluarga Intan memakinya sebagai orang yang tidak tahu berterima kasih, tapi dia tetap menahannya. Namun, Shawn justru memaksanya menyerahkan Keluarga Amkasa kepada Yogi.Semakin ditekan, Benny semakin tidak mau berkompromi. Benny hanya ingin membuktikan kepada Shawn bahwa tanpa keluarganya dan tanpa putranya, Yogi, Keluarga Amkasa tetap bisa berkembang pesat.Namun, kali ini Anton malah dihadapkan dengan masalah serius. Jika bukan demi Anton, mana mungkin Benny bersedia merendahkan dirinya untuk mencari Yogi?Febri menarik tangannya. “Jadi, apa Yogi setuju? Dia juga anakmu. Bagaimanapun juga, dia tidak akan menolak, ‘kan? Yang terpenting, kita harus suruh Yogi membawa Anton pulang.”“Setuju?” Benny menepis tangan Febri, lalu berkata dengan gusar, “Kalau kamu bisa mengurus Anton kesayanganmu, apa mungkin dia akan melakukan
Yogi menurunkan kelopak matanya. “Pak Guru sudah berbudi terhadapku dan juga sangat memprioritaskanku. Seumur hidupku, aku tidak akan mengecewakan harapan Pak Guru. Kalau tidak, aku, Yogi, akan mati dengan mengenaskan.”Kemudian, Yogi melangkah mundur selangkah, lalu berlutut. Saat dia hendak bersujud untuk menyembah Tobias, Tobias langsung memapahnya. “Berdirilah, anak laki-laki jangan sembarangan berlutut. Aku merasa tidak cocok untuk mengatakan hal seserius ini dengan berlutut.”Yogi mengangkat kepalanya untuk menatap Tobias. “Pak Guru.”Tobias memapahnya untuk berdiri. “Panggil aku Ayah saja.”Yogi tersenyum. “Ayah.”“Patuh.” Tobias mengangguk dengan puas sembari menatapnya. “Besok aku dan Dessy akan temani kamu untuk pulang ke Yasia Tenggara.”“Ayah, aku bisa pulang sendiri.”“Tidak boleh. Kalau aku tidak berada di sana, orang-orang itu pasti akan menindasmu. Sekarang kamu itu putraku, aku mesti membelamu.”Devin dan yang lainnya ikut tersenyum. Mereka sungguh gembira atas masalah
Yogi tersenyum. “Sekarang sudah tidak tergolong benci.”“Semua ini juga bukan tergantung kemauanmu. Yogi, selama masih ada darah Keluarga Amkasa di dirimu, kamu mesti pulang bersamaku!”Benny langsung melayangkan perintah kasar. Meskipun dengan diculik, dia juga tidak akan mengizinkan Yogi menolak permintaannya.Devin dan yang lain juga tidak tinggal diam. Mereka takut orang-orang itu akan membawa Yogi secara paksa.Pada saat ini, Tobias yang berjalan dengan menopang tongkat dan juga dipapah Dessy berjalan ke dalam. Salah satu tangannya diletakkan di belakang punggung sembari memegang tasbih. “Lho, pagi-pagi malah sudah seramai ini. Ternyata Pak Benny juga lagi di sini.”Langsung terlukis ekspresi tidak bersahabat di atas wajah Yogi. “Pak Tobias, kenapa kamu juga ada di ibu kota?”“Ariel sedang berada di ibu kota. Tentu saja aku juga mesti bersamanya. Hari ini aku kepikiran untuk melihat muridku. Siapa sangka aku akan bertemu kamu di sini.”Tobias menunjukkan senyuman bersahabat. Dia m
Gerakan Hiro berhenti. Dia mengangkat kelopak matanya. “Kenapa kamu bertanya seperti ini?”Emilia menggaruk wajahnya. “Kamu sudah tinggal lama di penginapan ini, apalagi kamu juga sudah akrab dengan orang-orang di penginapan. Tiba-tiba kamu mau pergi, mungkin mereka akan nggak merelakanmu.”Tiba-tiba Hiro tertawa. “Terkadang aku masih akan kembali.”“Ah … begitu, ya?” Emilia tertawa canggung.Hiro melihat ke sisi Kiumi. “Kalau begitu, malam ini Kiumi tidur di tempatku saja.”Emilia mengangguk. “Oke, kalau begitu, aku nggak ganggu waktu istirahatmu lagi.”Emilia membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat. Langkah kakinya sangat cepat ketika menuruni tangga. Kebetulan dia bertemu dengan Mike, dia pun merasa kaget. “Bos?”Ketika Mike tidak melihat Kiumu, dia tahu apa yang telah Emilia lakukan. Mike spontan tersenyum. “Kenapa kamu malah merasa gugup? Apa kamu tidak merelakan kepergiannya?”“Nggak, ah!”“Sudahlah, aku sudah kenal lama sama kamu, apa mungkin aku tidak memahamimu? Apa kam
Orang yang berada di tepi menelepon polisi. Dia sekalian mengulurkan bantuan menarik mereka ke pinggir danau.Emilia segera berjalan ke belakang Hiro. Hiro membantu pria itu untuk melakukan CPR. Beberapa saat kemudian, pria itu terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Kali ini, dia baru siuman.Setelah melihat kondisi ini, Emilia pun langsung menghela napas lega.Polisi juga segera tiba di lokasi. Setelah orang-orang di sekitar memahami kondisi, dia berjalan ke hadapan Hiro. “Permisi, Tuan, bisa ikut kami untuk melakukan catatan?”Hiro mengangguk.Di dalam kantor polisi, Emilia sedang menunggu di koridor. Ketika melihat Hiro keluar setelah memberi catatan, Emilia berjalan mendekatinya. “Apa kamu baik-baik saja? Gimana kalau kita kembali ke penginapan buat ganti baju?”Hiro membalas, “Oke.”Setelah kembali ke penginapan, Mike merasa bingung ketika mendengar kabar ada orang bunuh diri. “Kenapa malah bunuh diri?”“Siapa juga yang tahu? Mungkin dia lagi ada masalah, merasa tidak pantas untuk hi
Bukannya Ariel tidak ingin menggendong anak-anak, tetapi ayahnya dan Jodhiva tidak mengizinkannya. Tobias takut Ariel tidak bisa mengendalikan tenaganya, nantinya malah akan menyakiti anak-anak ….Dacia pun tertawa. “Aku mengerti. Tapi semuanya juga bukan masalah. Kamu mesti lebih banyak istirahat pada tiga bulan pertama. Selain memberi ASI, biasanya cuma perlu tiduran saja.”Ariel mengedipkan matanya. “Ternyata orang yang sudah jadi ibu lebih berpengalaman.”Jerremy dan Dacia tinggal beberapa saat sebelum meninggalkan tempat. Ariel berjongkok di samping ranjang bayi sembari menatap kedua bocah. Dia menggunakan jari tangannya untuk menoel pipi mereka. Rasanya empuk sekali. Kulit anak-anak memang lembut.“Kenapa tidak pakai sepatu?” Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di depan pintu. Ariel pun menoleh dan berkata, “Aku datang untuk lihat anak-anak saja.”Jodhiva mengambil sandal, lalu meletakkannya di hadapan Ariel. “Dipakai. Kamu lagi masa nifas, jangan sampai masuk angin.”Ariel memakai
Dessy juga berkata, “Iya, Nona. Kami semua ada di luar untuk menemanimu.”Ariel melihat ke sisi Jodhiva. Jodhiva mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang menempel di pipi Ariel. “Ariel sudah bekerja keras.”…Kabar Ariel melahirkan anak kembar telah tersebar sampai ke luar negeri. Jessie dan Jules langsung menelepon Jodhiva untuk memberi ucapan selamat.Setelah menutup telepon, Jodhiva membawa Ariel ke ruangan kaca untuk melihat kedua bayi itu.Ariel bersandar di jendela, menatap dua makhluk kecil yang masih keriput itu. Dia spontan tersenyum. “Mereka kecil sekali …. Kalau sudah besar nanti, pasti bakal mirip sama kamu.”Kalau anak-anak mirip ayah mereka, mereka berdua pasti akan sangat tampan.Jodhiva tersenyum dengan pelan, lalu merangkul bahunya. “Apa kamu mau istirahat?”“Nggak mau. Aku mau lihat mereka.”“Oke, kalau begitu, aku temani kamu.”Setelah selesai melihat anak-anak, mereka berdua kembali ke kamar. Mereka menyadari Jerremy dan Dacia datang dengan membawa banyak su
“Le … Levin?” panggil Yunita dengan suara kecil. Dia juga mengangkat tangan untuk mendorong Levin, tetapi dia tidak merespons sama sekali, tidurnya sangat nyenyak.Kali ini, giliran Yunita yang tidak bisa tidur. Dia hanya bisa bertahan hingga pagi hari.Saat matahari mulai bersinar, kegelapan di dalam kamar sudah mulai menghilang. Saat Levin membuka matanya dan melihat wajah yang begitu dekat dengan dirinya, dia spontan tertegun.Levin mengangkat kepalanya dan langsung menarik napas dalam-dalam. Selagi Yunita masih belum bangun, dia segera memindahkan tangannya dengan perlahan.“Pose tidurmu memang keren sekali.” Entah sejak kapan Yunita bangun. Dia sedang menatap Levin.Levin langsung duduk di tempat. Dia menekan keningnya dengan membelakangi Yunita. “Aku … aku sudah terbiasa untuk tidur sendirian.”Yunita juga ikut berdiri. Berhubung terus mempertahankan satu pose saja, lengannya terasa pegal. Dia menatap Levin. “Aku pergi mandi dulu.”Setelah Yunita memasuki kamar mandi, Levin langs