Claire menggenggam tangan Javier dengan erat, lalu mendekatkan bibirnya di samping telinga Javier. “Apa kita jadi potret foto pernikahan?”Javier memeluknya, lalu mencium ujung bibirnya. Air keringat jatuh ke ujung mata Claire. “Bukannya kamu tidak menyukainya?”Claire berkata, “Kata siapa aku nggak suka?”Javier mencondongkan tubuhnya. Urat hijau di lengan terlihat sangat menonjol. Napas Claire terasa sangat cepat. Ucapannya juga jadi terbata-bata. “Aku … apa aku bilang aku nggak suka?”Javier memeluk pinggang langsung, lalu mencium telinga Claire. “Oke, kita akan foto di esok pagi.”Keesokan harinya, di studio foto pernikahan.Claire sedang duduk merias wajahnya di ruang rias. Penata rias juga sedang menata rambutnya sembari menanyakan pendapatnya.Dua jam kemudian, Claire mengenakan gaun pengantin berwarna putih berdiri di depan cermin, rambut panjang dikepang dua, lalu terdapat mahkota di atas kepalanya. Selain itu, ada juga kalung dengan berlian hitam hasil desainnya di bagian leh
Sesuai dugaan, setelah Riandy memiliki uang itu, dia masih pergi berjudi. Semalam dia memenangkan uang 400 jutaan. Kemudian, dia langsung mentraktir semua teman yang dikenalinya dan menghabiskan uang ratusan juta.Claire menyipitkan matanya. Seandainya Riandy bersedia menggunakan itu untuk memulai bisnis baru, mungkin Claire akan diam-diam menyuntikkan dana untuknya. Jika Riandy ingin memperbaiki kesalahannya, Claire bisa memberinya kesempatan. Bagaimanapun, pamannya ini tidak pernah menjebak dirinya dan juga ayahnya.Sayangnya, sepertinya kebiasaan buruk Riandy tidak bisa diubah. Claire juga tidak berdaya. Dia pun mengirim pesan kepada pengawal.…Setelah Gabriana mengetahui masalah ini, dia pun pergi ke rumah kontrakan Riandy dengan emosi tinggi.“Bagus! Kamu bilang kamu tidak punya uang. Sekarang kamu masih berani berjudi lagi. Kamu bahkan traktir banyak orang, ‘kan?”Riandy duduk di sofa sembari merokok. Semalam dia mabuk berat lagi. Baru saja dia mulai tersadar dari mabuknya, dia
Gabriana hampir saja sesak napas. “Mana mungkin? Apa kita bahkan tidak sanggup mengeluarkan uang beberapa ratus ribu?”Melihat Hendri menunduk dan tidak berbicara, raut wajah Gabriana pun berubah. “Hendri, kamu … pakai uang itu?”Lantaran masih tidak mendapatkan jawaban, amarah Gabriana langsung meledak. “Kenapa kamu menghambur-hamburkan uang? Untuk apa kamu menggunakan uang itu?”Uang itu adalah hasil dari penjualan resor pemandian air panas mereka. Sebelumnya masih tersisa beberapa ratus juta lagi. Sewaktu mereka berkunjung ke ibu kota untuk mendapatkan harta warisan Rendy, mereka juga menginap di hotel termurah. Biasanya, kartu debit akan disimpan oleh Hendri. Gabriana takut dia akan menghilangkan kartu itu.Gabriana sangat memercayai cucunya. Dia yakin cucunya akan menuruti ucapannya tidak akan berani menghamburkan uang itu. Namun sekarang, uang ratusan juta lenyap dalam seketika. Mana mungkin Gabriana tidak marah?Hendri berkata dengan kesal, “Bukankah kamu bilang uang itu untuk a
Javier sedang berdiri di dalam kegelapan tanpa secercah cahaya. Dia tidak bisa melihat apa pun.Psikiater melihat jam yang digantung di tangannya, lalu mengambil selembar kertas yang diserahkan oleh Roger. “Apa kamu melihat lokasi kecelakaan?”Lokasi kecelakaan?Keringat dingin seketika bercucuran di ujung kening Javier.Psikiater kembali memberi petunjuk, “Mobil yang dinaiki istrimu mengalami kecelakaan. Kamu pergi ke lokasi kecelakaan.”Tubuh Javier yang berdiri di dalam kegelapan merasa tegang. Dia samar-samar merasa ada cahaya api di kejauhan. Dia berusaha untuk melangkah ke sana. Terdengar suara-suara yang di telinganya.“Claire, Claire, aku tahu aku salah ….”“Kita jangan bercerai. Jangan tinggalkan aku sendiri ….”Javier dapat melihat ada seorang lelaki sedang berlutut di depan mobil dengan menangis histeris.Napas Javier terhenti sejenak. Kepalanya terasa sakit lantaran terdengar suara tajam yang menutupi semua suara di sekeliling.“Javier.”Javier mengangkat kepalanya dengan s
Jangan benci Javier!“Javier!”Suara si wanita menarik Javier kembali ke kenyataan. Dia melihat wanita di hadapannya dengan jelas. Wanita itu bukanlah Claire yang membencinya, melainkan Claire yang mengkhawatirkan dan mencintainya.Claire memegang kedua pipi Javier, lalu mendekatinya. “Javier, apa kamu baik-baik saja? Jangan kagetin aku!”Javier langsung memasukkan Claire ke dalam pelukannya. Tangan yang memeluk pundak Claire sangatlah erat. Setelah merasakan suhu tubuh si wanita, rasa takut di hati Javier pun semakin berkurang.Roger membawa mobil kembali ke vila. Sepanjang perjalanan, Javier bersandar di pundak Claire dengan capek.Claire memalingkan kepala melihat lelakinya. Saat menuruni gedung tadi, Roger memberitahunya bahwa Javier terlihat syok dengan petunjuk yang diberikan psikiater tadi.Sepertinya alam bawah sadar Javier berusaha menolak dan menghindari kecelakaan itu ….Apa Javier tidak bisa menerima masalah kematian anaknya?Waktu itu, Claire memberi tahu masalah anak kepa
Tak lama kemudian, akhirnya Javier benar-benar tertidur.Keesokan harinya.Di Perusahaan Soulna.Claire menerima dokumen yang dikirimkan oleh pengawal. Yolana yang dimaksud Hendri adalah Yolanda Kesuma. Dia adalah seorang pelayan di sebuah klub.Claire menyerahkan dokumen ke sisi Izza. “Coba kamu pergi ke klub itu untuk selidiki latar belakang Yolanda.”Izza mengangguk, lalu membawa dokumen keluar ruangan. Tak lama kemudian, Fendra pun masuk. “Claire, Bu Gabriana telepon ke kantor.”Claire tertegun sejenak, lalu mengangkat kepalanya. “Demi masalah uang lagi?”Fendra mengangguk. “Dia masuk rumah sakit. Biaya pengobatannya masih belum dibayar. Dia mulai menggunakan identitas nenekmu untuk meminta uang dari resepsionis.”Claire tidak berbicara lagi.Mentang-mentang Gabriana itu tua, dia mengira semua orang wajib menuruti ucapannya?Claire pun tersenyum. “Kalau dia telepon lagi, suruh resepsionis beri tahu dia, Perusahaan Soulna nggak berkewajiban untuk bayar biaya pribadinya, apalagi meng
Sore harinya.Yolana mengenakan pakaian mewah berjalan meninggalkan apartemen. Entah siapa yang sedang dia telepon saat ini. Suaranya terdengar sangat manja.Sebuah mobil sedan hitam sedang berhenti di depan saja. Dua orang pengawal berpakaian hitam berjalan menuruni mobil. “Permisi, apa benar dengan Nona Yolana?”Yolana terbengong. Dia langsung meningkatkan kewaspadaannya. “Kalian ….”“Nyonya kami ingin menemuimu.”Pengawal membukakan pintu mobil. Yolana merasa ada yang aneh, langsung membalikkan tubuhnya hendak berlari. Entah sejak kapan Izza muncul di belakangnya. Dia langsung menjambak rambut Yolana mendorongnya ke dalam mobil.Yolana merasa ketakutan. Dia mengangkat kepalanya, lalu tampak wanita yang duduk di samping itu. Dia terlihat sangat anggun dan cantik.Izza dan yang lain ikut masuk ke mobil. Pengawal pun mulai menjalankan mobil.Saat ini Yolana merasa merinding. “Aku, aku, aku … aku nggak pernah menyinggung kalian. Kalian mau bawa aku ke mana?”Claire memalingkan kepalanya
Baru saja memasuki kamar pasien, tampak Riandy juga sedang berada di dalam. Saat ini Riandy sedang duduk di kursi dengan pundaknya ditahan oleh pengawal di belakangnya. Dia tidak dapat melarikan diri.Saat Gabriana melihat wanita asing dibawa masuk ke dalam kamar dan berlutut, dia pun terbengong. “Dia ….”Izza berbicara tanpa berekspresi, “Dia adalah Yolana. Kamu suruh dia jelaskan kepadamu.”Yolana?Tatapan Gabriana baru beralih ke diri wanita itu. Yolana merangkak ke sisi ranjang sembari menangis. “Nek, maaf, aku tahu aku salah. Nggak seharusnya aku menipu Hendri. Mohon suruh mereka lepasin aku.”Gabriana kepikiran cucunya, Hendri, telah menggunakan uang itu untuk wanita ini. Amarahnya seketika langsung meluap. Dia pun mendorong Yolana. “Kamu masih berani datang untuk meminta bantuanku? Di mana uang cucuku?”Yolana didorong hingga jatuh duduk di lantai. Pundaknya pun agak gemetar. Air mata menetes ke pipinya. Seketika dia tidak tahu bagaimana dia menjelaskan bahwa uang itu sudah diha
Carly berjalan ke sisi Dacia. “Dacia, kamu … apa kamu baik-baik saja?”Dacia menggeleng. Saat ini, dia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.Carly berusaha menenangkan Dacia di samping hingga kedatangan Jerremy. Jerremy menebak Dacia sudah mengetahui kabar itu. Itulah sebabnya dia bergegas ke akademi untuk mencari Dacia.Jerremy merangkul Dacia. “Terima kasih. Serahkan saja dia kepadaku.”Carly mengangguk.Jerremy membawa Dacia ke dalam mobil, lalu bergegas meninggalkan akademi. Dia membawa Dacia ke istana. Saat Dacia merasa bingung, kebetulan Jessie dan Jules berjalan keluar istana. “Dacia, beri penghormatan terakhir kepada kakekmu.”Dacia mengepal erat kedua tangannya, lalu bergegas berlari ke dalam istana.Saat ini, istana kedatangan banyak pejabat dan politikus dari seluruh penjuru. Jasad Raja Willie diletakkan di dalam kotak kaca. Raut wajahnya terlihat sangat santai, seolah-olah sedang tidur saja.Dacia muncul di depan aula, kemudian disusul dengan Jules. Dia melangkahkan kakinya p
Jules menatapnya. “Bagaimana kondisi tubuhmu?”Willie membalas dengan tersenyum, “Tidak apa-apa. Namanya juga sudah tua, wajar kalau sering sakit. Aku sudah bekerja selama bertahun-tahun. Aku selalu mendedikasikan diriku dalam urusan negara. Aku tidak merasa bersalah terhadap rakyatku, tapi aku merasa aku bersalah terhadap kalian.”Jules menggigit bibirnya dan tidak berbicara.Tatapan Raja Willie tertuju pada luar jendela. Tatapannya kelihatan datar. “Aku bersalah terhadap nenekmu, juga bersalah terhadap ibumu, kamu, dan juga Dacia.”Willie merasa sakit hati dengan perbuatan yang dilakukan ibunya Dacia. Bagaimanapun, Lidya juga adalah putrinya. Terlebih, sebenarnya Dacia juga tidak bersalah.Jessie memutar sedikit bola matanya. “Kakek, kamu mesti jaga kesehatanmu dengan baik. Jadi, kamu bakal punya kesempatan untuk menebus kesalahanmu. Dacia juga nggak bakal salahin kamu.”Ketika mendengar ucapan Jessie, Willie pun tersenyum. “Semoga saja seperti itu.”Willie mulai terbatuk-batuk. Jule
Jules merangkul pundak Jessie. Dia menggigit bagian yang sudah digigit Jessie tadi. “Emm, manis sekali, seperti aroma Jessie.”Wajah Jessie terasa panas. “Kamu … aku suruh kamu coba ubinya. Kenapa kamu sembarangan bicara, sih?”Senyuman di wajah Jules semakin lebar lagi. “Tadi kamu baru makan di rumah Kak Jerry. Sekarang kamu malah mau makan ubi.”“Putramu lagi lapar, bukan aku.”“Putra kita jago makan juga, sepertinya kelak dia akan menjadi bocah gendut.”Jessie mengusap perutnya sembari tersenyum. “Bisa jadi dia itu gadis gendut.”Jules mengesampingkan rambut Jessie. Dia melihat Jessie yang semakin rakus itu dengan tersenyum. “Tidak masalah. Aku suka dua-duanya.”Pada saat ini, ponsel Jessie tiba-tiba berdering. Dia mengambil ponsel, lalu melihat sekilas. Ternyata ada panggilan masuk dari Silvia.“Ibu?”Silvia berkata dengan tersenyum, “Sayangku, malam ini aku dan ayahmu tinggal di istana, tidak pulang ke rumah. Ingat bantu aku sampaikan kepada Jules. Oh, ya, kalau Jules berani menin
Jules tersenyum. “Mereka semua baik-baik saja. Bagaimana dengan Paman?”Daniel mengangguk sembari mengangkat gelas teh. “Aku juga baik-baik saja.”Jerremy berjalan menuruni tangga. Ketika melihat keberadaan Jules, dia pun berkata, “Pintar juga, datangnya saat jam makan.”Jessie mencondongkan kepalanya keluar dapur. “Jangan tindas suamiku!”Jerremy terdiam membisu.Daniel pun tersenyum, lalu mengalihkan topik pembicaraan. “Hari ini kita makan hotpot saja?”Jessie segera menimpali, “Iya, hotpot enak, kok!”Jules mengatakan, “Aku ikut istriku saja.”Saat Daniel hendak berbicara, Jerremy malah menunjukkan rasa tidak puasnya. “Masa makan ….”Dacia langsung berdeham.Jerremy berlagak merenung, lalu memiringkan kepalanya. “Iya, makan hotpot saja.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi.Pada jam lima sore, meja makan sudah dipenuhi dengan bahan makanan, seperti daging sapi, daging ayam, daging ikan, daging udang, dan berbagai jenis sayur hijau. Bukan hanya itu saja, ada juga camilan di s
Jodhiva berjalan keluar. “Apa kamu tidak pernah berendam?”“Nggak ada musim dingin di Pulau Persia. Siapa juga yang akan berendam?” Ariel menoleh. Ketika melihat Jodhiva hanya membungkus setengah tubuhnya dengan handuk, dia segera mengalihkan pandangannya.Jodhiva berjalan ke belakang Ariel, lalu mengulurkan tangan untuk memeluk Ariel. “Bukannya kamu mau berendam air panas?”Ariel menarik napas dalam-dalam. “Aku memang mau berendam, tapi kamu malah menggodaku.”Jodhiva pun tersenyum. “Sekalian.”Usai berbicara, Jodhiva langsung menggendong Ariel.Ariel memeluk leher Jodhiva sembari memejamkan matanya. “Jangan ceburin aku!”Jodhiva membawanya turun ke dalam pemandian air panas. Seiring dengan suara “byur”, air memercik ke segala arah. Ariel muncul ke permukaan. Rambut panjangnya yang basah menempel di punggungnya.Ariel mengusap air di wajahnya dan berteriak, “Dasar berengsek!”Jodhiva memeluk Ariel di dalam pelukannya. “Ariel.”Ariel hanya merasa jari tangannya terasa dingin. Dia pun t
Di Grup Angkasa.Saat jam istirahat, para karyawan sedang membahas acara malam hari ini. Saat Edwin membawa kotak hadiah melewati sisi mereka, ada yang bertanya dengan tersenyum, “Tuan Edwin, itu hadiah buat kekasihmu?”Edwin merasa kaget. “Sejak kapan aku punya kekasih? Bukan punyaku, tapi punya Tuan Muda Jody.”Semua orang langsung mengerumuninya. “Apa isinya perhiasan?”“Apa Tuan Muda Jody menghadiahkannya untuk istrinya?”“Romantis sekali. Kenapa nggak ada yang kasih hadiah Natal buat aku?”Sebenarnya Edwin juga tidak tahu. Hanya saja, isinya memang adalah perhiasan dari suatu merek ternama.Entah sejak kapan Jodhiva berdiri di belakang mereka, dia pun tersenyum. “Apa kalian tidak mau cepat pulang kerja? Kalau begitu, kalian lembur saja?”“Tidak, tidak! Kami ingin pulang kerja tepat waktu. Kami semua punya acara nanti malam.” Mereka segera kembali ke tempat duduk mereka.Edwin berjalan ke sisi Jodhiva, lalu menyerahkan kotak hadiah kepadanya. Dia bertanya dengan penasaran, “Ini had
Ariel terdiam sejenak.Pemikiran Sulivan sangat jernih, tetapi terlalu blak-blakan. Bagaimana dia bisa memiliki pacar nantinya?Ariel berjongkok di hadapan Sulivan untuk bertatapan dengan matanya. “Nggak ada yang menentukan kamu mesti menyukainya dan kamu nggak boleh menolak. Tapi, hadiah ini niat baik dari orang lain. Nggak peduli kamu suka atau nggak, kamu mesti berterima kasih.”“Meski kamu nggak mau, kamu boleh mengatakan kamu nggak memerlukannya, terima kasih atas maksud baikmu. Ini yang dinamakan sopan santun.”Sulivan menatap Ariel dalam beberapa saat. “Kamu cerewet sekali.”Saat Ariel hendak mengatakan sesuatu, anak perempuan itu pun menangis. Kali ini, Ariel merasa kewalahan, segera membujuk.Yogi mendengar suara tangisan itu. Dia langsung mendekat. Dia menyadari Ariel sedang membujuk anak perempuan yang sedang menangis dengan penuh kesabaran. Namun, anak perempuan itu masih tidak berhenti menangis.Yogi mendekat, lalu menggendong si anak perempuan. “Kenapa malah menangis? Apa
Ariel tertegun. “Selain kamu, siapa yang bisa bawa aku pergi?”Jodhiva meletakkan sebutir telur ayam di atas piring Ariel. “Bagaimana kalau bukan aku?”Ariel menggigit bibirnya. “Lain kali aku nggak bakal minum sebanyak ini lagi.”Ketika melihat Ariel sedang merenung kesalahannya, Jodhiva pun tertawa. “Kamu cukup tulus ketika mengakui kesalahanmu.”Ariel mengupas kulit telur. “Semalam … aku nggak ngawur, ‘kan?”Jodhiva mengiakan. “Sedikit.”Ariel merasa syok, spontan mengangkat kepalanya. “Apa yang aku katakan?”Jodhiva tidak menjawab, melainkan mempermainkannya. “Coba pikir sendiri.”Ariel berpikir dalam waktu lama. Sepertinya dia ingat dengan apa yang dikatakannya semalam. ‘Jody, aku sangat menyukaimu.’Tiba-tiba kedua mata Ariel terbelalak lebar. Dia menutup wajah meronanya. Apa? Dia malah mengutarakan perasaannya di saat sedang mabuk?Jodhiva mengangkat-angkat alisnya. “Sudah ingat?”“Ergh … aku … aku mabuk.” Sekarang Ariel tidak sanggup mengatakannya lagi.Jodhiva membungkukkan tu
Yogi mengangkat kelopak matanya, lalu memalingkan kepalanya. “Masalah itu nggak ada hubungannya sama kamu.”Mengenai masalah dua orang wanita pendamping itu, Yogi tahu semua itu adalah ide Ariel.Ariel memang arogan, tapi dia tidak jahat hingga berencana menghancurkan reputasi seseorang. Sebenarnya Ariel dan dua wanita pendamping itu juga masuk jebakan orang lain.Ide buruk Ariel kebetulan melancarkan rencana orang lain. Itulah sebabnya setelah masalah terekspos, Yogi pun dijuluki sebagai “buaya darat”.Hanya saja, semuanya sudah berlalu lama. Yogi juga sudah tidak mempermasalahkannya lagi dan sudah tidak ada lagi “dendam” di hatinya.Beberapa saat kemudian, tidak lagi kedengaran suara Ariel, Yogi pun menatapnya.Ariel sedang tertidur bersandar di atas meja. Entah sejak kapan Ariel ketiduran? Sepertinya suara ribut di samping tidak bisa mengganggu tidurnya.Tatapan Yogi tertuju pada wajah Ariel. Dulu saat pertama kali bertemu dengan Ariel di Pulau Persia, dia merasa Ariel sungguh mirip