Liliana duduk di sofa sambil menatap Claire. “Duduklah, kamu ingin bertanya mengenai masalah ibumu, ‘kan?”Setelah mendapat izin, Claire duduk di hadapannya. Dia memang ingin mengetahui masalah ibunya, jadi dia pun mengangguk.“Vina adalah adik kandungku. Wajahmu sungguh mirip sama dia.” Liliana pun tersenyum menyindir. Seandainya dia lebih dulu bertemu dengan Claire, dia mungkin tidak akan percaya dengan omongan Kayla. Dia bahkan mengira Claire memang adalah orang yang seperti dikatakan Kayla.Ketika kepikiran sesuatu, Liliana pun bertanya, “Apa ibumu tidak beri tahu kamu kenapa dia bisa pergi ke Negara Makronesia?”Claire menggeleng.Menyadari Claire tidak mengetahui apa-apa, Liliana pun merasa agak aneh. “Dia bahkan tidak beri tahu kamu. Jujur saja, kalau bukan karena gelang yang dipakai Kayla waktu itu, aku sungguh tidak percaya dia pernah tinggal di Negara Makronesia.”“Jadi, kamu juga nggak tahu?” Claire terbengong. Bahkan, Liliana juga tidak mengetahui alasan ibunya datang jauh-
"Claire, aku cuma bisa mengingatkanmu, hidupmu akan selalu dalam bahaya kalau kamu bersama Javier. Alasannya tak lain karena garis keturunan khusus Keluarga Fernando," ujar Liliana.....Candice duduk di ruang tamu sambil minum susu segar. Dia telah menunggu sekitar 20 menit tanpa tahu apa yang sedang Liliana bicarakan dengan Claire.Saat Candice sedang menyesap susunya, dia melihat bayangan seseorang mendekat. Begitu mendongak, senyumannya langsung luntur. Pria jangkung yang datang itu memandangnya dengan sinis dan berkata, "Ternyata kamu?"Saat melihat noda putih susu di bibir Candice, binar jijik melintas di mata sipit Louis. Tadinya, dia mengira ibunya kembali mengundang sembarang wanita ke rumah untuk diperkenalkan padanya. Louis benar-benar dibuat terkejut."Kamu pikir aku senang datang ke sini? Kalau bukan karena Claire, aku ...." Kata-kata Candice terhenti ketika dia mendengar suara langkah kaki turun. Begitu melihat sosok Claire, Candice langsung menaruh gelasnya dan berdiri.
Candice terdiam. Terlihat jelas bahwa masalah ini benar-benar membebani pikiran Claire. "Hm, aku juga nggak paham," ujar Candice.Claire menepuk bahu Candice sambil tersenyum aneh dan berkata, "Candice, kamu ini teman terdekatku. Nggak peduli bagaimana aku difitnah atau dijebak, kamu nggak pernah meninggalkanku. Kalau waktu itu kamu nggak membantuku, aku nggak tahu apa yang bakal terjadi padaku.""Kamu mabuk, ya?" tanya Candice dengan curiga."Apaan? Aku nggak mabuk, aku cuma merasa tersentuh." Claire merangkul bahu temannya itu seraya berkata, "Terkadang aku iri padamu. Kamu punya ayah yang melindungimu dengan baik sehingga kamu bisa tumbuh menjadi wanita yang polos. Selain itu, juga nggak ada yang mempersulitmu tanpa alasan. Bisa jadi nona yang hidup tenang dan dimanjakan sebenarnya cukup bagus."Setidaknya, Candice tidak perlu menghadapi berbagai masalah seperti Claire."Matamu yang mana yang melihat hidupku tenang? Kamu belum pernah melihat ayahku memukulku," gumam Candice dengan s
Riasan Rosy hari ini sangat elegan dan pakaiannya juga mewah."Apa Javier nggak memberitahumu?" ujar Rosy.Claire terdiam sejenak sebelum bertanya, "Beri tahu apa?""Aku asisten Javier sekarang. Javier nggak bilang padamu, ya?" ujar Rosy sambil menatap Claire.Claire mencibir dan bersedekap sambil berkata, "Rupanya hal ini. Aku pikir masalah besar apaan."Setelah menjadi asisten Javier, Rosy berniat untuk pamer padanya?"Jangan terlalu dipikirkan ya, Nona Claire. Bagaimanapun, ini diatur oleh kakek. Kakek ingin aku belajar sama Javier. Seharusnya Nona Claire nggak keberatan, 'kan?" ujar Rosy.Rosy sengaja mengungkit kakek Javier supaya Claire tahu bahwa pria tua itu lebih menyukai dirinya. Selama kakek Javier memihak dirinya, Claire mustahil bisa menjadi anggota Keluarga Fernando.Tanpa memikirkan maksud Rosy, Claire tersenyum cerah dan berkata, "Kenapa aku harus keberatan? Kamu cuma jadi asisten, 'kan? Hubungan kalian cuma atasan dan bawahan, jadi kamu nggak perlu lapor padaku."Ucapa
Kedua anak Claire itu sudah pandai memenangkan hati orang.Fendra mengangguk, lalu berkata, "Begitu, ya? Tapi, Cahya sudah banyak membantu kita lewat promosinya. Kita nggak bisa menerima kebaikannya tanpa membalas apa-apa.""Ya, aku mengerti." Claire menyilangkan tangannya dan tersenyum seraya berkata, "Waktu aku luang nanti, aku akan coba ajak Cahya makan."Orang biasa tidak akan berani berpikir untuk mengajak Cahya makan malam. Namun, Claire tidak bisa menerima bantuan Cahya begitu saja. Setelah memikirkannya sejenak, dia hanya bisa membalas budi pria itu dengan mengajaknya makan bersama.Bicara tentang balas budi, Claire jadi teringat dengan Hardy di kamp pelatihan. Claire jadi kesal sendiri. Entah mengapa dia jadi berutang budi pada Chaniago bersaudara.Siang itu, semua orang keluar untuk makan siang, kecuali Claire yang masih menggambar desain di ruangannya. Pikirannya yang tidak fokus membuat inspirasinya tiba-tiba menghilang. Setelah meremas kertas desainnya menjadi bola-bola ke
Javier menatap Claire dengan pandangan lembut. Hatinya terasa puas, "kucing liar kecilnya" sudah dijinakkan olehnya. Javier mengecup ujung jari Claire dan berkata dengan sorot mata yang berbahaya, "Kamu masih berani pergi ke bar lagi, nggak? Hm?""Nggak, aku nggak berani lagi!" jawab Claire dengan cepat."Benaran?" ujar Javier.Claire menarik tangannya sambil tersenyum jengkel, lalu berkata, "Iya, apa kita bisa makan sekarang?"Tok, tok. Terdengar suara ketukan di pintu kantor."Masuk," ujar Javier dengan nada dingin dan mata menyipit.Rosy membuka pintu dan masuk dengan membawa dokumen. Dia hendak mengatakan sesuatu, tetapi saat melihat Claire duduk di sebelah Javier dan hidangan makan siang lezat di atas meja, kilatan kebencian muncul di matanya."Ada apa?" tanya Javier. Sikapnya masih tetap sangat dingin pada Rosy.Rosy menekan kebencian di hatinya dan memaksakan senyuman sambil berkata, "Aku ingin menyampaikan kalau rapat untuk membahas proyek dengan Grup Makmur akan segera dimulai
Jika ini adalah zaman kuno, orang seperti Javier mungkin hanya akan menjadi seorang penguasa yang tidak kompeten. Selain itu, putra Berwin yang tidak berguna juga tidak ada bedanya. Ayah dan anak ini benar-benar sejalan dan bekerja sama untuk mengacaukan segalanya!Rosy memberi nasihat dengan suara lembut, "Kakek, jangan marah lagi. Menurutku, masalahnya mungkin bukan terletak pada Javier, tapi pada Nona Claire." Berwin bertanya, "Apa maksudmu?"Rosy mengerucutkan bibirnya seraya menjawab, "Kakek, kalau aku mengatakannya, Javier pasti akan curiga bahwa aku mengadu lagi.""Jangan khawatir. Kakek berada di pihakmu, jadi katakanlah dengan berani," ucap Berwin yang bermaksud mendukungnya.Barulah Rosy mengatakan dengan hati-hati, "Sebenarnya, Nona Claire yang selalu merayu Javier dan memaksanya untuk membawanya ke rapat itu. Selain itu, sikap Nona Claire terhadapku juga nggak terlalu baik, mungkin karena dia menganggapku sebagai ancaman.""Dia tiba-tiba menargetkanku tanpa alasan di kamp p
Claire menggeleng sembari menjawab, "Nggak ada. Orang-orang yang menemui Wanda di pagi hari bisa bersaksi bahwa dia baik-baik saja. Masalahnya adalah bagaimana pisau itu bisa berada di tangan Wanda.""Apakah nggak ada yang berjaga?" tanya Claire. Yvonne pun menjawab, "Nggak ada." Claire berpikir sejenak setelah mendapatkan jawaban itu. Jika tidak ada yang berjaga, itu artinya siapa pun bisa pergi ke ruang interogasi untuk menemui Wanda.Melihat Claire yang masih terus memikirkan masalah Wanda, Yvonne pun berkata sambil tersenyum, "Sudahlah, Kak. Kamu nggak perlu terlalu khawatir tentang Wanda. Kami akan menyelidikinya."Setelah Yvonne pulang, Claire bersandar di kursinya sambil memegang cincin giok yang retak itu. Meskipun agak keberatan dengan Rosy yang telah "menodai" cincin ini, bagaimanapun juga, itu adalah hadiah yang dibelikan oleh Javier. Dia pun memutuskan untuk memperbaiki cincin giok tersebut.Pada sore hari, Claire pergi ke parkiran bawah tanah. Ketika dia tiba di depan mobi