Jessie terkejut langsung memasukkan tubuhnya ke dalam air. Dia menahan napas hingga wajahnya merona. “Sebentar lagi … selesai.”Jules tersenyum tidak berdaya. “Aku datang untuk beri tahu kamu jangan berendam terlalu lama. Nanti kamu malah pusing.”Usai berbicara, Jules meletakkan pakaian. “Aku taruh baju tidurmu di depan pintu.”Jessie hanya mengiakan.Setelah bayangan tubuh itu pergi, Jessie baru keluar dari bathtub, lalu membungkus tubuhnya dengan handuk.Begitu pintu kamar mandi dibuka, terlihat baju tidur yang dilipat rapi di depan pintu.Jessie mengenakan baju tidur itu, lalu berjalan keluar kamar mandi. Rambutnya masih dalam keadaan basah. Jessie mencondongkan kepalanya melihat ke dalam kamar. Tampak Jules menyilangkan kedua kakinya duduk di atas sofa sembari membaca dengan menopang kening dengan satu tangannya.Saat ini, Jules sedang mengenakan jubah tidur berwarna hitam. Bagian kerah sedikit terbuka. Dia kelihatan sedang bermalas-malasan.Lampu lantai berwarna kuning hangat ber
Beberapa saat kemudian, mereka berdua baru berpisah.Jules mengusap bibir Jessie. “Sudah saatnya tidur.”Jessie spontan merasa gugup. Jangan-jangan masa penting itu akan tiba?Belum sempat Jessie merespons, Jules langsung menggendong Jessie ke atas ranjang. Hati Jessie semakin tidak karuan lagi.Setelah Jules menyelimuti Jessie, dia juga tidak melakukan gerakan lain. Dia hanya berbaring di samping untuk memeluk Jessie saja. “Tidurlah. Selamat malam.”Jessie langsung menatap ke plafon. Ternyata “tidur” yang dimaksud Jules memang hanya sekadar tidur saja? Dia memalingkan kepala untuk menatap Jules.Saat ini, Jules sudah memejamkan matanya. Jessie dapat merasakan raut lelah di wajah pria ini. Sepertinya dia memang sudah mengantuk.Akhirnya Jessie bisa menghela napas lega juga. Betul juga! Pasti capek untuk menyusun dekorasi ini. Jessie membalikkan tubuhnya dengan perlahan untuk berhadapan dengan Jules, lalu kembali memejamkan matanya.Di luar jendela, tampak rembulan menggantung di atas l
Setiap gerak-gerik Jessie diamati oleh awak media. Jessie juga sadar betapa tidak leluasanya untuk menjadi public figure, apalagi Jules juga bukan artis. Dia tidak berharap kehidupan Jules terpengaruh nantinya.Dacia tersenyum. “Mentang-mentang sudah daftarin pernikahan, kamu jadi begitu memikirkan suamimu.”Wajah Jessie seketika merona. “Siapa suruh dia itu suamiku? Tentu saja aku mesti memikirkannya.”Tiba-tiba Jessie kepikiran sesuatu. Dia memalingkan kepala melihat sosok Dacia. “Sebenarnya apa hubunganmu dengan Kak Jerry?”Dacia terbengong sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. “Hubungan nggak jelas.”“Apa maksudmu hubungan nggak jelas? Kak Jerry suka sama kamu. Kamu juga suka sama dia. Bukannya cocok?”“Semuanya nggak segampang yang kamu kira.” Dacia menunduk. “Jessie, masalah aku dan kakakmu … ehm … jangan beri tahu keluargamu dulu, ya?”Jessie tertegun sejenak. Tatapannya tertuju pada diri Dacia. Tiba-tiba Jessie bersandar di bangku, lalu bertanya, “Apa kamu kha
“Ini piano Kak Jerry.”Dacia tertegun sejenak. Dia mengangkat tutup piano, lalu melihat tuts hitam putih di dalamnya. “Ternyata dia bisa main piano?”Sepertinya Dacia merasa kaget.Sejak Dacia kenal dengan Jerremy, dia mengira Jerremy tidak memiliki hobi lain, selain berbisnis. Tak disangka Jerremy masih memiliki sisi yang tidak diketahuinya.Jessie mengatakan bahwa Jerremy memiliki bakat musik sejak kecil. Dia juga pernah lompat kelas sewaktu sekolah di Akademi Musik Royal. Sebenarnya Jerremy bisa menjadi pemusik. Hanya saja, berhubung akan mengambil alih perusahaan, dia terpaksa melepaskannya.Dacia terkejut. “Bukannya sayang, ya?”“Memang sayang sekali, tapi semua ini pilihan Kak Jerry.” Jessie menunduk.Sejak Jodhiva memilih untuk mengikuti kakek buyut latihan di luar negeri, Jerremy pun melepaskan musiknya. Impian memang sangat penting, tetapi sebagai keturunan dari Keluarga Fernando, sudah seharusnya Jerremy memikul tanggung jawab ini.Berbeda dengan Jessie, lantaran dia adalah a
Saking sungkannya sikap Jerremy, Yunita merasa Jerremy bahkan tidak menganggapnya sebagai teman.Setidanya masih ada emosi di antara sesama teman. Namun, malah tidak ditemukan ekspresi apa-apa di wajah Jerremy. Meskipun ayahnya pergi menanyakan pendapat dari ayahnya Jerremy, Jerremy juga tidak mengatakan apa-apa.“Aku penasaran Tuan Jerry suka cewek yang bagaimana?”Jerremy memutar bola matanya. “Apa semua itu sangat penting bagi Nona Yunita?”Yunita juga blak-blakan. “Aku itu bukan seleranya Tuan Jerry, tentu saja aku penasaran wanita seperti apa yang akan kamu sukai. Seharusnya dia lebih unggul daripada aku.”Mungkin justru karena ini, Jerremy baru tidak mempertimbangkannya. Jika wanita itu sangat unggul, Yunita pun akan merasa wajar.Tiba-tiba Jerremy terdiam. Wanita yang unggul memang tidak sedikit. Yunita memang adalah wanita yang unggul dan memiliki latar belakang keluarga yang sepadan dengan Jerremy. Dia sangat disiplin, giat, dan pantas menjadi pedoman bagi anak-anak orang kaya
Sejak kapan Jessie bersekongkol dengan Jerremy?Jerremy melepaskan jasnya, lalu menggantungnya di atas gantungan. “Kenapa? Kamu tidak berencana beri tahu aku masalah pindahanmu?”Dacia melipat kedua tangannya. “Tanpa perlu aku beri tahu, juga ada orang yang beri tahu kamu, ‘kan?”Jerremy mengamati isi ruang tamu. Barang-barang di dalam sangatlah familier baginya. Dia berhenti di depan piano, lalu menunduk. “Jessie atur kamu untuk tinggal di sini?”Dacia tersenyum. “Menurutmu?” Usai bertanya, Dacia menambahkan, “Aku bukan tinggal secara cuma-cuma. Aku bayar uang sewa.”Jerremy terdiam, lalu memalingkan kepala untuk melihat ke sisi Dacia.Jelas-jelas Jerremy tidak bisa menemukan keunggulan dari diri Dacia yang bisa dibanggakan, tapi dia malah sangat percaya diri. Dia tidak tertarik untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mungkin itulah yang membuatnya merasa percaya diri.Jerremy menatap Dacia sejenak. “Berapa uang sewanya?”Dacia tertegun sejenak, lalu memalingkan kepalanya. “Terga
Dacia yang marah itu langsung memukul Jerremy. Jerremy segera menahan pergelangan tangannya, lalu menindihnya ke sisi lemari.Kali ini, Dacia tidak berhasil mendorongnya. “Jerry, kamu nggak tahu malu banget, sih!”Jerremy mengangkat dagu Dacia, menatap wajah meronanya. “Apa aku pernah tahu malu?”Dacia terdiam membisu.Jerremy menunduk untuk mencium bibir Dacia. Tadinya Jerremy hanya ingin bercanda saja, tetapi candaannya malah kelewatan batas.Jujur saja, Jerremy sudah sangat familier dengan setiap lekuk tubuh Dacia. Seandainya Dacia bisa memiliki perasaan terhadapnya, hubungan mereka juga akan berkembang ke tahap selanjutnya. Sepertinya hanya waktu seperti ini saja, mereka berdua baru kelihatan kompak.…Satu minggu kemudian, di acara perayaan selesai syuting.Jessie sebagai tokoh utama juga menghadiri acara kali ini. Di luar acara, ada banyak reporter yang berkerumun. Saat Jessie dan Levin datang, para reporter langsung melangkah ke sisi mereka.“Nona Jessie, siapa pria yang berhasi
Setelah minum beberapa gelas champagne tadi, wajah Jessie juga tampak merona. Seandainya dia minum anggur merah, sepertinya dia sudah mabuk dari tadi.Ketika meninggalkan acara pesta, kepalanya terasa pusing dan wajahnya sangat panas.Raffa diam-diam mengikuti langkah Jessie. Jessie berjalan ke area parkiran, lalu berjalan ke sisi mobil Porsche Cayenne berwarna perak.Menurut dugaan Raffa, seharusnya pria yang datang menjemput Jessie memiliki latar belakang tidak biasa. Dia segera melangkah maju, sengaja memapah Jessie. “Nona Jessie, kamu sudah minum kebanyakan. Gimana kalau aku antar kamu ke mobil?”Jessie merasa syok. Belum sempat dia merespons, tiba-tiba Derrick menepis tangan Raffa. “Tidak perlu merepotkan Tuan, bosku bisa mengantarnya.”Raffa terbengong sejenak. Bos? Ternyata pria itu memiliki latar belakang yang tidak biasa.Setelah Jessie memasuki mobil, Derrick baru masuk ke bangku pengemudi, mulai menjalankan mobil.Saat ini, Raffa masih berdiri di tempat. Sayangnya, dia tidak